BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Matematika adalah
suatu bidang ilmu yang melatih penalaran supaya berpikir logis dan
sistematis dalam menyelesaikan masalah dan mengambil keputusan. Mempelajarinya
memerlukan cara tersendiri karena matematika bersifat khas, yaitu abstrak,
konsisten, hierarki, dan berpikir deduktif. Oleh karena itu, pengajaran
matematika hendaknya diarahkan agar siswa mampu secara sendiri menyelesaikan
masalah-masalah lain yang diselesaikan dengan bantuan teori belajar matematika.
Begitu pentingnya pengetahuan teori belajar matematika dalam sistem penyampaian
materi di kelas, sehingga setiap metode pengajaran harus selalu disesuaikan
dengan materi belajar.
Manusia dewasa
mempunyai lebih dari 100 milyar neuron, yang satu sama lain berhubungan secara
spesifik dan rumit sehingga memungkinkan untuk mengingat, melihat, belajar,
berpikir, kesadaran dan lain-lain (Schatz 1992). Struktur
otak terbentuk sesuai dengan program yang secara biologis tersimpan
dalam DNA, dan organ tersebut baru bekerja setelah selesainya
seluruh penataan yang rumit tersebut.
Pada
saat baru lahir, hampir seluruh neuron yang harus dimiliki sudah ada, tapi
berat otaknya hanya ¼ dari otak dewasa. Otak menjadi bertambah besar
karena pembesaran neuron, bertambahnya jumlah akson dan dendrit
sesuai dengan perkembangan hubungan antar sesamanya. Untuk
menyempurnakan perkembangan maka anak kecil harus diberi rangsangan melalui
raba, speech (berbicara) dan images (daya hayal) (Bloom 1988, Schatz 1992).
Menurut
Bloom (1988) defenisi belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif
menetap sebagai hasil dari pengalaman. Secara praktis dan diasosiasikan sebagai
proses memperoleh informasi . Menurut Kupferman (1981) belajar adalah proses
dimana manusia dan binatang menyesuaikan tingkah lakunya sebagai hasil dari
pengalaman .
Memori
ingatan adalah proses di mana informasi belajar disimpan dan dapat dibaca
kembali (dikeluarkan kembali). Ingatan atau memori tidaklah sesederhana seperti
ini. Memori adalah proses aktif, karena ilmu pengetahuan berubah terus, selalu
diperiksa dan diformulasi ulang oleh pikiran otak kita. Menurut Jerome Bruner
manusia mempunyai kapasitas dan kecenderungan untuk berubah karena
menghadapi kejadian yang umum. Ingatan mempunyai beberapa fase, yaitu waktunya
sangat singkat (extremely short term)/ingatan segera (immediate memory) (item
hanya dapat disimpan dalam beberapa detik). Ingatan jangka pendek (short term)
(items dapat ditahan dalam beberapa menit), ingatan jangka panjang (long term)
(penyimpanan berlangsung beberapa jam sampai seumur hidup.
B.
Rumusan
Masalah
1. Siapakah
tokoh Jerome S. Bruner?
2. Bagaimanakah proses
dan penerapan belajar menurut Jerome S. Bruner ?
3. Bagaimanakah
Teori Pengajaran Menurut Jerome Bruner?
4. Bagaimanakah ciri khas teori pembelajaran menurut Bruner?
C.
Tujuan
Penulisan
1. Bagi
penulis: Dapat menambah wawasan penulis menjadi lebih tahu tentang teori pembelajaran
Jerome S. Bruner.
2. Bagi
pembaca: Untukmengetahui materi tentang teori pembelajaran Jerome S. Bruner
guna memperluas ilmu pengetahuan.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Biografi Jerome S. Bruner
Jerome
Bruner lahir di new york tahun 1915. Jerome Bruner, seorang ahli
psikologi yang terkenal telah banyak menyumbang dalam penulisan teori
pembelajaran, proses pengajaran dan falsafah pendidikan. Pada usia dua tahun ia
menderita penyakit katarak dan harus dioperasi. Ayahnya meninggal ketika ia
berusia 12 tahun yang menyebabkan ia harus pindah ke rumah keluarganya dan
kerap kali putus sekolah dan pindah-pindah sekolah. Meskipun demikian
prestasinya cukup baik ketika masuk Duke University Durham, New York City. Ia
memperoleh gelar B.A pada tahun 1937 dan memperoleh Ph.D dari Harvard
University tahun 1941. Bruner bersetuju dengan Piaget bahwa perkembangan
kognitif anak-anak adalah melalui peringkat-peringkat tertentu. Walau
bagaimanapun, Bruner lebih menegaskan pembelajaran secara penemuan yaitu
mengolah apa yang diketahui pelajar itu kepada satu corak dalam keadaan baru
(lebih kepada prinsip konstruktivisme).
Beliau bertugas sebagai profesor
psikologi di Universiti Harvard di Amerika Syarikat dan dilantik sebagi
pengarah di Pusat Pengajaran Kognitif dari tahun 1961 sehingga 1972, dan
memainkan peranan penting dalam struktur Proyek Madison di Amerika
Syarikat. Setelah itu, beliau menjadi seorang profesor Psikologi di
Universiti Oxford di England. Bruner juga seorang penulis produktif. Beberapa
karya tulisnya antara lain:
1.
Acts of Meaning (Harvard University Press, l99l)
2.
The Culture of Education (Harvard University press, 1996)
3.
The Process of Education (Harvard University press. 1960)
4.
Toward a Theory of Instruction (Harvard Univenity press,
1966)
5.
Beyond the Information Given; Studies in the Psychology of
Knowing (Norton, 1973)
6.
Child’s Talk: Learning to Use Language (Norton, 1983)
7.
Actual Minds, Possible Worlds (Harvard, University press,
1986)
Jerome S.
Bruner adalah seorang ahli psikologi perkembangan dan ahli psikologi belajar
kognitif. Pendekatannya tentang psikologi adalah eklektik. Penelitiannya yang
demikian banyak itu meliputi persepsi manusia, motivasi, belajar dan berfikir.
Dalam mempelajarai manusia, ia menganggap manusia sebagai pemroses, pemikir dan
pencipta informasi. Bruner menganggap, bahwa belajar itu meliputi tiga proses
kognitif, yaitu memperoleh informasi baru, transformasi pengetahuan, dan menguji
relevansi dan ketepatan pengetahuan. Pandangan terhadap belajar yang disebutnya
sebagai konseptualisme instrumental itu, didasarkan pada dua prinsip, yaitu
pengetahuan orang tentang alam didasarkan pada model-model mengenai kenyataan
yang dibangunnya, dan model-model itu diadaptasikan pada kegunaan bagi orang
itu.
Pematangan intelektual atau
pertumbuhan kognitif seseorang ditunjukkan oleh bertambahnya
ketidaktergantungan respons dari sifat stimulus. Pertumbuhan itu tergantung
pada bagaimana seseorang menginternalisasi peristiwa-peristiwa menjadi suatu
”sistem simpanan” yang sesuai dengan lingkungan. Pertumbuhan itu menyangkut
peningkatan kemampuan seseorang untuk mengemukakan pada dirinya sendiri atau
pada orang lain tentang apa yang telah atau akan dilakukannya.
Menurut
Bruner belajar bermakna hanya dapat terjadi melalui belajar penemuan.
Pengetahuan yang diperoleh melalui belajar penemuan bertahan lama, dan
mempunyai efek transfer yang lebih baik. Belajar penemuan meningkatkan
penalaran dan kemampuan berfikir secara bebas dan melatih
keterampilan-keterampilan kognitif untuk menemukan dan memecahkan masalah.
Teori instruksi menurut Bruner
hendaknya mencakup:
1. Pengalaman-pengalaman optimal bagi
siswauntuk mau dan dapat belajar, ditinjau dari segi aktivitas, pemeliharaan
dan pengarahan.
2. Penstrukturan pengetahuan untuk
pemahaman optimal, ditinjau dari segi cara penyajian, ekonomi dan kuasa.
3. Perincian urutan-urutan penyajian
materi pelajaran secara optimal, dengan memperhatikan faktor-faktor belajar sebelumnya,
tingkat perkembangan anak, sifat materi pelajaran dan perbedaan individu.
4. Bentuk dan pemberian reinforsemen.
Beliau
berpendapat bahwa seseorang murid belajar dengan cara menemui struktur
konsep-konsep yang dipelajari. Kanak-kanak membentuk konsep dengan
mengasingkan benda-benda mengikut ciri-ciri persamaan dan perbedaan. Selain
itu, pengajaran didasarkan kepada perangsang murid terhadap konsep itu dengan
pengetahuan sedia ada. Misalnya,kanak-kanak membentuk konsep segiempat dengan
mengenal segiempat mempunyai 4 sisi dan memasukkan semua bentuk bersisi empat
kedalam kategori segiempat,dan memasukkan bentuk-bentuk bersisi tiga kedalam
kategori segitiga.
Dalam
teori belajarnya Jerome Bruner berpendapat bahwa kegiatan belajar akan berjalan
baik dan kreatif jika siswa dapat menemukan sendiri suatu aturan atau
kesimpulan tertentu. Dalam hal ini Bruner membedakan menjadi tiga tahap.
Ketiga tahap itu adalah:
1. Tahap informasi, yaitu tahap awal
untuk memperoleh pengetahuan atau pengalaman baru.
2. Tahap transformasi, yaitu tahap
memahami, mencerna dan menganalisis pengetahuan baru serta ditransformasikan
dalam bentuk baru yang mungkin bermanfaat untuk hal-hal yang lain.
3. Evaluasi, yaitu untuk mengetahui
apakah hasil tranformasi pada tahap kedua tadi benar atau tidak.
B. Proses Belajar Mengajar Menurut Jerome S. Bruner
Belajar merupakan aktifitas yang berproses, tentu didalamnya
terjadi perubahan-perubahan yang bertahap. Perubahan-perubahan tersebut
timbul melalui tahap-tahap yang antara satu dan lainnya bertalian secara
berurutan dan fungsional. Dalam memandang proses belajar, Brunner
menekankan adanya pengaruh kebudayaan terhadap tingkah laku seseorang. Dengan
teorinya yang disebut “(Free discovery learning)” (Budiningsih,2008).
Ia mengatakan bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan
kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu
konsep, teori, aturan, atau pemahaman melalui contoh-contoh yang dijumpai dalam
kehidupannya. Dengan kata lain, siswa dibimbing secara induktif untuk memahami
suatu kebenaran umum. Misalnya untuk memahami konsep kejujuran, siswa
pertama-tama tidak menghafal definisi kata kejujuran, tetapi mempelajari
contoh-contoh konkret tentang kejujuran. Dari contoh-contoh itulah siswa
dibimbing untuk mendefinisikan kata “kejujuran”.
Sementara
ditinjau dari arti katanya “discover” berarti menemukan dan “discovery”
adalah penemuan. Robert B. menyatakan bahwa discovery adalah proses
mental di mana anak/individu mengasilmilasi konsep dan prinsip (Ahmadi,2005).
Jadi, seseorang siswa dikatakan melakukan discovery bila anak terlihat
menggunakan proses mentalnya dalam usaha menemukan konsep-konsep dan
prinsip-prinsip. Proses mental yang dilakukan, misalnya mengamati,
menggolongkan, mengukur, menduga dan mengambil kesimpulan.
Pendirian yang terkenal yang dikemukakan oleh J. Bruner
ialah, bahwa setiap mata pelajaran dapat diajarakan dengan efektif dalam bentuk
yang jujur secara intelektual kepada setiap anak dalam setiap tingkat
perkembangannya. Pendiriannya ini didasarkan sebagian besar atas penelitian Jean
Piaget tentang perkembangan intelektual anak. Berhubungan dengan hal itu,
antara lain:
a.
Perkembangan
Intelektual Anak
Menurut penelitian
J. Piaget, perkembangan intelektual anak dapat dibagi menjadi
tiga fase. Ketiga fase itu yakni:
1.
Fase pra-operasional,
sampai usia 5-6 tahun, masa pra sekolah, jadi tidak berkenaan dengan anak
sekolah.
Pada taraf ini ia belum dapat mengadakan
perbedaan yang tegas antara perasaan dan motif pribadinya dengan realitas dunia
luar. Karena itu ia belum dapat memahami dasar matematikan dan fisika yang
fundamental, bahwa suatu jumlah tidak berunah bila bentuknya berubah. Pada
taraf ini
kemungkinan untuk menyampaikan konsep-konsep tertentu kepada anak sangat
terbatas.
2.
Fase operasi kongkrit, pada taraf ke-2 ini operasi itu
“internalized”, artinya dalam menghadapi suatu masalah ia tidak perlu
memecahkannya dengan percobaan dan perbuatan yang nyata; ia telah dapat
melakukannya dalam pikirannya. Namun pada taraf operai kongkrit ini ia hanya
dapat memecahkan masalah yang langsung dihadapinya secara nyata. Ia belum mampu
memecahkan masalah yang tidak dihadapinya secara nyata atau kongkrit atau yang
belum pernah dialami sebelumnya.
3. Fase operasi formal, pada taraf ini anak itu telah
sanggup beroperasi berdasarkan kemungkinan hipotesis dan tidak lagi dibatasi
oleh apa yang berlangsung dihadapinya sebelumnya.
Menurut Brunner perkembangan
kognitif seseorang terjadi melaui tiga tahap pembelajaran yang ditentukan oleh
caranya melihat lingkungan, yaitu :
1.
Tahap enaktif, seseorang melakukan aktivitas-aktivitas dalam
upayanya untuk memahami lingkungan sekitar, artinya dalam memahami dunia
sekitarnya anak menggunakan pengetahuan motorik. Misalnya, melalui gigitan,
sentuhan, pegangan, dan sebagainya.
2.
Tahap Ikonik, seseorang memahami objek-objek atau dunianya
melalui gambar-gambar atau visualisasi verbal. Maksudnya dalam memhami dunia
sekitarnya anak belajar melalui bentuk perumpamaan (tampil) dan perbandingan
(komparasi).
3.
Tahap Simbolik, seseorang telah mampu memilki ide-ide atau
gagasan-gagasan abstrak yang sangat dipengaruhi oleh kemampuannya dalam
berbahasa dan logika. Dalam memahami dunia sekitarnya anak belajar melalui
simbol bahasa, logika, matematika dan sebagainya. Komunikasinya dilakukan
dengan menggunakan banyak sistem simbol. Semakin matang seseorang dalam proses
berpikirnya, semakin dominan sistem simbolnya. Meskipun begitu tidak berarti ia
tidak lagi menggunakan sistem enaktif dan ikonik. Penggunaan media dalam
kegiatan pembelajaran merupakan salah satu bukti masih diperlukannnya sistem
enaktif dan ikonik dalam proses belajar
b.
Tahap-Tahap dalam Proses Belajar
Mengajar
Selain itu Bruner menganggap, bahwa
belajar itu meliputi tiga proses kognitif, yaitu memperoleh informasi baru,
transformasi pengetahuan, dan menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan.
Dalam teori belajarnya Jerome Bruner berpendapat bahwa kegiatan belajar akan
berjalan baik dan kreatif jika siswa dapat menemukan sendiri suatu aturan atau
kesimpulan tertentu. Dalam hal ini Bruner membedakan menjadi tiga tahap
(Muhbidin Syah,2006:10). Ketiga tahap itu adalah:
1.
tahap informasi, yaitu tahap awal untuk memperoleh pengetahuan
atau pengalaman baru.
2.
tahap transformasi, yaitu tahap memahami, mencerna dan
menganalisis pengetahuan baru serta ditransformasikan dalam bentuk baru yang
mungkin bermanfaat untuk hal-hal yang lain.
3.
evaluasi, yaitu untuk mengetahui apakah hasil tranformasi
pada tahap kedua tadi benar atau tidak. Teori belajar Bruner dikenal dengan
teori Free Discovery learning.
Bruner mengemukakan perlunya ada
teori pembelajaran yang akan menjelaskan asas-asas untuk merancang pembelajaran
efektif di kelas. Menurut pandangan Brunner (1964) bahwa teori belajar itu
bersifat deskriftif dimaksudnya untuk memberikan hasil, karena tujuan utama
teori belajar adalah menjelaskan proses belajar. Sedangkan teori pembelajaran
itu bersifat prespektif dimaksudkan untuk mencapai tujuan dan tujuan utama
teori pembelajaran itu sendiri adalah menetapkan metode pembelajaran yang
optimal, misalnya, teori belajar memprediksikan berapa usia maksimum seorang
anak untuk belajar penjumlahan, sedangkan teori pembelajaran menguraikan
bagaimana cara-cara mengajarkan penjumlahan.
Dalam mengajar guru tidak menyajikan
bahan pembelajaran dalam bentuk final, tetapi anak didik diberi peluang untuk
mencari dan menemukan sendiri dengan menggunakan teknik pendekatan pemecahan
masalah. Secara garis besar, prosedurnya (Ahmadi,2005) sebagai berikut :
1.Stimulus (pemberian perangsang/stimuli) :
Kegiatan belajar dimulai dengan memberikan pertanyaan yang merangsang berfikir
si belajar, menganjurkan dan mendorongnya untuk membaca buku dan aktivitas
belajar lain yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah.
2.Problem
Statement
(mengidentifikasi masalah) : Memberikan kesempatan kepada si belajar untuk
mengidentifikasi sebanyak mungkin masalah yang relevan dengan bahan belajar
kemudian memilih dan merumuskan dalam bentuk hipotesa (jawaban sementara dari
masalah tersebut).
3.Data
Collection
(pengumpulan data) : Memberikan kesempatan kepada para si belajar untuk
mengumpulkan informasi yang relevan sebanyak-banyaknya untuk membuktikan benar
atau tidaknya hipotesa tersebut.
4.Data
Processing
(pengolahan data) : Mengolah data yang telah diperoleh siswa melalui kegiatan
wawancara, observasi dan lain-lain. Kemudian data tersebut ditafsirkan.
5.Verifikasi : Mengadakan pemeriksaan secara
cermat untuk membuktikan benar dan tidaknya hipotesis yang diterapkan dan
dihubungkan dengan hasil dan processing.
6.Generalisasi : Mengadakan penarikan kesimpulan
untuk dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang
sama dengan memperhatikan hasil verifikasi.
Menurut Brunner perkembangan
kognitif seseorang dapat ditingkatkan dengan cara menyusun mata pelajaran dan
menyajikannya sesuai dengan tahap perkembangan orang tersebut. Gagasanya
mengenai kurikulum spiral (a spiral curriculum) sebagai
suatu cara mengorganisasikan materi pelajaran tingkat makro, menunjuk cara
mengurutkan materi pelajaran mulai dari mengajarkan materi secara umum dan
kemudian secara berkala kembali mengajarkan materi yang sama dalam cakupan yang
lebih rinci. (Budiningsih,2008:42).
Pendekatan penataan materi dan umum
ke rinci yang dikemukakannya dalam model kurikulum spiral merupakan bentuk
penyesuaian antara materi dipelajari dengan tahap perkembangan kognitif orang
yang belajar. Sejalan dengan pernyataan di atas, maka untuk mengajar sesuatu
tidak usah ditunggu sampai anak mancapai tahap perkembangan tertentu. Yang
penting bahan pelajaran harus ditata dengan baik maka dapat diberikan padanya.
Dengan kata lain perkembangan kognitif seseorang dapat ditingkatkan dengan
jalan mengatur bahan yang akan dipelajari dan menyajikannya sesuai dengan
tingkat perkembangannya.
c.
Kurikulum spiral
J. S.
Bruner dalam belajar matematika menekankan pendekatan dengan bentuk spiral.
Pendekatan spiral dalam belajar mengajar matematika adalah menanamkan konsep
dan dimulai dengan benda kongkrit secara intuitif, kemudian pada tahap-tahap
yang lebih tinggi (sesuai dengan kemampuan siswa) konsep ini diajarkan dalam
bentuk yang abstrak dengan menggunakan notasi yang lebih umum dipakai dalam
matematika. Penggunaan konsep Bruner dimulai dari cara intuitif
keanalisis dari eksplorasi kepenguasaan. Misalnya, jika ingin menunjukkan
angka 3 (tiga) supaya menunjukkan sebuah himpunan dengan tiga anggotanya.
Contoh: Himpunan tiga buah mangga. Untuk menanamkan
pengertian 3 diberikan 3 contoh himpunan mangga. Tiga mangga sama dengan 3
mangga.
C.
Belajar Penemuan Menurut Jerome S. Bruner
Bruner
adalah tokoh yang mencetuskan konsep belajar penemuan (discovery), Beliau juga seseorang
pengikut setia teori kognitif, khususnya dalam studi perkembangan fungsi
kognitif, dan menandai perkembangan
kognitif menusia sebagai berikut:
Pertama Perkembangan intelektual ditandai
dengan adanya kemajuan dalam menanggapi suatu rangsangan. kedua Peningkatan
pengetahuan tergantung pada perkembangan system penyimpanan informasi secara
realis. ketiga Perkembangan intelektual meliputi perkembangan kemampuan
berbicara pada diri sendiri atau pada orang lain melalui kata-kata atau lambang
tentang apa yang telah dilakukan dan apa yang akan dilakukan. Hal ini
berhubungan dengan kepercayaan pada diri sendiri. keempat Interaksi secara sistematis antara
pembimbing, guru atau orang tua dengan anak diperlukan bagi perkembangan
kognitifnya. kelima Bahasa adalah kunci perkembangan kognitif, karena bahasa
merupakan alat komunikasi antara manusia. Bahasa diperlukan untuk
mengkomunikasikan suatu konsep kepada orang lain. keenam Perkembangan
kognitif ditandai dengan kecakapan untuk mengemukakan beberapa alternative
secara simultan, memilih tindakan yang tepat, dapat memberikan prioritas yang
berurutan dalam berbagai situasi.
Teori free discovery learning bertitik tolak
pada teori belajar kognitif, yang menyatakan belajar adalah perubahan persepsi
dan pemahaman. Perubahan ini tidak selalu berbentuk perubahan tingkah laku yang
dapat diamati. Asumsi dasar teori kognitif ini adalah setiap orang memiliki
telah memiliki pengetahuan dan penglaman dalam dirinya. Pengalaman dan
pengetauan ini tertata dalam bentuk struktur kognetif. Maka dari itu Proses
belajar akan berjalan dengan baik apabila materi pelajaran yang baru,
beradaptasi atau berkesinambungan secara ‘klop’ dengan struktur kognetif yang
sudah dimilki oleh peserta didik.
D.
Teori Pengajaran Menurut Jerome S. Bruner
Bruner
berpendapat bahwa pengajaran dapat dianggap sebagai (a) hakikat seseorang
sebagai pengenal (b) hakikat dari pengetahuan, dan (c) hakikat dari proses
mendapatkan pengetahuan. Manusia sebagai makhluk yang paling mulia di antara
makhluk-makhluk lain memiliki dua kekuatan yakni akal pikirannya dan kemampuan
berbahasa. Dengan dua kemampuan tersebut maka manusia dapat mengembangkan
kemampuan yang ada padanya.
Dorongan
dan hasrat ingin mengenal dan mengetahui dunia dan lingkungan alamnya
menyebabkan manusia mempunyai kebudayaan dalam bentuk konsepsi, gagasan,
pengetahuan, maupun karya-karyanya. Kemampuan yang ada dalam dirinya
mendorongnya untuk mengekspresikan apa yang telah dimilikinya.
Kondisi
dan karakteristik tersebut hendaknya melandasi atau dijadikan dasar dalam
mengembangkan proses pengajaran. Dengan demikian guru harus memandang siswa
sebagai individu yang aktif dan memiliki hasrat untuk mengetahui lingkungan dan
dunianya bukan semata-mata makhluk pasif menerima apa adanya. Selanjutnya
Bruner berpendapat bahwa teori pengajaran harus mencakup lima aspek utama
yakni:
1. Pengalaman optimal untuk
mempengaruhi siswa belajar
Bruner melihat bahwa ada semacam kebutuhan untuk mengubah praktek mengajar sebagai proses mendapatkan pengetahuan untuk membentuk pola-pola pemikiran manusia. Keefektifan belajar tidak hanya mempelajari bahan-bahan pengajaran tetapi juga belajar berbagai cara bagaimana memperoleh informasi dan memecahkan masalah. Oleh sebab itu diskusi, problem solving, seminar akan memperkaya pengalaman siswa dan mempengaruhi cara belajar.
Bruner melihat bahwa ada semacam kebutuhan untuk mengubah praktek mengajar sebagai proses mendapatkan pengetahuan untuk membentuk pola-pola pemikiran manusia. Keefektifan belajar tidak hanya mempelajari bahan-bahan pengajaran tetapi juga belajar berbagai cara bagaimana memperoleh informasi dan memecahkan masalah. Oleh sebab itu diskusi, problem solving, seminar akan memperkaya pengalaman siswa dan mempengaruhi cara belajar.
2. Struktur pengetahuan untuk membentuk
pengetahuan yang optimal.
Tujuan terakhir dari pengajaran berbagai mata pelajaran adalah pemahaman terhadap struktur pengetahuan. Mengerti struktur pengetahuan adalah memahami aspek-aspeknya dalam berbagai hal dengan penuh pengertian. Tugas guru adalah memberi siswa pengertian tentang struktur pengetahuan dengan berbagai cara sehingga mereka dapat membedakan informasi yang berarti dan yang tidak berarti.
Tujuan terakhir dari pengajaran berbagai mata pelajaran adalah pemahaman terhadap struktur pengetahuan. Mengerti struktur pengetahuan adalah memahami aspek-aspeknya dalam berbagai hal dengan penuh pengertian. Tugas guru adalah memberi siswa pengertian tentang struktur pengetahuan dengan berbagai cara sehingga mereka dapat membedakan informasi yang berarti dan yang tidak berarti.
3. Spesifikasi mengurutkan penyajian
bahkan pelajaran untuk dipelajari siswa. Mengurutkan bahan pengajaran agar
dapat dipelajari siswa hendaknya mempertimbangkan kriteria sebagi berikut;
kecepatan belajar, daya tahan untuk mengingat, transfer bahwa yang telah
dipelajari kepada situasi baru, bentuk penyajian mengekspresikan bahan-bahan
yang telah dipelajari, apa yang telah dipelajarinya mempunyai nilai ekonomis,
apa yang telah dipelajari memiliki kemampuan untuk mengembangkan pengetahuan
baru dan menyusun hipotesis.
4. Peranan sukses dan gagal serta
hakikat ganjaran dan hukuman
Ada dua alternatif yang mungkin dicapai siswa manakala dihadapkan dengan tugas-tugas belajar yakni sukses dan gagal. Sedangkan dua alternatif yang digunakan untuk mendorong perbuatan belajar adalah ganjaran dan hukuman. Ganjaran penggunaannya dikaitkan dengan keberhasilan (sukses) hukuman dikaitkan dengan kegagalan.
Ada dua alternatif yang mungkin dicapai siswa manakala dihadapkan dengan tugas-tugas belajar yakni sukses dan gagal. Sedangkan dua alternatif yang digunakan untuk mendorong perbuatan belajar adalah ganjaran dan hukuman. Ganjaran penggunaannya dikaitkan dengan keberhasilan (sukses) hukuman dikaitkan dengan kegagalan.
5. Prosedur untuk merangsang berpikir
siswa dalam lingkungan sekolah
Pengajaran hendaknya diarahkan kepada proses menarik kesimpulan dari data yang dapat dipercaya ke dalam suatu hipotesis kemudian menguji hipotesis dengan data lebih lanjut untuk kemudian menarik kesimpulan-kesimpulan sehingga siswa diajak dan diarahkan kepada pemecahan masalah. Ini berarti belajar pemecahan masalah harus dikembangkan di sekolah agar para siswa memiliki keterampilan bagaimana mereka belajar yang sebenarnya. Melalui metode pemecahan masalah akan merangsang berpikir siswa dalam pengertian luas mencakup proses mencari informasi, menggunakan informasi, memanfaatkan informasi untuk masalah pemecahan lebih lanjut.
Pengajaran hendaknya diarahkan kepada proses menarik kesimpulan dari data yang dapat dipercaya ke dalam suatu hipotesis kemudian menguji hipotesis dengan data lebih lanjut untuk kemudian menarik kesimpulan-kesimpulan sehingga siswa diajak dan diarahkan kepada pemecahan masalah. Ini berarti belajar pemecahan masalah harus dikembangkan di sekolah agar para siswa memiliki keterampilan bagaimana mereka belajar yang sebenarnya. Melalui metode pemecahan masalah akan merangsang berpikir siswa dalam pengertian luas mencakup proses mencari informasi, menggunakan informasi, memanfaatkan informasi untuk masalah pemecahan lebih lanjut.
Berdasarkan
pemikiran di atas, Bruner menganjurkan penggunaan metode discovery learning,
inquiry learning, dan problem solving.
Metode
discovery learning yaitu dimana murid mengorganisasi bahan yang dipelajari
dengan suatu bentuk akhir. Prosedur ini berbeda dengan reception learning dan
expository teaching, dimana guru menerangkan semua informasi dan murid harus
mempelajari semua bahan atau informasi itu.
Banyak
pendapat yang mendukung discovery learning itu, di antaranya J. Dewey (1993)
dengan complete art of reflective activity atau terkenal dengan problem
solving. Ide Bruner itu ditulis dalam bukunya Process of Education. Didalam
buku ini ia melaporkan hasil dari suatu konferensi di antara para ahli science,
ahli sekolah atau pengajar dan pendidik tentang pengajaran science. Dalam hal
ini ia mengemukakan pendapatnya, bahwa mata pelajaran dapat diajarkan secara
efektif dalam bentuk intelektual yang sesuai dengan tingkat perkembangan anak.
Bruner mendapatkan pertanyaan,
bagaimana kita dapat mengembangkan program pengajaran yang lebih efektif bagi
anak yang muda? Jawaban Bruner adalah dengan mengkoordinasikan metode penyajian
bahan dengan cara di mana anak dapat mempelajari bahan itu yang sesuai dengan
tingkat kemajuan anak. Tingkat-tingkat kemajuan anak dari tingkat representasi
sensori (enactive) ke representasi konkret (iconic) dan akhirnya ke tingkat
representasi abstrak (symbolic).
E.
Alat Mengajar Menurut Jerome S.
Bruner
Jerome Bruner membagi alat instruksional dalam empat macam menurut fungsinya antara lain:
1.
Alat untuk menyampaikan pengalaman “vicaorus” (sebagai
pengganti pengalaman yang langsung) yaitu menyajikan bahan yang sedianya tidak
dapat mereka peroleh secara langsung di sekolah. Hal ini dapat dilakukan
melalui film, TV, rekaman suara dan sebagainya.
2.
Alat model yang dapat memberikan pengertian tentang struktur
atau prinsip suatu gejala misalnya model molekul, model bangun ruang.
3.
Alat dramatisasi, yakni mendramatisasikan sejarah suatu
peristiwa atau tokoh, film tentang alam, untuk memberikan pengertian tentang
suatu idea atau gejala.
4.
Alat automatisasi seperti teaching machine atau pelajaran
berprograma yang menyajikan suatu masalah dalam urutan teratur dan memberikan
balikan atau feedback tentang respon siswa.
Telah banyak alat-alat yang tersedia bagi guru namun yang
penting adalah bagaimana menggunakan alat-alat itu sebagai suatu system yang
terintegrasi.
F.
Ciri Khas Teori Pembelajaran Menurut
Jerome S. Bruner
1.
Empat
Tema tentang Pendidikan
Tema
pertama mengemukakan pentingnya arti struktur pengetahuan. Hal ini perlu
karena dengan struktur pengetahuan kita menolong siswa untuk untuk melihat,
bagaimana fakta-fakta yang kelihatannya tidak ada hubungan, dapat dihubungkan
satu dengan yang lain.
Tema kedua
adalah tentang kesiapan untuk belajar. Menurut Bruner kesiapan
terdiri atas penguasaan keterampilan-keterampilan yang lebih sederhana yang
dapat mengizinkan seseorang untuk mencapai keterampilan-keterampilan yang lebih
tinggi.
Tema ketiga
adalah menekankan nilai intuisi dalam proses pendidikan. Dengan
intuisi, teknik-teknik intelektual untuk sampai pada formulasi-formulasi
tentatif tanpa melalui langkah-langkah analitis untuk mengetahui apakah
formulasi-formulasi itu merupakan kesimpulan yang sahih atau tidak.
Tema
keempat adalah tentang motivasi atau keingianan untuk belajar dan
cara-cara yang tersedia pada para guru untuk merangsang motivasi itu.
2. Model dan Kategori
Pendekatan
Bruner terhadap belajar didasarkan pada dua asumsi. Asumsi pertama
adalah bahwa perolehan pengetahuan merupakan suatu proses interaktif.
Berlawanan dengan penganut teori perilaku Bruner yakin bahwa orang yang belajar
berinteraksi dengan lingkungannya secara aktif, perubahan tidak hanya terjadi
di lingkungan tetapi juga dalam diri orang itu sendiri.
Asumsi
kedua adalah bahwa orang mengkontruksi pengetahuannya dengan menghubungkan
informasi yang masuk dengan informasi yang disimpan yang diperoleh sebelumnya,
suatu model alam (model of the world). Model Bruner ini mendekati sekali
struktur kognitif Aussebel. Setiap model seseorang khas bagi dirinya. Dengan
menghadapi berbagai aspek dari lingkungan kita, kita akan membentuk suatu
struktur atau model yang mengizinkan kita untuk mengelompokkan hal-hal tertentu
atau membangun suatu hubungan antara hal-hal yang
diketahui.
3.
Belajar
sebagai Proses Kognitif
Bruner
mengemukakan bahwa belajar melibatkan tiga proses yang berlangsung hampir
bersamaan. Ketiga proses itu adalah:
1.
memperoleh informasi
baru,
2.
transformasi
informasi
3.
menguji relevansi dan
ketepatan pengetahuan (Bruner, 1973).
Informasi
baru dapat merupakan penghalusan dari informasi sebelumnya yang dimiliki
seseorang atau informasi itu dapat dersifat sedemikian rupa sehingga berlawanan
dengan informasi sebelumnya yang dimiliki seseorang. Dalam transformasi
pengetahuan seseorang mempelakukan pengetahuan agar cocok dengan tugas baru.
Jadi, transformasi menyangkut cara kita memperlakukan pengetahuan, apakah
dengan cara ekstrapolasi atau dengan mengubah bentuk lain.
Hampir
semua orang dewasa melalui penggunaan tig sistem keterampilan untuk menyatakan
kemampuanny secara sempurna. Ketiga sistem keterampilan itu adalah yang disebut
tiga cara penyajian (modes of presentation) oleh Bruner (1966). Ketiga cara
itu ialah: cara enaktif, cara ikonik dan cara simbolik.
Cara
penyajian enaktif ialah melalui tindakan, jadi bersifat manipulatif. Dengan
cara ini seseorang mengetahui suatu aspek dari kenyataan tanpa menggunakan
pikiran atau kata-kata. Jadi cara ini terdiri atas penyajian kejadian-kejadian
yang lampau melalui respon-respon motorik. Misalnya seseorang anak yang enaktif
mengetahui bagaimana mengendarai sepeda.
Cara
penyajian ikonik didasarkan atas pikiran internal. Pengetahuan disajikan oleh
sekumpulan gambar-gambar yang mewakili suatu konsep, tetapi tidak
mendefinisikan sepenuhnya konsep itu. Misalnya sebuah segitiga menyatakan
konsep kesegitigaan.
Penyajian
simbolik menggunakan kata-kata atau bahasa. Penyajian simbolik dibuktikan oleh
kemampuan seseorang lebih memperhatikan proposisi atau pernyataan daripada
objek-objek, memberikan struktur hirarkis pada konsep-konsep dan
memperhatikan kemungkinan-kemungkinan alternatif dalam suatu cara
kombinatorial.
Sebagai
contoh dari ketiga cara penyajian ini, tentang pelajaran penggunaan timbangan.
Anak kecil hanya dapat bertindak berdasarkan ”prinsip-prinsip” timbangan dan
menunjukkan hal itu dengan menaiki papan jungkat-jungkit. Ia tahu bahwa untuk
dapat lebih jauh kebawah ia harus duduk lebih menjauhi pusat. Anak yang lebih
tua dapat menyajikan timbangan pada dirinya sendiri dengan suatu model atau
gambaran. ”Bayangan” timbangan itu dapat diperinci seperti yang terdapat dalam
buku pelajaran. Akhirnya suatu timbangan dapat dijelaskan dengan menggunakan
bahasa tanpa pertolongan gambar atau dapat juga dijelaskan secara matematika
dengan menggunakan Hukum Newton tentang momen.
G.
Kelebihan dan Kelemahan Belajar
Penemuan Menurut Jerome S. Bruner
Menurut Djamarah dan Zain dalam bukunya strategi
belajar mengajar menjelaskan bahwa kelebihan dan kelemahan dalam konsep ini
diantaranya, Kelebihan konsep ini
membantu peserta didik mengembangkan bakatnya, membentuk sifat kesiapan serta
kemampuan keterampilan dalam proses kognitif peserta didik. Peserta didik mendapatkan pengetahuan yang
bersifat pribadi sehingga pengetahuan tersebut dapat bertahan lama dalam diri
peserta didik. Konsep ini memberikan semangat belajar peserta didik, dimana
dengan konsep belajar mencari dan menemukan pengetahuan sendiri tentu rasa
ingin tau itu timbul sehinnga akan membentuk belajar yang ikhlas dan aktif.
Konsep ini memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan
kemampuannya dan keterampilannya sendiri sesuai dengan bakat dan hobi yang
dimilikinya. Konsep ini mampu membantu
cara belajar peserta didik yang baik, sehingga peserta memiliki motivasi yang
kuat untuk tetap semangat dalam belajar. Memberikan kepercayaan tersendiri bagi
peserta didik karena mampu menemukan, mengolah, memilah dan mengembangkan
pengetahuan sendiri, Konsep ini berpusat pada peserta didik, dan guru hanya
membantu saja.
Adapun kelemahan
konsep belajar penemuan menurut Bruner, yaitu: memakan waktu yang cukup banyak,
dan kalau kurang terpimpin atau kurang terarah dapat menjerumus kepada
kekacauan dan kekaburan atas materi yang dipelajari. Konsep belajar ini
menuntut peserta didik untuk memiliki kesiapan dan kematangan mental. Peserta
didik harus berani dan berkeinginan mengetahuai keadaan disekitarnya. Jika
tidak memiliki keberanian dan keinginan tentu proses belajar akan gagal. Konsep
ini kurang berhasil apabila di laksanakan didalam kelas yang besar. Konsep ini terlalu mementingkan proses
pengertian saja, kurang memperhatikan perkembangan/pembentukan sikap dan
keterampilan bagi peserta didik. Konsep
ini mungkin tidak memberikan kesempatan untuk bepikir secara kretaif. Dari
beberapa penjelasan tentang kelebihan dan kelemahan konsep penemuan menurut Bruner,
tentu kita harus mampu mempergunakan konsep belajar ini sesuai dengan keadaan
dan tempatnya, sehingga nantinya dapat memaksimalkan penggunaaan konsep ini dan
tidak terjadinya kegalalan pembelajaran karena salah dalam penggunaannya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Menurut
Bruner perkembangan kognetif seseorang terjadi melalui tiga tahap yang
ditentukan oleh caranya melihat lingkungan, yaitu tahap enaktif, ikonik dan
simbolik yaitu, tahap enaktif, tahap ikonik dan tahap simbolik.
Ada tiga tahapan konsep penemuan
Jerome Bruner tersebut saling berkaitan. Yaitu:
1.
Tahap informasi (tahap penerimaan materi)
2.
Tahap transformasi (tahap pengubahan materi)
3.
Tahap evaluasi (tahap penilaian materi)
Secara umum terdapat dua ciri konsep
belajar penemuan Jerome Bruner ini, yaitu:
1.
Tentang (discovery) itu sendiri merupakan ciri umum dari
teori Bruner ini, dimana teori ini mengarahkan agar peserta didik mendiri dalam
menemukan, mengolah, memilah dan dan mengembangkan. Berbeda dengan teori yang
lain seperti teori, behavioristik yang belajar berdasarkan pengalaman tidak
memperhatikan aspek kognitifnya seperti teori discovery Bruner ini.
2.
Konsep kurikulum spiral merupakan ciri khas dari teori
discovery Jerome Bruner ini. Dimana dalam teorinya di tuntut adanya pengulangan-pengulangan
terhadap pengetahuan yang sama namun diulang dengan pembahasan yang lebih luas
dan mendalam
Kelebihan
dan kelemahan konsep ini yaitu belajar mengajar konsep ini sangat cocok untuk
materi pelajaran yang bersifat kognetif. Kelemahannya adalah memakan waktu yang
cukup banyak, dan kalau kurang terpimpin atau kurang terarah dapat menjerumus
kepada kekacauan dan kekaburan atas materi yang dipelajari.
B.
Saran
Untuk
lebih memahami semua tentang teori belajar Bruner, disarankan para pembaca
mencari referensi lain yang berkaitan dengan materi pada makalah ini. Selain
itu, diharapkan para pembaca setelah membaca makalah ini ampu mengaplikasikannya
dalam kehidupan sehari – hari
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Sabri, Strategi Belajar Mengajar dan
Micro Teaching, Ciputat, Quantum Teaching, 2005.
Asri Budiningsih, Belajar dan Pembelajaran, Jakarta,
Rienika Cipta, 2005.
Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, Jakarta, PT. Rineka Cipta, 2002.
Bambang Warsita, Teknologi Pembelajaran Landasan dan Aplikasi,
Jakarta, PT. Rineka Cipta, 2008.
Fuad Ihsan, Dasar-Dasar Kependidikan, Jakarta, PT. Rineka Cipta, 2005.
Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2006.
Nasution, Berbagai pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar, Jakarta, PT.
Bumi Aksara, 2006.
Oemar Hamalik, Perencanaan Pengajaran berdasarkan Pendekatan Sistem, Jakarta, PT.
Bumi Aksara, 2006.
Roestiyah N.K., Strategi Belajar Mengajar, Jakarta, PT. Rineka Cipta, 2001.
Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, Jakarta, PT. Rineka
Cipta, 2008.
Http://arifwidiyatmoko.wordpress.com/2008/07/29/%E2%80%9Djerome-bruner-belajar-penemuan%E2%80%9D/:
akses November 2014
Http://penembushayalan.wordpress.com/kuliah/tokoh-dan-teori-belajar/teori-belajar-jerome-bruner/:
akses November 2014
Http://tirtanizertrs.blogspot.com/2012/03/belajar-penemuan-bruner.html:
akses November 2014
1 comment:
terimakasih ya postinganya. Sangat bermanfaat
Post a Comment