BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hak
merupakan unsur normatif yang melekat pada diri setiap manusia yang dalam
penerapannya berada pada ruang lingkup hak persamaan dan hak kebebasan yang
terkait dengan interaksinya antara individu atau dengan instansi. Hak juga
merupakan sesuatu yang harus diperoleh. Masalah HAM adalah sesuatu hal yang
sering kali dibicarakan dan dibahas terutama dalam era reformasi ini. HAM lebih
dijunjung tinggi dan lebih diperhatikan dalam era pasca reformasi dari
pada sebelum reformasi.
Pasca
runtuhnya kekuasaan rejim otoriter orde baru dan masuknya era reformasi
menjadikan semakin meningkatnya tuntutan terhadap penyelesaian berbagai
pelanggaran HAM yang terjadi dan adanya perubahan di tataran instrumental untuk
mendorong penegakan hukum dan penghormatan atas hak asasi manusia. Salah satu
instrumen penting yang lahir dalam masa reformasi ini adalah munculnya
mekanisme penyelesaian kasus pelanggaran hak asasi manusia melalui pengadilan
Hak Asasi Manusia (Pengadilan HAM).
Perlu diingat bahwa dalam hal pemenuhan hak, kita hidup
tidak sendiri dan kita hidup bersosialisasi dengan orang lain. Jangan sampai
kita melakukan pelanggaran HAM terhadap orang lain dalam usaha perolehan atau
pemenuhan HAM pada diri kita sendiri. Dalam hal ini penulis merasa tertarik
untuk membuat makalah tentang HAM. Maka dengan ini penulis mengambil judul ”Hak
Asasi Manusia”.
B. Identifikasi Masalah
Dalam makalah ini penulis mengidentifikasi masalah sebagai berikut:
1.
Pengertian HAM
2.
Perkembangan HAM
3.
HAM dalam tinjauan Islam
4.
Contoh-contoh pelanggaran HAM
5.
Penegakan HAM di Indonesia
6.
Pengadilan HAM
C. Tujuan Masalah
Dengan
adanya rumusan masalah diatas saya dapat membuat suatu tujuan masalah:
1. Untuk mengetahui pengertian HAM dan
bagian-bagiannya.
2. Untuk mengetahui sejarah HAM
3. Untuk mengetahui HAM dalam tinjauan
islam
4. Untuk mengetahui contoh-contoh
pelanggaran HAM
5. Untuk mengetahui bagaimana penegakan
HAM di Indonesia
6. Untuk mengetahui pengadilan HAM di
Indonesia
D. Pembatasan Masalah
Agar masalah pembahasan tidak terlalu luas dan lebih terfokus pada masalah dan
tujuan dalam hal pembuatan makalah ini, maka dengan ini penyusun membatasi
masalah hanya pada ruang lingkup HAM dan penegakannya di Indonesia.
BAB II
PEMBAHSAN
A. Pengertian Dan Ciri Pokok Hakikat
HAM
1. Pengertian
HAM
a)
HAM adalah hak-hak dasar yang
dimiliki oleh maunusia, sesuai dengan kodratnya (kaelan: 2002).
b)
John Locke menyatakan bahwa HAM
adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha Pencipta sebagai
hak yang kodrati. (Mansyur Effendi, 1994).
c)
Dalam pasal 1 Undang-Undang Nomor 39
Tahun 1999 tentang HAM disebutkan bahwa “Hak Asasi Manusia adalah seperangkat
hak yang melekat pada hakekat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang
Maha Esa dan merupakan anugerag-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan
dilindungi oleh nagara, hukum, pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan
serta perlindungan harkat dan martabat manusia”.
d)
Menurut Jan Materson dari komisi HAM
PBB, Hak Asasi Manusia adalah hak-hak yang melekat pada setiap manusia, yang
tanpa hak-hak tersebut manusia mustahil dapat hidup sebagai Teaching human Rights, yang merumuskan
HAM dengan pengertian, “Human Right could
be generally defined as those rights which are inherent in our nature and
without which can not live as human being”.
e)
Hak asasi manusia adalah hak dasar
yang dimiliki manusia sejak lahir sebagai anugerah Tuhan yang Maha Esa, bukan
pemberian dari manusia atau pengusaha. Hak asasi manusia sifatnya sangat
mendasar bagi hidup dan kehidupan manusia yang bersifat kodrati yakni tidak
bisa terlepas dari dan dalam kehidupan manusia.
2. Ciri
Pokok Hakikat HAM
Berdasarkan beberapa rumusan HAM di atas, dapat ditarik
kesimpulan tentang beberapa ciri pokok hakikat HAM, yaitu:
a) HAM tidak perlu diberikan, dibeli,
ataupun diwarisi. HAM adalah bagian dari manusia secara otomatis.
b) HAM berlaku untuk semua orang tanpa
memandang jenis kelamin, ras, agam, etnis, pandangan politik atau asal-usul
social dan bangsa.
c) HAM tidak bisa dilanggar. Tidak
seoarangpun mempunyai hak untuk membatasi atau melanggar hak orang lain. Orang
tetap mempunyai HAM walaupun sebuah Negara membuat hukum yang tidak melindungi
atau melanggar HAM (Mansyur Fakih, 2003).
B. Perkembangan Pemikiran HAM
1. Pemikiran HAM
a) Generasi pertama berpendapat bahwa
pemikiran HAM hanya berpusat pada bidang hukum dan politik. Fokus pemikiran HAM
generasi pertama pada bidang hukum dan politik disebabkan oleh dampak dan
situasi perang dunia II, totaliterisme dan adanya keinginan Negara-negara yang
baru merdeka untuk menciptakan sesuatu tertib hukum yang baru.
b) Generasi kedua pemikiran HAM tidak
saja menuntut hak yuridis melainkan juga hak-hak sosial, ekonomi, politik, dan
budaya. Jadi pemikiran HAM generasi kedua menunjukan perluasan pengertian
konsep dan cakupan hak asasi manusia. Pada masa generasi kedua, hak yuridis
kurang mendapat penekanan sehingga terjadi ketidakseimbangan dengan hak sosial-budaya,
hak ekonomi, dan hak politik.
c) Generasi ketiga sebagai reaksi
pemikiran HAM generasi kedua. Generasi ketiga menjanjikan adanya kesatuan
antara hak ekonomi, sosial, budaya, politik, dan hukum dalam suatu keranjang
yang disebut dengan hak-hak melaksanakan pembangunan. Dalam pelaksanaannya
hasil pemikiran generasi ketiga juga mengalami ketidakseimbangan dimana terjadi
penekanan terhadap hak ekonomi dalam arti pembangunan ekonomi menjadi prioritas
utama, sedangkan hak lainnya yang dilanggar.
d) Generasi keempat yang mengkritik peranan Negara yang sangat
dominan dalam proses pembangunan yang terfokus pada pembangunan ekonomi dan
menimbulkan dampak negatif seperti diabaikannya aspek kesejahteraan rakyat.
Selain itu program pembangunan yang dijalankan tidak berdasarkan kebutuhan
rakyat secara keseluruhan melainkan memenuhi kebutuhan sekelompok elit.
Pemikiran HAM generasi keempat dipelopori oleh Negara-negara di kawasan Asia
yang pada tahun 1983 melahirkan deklarasi hak asasi manusia yang disebut Declaration of the basic Duties of Asia
People and Government.
2. Perkembangan pemikiran HAM dunia
a)
Magna Charta
Pada umum nya para pakar di Eropa berpendapat bahwa lahirnya
HAM di kawasan Eropa dimulai dengan lahirnya magna charta yang antara lain
memuat pandangan bahwa raja yang tadinya memiliki kekuasaan absolute (raja yang
menciptakan hukum, tetapi ia sendiri tidak terikat dengan hukum yang
dibuatnya), menjadi dibatasi kekuasaannya dan mulai dapat diminta pertanggung
jawabanannya dimuka hukum (Mansyur Effendi: 1994).
b)
The American declaration
Perkembangan HAM selanjutnya ditandai dengan munculnya The
American Declaration of Independence yang lahir dari paHAM Rousseau dan
montesquuieu. Mulailah dipertegas bahwa manusia adalah merdeka sejak di dalam
perut ibunya, sehingga tidaklah logis bila sesudah lahir ia harus dibelenggu.
c)
The French declaration
Selanjutnya, pada tahun 1789 lahirlah The French Declaration
(deklarasi perancis), dimana ketentuan tentang hak lebih dirinci lagi
sebagaimana dimuat dalam The Rule of Law yang antara lain berbunyi tidak boleh
ada penangkapan tanpa alasan yang sah. Dalam kaitan itu berlaku prinsip
presumption of innocent, artinya orang-orang yang ditangkap, kemudian ditahan
dan dituduh, berhak dinyatakan tidak bersalah, sampai ada keputusan pengadilan
yang berkekuatan hukum tetap yang menyatakan ia bersalah.
d)
The four freedom
Ada empat hak kebebasan bebicara dan menyatakan pendapat,
hak kebebasan memeluk agama beribadah sesuai dengan ajaran agama yang
dipeluknya, hak kebebasan dari kemiskinan dan pengertian setiap bangsa berusaha
mencapai tingkat kehidupan yang damai dan sejahtera bagi pendudukanya, hak
kebebasan dari ketakutan, yang meliputi usaha, pengurangan persenjataan,
sehingga tidak satupun bangsa berada dalam posisi berkeinginan untuk melakukan
serangan terhadap Negara lain (Mansyur Effendi: 1994).
3. Perkembangan pemikiran HAM di
Indonesia
a) Pemikiran HAM periode sebelum
kemerdekaan yang paling menonjol pada Indische Partij adalah hak untuk
mendapatkan kemerdekaan serta mendapatkan perlakukan yang sama hak kemerdekaan.
b) Sejak kemerdekaan tahun 1945 sampai
sekarang di Indonesia telah berlaku 3 UUD dalam 4 periode, yaitu:
a) Periode 18 Agustus 1945 sampai 27
Desember 1949, berlaku UUD 1945.
b) Periode 27 Desember 1949 sampai 17
Agustus 1950, berlaku konstitusi Republik Indonesia Serikat.
c) Periode 17 Agustus sampai 5 Juli
1959, berlaku UUD 1950.
d) Periode 5 juli sampai sekarang, berlaku kembali UUD 1945.
C. HAM
dalam Tinjauan Islam
Ide mengenai HAM juga terdapat dalam Islam, yang telah tertuang dalam syari’ah sejak
diturunkannya Islam. Hal ini dapat dilihat dalam ajaran tauhid. Tauhid dalam
islam mengandung arti bahwa hanya ada satu pencipta bagi alam semesta. Ajaran
dasar pertama dalam Islam adalah la ilaha illa Allah (tiada Tuhan selain
Allah SWT). Seluruh alam dan semua yang ada dipermukaan bumi adalah ciptaan
Allah, semua manusia, hewan, tumbuhan dan benda tak bernyawa berasal dari
Allah. Dengan demikian, dalam tauhid terkandung ide persamaan dan persaudaraan
seluruh manusia.
Dari
ajaran dasar persamaan dan persaudaraan manusia tersebut, timbullah
kebebasankebebasan manusia, seperti kebebasan dari perbudakan, kebebasan
beragama, kebebasan mengeluarkan pendapat dan lain-lain. Dari situ pulalah
timbul hak-hak asasi manusia, seperti hak hidup, hak memiliki harta, hak
berbicara, hak berpikir dan sebagainya.
Hak asasi dalam Islam berbeda dengan
hak asasi menurut pengertian yang umum dikenal. Dalam Islam seluruh hak asasi
merupakan kewajiban bagi negara maupun individu yang tidak boleh diabaikan.
Oleh karena itu, negara bukan saja menahan diri dari menyentuh hak-hak asasi
tersebut, melainkan juga mempunyai kewajiban untuk melindungi dan menjamin
hak-hak tersebut.
Hak asasi
manusia dalam Islam tertuang secara transenden untuk kepentingan manusia, lewat
syari’ah Islam yang diturunkan melalui wahyu. Menurut syari’ah, manusia adalah
makhluk bebas yang mempunyai tugas dan tanggung jawab, dan karenanya ia juga
mempunyai hak dan kebebasan. Dasarnya adalah keadilan yang ditegakkan atas
dasar persamaan atau egaliter, tanpa pandang bulu. Artinya, tugas yang diemban
tidak akan terwujud tanpa adanya kebebasan, sementara kebebasan secara
eksistensial tidak terwujud tanpa adanya tanggung jawab itu sendiri.
Sistem HAM
Islam mengandung prinsip-prinsip dasar tentang persamaan, kebebasan dan
penghormatan terhadap sesama manusia.8 Persamaan, artinya Islam memandang semua
manusia sama dan mempunyai kedudukan yang sama, satu-satunya keunggulan yang
dinikmati seorang manusia atas manusia lainya hanya ditentukan oleh tingkat
ketakwaannya. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Surat Al-Hujarat ayat
13, yang artinya sebagai berikut : “Hai manusia, sesungguhnya Kami ciptakan
kamu dari laki-laki dan perempuan, dan Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan
bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di
antara kaum adalah yang paling takwa.” Al-Qur’an dan Sunnah sebagai sumber
hukum dalam Islam memberikan penghargaan yang tinggi terhadap hak asasi
manusia. Al-Qur’an sebagai sumber hukum pertama bagi umat Islam telah meletakkan
dasar-dasar HAM serta kebenaran dan keadilan, jauh sebelum timbul pemikiran
mengenai hal tersebut pada masyarakat dunia. Ini dapat dilihat pada
ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Al-Qur’an, antara lain :
1. Dalam Al-Qur’an terdapat sekitar 80
ayat tentang hidup, pemeliharaan hidup dan penyediaan sarana kehidupan,
misalnya dalam Surat Al-Maidah ayat 32. Di samping itu, Al-Qur’an juga
berbicara tentang kehormatan dalam 20 ayat. Al-Qur’an juga menjelaskan dalam
sekitas 150 ayat tentang ciptaan dan makhluk-makhluk,
2. Serta tentang persamaan dalam
penciptaan, misalnya dalam Surat Al-Hujarat ayat 13.
3. Al-Qur’an telah mengetengahkan sikap
menentang kezaliman dan orang-orang yang berbuat zalim dalam sekitar 320 ayat,
dan memerintahkan berbuat adil dalam 50 ayat yang diungkapkan dengan kata-kata
: ‘adl, qisth dan qishash.
Dalam
Al-Qur’an terdapat sekitar 10 ayat yang berbicara mengenai larangan memaksa
untuk menjamin kebebasan berpikir, berkeyakinan dan mengutarakan aspirasi.
Misalnya yang dikemukakan oleh Surat Al-Kahfi ayat 29. Begitu juga halnya
dengan Sunnah Nabi. Nabi MuHAMmad saw telah memberikan tuntunan dan contoh
dalam penegakkan dan perlindungan terhadap HAM. Hal ini misalnya terlihat dalam
perintah Nabi yang menyuruh untuk memelihara hak-hak manusia dan hak-hak
kemuliaan, walaupun terhadap orang
yang berbeda agama, melalui sabda
beliau. “ Barang siapa yang menzalimi seseorang mu’ahid (seorang yang telah
dilindungi oleh perjanjian damai) atau mengurangi haknya atau membebaninya di
luar batas kesanggupannya atau mengambil sesuatu dari padanya dengan tidak rela
hatinya, maka aku lawannya di hari kiamat.” Pengaturan lain mengenai HAM
dapat juga dilihat dalam Piagam
Madinah dan Khutbah Wada’. Kedua naskah yang berkenaan dengan Nabi ini kemudian
menjadi masterpeacenya HAM dalam perspektif Islam.
Piagam
Madinah adalah suatu kesepakatan antara berbagai golongan di Madinah dalam
menegakkan ikatan kebersamaan dan kemanusiaan. Adapun golongan masyarakat di
Madinah pada masa itu terdiri dari tiga kelompok, yaitu golongan Islan yang
terdiri dari golongan Anshar dan Muhajirin, golongan Yahudi dan para penyembah
berhala. Di tengah-tengah pluralitas masyarakat seperti ituNabi saw berusaha
membangun tatanan kehidupan bersama yang dapat menjamin hidup berdampingan
secara damai dan sejahtera. Prakteknya, Nabi saw mempererat persaudara
Muhajirin dan Anshar berdasarkan ikatan akidah.
Sedangkan
terhadap mereka yang berlainan agama, beliau mempersatukannya atas ikatan sosial
politik dan kemanusiaan. Bukti konkretnya adalah adanya kesepakatan yang
tertuang dalam piagama Madinah tersebut. Adapun inti dari Piagam Madinah ini
meliputi prinsip-prinsip persamaan, persaudaraan, persatuan, kebebasan,
toleransi beragama, perdamaian, tolong menolong dan membela yang teraniaya
serta mempertahankan Madinah dari serangan musuh. Berikut adalah substansi
ringkasan dari Piagam Madinah .Deklarasi Islam Universal tentang Hak Asasi
Manusia Deklarasi ini disusun dalam Konferensi Islam di Mekkah pada tahun 1981.
Deklarasi ini terdiri dari 23 pasal yang menampung dua kekuatan dasar, yaitu
keimanan kepada Tuhan dan pembentukan tatanan Islam. Dalam pendahuluan
deklarasi ini dikemukakan bahwa hak-hak asasi manusia dalam Islam bersumber
dari suatu kepercayaan bahwa Allah SWT, dan hanya Allah sebagai hukum dan
sumber dari segala HAM.Salah satu kelebihan dari deklarasi ini adalah bahwa
teksnya memuat acuanacuan yang gamblang dan unik dari totalitas
peraturan-peraturan yang berasal dari Al-Qur’an dan Sunnah serta hukum-hukum
lainnya yang ditarik dari kedua sumber tersebut dengan metodemetode yang
dianggap sah menurut hukum Islam.
Dalam deklarasi ini antara lain
dijelaskan bahwa :
1. Penguasa dan rakyat adalah subjek
yang sama di depan hukum (pasal IV a).
2. Setiap individu dan setiap orang
wajib berjuang dengan segala cara yang tersedia untuk melawan pelanggaran dan
pencabutan hak ini (pasal IV c dan d).
3. Setiap orang tidak hanya memiliki
hak, melainkan juga mempunyai kewajiban memprotes ketidakadilan (pasal IV b).
4. Setiap muslim berhak dan
berkewajiban menolak untuk menaati setiap perintah yang bertentangan dengan
hukum, siapa pun yang memerintahkannya (pasal IV e).
D. HAM dalam Perundang-Undangan
Nasional
Dalam perundang-undangan RI paling tidak terdapat bentuk
hukum tertulis yangmemuat aturan tentang HAM. Pertama, dalam konstitusi (UUD
Negara). Kedua, dalam ketetapan MPR (TAP MPR). Ketiga, dalam Undang-Undang.
Keempat, dalam peraturan pelaksanaan perundang-undangan seperti peraturan
pemerintah, keputusan presiden, dan peraturan pelaksanaan lainnya.
Kelebihan pengaturan HAM dalam konstitusi memberikan jaminan
yang sangat kuat karena perubahan dan atau penghapusan satu pasal dalam
konstitusi seperti dalam ketatanegaraan di Indonesia mengalami proses yang
sangat berat dan panjang, antara lain melalui amandemen dan referendum,
sedangkan kelemahannya karena yang diatur dalam konstitusi hanya memuat aturan
yang masih global seperti ketentuan tentang HAM dalam konstitusi RI yang masih
bersifat global. Sementara itu bila pengaturan HAM dalam bentuk Undang-Undang
dan peraturan pelaksanaannya kelemahannya, pada kemungkinan seringnya mengalami
perubahan.
E. Penegakan HAM di Indonesia
Setiap orang dan setiap badan dalam
masyarakat senantiasa menjunjung tinggi penghargaan tehadap hak-hak dan
kebebasan-kebebasan melalui tindakan progresif baik secara nasional maupun
internasional. Namun manakala manusia telah memproklamasikan diri menjadi
suatu kaum atau bangsa dalam suatu Negara, status manusia individual akan menjadi
status warga Negara. Pemberian hak sebagai warga Negara diatur dalam mekanisme
kenegaraan. Berikut ini langkah-langkah dalam upaya penegakan HAM di
Indonesia adalah:
1.
Mengadakan langkah kongkret dan
sistematik dalam pengaturan hukum positif
2.
Membuat peraturan perundang-undangan
tetntang HAM
3.
Peningkatan penghayatan dan
pembudayaan HAM pada segenap elemen masyarakat
4.
Mengatur mekanisme perlindungan HAM
secara terpadu
5.
Memacu keberanian warga untuk
melaporkan bila ada pelanggaran HAM
6.
Meningkatkan hubungan dengan lembaga
yang menangani HAM
7.
Meningkatkan peran aktif media massa
Dalam penegakan HAM di Indonesia perangkat ideologi
pancasila dan UUD 1945 harus dijadikan acuan pokok, karena secara terpadu
nilai-nilai dasar yang ada di dalamnya merupakan The Indonesia Bill Of Human
Right.
Ada sejumlah kemajuan positif yang telah dilakukan oleh
pemerintah Indonesia dalam kerangka penegakan HAM, khususnya terkait dengan
upaya perbaikan pada kerangka hukum dan institusi untuk mempromosikan HAM.
Telah nampak dalam kerangka hukum, pemerintah Indonesia telah melahirkan
beberapa kebijakan menyangkut HAM yang cukup positif. Pembuatan Undang-Undang
(UU) HAM serta UU Perlindungan Saksi Mata, adalah beberapa kebijakan yang
dilihatnya dapat memberi sentimen positif pada persoalan perlindungan HAM di
Indonesia. Dibentuknya beberapa institusi penegakan HAM di Indonesia, seperti
pengadilan HAM ad-hoc, Komisi Nasional HAM, Komnas Perempuan serta sejumlah
organisasi HAM lainnya, juga merupakan usaha yang telah dilakukan pemerintah
dalam upaya penegakan HAM.
Adapun program penegakkan hukum dan HAM (PP No.7 tahun 2005)
meliputi pemberantasan korupsi, antiterorisme, serta pembasmian
penyalagunaan narkotika dan obat berbahaya. Oleh sebab itu, penegakkan
hukum dan HAM harus di lakukuan secara tegas, tidak diskriminatif dan
konsisten.
Dalam upaya penegakan penegakan hak asasi manusia di
Indonesia, dibutuhkan sarana dan prasarana. Sarana dan prasarana penegakan HAM
di Indonesia dapat dikategorikan menjadi dua bagian yaitu:
1. Sarana yang terbentuk institusi atau
kelembagaan seperti lembaga advokasi tentang HAM yang dibentuk oleh LSM, Komisi
Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM), Komisi Nasional HAM Perempuan dan
institusi lainnya
2. Sarana yang berbentuk peraturan atau
Undang-Undang, seperti adanya beberapa pasal dalam konstitusi UUD 1945 yang
memuat tentang HAM, UU RI No. 39 Tahun 1999, keputusan Presiden RI No. 50 Tahun
1993, Keputusan Presiden RI No. 129 Tahun 1998, Keputusan Presiden RI No. 181
tahun 1998 dan Instruksi Presiden No. 26 Tahun 1998. Kesemua prangkat hukum
tersebut merupakan sarana pendukung perlindungan HAM di Indonesia.
F. Pelanggaran HAM dan Pengadilan HAM
Pelanggaran HAM adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk
aparat Negara baik disengaja ataupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara
hukum mengurangi, menghalangi, membatasi, dan atau mencabut HAM seseorang atau
kelompok orang yang dijamin oleh Undang-Undang ini, dan tidak didapatkan atau
dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang berlaku (UU No.
26/2000 tentang pengadilan HAM). Sedangkan bentuk pelanggaran HAM ringan selain
dari kedua bentuk pelanggaran HAM berat itu.
Kejahatan genosida adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk
menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras,
kelompok etnis dan kelompok agama. Kejahatan genosida dilakukan dengan cara
membunuh anggota kelompok, mengakibatkan penderitaan fisikatau mental yang
berat terhadap anggota-anggota kelompok, menciptakan kondisi kehidupan kelompok
yang akan mengakibatkan kemusnahan secara fisik baik seluruh atau sebagiannya,
memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran di dalam
kelompok, dan memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke
kelompok lain (UU No. 26/2000 tentang pengadilan HAM).
Sementara itu kejahatan adalah salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai
bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan
tersebut tujukan secara langsung terhadap penduduk sipil berupa pembunuhan,
pemusnahan, perbudakan, pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa,
perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara
sewenang-wenang yang melanggar (asas-asas) ketentuan pokok hukum internasional,
penyiksaan, perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, atau
bentuk-bentuk kekerasan seksual lain yang setara, penganiyaan terhadap suatu
kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari persamaan paham politik, ras,
kebangsaan, etnis, budaya,agama, jenis kelamin atau alasan lain yang telah
diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional,
penghilangan orang secara paksa, dan kejahatan apartheid.
Pelanggaran terhadap HAM dapat dilakukan oleh baik aparatur maupun bukan
aparatur Negara (UU No. 26/2000 tentang pengadilan HAM). Karena itu penindakan
terhadap pelanggaran HAM tidak boleh hanya ditujukan terhadap aparatur Negara,
tetapi juga pelanggaran yang dilakukan bukan oleh aparatur Negara. Penindakan
terhadap pelanggaran HAM mulai dari penyelidikan, penuntutan, dan persidangan
terhadap pelanggaran yang terjadi harus bersifat non-deskriminatif dan
berkeadilan. Pengadilan HAM merupakan pengadilan khusus yang berada dilingkungan
pengadilan umum.
Sebagai
salah satu upaya untuk memenuhi rasa keadilan, maka pengadilan atas pelanggaran
HAM kategori berat, seperti genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan
diberlakukan asas retroaktif. Dengan demikian, pelanggaran HAM kategori berat
dapat diadili dengan membentuk Pengadilan HAM ad hoc. Pengadilan HAM ad hoc
dibentuk atas usul Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dengan keputusan Presiden dan
berada di lingkungan Pengadilan Umum.
Berdasarkan
UU No. 26/2000, Pengadilan HAM merupakan pengadilan khusus yang berada dibawah
peradilan umum dan merupakan lex specialis dari Kitab Undang Hukum
Pidana. Pengadilan ini dikatakan khusus karena dari segi penamaan bentuk
pengadilannya sudah secara spesifik menggunakan istilah Pengadilan HAM dan
kewenangan pengadilan ini juga mengadili kejahatan-kejahatan tertentu.
Kejahatan-kejahatan yang merupakan yurisdiksi pengadilan HAM ini adalah
kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang keduanya merupakan
pelanggaran HAM yang berat. Penamaan Pengadilan HAM yang mengadili kejahatan
terhadap kemanusiaan dan kejahatan genosida ini dianggap tidak tepat, karena
Pelanggaran HAM yang berat dengan dua jenis kejahatan tersebut adalah kejahatan
yang merupakan bagian dari hukum pidana internasional (international crimes)
sehingga yang digunakan adalah seharusnya terminologi “pengadilan pidana.”
Selain
pengadilan HAM ad hoc, dibentuk juga
Komisi Kebenaran dan Rekonsilasi (KKR). Komisi ini dibentuk sebagai lembaga
ekstrayudisial yang bertugas untuk menegakan kebenaran untuk mengungkap
penyalahgunaan kekuasaan dan pelanggaran HAM pada masa lampau, melaksanakan
rekonsiliasi dalam perspektif kepentingan bersama sebagai bangsa.
Pengadilan
HAM tidak berwenang memeriksa dan memutus perkara pelanggaran HAM yang berat
yang dilakukan seseorang berumur dibawah 18 tahun pada saat kejahatan
dilakukan. Dalam pelaksanaan peradilan HAM, pengadilan HAM menempuh proses
pengadilan melalui hukum acara pengadilan HAM sebagaimana terdapat dalam Undang-Undang
Pengadilan HAM.
Upaya
mengungkap pelanggaran HAM dapat juga melibatkan peran serta masyarakat umum.
Kepedulian warga negara terhadap pelanggaran HAM dapat dilakukan melalui
upaya-upaya pengembangan komunitas HAM atau penyelenggaraan tribunal (forum kesaksian
untuk mengungkap dan menginvestigasi sebuah kasus secara mendalam) tentang
pelanggaran HAM.
G. Penanggung jawab dalam penegakan
(respection), pemajuan (promotion), perlindungan (protection) dan pemenuhan
(fulfill) HAM
Tanggung jawab penegakan, pemajuan, perlindungan danpemenuhan HAM tidak
saja dibebankan kepada Negara, melainkan juga kepada individu warga Negara.
Artinya Negara dan individu sama-sama memiliki tanggung jawab terhadap
pemajuan, penghormatan, dan perlindungan HAM. Karena itu, pelanggaran HAM
sebenarnya tidak saja dilakukan oleh Negara kepada rakyatnya, melainkan juga
oleh rakyat kepada rakyat yang disebut dengan pelanggaran HAM secara
horizontal.
H. Contoh-Contoh Kasus Pelanggaran HAM
1.
Terjadinya pengaiyaan pada praja
STPDN oleh seniornya dengan dalih pembinaan yang menyebabkan meninggalnya Klip
Muntu pada tahun 2003.
2.
Dosen yang malas masuk kelas atau
malas memberikan penjelasan pada suatu mata kuliah kepada mahasiswa merupakan
pelanggaran HAM ringan kepada setiap mahasiswa.
3.
Para pedagang yang berjualan di
trotoar merupakan pelanggaran HAM terhadap para pejalan kaki, sehingga
menyebabkan para pejalan kaki berjalan di pinggir jalan sehingga sangat rentai
terjadi kecelakaan.
4.
Para pedagang tradisional yang
berdagang di pinggir jalan merupakan pelanggaran HAM ringan terhadap pengguna
jalan sehingga para pengguna jalan tidak bisa menikmati arus kendaraan yang
tertib dan lancer.
5.
Orang tua yang memaksakan
kehendaknya agar anaknya masuk pada suatu jurusan tertentu dalam kuliahnya
merupakan pelanggaran HAM terhadap anak, sehingga seorang anak tidak bisa
memilih jurusan yang sesuai dengan minat dan bakatnya.
I. Faktor-Faktor
Penyebab Pelanggaran HAM
Banyak kasus pelanggaran HAM yang
terjadi di Indonesia. Kasus pelanggaran HAM ini bukan semata-mata terjadi
karena kesalahan pemerintah yang masih belum mampu melakukan penegakan HAM di
negara kita ini. Namun dalam kenyataannya, kasus pelanggaran HAM terjadi karena
ada beberapa faktor yang mendorong seseorang untuk melakukan pelanggaran HAM.
Beberapa faktor yang menyebabkan pelanggaran HAM, yaitu:
1. Ketidak tahuannya tentang masalah
penghormatan HAM orang lain
2. Adanya pandangan HAM bersifat individulistik yang akan mengancam
kepentingan umum (dikhotomi antara individualisme dan kolektivisme)
3. Kurang berfungsinya lembaga –
lembaga penegak hukum (polisi, jaksa dan pengadilan)
4. Pemahaman belum merata tentang HAM
baik dikalangan sipil maupun militer
- Kekuasan yang tidak seimbang
- Masayarakat warga yang belum berdaya
- Good Governence masih bersifat retorika
- Corporete Governence masih bersifat retorika
- Masih kuatnya budaya korup
- masih kuatnya budaya paternalistik dan feodal
- Terjadinya praktek–praktek penyalahgunaan kekuasaan
- Interprestasi dan penerapan yang salah dari norma–norma agama dan perintah (intruksi)
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
HAM adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia sesuai dengan kiprahnya.
Setiap individu mempunyai keinginan agar HAM-nya terpenuhi, tapi satu hal yang
perlu kita ingat bahwa jangan pernah melanggar atau menindas HAM orang lain.
HAM setiap individu dibatasi oleh HAM orang lain. Dalam Islam, Islam sudah
lebih dulu memperhatikan HAM. Ajaran Islam tentang Islam dapat dijumpai dalam
sumber utama ajaran Islam itu yaitu Al-Quran dan Hadits yang merupakan sumber
ajaran normative, juga terdapat dalam praktik kehidupan umat Islam.
Dalam kehidupan bernegara HAM diatur dan dilindungi oleh perundan-undangan RI,
dimana setiap bentuk pelanggaran HAM baik yang dilakukan oleh seseorang,
kelompok atau suatu instansi atau bahkan suatu Negara akan diadili dalam
pelaksanaan peradilan HAM, pengadilan HAM menempuh proses pengadilan melalui
hukum acara peradilan HAM sebagaimana terdapat dalam Undang-Undang pengadilan
HAM.
Penegakan HAM di Indonesia masih dirasa kurang,karena masih banyak terjadi
kasus-kasus pelanggaran HAM, baik kasus-kasus yang ringan maupun yang dapat
dikategorikan kasus pelanggaran HAM yang berat. Upaya pemerintah dalam
penegakan HAM kini mulai terasa dengan dibentuknya beberapa lembaga HAM dan
diharapkan dapat mewujudkan keadilan dalam HAM setiap warga negara Indonesia.
B. Saran
Sebagai makhluk sosial kita harus mampu mempertahankan dan memperjuangkan HAM
kita sendiri. Di samping itu kita juga harus bisa menghormati dan menjaga HAM
orang lain jangan sampai kita melakukan pelanggaran HAM. Dan jangan sampai pula
HAM kita dilanggar dam diinjak-injak oleh rang lain.
Jadi dalam menjaga HAM kita harus mampu menyelaraskan dan mengimbangi antara
HAM kita dengan HAM orang lain.
DAFTAR PUSTAKA
Hidayat, Komarudin dan Azyumardi Azra. 2008. Pendidikan Kewargaan (Civic Education) Edisi
Ketiga Demokrasi Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madan.ICCE UIN Jakarta:
Jakarta.
Majda, El-Muhtaj. 2007. Hak
Asasi Manusia Dalam Konstitusi Indonesia. Jakarta : Kencana
Muzaffar ,Chandra . 1993. Hak Asasi Manusia Dalam Tata Dunia Baru. Bandung : Mizan pustaka.
Prasetyohadi,
Wisnuwardhani, Savitri. 2008. Penegakan
HAM Dalam 10 Tahun Reformasi. Jakarta : Komnas HAM
Sayuti,
Wahdi dkk. 2000. Pendidikan
Kewarganegaraan, Demokrasi,HAM & Masyarakat Madani. Jakarta : IAIN
Press
Tim penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia. 1990. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka.
Wikipedia Indonesia. 2011. Hak Asasi
Manusia.Id.wikipedia.org/wiki/Hak_Asasi_Manusia-26k. Diakses 10 desember 2011.
http://makalahkumakalahmu.wordpress.com/2008/09/13/makalah-pkn-tentang-hak-asasi-manusia-ham/
http://www.docstoc.com/docs/48057826/Makalah-Hak-Asasi-Manusia
http://dhanielalu.blog.com/makalah-ham-dan-pandangan-islam-tentang-ham/
No comments:
Post a Comment