MAKALAH AIK IV
BAB
I
PENDAHULUAN
- Latar belakang
Islam merupakan
agama Samawi yang diturunkan oleh ALLAH S.W.T. kepada manusia dan
Nabi Muhammad S.A.W. merupakan rasul yang diturunkan oleh ALLAH
S.W.T. kepada manusia sebagai pembimbing serta rujukan. Perkara yang
menjadi asas kepada penganut agama Islam adalah iman dan amal. Iman
adalah kepercayaan kita kepada apa jua yang diturunkan oleh ALLAH
S.W.T. dan amal pula merupakan ibadah yang wajib serta perlu
dilaksanakan bagi membenarkan iman seseorang itu. Bagi memperolehi
iman serta amal yang benar perkara yang perlu ada bagi setiap
individu muslim itu adalah ilmu. Seperti mana wahyu pertama yang
diturunkan kepada Rasulullah Surah Al-‘Alaq ayat 1-5 dengan jelas
mewajibkan. Orang yang berilmu juga mendapat pengiktirafan dan
kedudukan yang tinggi di sisi ALLAH S.W.T. seperti yang firmanNYA:
“Allah
memberikan hikmah (ilmu pengetahuan) kepada sesiapa yang
dikehendakiNya dan orang-orang yang diberikan ilmu pengetahuan beerti
ia telah diberikan kebaikan yang banyak”. (Al-Baqarah:269)
BAB
II
PEMBAHASAN
PRINSIP
DAN AJARAN ISLAM DALAM ILMU
Ilmu pengetahuan
merupakan prasyarat terpenting bagi pembangunan bangsa yang kuat dan
dihormati. Setiap perkara di dunia ini mestilah disandarkan kepada
ilmu seperti iman dan perkara keagamaan, ekonomi,politik, sosial,
perpaduan dan sebagainya. Iman atau amalan tanpa ilmu ibarat sebuah
bangunan di atas pasir atau sarang labah-labah. Apabila datang ribut
yang kuat maka akan binasalah ia. Ilmu pengetahuan juga adalah asas
pembentukan sesebuah tamadun manakala akhlak pula adalah pengutuh
atau pengukuh yang berperanan mengekalkan kekuatan pembangunan
bangsa, negara atau sebuah tamad.
Individu muslim yang
menuntu ilmu dalam masa yang sama perlu menghindari perasaan malas
dan mudah jemu dengan buku pengajian. Ini dapat diatasi dengan
membaca nota atau buku-buku yang kecil dan ringan. Selain itu amalan
zikrullah dan membaca ayat-ayat suci Al-Quran mampu melembut hati
manusai kerana sesiapa yang menjauhi nasihat ataupun tazkirah diri
ditakuti Allah akan mengeraskan hatinya sebagaimana firman ALLAH
S.W.T. yang bermaksud :
“Dan ingatlah
ketika mana nabi Musa berkata kepada kaumnya :Wahai kaumku! Mengapa
kamu menyakitiku sedangkan kamu mengetahui bahawa aku ini adalah
utusan Allah .
“Sesungguhnya
perumpamaan teman yang shalih dan teman yang buruk hanyalah seumpama
pembawa minyak wangi dan peniup tungku api seorang tukang besi. Bagi
pembawa minyak wangi, boleh jadi sama ada dia memberinya kepada kamu
(minyak wangi) atau kamu membeli daripadanya (minyak wangi) atau kamu
mendapat bau harum daripadanya. Bagi peniup tungku api seorang tukang
besi, boleh jadi sama ada ia akan membakar pakaian kamu (kerana kesan
tiupan api) atau kamu mendapat bau yang tidak sedap daripadanya (bau
besi).”
Oleh itu sesiapa
yang berusaha untuk memahami agama Islam hendaklah sentiasa berhubung
dengan orang-orang yang perhubungannya sentiasa bersama ilmu. Mereka
adalah orang-orang yang perhatiannya sentiasa kepada al-Qur’an dan
al-Sunnah yang sahih, usahanya sentiasa kepada mengkaji kitab-kitab
peninggalan para ulama’ dan pemikirannya sentiasa ke arah
memperbaiki keadaan umat Islam dan menjaga kemurnian agama Islam. Di
antara mereka ialah para alim ulama’ dan guru-guru, maka hendaklah
memuliakan mereka, mendengar nasihat mereka dan mengikuti jejak
langkah mereka. Seandainya mereka berbuat salah, hendaklah menasihati
mereka secara sopan dan tersembunyi, tidak secara kasar dan terbuka
kepada orang ramai. Di antara mereka adalah orang-orang yang dalam
proses memahami agama Islam, maka hendaklah menjadikan mereka sebagai
sahabat karib, selalu meluangkan masa berkongsi ilmu, bertukar-tukar
pendapat dan saling menasihati.
Adab menuntut ilmu
yang kelima adalah beramal dengan segala ilmu yang diperolehi. Para
penuntut ilmu perlu mengamalkan segala ilmu yang dipelajari setakat
mana yang termampu olehnya. Ulama’ silam sentiasa member peringatan
bahawa orang yang berilmu dan tidak beramal dengan ilmunya akan
dihumban ke dalam api neraka lebih dahulu daripada penyembah berhala.
Jadikanlah ilmu yang dipelajari sebagai benteng daripada terjerumus
ke kancah maksiat dan jadikanlah juga ia sebagai senjata di dalam
mematahkan serangan musuh Islam serta jadikankanlah ia sebagai ubat
yang mujarab di dalam menyembuhkan penyakit jahil dan batil di dalam
masyarakat. Jangan jadikan ia sebagai barangan jualan untuk mengejar
kekayaan dunia yang sementara. Tanpa usaha yang bersungguh- sungguh,
pengamalan ilmu yang dipelajari itu tidak mampu untuk
dilaksanakan.Seperti firman ALLAH S.W.T.
“Wahai
orang-orang yang beriman! mengapa kamu mengatakan apa yang kamu tidak
kotakan? Amat besar kebencian Allah di sisi Allah bahawa kamu
mengatakan apa yang tidak kamu kotakan” (As-Sof: 2-3)
ILMU DALAM PERSPEKTIF ISLAM
Ilmu dari sudut
bahasa berasal dari perkataan Arab "Alima" yang bererti
mengetahui atau perbuatan yang bertujuan untuk mengetahui tentang
sesuatu dengan sebenarnya. Selama
ini dan bahkan sampai saat ini masih cukup banyak diantara kita yang
memandang ilmu it secara dikotomis, yakni ada ilmu agama tersendiri
dan ilmu umum secara tersendiri pula. Keduanya
seakan berdisi sendiri-sendiri, tanpa ada kaitan sama sekali.
Akibatnya kedua ilmu ini semakin jauh dan tidak pernah berinteraksi
secara harmonis, sehingga apabila ada orang yang ahli dalam suatu
bidang ilmu pengetahuan tertentu, belum pasti dia itu mengetahui
tentang posisi ilmu agama dalam ilmu tersebut, dan demikian juga
sebaliknya.
Padahal
kita yakin bahwa ilmu pengetahuan itu datangnya dari Tuhan, dan Islam
pun juga dari Tuhan, karena itu secara teori sesungguhnya kedua ilmu
itu merupakan entitas yang satu yang seharusnya tidak boleh
dipisahkan. Akibat dari pemisahan tersebut, saat ini cukup
banyak orang yang hanya berkutat dengan keilmuan tertentu saja, tanpa
mengaitkan sama sekali ilmu tersebut dengan Islam. Sementara
dilain pihak ada juga orang yang hanya menekuni ilmu agama saja tenpa
mau tahu tentang keitannya dengan ilmu pengetahuan lain. Dan
inilah saat ini yang terjadi di masyarakat kita, dan ini sesungguhnya
harus dianggap kecelakaan sejarah yang kedepan tidak boleh lagi
terjadi.
Kita
semua yakin dan sangat percaya bahwa Islam itu meliputi segala hal,
dan Tuhan tidak mungkin membedakan, apalagi memisahkan antara Islam
dan segala keilmuan yang ada di dunia ini. Kalau kita mau
mengkaji dan menggali akar keilmuan bagi segala ilmu pengetahua yang
ada, tentu kita akan mendapatkannya di dalam al-Quran . Hanya
saja kecenderungan umat kita saat ini justru menjauh dari ruh
al-Quran, karena memang para intelektual Islam yang ada saat
ini kurang sekali mengkaitkan antara pembahasan suatu keilmuan
tertentu dengan al-Quran. Tulisan dan buku yang mereka hasilkan
juga masih belum mengarah kepengintegrasian antara keduanya.
Sedangkan para ulama sendiri juga seolah enggan untuk berusaha
mengerti dan mengetahui keilmuan lain selain Islam, meskipun ilmu
tersebut sangat dibutuhkan oleh umat.
Akibat
dari ini semua para ahli dalam berbagai bidang keilmuan,
kadang-kadang tidak tahu sama sekali tentang kaitan ilmu yang
dikuasai tersebut dengan Islam. Ia bahkan menganggap bahwa ilmu
yang dia geluti selama ini hanylah sebuah ilmu keduniaan, dan tidak
terkait dengan ilmu keislaman, padahal ia itu seorang ilmuwan
muslim. Alangkah naif dan ruginya kita, kalau hal ini
terus-menerus kita biarkan berjalan dan tidak ada upaya sedikitpun
dari kita untuk mengubahnya.
Islam,
dalam hal ini al-Quran telah mampu memberikan inspirasi terhadap
kemajuan ilmu pengetahuan dalam segala bidang, tetapi kenapa saat ini
al-Quran tidak diikut sertakan dalam setiap pembahasan keilmuan yang
bersifat duniawi. Bukankah al-Quran itu suatu kitab yang memang
diperuntukkan bagi kita dalam rangka mengelola dunia ini?.
Tuhan tidak bermaksud menjadikan kalamNya tersebut hanya untuk
beribadah mahdlah yang hanya berimplikasi terhadap kehidupan akhirat
saja, melainkan Tuhan pasti bermaksud menjadikan al-Quran itu sebagai
pedoman semua umat dalam rangka kehidupannya di dunia dan sekaligus
dalam rangka mempersiapkan kehidupannya di akhirat.
Karena
itulah Tuhan selalu mengkaitkan kehidupan akhirat dengan kehidupan di
dunia. Pada saat ini memang kita sedang hidup di alam dunia
dengan tugas memakmurkan dunia ini dengan segala pernik-perniknya,
tetapi Tuhan juga mengingatkan bahwa jangan sekali-kali kita
melupakan kehidupan akhira yang kekal. jadi dengan melihat dari
ini semua kita dapat menyimpulkan bahwa Islam terutama melalui
al-Quran dan sunnah Nabi Muhammad SAW., tidak pernah sekalipun
berusaha memisahkan antara kelimuan yang bersifat duniawi dan
bermanfaat untuk merajut kehidupan di duna, dengan keilmuan yang
bersifat ukhrawi dan tentu akan bermanfaat di akhirat.
Dengan
kenyataan ini, sesungguhnya sudah tidak ada alasan lagi untuk terus
mempertahankan dikotomi keilmuan yang selama ini kita lestarikan.
Kita harus segera mengembalikan kondisi ini kepada kondisi ideal,
sesuai dengan pandangan al-Quran dan sunnah Nabi. Kita tidak
boleh lagi menjauhkan dan memisahkan keilmuan Islam dari kehidupan
dunia yang kita geluti sehari-hari. Apapun ilmu yang kita
kembangkan, termasuk keilmuan yang selama ini dianggap murni
keduniaan, harus kita warnai dengan keilmuan Islam. Atau dengan
kata lain bahwa Islam (al-Quran dan Sunnah) harus kita jadikan
panglima dalam pengembangan segala bidang ilmu. Di
dalam Islam ilmu terbahagi kepada dua iaitu ilmu Fardhu Ain dan ilmu
Fardhu Kifayah. Ilmu
Fardhu Ain ialah segala macam ilmu untuk mengenal ALLAH S.W.T.,
mengetahui sifat-sifat ALLAH S.W.T, mengetahui perkara ghaib,
mengetahui cara beribadat, halal dan haram, mengetahui ilmu yang
berkaitan dengan menjaga hati dan amalan hati, seperti sabar, ikhlas,
hasad, ujub, takabur dan sebagainya. Berasaskan inilah para ulama’
menklasifikasikan ilmu kepada ilmu Tauhid, ilmu Feqah dan ilmu
Tasawuf atau lebih kita kenali sebagai ilmu Syara’.
Ilmu
Fardhu Kifayah pula ialah ilmu yang perlu diketahui untuk keperluan
dan keselesaan hidup di dunia. Ilmu Fardhu Kifayah merupakan
pelengkap kepada tahap keilmuan ummah selepas ilmu Fardhu Ain. Antara
cabang ilmu yang dikategorikan sebagai ilmu Fardhu Kifayah adalah
ilmu perubatan, kejuruteraan, perindusterian, matematik, ekonomi,
politik dan lain-lain. Maksud
Fardhu Kifayah ialah wajib ada dalam satu kumpulan umat Islam seorang
individu muslim yang menuntut ilmu itu dan semua orang dalam kumpulan
itu terlepas daripada dosa. Sebaliknya jika tidak ada seorang pun
dalam kumpulan itu yang mengetahui ilmu ini, maka semua orang dalam
kumpulan itu berdosa (Al-Ghazali, 1988).
Di antara ilmu-ilmu agama yang
utama sekali pada nilaian ALLAH S.W.T. adalah ilmu agama yang telah
diwahyukannya kepada Rasul-Nya. Sebabnya kerana ilmu agama ini
diturunkan oleh ALLAH S.W.T. dengan dua tujuan:
Pertama: Kerana mengaturkan
hubungan manusia sesame manusia dan mengatur hubungan manusia dengan
ALLAH S.W.T.. Dengan ilmu agama ini ALLAH S.W.T. mengajar mereka adab
peraturan yang jika diamalkan oleh seseorang akan hiduplah ia dengan
saudara-saudaranya - manusia yang lain – dalam keadaan kasih mesra
dan bersih suci dari perasaan hasad dengki.
Kedua : Dengan ilmu agama inijuga
ALLAH S.W.T. mengajar mereka adab peraturan yang jika diamalkan oleh
seseorang dalam hubungannya dengan Tuhan akan berjayalah ia mencapai
keredhaan-Nya, iaitu dengan menjadikan dia berkehidupan bahagia di
dunia dan mendapat balasan yang sebaik-baiknya di akhirat kelak.
PENERAPAN ILMU BERBASIS SUNNATULLAH DAN QADARULLAH
Pengertian Sunnatullah
Kata sunnatullah
dari segi bahasa terdiri dari kata sunnah dan Allah. Kata sunnah
antara lain berarti kebiasaan. Sunnatullah adalah kebiasaan-kebiasaan
Allah dalam
memperlakukan
masyarakat. Dalam al-Qur’an kata sunnatullah dan yang semakna
dengannya seperti sunnatina atau sunnatul awwalin terulang sebanyak
tiga belas kali. Sunnatullah adalah hukum-hukum Allah yang
disampaikan untuk umat manusia melalui para Rasul, undang-undang
keagamaan yang ditetapkan oleh Allah yang termaksud di dalam
al-Qur’an, hukum (kejadian) alam yang berjalan tetap dan otomatis.
Sunatullah adalah
bagian yang bersifat 'dinamis' dari ilmu-pengetahuan-Nya di alam
semesta ini. Karena sunatullah memang hanya semata terkait dengan
segala proses penciptaan dan segala proses kejadian lainnya (segala
proses dinamis). Sunatullah itu sendiri tidak berubah-ubah, namun
masukan dan keluaran prosesnya yang bisa selalu berubah-ubah secara
'dinamis' (segala keadaan lahiriah dan batiniah 'tiap saatnya'), dan
tentunya sunatullah juga berjalan atau berlaku 'tiap saatnya'.
Sunatullah berupa tak-terhitung jumlah aturan atau rumus proses
kejadian (lahiriah dan batiniah), yang bersifat 'mutlak' dan 'kekal',
yang tiap saatnya pasti selalu mengatur segala zat ciptaan-Nya di
alam semesta ini.
Ilmu berdasarkan Sunnatullah
Segala bentuk ilmu-pengetahuan (beserta segala
teori dan rumus di dalamnya), yang dikenal dan dicapai oleh manusia,
secara "amat obyektif" (sesuai dengan
fakta-kenyataan-kebenaran secara apa adanya, tanpa ditambah dan
dikurangi), pada dasarnya hanya semata hasil dari pengungkapan, atas
sebagian amat sangat sedikit dari ilmu-pengetahuan-Nya (terutama
sunatullah).
Bahkan nantinya, segala bentuk ilmu-pengetahuan
yang belum dikenal, juga hanya hasil dari usaha mengungkap atau
memformulasikan sunatullah, yang justru telah ditentukan atau
ditetapkan-Nya, sebelum awal penciptaan alam semesta ini.
Dan segala bentuk ilmu-pengetahuan lainnya pada manusia, yang bukan hasil dari usaha mengungkap atau memformulasikan sunatullah, secara "amat obyektif", tentunya bukan bentuk ilmu-pengetahuan yang 'benar'. Ilmu-pengetahuan Allah, Yang Maha Mengetahui bersifat 'mutlak' (pasti benar) dan 'kekal' (selalu benar). Sedangkan segala bentuk ilmu-pengetahuan manusia (bahkan termasuk para nabi-Nya), pasti bersifat 'relatif' (tidak mutlak benar), 'fana' (hanya benar dalam keadaan tertentu) dan 'terbatas' (tidak mengetahui segala sesuatu hal). Karena tiap manusia memang pasti memiliki segala kekurangan dan keterbatasan.
Namun tiap manusia justru bisa berusaha semaksimal mungkin, agar tiap bentuk ilmu-pengetahuannya bisa makin 'sesuai' atau 'mendekati' ilmu-pengetahuan Allah di alam semesta ini, dengan menggunakan akalnya secara relatif makin cermat, obyektif dan mendalam.
Dan segala bentuk ilmu-pengetahuan lainnya pada manusia, yang bukan hasil dari usaha mengungkap atau memformulasikan sunatullah, secara "amat obyektif", tentunya bukan bentuk ilmu-pengetahuan yang 'benar'. Ilmu-pengetahuan Allah, Yang Maha Mengetahui bersifat 'mutlak' (pasti benar) dan 'kekal' (selalu benar). Sedangkan segala bentuk ilmu-pengetahuan manusia (bahkan termasuk para nabi-Nya), pasti bersifat 'relatif' (tidak mutlak benar), 'fana' (hanya benar dalam keadaan tertentu) dan 'terbatas' (tidak mengetahui segala sesuatu hal). Karena tiap manusia memang pasti memiliki segala kekurangan dan keterbatasan.
Namun tiap manusia justru bisa berusaha semaksimal mungkin, agar tiap bentuk ilmu-pengetahuannya bisa makin 'sesuai' atau 'mendekati' ilmu-pengetahuan Allah di alam semesta ini, dengan menggunakan akalnya secara relatif makin cermat, obyektif dan mendalam.
Usaha seperti ini justru juga telah dilakukan
oleh para nabi-Nya. Sehingga seluruh pengetahuan mereka tentang
pengetahuan atau kebenaran-Nya, terutama yang paling penting,
mendasar dan hakiki bagi kehidupan umat manusia (hal-hal gaib dan
batiniah), memang telah bisa tersusun relatif sempurna (relatif
amat lengkap, mendalam, konsisten, utuh dan tidak saling bertentangan
secara keseluruhannya).
Hal ini yang justru telah mengakibatkan tiap pengetahuan mereka, bisa
disebut 'wahyu-Nya'. Baca pula artikel/posting "Cara
proses diturunkan-Nya wahyu".
Segala bentuk ilmu-pengetahuan manusia mestinya
bisa dipilih terlebih dahulu, secara amat hati-hati, cermat dan
selektif, sebelum dipakai atau diyakini, karena relatif bisa mudah
menyesatkan, terutama pada agama, ajaran dan paham yang bersifat
'musyrik' dan 'materialistik', yang memang pasti tidak sesuai dengan
kebenaran-Nya (mustahil berasal dari Allah dan tidak bersifat
mendasar / hakiki).
Pengertian Qadarullah
Takdir (qadar) adalah perkara yang telah diketahui dan ditentukan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan telah dituliskan oleh al-qalam (pena) dari segala sesuatu yang akan terjadi hingga akhir zaman.
Ilmu berdasarkan Qadarullah
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لا
يؤمن عبد حتى يؤمن بالقدر خبره وشره حتى
بعلم أن ما أصابه لم يكن ليخطئه وأن ما
أخطأه لم يكن ليصيبه
“Tidak
beriman salah seorang dari kalian hingga dia beriman kepada qadar
baik dan buruknya dari Allah, dan hingga yakin bahwa apa yang
menimpanya tidak akan luput darinya, serta apa yang luput darinya
tidak akan menimpanya.”
(Shahih,
riwayat Tirmidzi dalam Sunan-nya (IV/451) dari Jabir bin ‘Abdillah
radhiyallahu ‘anhu, dan diriwayatkan pula oleh Imam Ahmad
dalam Musnad-nya (no. 6985) dari ‘Abdullah bin ‘Amr. Syaikh Ahmad
Syakir berkata: ‘Sanad hadits ini shahih.’
Jibril
‘alaihis salam pernah bertanya kepada Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam mengenai iman, maka beliau shallallahu
‘alaihi wa sallam menjawab,
الإيمان
أن تؤ من با لله وملا ئكته وكتبه ورسله
واليوم الا خر وتؤ من بالقدرخيره وشره
“Engkau
beriman kepada Allah, Malaikat-Malaikat-Nya, Kitab-Kitab-Nya,
Rasul-Rasul-Nya, hari akhir serta qadha’ dan qadar, yang baik
maupun yang buruk.”
(Shahih, riwayat Muslim dalam Shahih-nya di kitab al-Iman wal Islam wal Ihsan (VIII/1, IX/5))
(Shahih, riwayat Muslim dalam Shahih-nya di kitab al-Iman wal Islam wal Ihsan (VIII/1, IX/5))
Dan Shahabat
‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma juga pernah
mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
كل
شيء بقدر حتى العجز والكيسز
“Segala
sesuatu telah ditakdirkan, sampai-sampai kelemahan dan kepintaran.”
AYAT AL-QURAN DAN HADITS
Kedudukan Ilmu pengetahuan dalam Islam menempati kedudukan tinggi
dimana Al-Qur’an memandang orang yang beriman dan berilmu
pengetahuan berada pada posisi yang tinggi dan mulia, dan juga
ditegaskan dalam Hadits-hadits Nabi yang memuat anjuran dan dorongan
untuk menuntut ilmu. “Allah akan mengangkat derajat orang-orang
yang beriman dan berilmu pengetahuan beberapa derajat.” (QS.
Mujadillah [58]: Hal ini juga ditegaskan dalam beberapa ayat dan
hadits rasulullah saw sebagai berikut:
“Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di
antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa
derajat.Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS
Mujaadilah [58] :11)
Rasulullah saw pun memerintahkan para orang tua agar mendidik
anak-anaknya dengan sebaik mungkin. “Didiklah anak-anakmu, karena
mereka itu diciptakan buat menghadapi zaman yang sama sekali lain
dari zamanmu kini.” (Al-Hadits Nabi saw). “Menuntut ilmu itu
diwajibkan bagi setiap Muslimin, Sesungguhnya Allah mencintai para
penuntut ilmu.” (Hadis Nabi saw).
Ayat ini menguraikan bagaimana kedudukan dari setiap umat manusia
yang memiliki tingkat keimanan yang tinggi yang dibarengi dengan
Penguasaan terhadap ilmu pengetahuan. Tidak akan beriman seseorang
jika tidak memiliki pengetahuan dan sesungguhnya pengetahuan itu akan
melahirkan kemudharatan jika tidak dibarengi dengan kaar keimanan
yang baik. Hal ini memberikan indikasi bahwa sesungguhnya antara
Islam dan Ilmu Pengetahuan adalah maerupakan dua sisi mata uang yang
tidak bisa dipisahkan satu sama lain.
Allah telah menentukan segala perkara untuk makhluk-Nya sesuai dengan
ilmu-Nya yang terdahulu (azali) dan ditentukan oleh hikmah-Nya. Tidak
ada sesuatupun yang terjadi melainkan atas kehendak-Nya dan tidak ada
sesuatupun yang keluar dari kehendak-Nya. Maka, semua yang terjadi
dalam kehidupan seorang hamba adalah berasal dari ilmu, kekuasaan dan
kehendak Allah, namun tidak terlepas dari kehendak dan usaha
hamba-Nya.
Allah Ta’ala berfirman,
إنا كل شىء خلقنه بقدر
“Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran.”
(Qs. Al-Qamar: 49)
وخلق كـل شىء فقدره, تقديرا
“Dan Dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan
ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya.” (Qs. Al-Furqan: 2)
وإن من شىء إلا عنده بمقدار
“Dan tidak ada sesuatupun melainkan pada sisi Kami-lah
khazanahnya, dan Kami tidak menurunkannya melainkan dengan ukuran
tertentu.” (Qs. Al-Hijr: 21)
BAB
III
PENUTUP
KESIMPULAN
Ilmu yang benar
menurut syari’at Islam adalah ilmu yang bersumber dari Al-Qur’an
dan As-Sunah serta tanda-tanda kekuasaan Allah SWT di alam semesta
ini. Dalam Al-
Qur’an maupun
As-Sunah kita sebagai umat Islam diperintahkan untuk menuntut ilmu
dan dihukumi wajib. Karena sesungguhnya ilmu merupakan syarat utama
diterimanya suatu amalan. Ilmu pada dasarnya memiliki banyak
keutamaan, tiga di antaranya adalah ilmu dapat mengangkat derajat
pemiliknya (seorang mukmin) di atas hamba lainnya, Allah SWT akan
memudahkan bagi orang yang berilmu jalan menuju surga, seluruh
makhluk akan memintakan ampun bagi para penuntut ilmu. Individu
muslim yang menuntu ilmu dalam masa yang sama perlu menghindari
perasaan malas dan mudah jemu dengan buku pengajian. Ini dapat
diatasi dengan membaca nota atau buku-buku yang kecil dan ringan.
Selain itu amalan zikrullah dan membaca ayat-ayat suci Al-Quran mampu
melembut hati manusai kerana sesiapa yang menjauhi nasihat ataupun
tazkirah diri ditakuti Allah akan mengeraskan hatinya sebagaimana
firman ALLAH S.W.T. yang bermaksud :
“Dan ingatlah
ketika mana nabi Musa berkata kepada kaumnya :Wahai kaumku! Mengapa
kamu menyakitiku sedangkan kamu mengetahui bahawa aku ini adalah
utusan Allah .
“Sesungguhnya
perumpamaan teman yang shalih dan teman yang buruk hanyalah seumpama
pembawa minyak wangi dan peniup tungku api seorang tukang besi. Bagi
pembawa minyak wangi, boleh jadi sama ada dia memberinya kepada kamu
(minyak wangi) atau kamu membeli daripadanya (minyak wangi) atau kamu
mendapat bau harum daripadanya. Bagi peniup tungku api seorang tukang
besi, boleh jadi sama ada ia akan membakar pakaian kamu (kerana kesan
tiupan api) atau kamu mendapat bau yang tidak sedap daripadanya (bau
besi).”
Oleh
itu sesiapa yang berusaha untuk memahami agama Islam hendaklah
sentiasa berhubung dengan orang-orang yang perhubungannya sentiasa
bersama ilmu. Mereka adalah orang-orang yang perhatiannya sentiasa
kepada al-Qur’an dan al-Sunnah yang sahih,
No comments:
Post a Comment