30 Mar 2015

ETIKA PENGEMBANGAN DAN PENERAPAN IPTEKS DALAM PANDANGAN ISLAM

MAKALAH AIK IV
ETIKA PENGEMBANGAN DAN PENERAPAN IPTEKS DALAM PANDANGAN ISLAM




Disusun Oleh:
KELOMPOK 4
IV-E MATEMATIKA

ASBAR SALIM 10536 4640 13
SITI FAHMIA 10536 4632 13
ERLIANI 10536 4633 13


Mata Kuliah :
Al-Islam Kemuhammadiyahan (AIK) IV
Dosen :
Dr. Tasmin Tanngareng, M.Ag.


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2015


DAFTAR ISI
Halaman Judul i
Kata Pengantar ii
Daftar Isi iii
BAB I PENDAHULUAN 1
  1. Latar Belakang 1
  2. Rumusan Masalah 2
  3. Tujuan 2
BAB II PEMBAHASAN 3
  1. Sinergi ilmu dan pengintegrasiannya dengan
Nilai dan ajaran agama 3
  1. Paradigma ilmu bebas nilai dan ilmu tidak bebas nilai 5
  2. Perlunya akhlak islami dalam IPTEKS 9
BAB III PENUTUP 11
  1. Simpulan 11
  2. Saran/Implikasi 11
Daftar Pustaka 17


KATA PENGANTAR

Puji syukur yang dalam kami sampaikan ke hadiran Tuhan Yang Maha Pemurah, karena berkat kemurahanNya makalah ini dapat kami selesaikan sesuai yang diharapkan. Dalam makalah ini kami membahas”Etika pengembangan dan dan penerapan IPTEKS dalam pandangan islam,
Dalam pembuatan makalah ini, penulis mendapat bantuan dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
Dr.H. Tasmin Tangngareng. M.Ag yang telah memberikan kesempatan dan memberi fasilitas sehingga makalah ini dapat selesai dengan lancar. Dan terima kasih pula kami ucapkan kepada bapak dan ibu dirumah yang telah memberikan bantuan materil maupun do’anya, sehingga pembuatan makalah ini dapat terselesaikan. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang membantu pembuatan makalah ini.
Akhir kata semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan penulis pada khususnya, penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari sempurna untuk itu penulis menerima saran dan kritik yang bersifat membangun demi perbaikan kearah kesempurnaan. Akhir kata penulis sampaikan terimakasih.

Makassar maret 2015

penulis



BAB I
PENDAHULUAN

  1. LATAR BELAKANG
Peran Islam dalam perkembangan ipteks pada dasarnya ada 2 (dua). Pertama, menjadikan Aqidah Islam sebagai paradigma ilmu pengetahuan. Paradigma inilah yang seharusnya dimiliki umat Islam. Paradigma Islam ini menyatakan bahwa Aqidah Islam wajib dijadikan landasan pemikiran (qa’idah fikriyah) bagi seluruh ilmu pengetahuan. Ini bukan berarti menjadi Aqidah Islam sebagai sumber segala macam ilmu pengetahuan, melainkan menjadi standar bagi segala ilmu pengetahuan. Maka ilmu pengetahuan yang sesuai dengan Aqidah Islam dapat diterima dan diamalkan, sedang yang bertentangan dengannya, wajib ditolak dan tidak boleh diamalkan. Kedua, menjadikan Syariah Islam (yang lahir dari Aqidah Islam) sebagai standar bagi pemanfaatan iptek dalam kehidupan sehari-hari. Standar atau kriteria inilah yang seharusnya yang digunakan umat Islam, Standar syariah ini mengatur, bahwa boleh tidaknya pemanfaatan ipteks, didasarkan pada ketentuan halal-haram (hukum-hukum syariah Islam). Umat Islam boleh memanfaatkan iptek jika telah dihalalkan oleh Syariah Islam. Sebaliknya jika suatu aspek ipteks dan telah diharamkan oleh Syariah, maka tidak boleh umat Islam memanfaatkannya, walau pun ia menghasilkan manfaat sesaat untuk memenuhi kebutuhan manusia.
Kemajuan ilmu pengetahuan teknologi dan seni dunia , yang kini dipimpin oleh perdaban barat , mencengangkan banyak orang di berbagai penjuru dunia. Kesejahteraan dan kemakmuran material (fisikal) yang dihasilkan oleh perkembangan iptek modern membuat orang lalu mengagumi dan meniru- niru gaya hidup peradaban barat tanpa dibarengi sikap kritis trhadap segala dampak negatif yang diakibatkanya.
Padahal pada dasarnya kita hidup di dunia ini tidak lain untuk beribadah kepada Allah SWT.









  1. RUMUSAN MASALAH
  1. Bagaimana sinergi ilmu dan pengintegrasiannya dengan nilai dan ajaran agama?
  2. Bagaimana paradigma ilmu tidak bebas nilai?
  3. Bagaimana paradigma ilmu bebas nilai?
  4. Bagaimana perlunya akhlak islami dalam dan penerapan ipteks?

  1. TUJUAN
  1. Mendeskripsikan sinergi ilmu dan peng integrasiannya dengan nilai dan ajaran agama
  2. Mendeskripsikan paradigma ilmu tidak bebas nilai
  3. Mendeskripsikan paradigma ilmu bebas nilai
  4. Mendeskripsikan akhlak islami dalam penerapan ipteks


  1. MANFAAT
Manfaat penyusunan makalah ini yaitu agar dapat menambah dan memperluas wawasan penyusun dan pembaca mengenai “Etika pengembangan dan penerapan ipteks dalam pandangan islam”.












BAB II
PEMBAHASAN

  1. Sinergi ilmu dan pengintegrasiannya dengan nilai dan ajaran agama
Agama dan ilmu sangatlah saling terkait karena orang yang banyak ilmunya apabila tanpa di topang oleh agama semua ilmu tidak akan membawa kemaslahatan umat, sebagai contoh negara- negara maju yang sangat gigih mendalami ilmu dan teknologi, tetapi sering menjadi sumber pemicu terjadinya peperangan, begitupun juga orang yang sangat sibuk dengan belajar agama ,tetapi tidak
mau menggali ilmu dan pengetahuan alam disekitar kita , maka akan mengalami kemunduran , sedangkan untuk mencapai kebahgiaaan akhirat haruslah banyak berbut/beribadah dalam hal untuk kemajuaan umat, apa jadinya apabila semua umat berkutik di ritualitas saja, ini adalah suatu pertanyaan gambaran yang menyedihkan.
Seperti halnya dengan ilmu dan filsafat, agama tidak hanya untuk agama, melainkan untuk diterapkan dalam kehidupan dengan segala aspeknya. Pengetahuan dan kebenaran agama yang berisikan kepercayaan dan nilai- nilai dalam kehidupan, dapat dijadikan sumber dalam menentukan tujuan dan pandangan hidup manusia, dan sampai kepada prilaku manuisitu sendiri. Dalam agama sekurang – kurangnya ada empat ciri yang dapat kita kemukakan, yaitu : Adanya kepercayaan terhadap yang gaib, kudus, dan maha agung, dan pencipta alam semesta (Tuhan) .
Melakukam hubungan dengan hal- hal diatas,dengan berbagai cara. Seperti dengan mengadakan acara – acara ritual, pemujaan, pengabdian, dan, doa.
Adanya Suatu ajaran (doktrin) yang harus dijalankan oleh setiap penganutnya.
Menganut ajaran Islam, ajaran tersebut diturunkan oleh Tuhan rtidak langsung kepada seluruh umat manusia, melainkan kepada Nabi – nabi dan rasulnya. Maka menurut ajaran islam adanya rosul dan kitab suci merupakan ciri khas dari pada agama.Agama berbeda dengan sains dan filsafat karena agama menekankan keterlibatan pribadi, walaupun kita dapat sepakat tidak ada definisi agama yang dapat diterima secara universal. Kemajuan spritual manusia dapat diukur dengan tinggi nilai yang tak terbatas yang ia berikan kepada objek yang ia sembah. Seorang yang religius merasakan adanya kewajiban yang tak bersyarat terhadap zat yang ia anggap sebagai sumber yang tertinggi bagi kepribadian dan kebaikan.
Wilayah ilmu berbeda dengan wilayah agama. Jangankan ilmu, akal saja tidak sanggup mengadili agama. Para ulama sekalipun, meski mereka meyakini kebenaran yang dianut tetapi tetap tidak berani mengklaim kebenaran yang dianutnya, oleh karena i-tu mereka selalu menutup pendapatnya dengan kalimat wallohu a`lamu bissawab, bahwa hanya Allahlah yang lebih tahu mana yang benar. Agama berhubungan dengan Tuhan, ilmu berhubungan dengan alam, agama membersihkan hati, ilmu mencerdaskan otak, agama diterima dengan iman, ilmu diterima dengan logika.Meski demikian, dalam sejarah manusia, ilmu dan agama selalu tarik menarik dan berinteraksi satu sama lain.
Sangat menarik bahwa Nabi Muhammad sendiri mengatakan bahwa, kemulian seorang mukmin itu diukur dari agamanya, kehormatannya diukur dari akalnya dan martabatnya diukur dari akhlaknya. Ketika nabi ditanya tentang amal yang paling utama, hingga lima kali nabi tetap menjawab husn al khuluq, yakni akhlak yang baik.
Agama maupun filsafat berhubungan dengan realitas yang sama. Kedua-duanya terdiri dari subjek-subjek yang serupa dan sama-sama melaporkan prinsip-prinsip tertinggi wujud. Keduanya juga melaporkan tujuan puncak yang diciptakan demi manusia yaitu kebahagiaan tertinggi. Filsafat memberikan laporan berdasarkan persepsi intelektual. Sedangkan agama memaparkan laporannya berdasarkan imajinasi. Dalam setiap hal yang didemonstrasikan oleh filsafat, agama memakai metode-metode persuasivfe untuk menjelaskannya.
Agama berusaha membawa tiruan-tiruan kebenaran filosofis sedekat mungkin dengan esensi mereka. Filsafat dan agama merupakan pendekatan mendasar menuju pada kebenaran. Filsafat dapat digambarkan sebagai ilmu tentang realitas yang didasarkan atas metode demonstrasi yang meyakinkan, suatu metode yang merupakan gabungan dari intuisi intelektual dan putusan logis yang pasti. Berdasarkan alasan ini, filsafat lantas disebut sebagai ilmu dari segala ilmu, induk dari segala ilmu, kebijaksanaan dari segala kebijaksanaan, dan seni dari segala seni.







  1. Paradigma ilmu bebas nilai dan ilmu tidak bebas nilai
  1. Pengertian ilmu
Rasionalisasi limu pengetahuan terjadi sejak Rene Descartes dengan sikap skeptic-metodisnya meragukan segala sesuatu, kecuali dirinya yang sedang ragu-ragu. Sikap ini berlanjut pada Auf Klarung, suatu era yang merupakan suatu usaha manusia untuk mencapai rasional tentang dirinya dan alam.
Istilah ilmu dalam pengertian klasik diartikan sebagai pengetahuan tentang sebab akibat atau asal usul. Guston Buchelard menyatakan bahwa ilmu pengetahuan adalah suatu produk pemikiran manusia yang sekaligus menyesuaikan antara hukum-hukum pemikiran dengan dunia luar.
Daoed Joesoef menunjukkan bahwa pengertian ilmu mengacu pada tiga hal, yakni produk-produk, proses dan masyarakat. Ilmu pengetahuan sebagai produk, artinya pengetahuan yang telah diketahui serta diakui kebenarannya oleh masyarakat ilmuwan. Ilmu pengetahuan sebagai poses, artinya kegiatan kemasyarakatan yang di lakukan demi penemuan dan pemahaman dunia alami sebagaimana adanya bukan sebagaimana yang dikehendaki.
Ilmu pengetahuan sebagai masyarakat, artinya dunia pergaulan yang tindak tanduknya, perilaku dan sikap serta tutur katanya diatur oleh empat ketentuan yaitu: universalisme, komunalisme, tanpa pamrih dan skeptisisme yang teratur.
       Van Melsen mengemukakan beberapa ciri yang menandai ilmu, yaitu :
  1. Ilmu pengetahuan secara metodis harus mencapai suatu keseluruhan yang secara logis koheren
  2. Ilmu pengetahuan tanpa pamrih karena erat kaitannya dengan tanggung jawab ilmuan.
  3. Universalitas ilmu pengetahuan
  4. Objektivitas, artinya setiap ilmu terpimpin oleh objek dan tidak di distorsi oleh prasangka-prasangka subjektif
  5. Ilmu pengetahuan harus dapat diverifikasi oleh semua peneliti ilmiah yang bersangkutan, karena itu ilmu pengetahuan harus dapat dikomunikasikan.
  6. Progresivitas, artinya suatu jawaban ilmiah baru bersifat ilmiah bila mengandung pertanyaan-pertanyaan baru dan menimbulkan problem-problem baru lagi.
  7. Kritis, tidak ada teori ilmiah yang difinitif.
  8. Ilmu pengetahuan harus dapat digunakan sebagai perwujudan antara teori dengan praktis.

  1. Pengertian nilai
Filsafat sebagai “phylosophy of life” mempelajari nilai-nilai yang ada dalam kehidupan dan berfungsi sebagai pengontrol terhadap keilmuan manusia. Teori nilai berfungsi mirip dengan agama yang menjadi pedoman kehidupan manusia. Dalam teori nilai terkandung tujuan bagaimana manusia mengalami kehidupan dan memberi makna terhadap kehidupan ini.
Nilai, bukan sesuatu yang tidak eksis, sesuatu yang sungguh-sungguh berupa kenyataan, bersembunyi dibalik kenyataan yang tampak, tidak tergantung pada kenyataan- kenyataan lain, mutlak dan tidak pernah mengalami perubahan (pembawa nilai bisa berubah).
  1. Paradigma ilmu
Ilmu terbagi menjadi dua pandangan yaitu ilmu bebas nilai (value free) dan ilmu terikat nilai/ ilmu tak bebas nilai (value bound)
  • Paradigma ilmu bebas nilai
Ilmu bebas nilai dalam bahasa Inggris sering disebut dengan value free, yang menyatakan bahwa ilmu dan teknologi adalah bersifat otonom. Ilmu secara otonom tidak memiliki keterkaitan sama seklai dengan nilai. Bebas nilai berarti semua kegiatan terkait dengan penyelidikan ilmiah harus disandarkan pada hakikat ilmu itu sendiri. Ilmu menolak campur tangan faktor eksternal yang tidak secara hakiki menentukan ilmu itu sendiri.
Josep Situmorang menyatakan bahwa sekurang-kurangnya ada 3 faktor sebagai indikator bahwa ilmu itu bebas nilai, yaitu:
a.       Ilmu harus bebas dari pengendalian-pengendalian nilai. Maksudnya adalah bahwa ilmu harus bebas dari pengaruh eksternal seperti faktor ideologis, religious, cultural, dan social.
b.      Diperlukan adanya kebebasan usaha ilmiah agar otonom ilmu terjamin. Kebebasan di sisni menyangkut kemungkinan yang tersedia dan penentuan diri.
c.       Penelitian ilmiah tidak luput dari pertimbangan etis yang sering dituding menghambat kemajuan ilmu, karena nilai etis sendiri itu bersifat universal.
Dalam pandangan ilmu yang bebas nilai, eksplorasi alam tanpa batas dapat dibenarkan, karena hal tersebut untuk kepentingan ilmu itu sendiri, yang terkdang hal tersebut dapat merugikan lingkungan. Contoh untuk hal ini adalah teknologi air condition, yang ternyata berpengaruh pada pemansan global dan lubang ozon semakin melebar, tetapi ilmu pembuatan alat pendingin ruangan ini semata untuk pengembangan teknologi itu dengan tanpa memperdulikan dampak yang ditimbulakan pada lingkungan sekitar. Setidaknya, ada problem nilai ekologis dalam ilmu tersebut, tetapi ilmu bebas nilai menganggap nilai ekologis tersebut menghambat perkembangan ilmu.
Ilmu pengetahuan tidak boleh terpengaruh oleh nilai – nilai yang letaknya di luar ilmu pengetahuan, hal ini dapat juga di ungkapkan dengan rumusan singkat bahwa ilmu pengetahuan itu seharusnya bebas. Maksud dari kata kebebasan adalah kemungkinan untuk memilih dan kemampuan atau hak subyek bersangkutan untuk memilih sendiri. Supaya terdapat kebebasan, harus ada penentuan diri dan bukan penentuan dari luar. Jika dalam suatu ilmu tertentu terdapat situasi bahwa ada berbagai hipotesa atau teori yang semuanya tidak seluruhnya memadai, maka sudah jelas akan di anggap suatu pelanggaran kebebasan ilmu pengetahuan, bila suatu instansi dari luar memberi petunjuk teori mana harus di terima. Menerima teori berarti menentukan diri berdasarkan satu – satunya alasan yang penting dalam bidang ilmiah, yaitu wawasan akan benarnya teori. Apa yang menjadi tujuan seluruh kegiatan ilmiah disini mecapai pemenuhannya. Dengan demikian penentuan diri terwujud sunguh – sungguh.Walaupun terlihat dipaksakan, namun penentuan diri ini sungguh bebas, karena dilakukan bukan berdasarkan alasan – alasan yang kurang dimengerti subyek sendiri melainkan berdasarkan wawasan sepenuhnya tentang kebenaran.
Tokoh sosiologi, Weber menyatakan bahwa ilmu sosial harus bebas nilai, tetapi ilmu-ilmu sosial harus menjadi nilai yang relevan. Weber tidak yakin ketika para ilmuwan sosial melakukan aktivitasnya seperti mengajar dan menulis mengenai bidang ilmu sosial mereka tidak terpengaruh oleh kepentingan tertentu. Nilai-nilai itu harus diimplikasikan oleh bagian-bagian praktis ilmu sosial jika praktik itu mengandung tujuan atau rasional. Tanpa keinginan melayani kepentingan segelintir orang, budaya, maka ilmuawan sosial tidak beralasan mengajarkan atau menuliskan itu semua. Suatu sikap moral yang sedemikian itu tidak mempunyai hubungan objektivitas ilmiah.
Dengan bebas nilai kita maksudkan suatu tuntutan dengan mengajukan kepada setiap kegiatan ilmiah atas dasar hakikat ilmu pengetahuan itu sendiri. Orang yang mendukung bebas nilai ilmu pengetahuan akan melakukan kegiatan ilmiah berdasarkan nilai yang khusus yang diwujudkan ilmu pengetahuan. Karena kebenaran dijunjung tinggi sebagai nilai, maka kebenaran itu dikejar secara murni dan semua nilai lain dikesampingkan.

  • Paradigma ilmu tidak bebas nilai
Ilmu yang tidak bebas nilai (value bond) memandang bahwa ilmu itu selalu terikat dengan nilai dan harus dikembangkan dengan mempertimbangkan aspek nilai. Perkembangan nilai tidak lepas dari dari nilai-nilai ekonomis, sosial, religius, dan nilai-nilai yang lainnya.
Menurut salah satu filsof yang mengerti teori value bond, yaitu Jurgen Habermas berpendapat bahwa ilmu, sekalipun ilmu alam tidak mungkin bebas nilai, karena setiap ilmu selau ada kepentingan-kepentingan. Dia juga membedakan ilmu menjadi 3 macam, sesuai kepentingan-kepentingan masing-masing;
a.       Pengetahuan yang pertama, berupa ilmu-ilmu alam yang bekerja secara empiris-analitis. Ilmu ini menyelidiki gejala-gejala alam secara empiris dan menyajikan hasil penyelidikan untuk kepentingan-kepentingan manusia. Dari ilmu ini pula disusun teori-teori yang ilmiah agar dapat diturunkan pengetahuan-pengetahuan terapan yang besifat teknis. Pengetahuan teknis ini menghasilkan teknologi sebagai upaya manusia untuk mengelola dunia atau alamnya.
b.      Pengetahuan yang kedua, berlawanan dengan pengetahuana yang pertama, karena tidak menyelidiki sesuatu dan tidak menghasilkan sesuatu, melainkan memahami manusia sebagai sesamanya, memperlancar hubungan sosial. Aspek kemasyarakatan yang dibicarakan adalah hubungan sosial atau interaksi, sedangkan kepentingan yang dikejar oleh pengetahuana ini adalah pemahaman makna.

c.       Pengetahuan yang ketiga, teori kritis. Yaitu membongkar penindasan dan mendewasakan manusia pada otonomi dirinya sendiri. Sadar diri amat dipentingkan disini. Aspek sosial yang mendasarinya adalah dominasi kekuasaan dan kepentingan yang dikejar adalah pembebasan atau emansipasi manusia.
Ilmu yang tidak bebas nilai ini memandang bahwa ilmu itu selalu terkait dengan nilai dan harus di kembangkan dengan mempertimbangkan nilai. Ilmu jelas tidak mungkin bisa terlepas dari nilai-nilai kepentingan-kepentingan baik politik, ekonomi, sosial, keagamaan, lingkungan dan sebagainya.

  1. Perlunya akhlak islami dalam penerapan ipteks

Kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni dunia, yang kini dipimpin oleh perdaban barat satu abad terakhir ini, mencengangkan banyak orang di berbagai penjuru dunia. Kesejahteraan dan kemakmuran material (fisikal) yang dihasilkan oleh perkembangan ipteks modern membuat orang lalu mengagumi dan meniru- niru gaya hidup peradaban barat tanpa dibarengi sikap kritis trhadap segala dampak negatif yang diakibatkanya.
Padahal Islam sangat memperhatikan pentingnya ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni dalam kehidupan umat manusia. Martabat manusia disamping ditentukan oleh peribadahannya kepada Allah, juga ditentukan oleh kemampuannya mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. Islam sangat mendukung umatnya untuk melakukan research dan bereksperimen dalam hal apapun, termasuk dalam IPTEKS. Bagi Islam, IPTEKS adalah termasuk ayat-ayat Allah yang perlu digali dan dicari keberadaannya.
Artinya:    “Katakanlah (Muhammad): lakukanlah nadzar (penelitian dengan menggunakan metode ilmiah) mengenai apa yang ada di langit dan di bumi ...”( QS. Yunus ayat 101)
Peran pertama yang dimainkan Islam dalam ipteks, yaitu aqidah Islam harus dijadikan basis segala konsep dan aplikasi ipteks. Inilah paradigma Islam sebagaimana yang telah dibawa oleh Rasulullah Saw.
Paradigma Islam inilah yang seharusnya diadopsi oleh kaum muslimin saat ini. Bukan paradigma sekuler seperti yang ada sekarang. Diakui atau tidak, kini umat Islam telah telah terjerumus dalam sikap membebek dan mengekor Barat dalam segala-galanya; dalam pandangan hidup, gaya hidup, termasuk dalam konsep ilmu pengetahuan. Bercokolnya paradigma sekuler inilah yang bisa menjelaskan, mengapa di dalam sistem pendidikan yang diikuti orang Islam, diajarkan sistem ekonomi kapitalis yang pragmatis serta tidak kenal halal haram. Eksistensi paradigma sekuler itu menjelaskan pula mengapa tetap diajarkan konsep pengetahuan yang bertentangan dengan keyakinan dan keimanan muslim. Misalnya Teori Darwin yang dusta dan sekaligus bertolak belakang dengan Aqidah Islam.
Kekeliruan paradigmatis ini harus dikoreksi. Ini tentu perlu perubahan fundamental dan perombakan total. Dengan cara mengganti paradigma sekuler yang ada saat ini, dengan paradigma Islam yang memandang bahwa Aqidah Islam (bukan paham sekularisme) yang seharusnya dijadikan basis bagi bangunan ilmu pengetahuan manusia.
Namun di sini perlu dipahami dengan seksama, bahwa ketika Aqidah Islam dijadikan landasan iptek, bukan berarti konsep-konsep iptek harus bersumber dari al-Qur`an dan al-Hadits, tapi maksudnya adalah konsep iptek harus distandardisasi benar salahnya dengan tolok ukur al-Qur`an dan al-Hadits
Peran kedua Islam dalam perkembangan iptek, adalah bahwa Syariah Islam harus dijadikan standar pemanfaatan iptek. Ketentuan halal-haram (hukum-hukum syariah Islam) wajib dijadikan tolok ukur dalam pemanfaatan iptek, bagaimana pun juga bentuknya. Iptek yang boleh dimanfaatkan, adalah yang telah dihalalkan oleh syariah Islam. Sedangkan iptek yang tidak boleh dimanfaatkan, adalah yang telah diharamkan syariah Islam.
Keharusan tolok ukur syariah ini didasarkan pada banyak ayat dan juga hadits yang mewajibkan umat Islam menyesuaikan perbuatannya (termasuk menggunakan iptek) dengan ketentuan hukum Allah dan Rasul-Nya. Antara lain firman Allah:
Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya. (Qs. an-Nisaa` [4]: 65).
ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan janganlah kamu mengikuti pemimpin-pemimpin selain-Nya[528].
Amat sedikitlah kamu mengambil pelajaran (daripadanya). (Qs. al-Araaf [7]: 3).
[528] Maksudnya: pemimpin-pemimpin yang membawamu kepada kesesatan.
Sabda Rasulullah Saw:
Barangsiapa yang melakukan perbuatan yang tidak ada perintah kami atasnya, maka perbuatan itu tertolak. [HR. Muslim].




BAB III
PENUTUP

  1. KESIMPULAN
IPTEKS yaitu Ilmu Teknologi dan Seni adalah suatu hal yang sangat diperhatikan dalam Islam, martabat manusia disamping ditentukan oleh peribadahannya kepada Allah, juga ditentukan oleh kemampuannya mengembangkan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu Islam mewajibkan setiap umat muslim untuk menuntut ilmu, karena manusia adalah makhluk yang telah dikaruniai potensi akal yang sepatutnya diperintahkan untuk berfikir dan berilmu. Tetapi IPTEK dan Seni pada zaman sekarang ini telah dikuasai oleh peradaban Barat yang mana banyak yang melenceng dari syara’. Sejatinya, ilmu adalah amal jariyah maka IPTEK dan Seni haruslah dijalankan sesuai dengan hukum dan syara dan yang patut dipertimbangkah adalah mengenai halal-haramnya, bukan manfaatnya saja.

  1. SARAN
Sebagai makhluk yang diciptakannya, sudah sepatutnya kita berjalan di dunia ini sesuai dengan aturan pencipta kita, Allah Azza wa Jalla, karena akan telah dikaruniai kepada kita, maka kewajiban menuntut ilmu harus segera kita jalankan. Tentunya, sesuai dengan aturan Allah SWT.















DAFTAR PUSTAKA

Muhammad abdorin.2012.ilmu bebas nilai
Marlina lina lukman.2014.iptek dan seni dalam islam
Mitaunair.2012.iptek dan seni menurut pandangan islam
Sri oktaviani.2013.Peran akhlakul karima dalam perkembangan ipteks









No comments:

Translate