MAKALAH
KETENTUAN WASIAT,HIBAH DAN WAQAF
Disusun oleh
Kelompok 2:
Sapryanto J.J. Bolla
Muh.Ikram.Ramadhan
Novi Sasmita
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2012
KATA PENGANTAR
Assalamu
a’laikum wr.wb
Puji syukur kita panjatkan ehadirat Allah SWT kaena denagn rahmat dan
karunianya sehingga makalah ini dapat diselesaikan sesuai yang
diharapkan,shalwat serta salam mudah-mudahan tetap tercurahkan kepada
Rasulullah SAW
Terima kasih kami ucapkan kepada
seluruh pihak yang telah membantu kami baik itu secara langsung dan tidak langsung dalam menyelesaikan makalah AIK
ini,kepada teman-teman kelompok yang turut aktik dalam menyelessaikan makalah
ini serta kepada dosen pembimbing AIK,dan teman-teman lainnya yang turut
membantu kami dalam proses menyelesaikan makalah kami
Makalah AIK dengan judul Ketentuan
wasiat,hibah,dan wakaf,menjelaskan tentang apa itu wasiat,hibah,dan wakaf,serta
ketentuan-ketentuan yang telah dijelaskan dalam AL-Qur’an yang digunakan ummat
muslim sebagai pedoman dalam menjalani kehidupan di dunia ini
Jika nantinya pada makalh ini
terdapat kesalahan baik itu dalam segi konsep dan penulisan,kami mohon kritikan
dan saran yang sifatnya membangun,sehingga kedepannya bisa menjadi lebih baik
lagi
Demikianlah dan kami ucapkan
Assalamu a’laikum wr.wb
Makassar,9
november 2012
(Penyusun)
DAFTAR ISI
Halaman judul..........................................................................................................................
Kata
pengantar.........................................................................................................................
Daftar
isi.................................................................................................................................
Bab.1 Pendahuluan
1.
Latar
belakang.............................................................................................................
2.
Rumusan
masalah........................................................................................................
3.
Tujuan.........................................................................................................................
Bab.2 Pembahasan
1.
Wasiat.........................................................................................................................
2.
Hibah..........................................................................................................................
3.
Wakaf.........................................................................................................................
Bab.3 Penutup
1.
Kesimpulan.................................................................................................................
2.
Saran...........................................................................................................................
Daftar pustaka........................................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar
belakang
Islam adalah agama yang mengatur
segala aspek kehidupan manusia dimuka bumi ini baik itu tentang masalah besar
dan maupun masalah yang kecil.salah satu yang diajarkan dalam agama islam
tentang ketentuan dalam wasiat,hibah dan waqaf.ummat muslin disarankan agar
menjalankan ketiganya seperti wasiat,hibah,dan waqaf dari harta kekayaan yang
dimilikinya,wasiat merupakan nasihat,pesan yang diberikan kepada orang lain
baik itu berupa harta material yang berlaku jika si pemberi wasiat meninggal
dunia,seperti halnya mendirikan masjid,wasiat dilaksanakan ketika si pemberi
pesan telah meninggal,jika belum itu buka wasiat namanya tapi sedekah,sedangkan
hibah merupakan pemberian harta dari dipemberi ke orang yang menerimanya,jadi
hibah tidak jauh berbeda dengan pemberian hadiah kepada orang lain,dan terakhir
waqaf merupakan pelepasan harta milik seseorang kepada hal yang baik.jadi
ketiga ini merupakan tuntunan dalan ajaran islam yang diperintahkan oleh Allah
SWT kepada ummatnya untuk dijalankan di muka bumi ini
B.Rumusan
masalah
1.
Jelaskan secara rinci tentang
wasiat?
2.
Jelaskan secara rinci tentang hibah?
3.
Jelaskan secara rinci tentang waqaf?
BAB II
PEMBAHASAN
A.Wasiat
1.Pengertian
wasiat
Wasiat di ambil dari bahasa arab
al-washiyah (الوصيه) yang artinya pesan, perintah atau nasehat. Sedangkan
pengertian wasiat menurut ulama’ miqh adalah memberikan harta dengan suka rela
kepada seseorang yang akan berlaku jika si pewasiat meninggal dunia. Baik harta
itu berbentuk material maupun nasehat.
Wasiat juga tidak hanya dikenal
dalam system ekonomi Islam saja melainkan system hukum barat misalnya testamen
yakni suatu pernyataan yang dikehendaki kepada seseorang yang akan dilakukan
setelah wafat.
Menurut Abd Al-Rahim dalam bukunya
Al-Muhabadat Fil Al-Miras Al-Muqaram mendefenisikan wasiat adalah tindakan
seseorang memberikan hak kepada orang lain untuk memiliki sesuatu baik berupa
benda atau manfaat secara suka rela atau tidak mengharapkan imbalan yang
pelaksanaannya ditangguhkan setelah peristiwa kematian orang yang berwasiat
kematian orang yang berwasiat.
2.Dalil-dalil
tentang wasiat
Dalil mengenai wasiat terdapat
beberapa hadist dan ayat al-Quran dalam surat An-Nisa ayat 11:
الْمُتَّقِينَ
عَلَى حَقًّا بِالْمَعْرُوفِ وَالْأَقْرَبِينَ لِلْوَالِدَيْنِ الْوَصِيَّةُ
خَيْرًا تَرَكَ إِنْ الْمَوْتُ أَحَدَكُمُ حَضَرَ إِذَا عَلَيْكُمْ كُتِبَ
عَلِيمٌ
سَمِيعٌ إِنَّ يُبَدِّلُونَهُ الَّذِينَ
عَلَى إِثْمُهُ فَإِنَّمَا سَمِعَهُ بَعْدَمَا بَدَّلَهُ فَمَنْ;
Artinya:
180. Diwajibkan atas
kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang
banyak, Berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma'ruf,[1]
(ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa.
181. Maka Barangsiapa yang mengubah wasiat itu, setelah ia
mendengarnya, Maka Sesungguhnya dosanya adalah bagi orang-orang yang
mengubahnya. Sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.
Dalam Sunnah, Rasulullah
s.a.w. bersabda:“Seseorang Muslim yang mempunyai sesuatu yang boleh
diwasiatkan tidak sepatutnya tidur dua malam berturut-turut melainkan dia
menulis wasiat disisinya.”
- Hadis
riwayat Bukhari dan Muslim
Hadis ini menyebut kalimah 'tidak
sepatutnya' menunjukkan bahwa langkah persediaan perlu diambil oleh setiap
seorang Muslim dengan menulis wasiatnya karena dia tidak mengetahui bila
ajalnya akan tiba. Kemungkinan kelalaiannya akan mengakibatkan segala hajatnya
tergendala dan tidak terlaksana.
Rasulullah s.a.w. turut besabda:
“Orang yang
malang ialah orang yang tidak sempat berwasiat.”
- Hadis
riwayat Ibnu Majah
Sabda Rasulullah s.a.w. lagi:
“Siapa yang
meninggal dunia dengan meninggal wasiat maka ia mati di atas jalan Islam dan
mengikuti Sunnah. Dia mati dalam keadaan taqwa, bersyahadah dan dalam keadaan
diampunkan.”
- Hadis riwayat Ibnu Majjah
3.Ciri-ciri
wasiat
Terdapat beberapa ciri wasiat yang perlu diperhatikan
bagi seroang muslim yakni:
1. Harta yang
diwasiatkan mestilah tidak lebih dari sepertiga (1/3) dari harta pusaka bersih,
melainkan mendapat persetujuan dari ahli-ahli waris.
2. Si penerima
hendaklah bukan pewaris atau ahli waris melainkan yaitu yang tidak ada
hak faroid atau hak pembagian harta atas si mayit, melainkan mendapat
persetujuan dari pada ahli waris yang lain.
Dari Abu Umamah al-Bahili ra, ia
menyatakan: Saya pernah mendengar Rasulullah saw menegaskan dalam khutbahnya
pada waktu haji wada’, “Sesungguhnya Allah benar-benar telah memberi setiap
orang yang mempunyai hak akan haknya. Oleh karena itu, tak ada wasiat bagi ahli
waris.
3. Jika
penerima wasiat meninggal lebih dulu dari pada si pewasiat, maka masiat
tersebut adalah batal
4. Jika si
penerima waris meninggal setelah menerima wasiat si dan setelah pewasiat
meninggal dalam waktu yang berdekatan, maka berhak di berikan atas keluarga si
penerima wasiat.
5. Setelah
kematian pewasiat, perlu ditolak dulu kos perbelanjaan, perkebumian dan
pembayaran hutang si mayit.
6. Wasiat boleh
ditarikbalik pada bila-bila masa kerana ia hanya berkuat kuasa selepas kematian
pewasiat dan wasiat tersebut perlulah
dibuat secara sukarela.
B.Hibah
1. Pengertian Hibah
Kata "hibah" berasal dari bahasa Arab yang secara etimologis
berarti melewatkan atau menyalurkan, dengan demikian
berarti telah disalurkan dari tangan orang yang memberi kepada tangan orang
yang diberi.
Sayyid Sabiq mendefinisikan hibah
adalah akad yang pokok persoalannya pemberian harta milik seseorang kepada
orang lain di waktu dia hidup, tanpa adanya imbalan.
Sedangkan Sulaiman Rasyid
mendefinisikan bahwa hibah adalah memberikan zat dengan tidak ada tukarnya dan
tidak ada karenanya.
Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa hibah adalah merupakan suatu pemberian yang bersifat sukarela (tidak ada
sebab dan musababnya) tanpa ada kontra prestasi dari pihak penerima pemberian,
dan pemberian itu dilangsungkan pada saat si pemberi masih hidup (inilah yang
membedakannya dengan wasiat, yang mana wasiat diberikan setelah si pewasiat
meninggal dunia).
Dalam istilah hukum perjanjian yang
seperti ini dinamakan juga dengan perjanjian sepihak (perjanjian unilateral)
sebagai lawan dari perjanjian bertimbal balik (perjanjian bilateral).
2. Dasar Hukum Hibah
Dasar hukum hibah ini dapat kita
pedomani hadits Nabi Muhammad SAW antara lain hadits yang diriwayatkan oleh
Ahmad dari hadits Khalid bin 'Adi, bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda yang
artinya sebagai berikut :
"Barangsiapa mendapatkan
kebaikan dari saudaranya yang bukan karena mengharap-harapkan dan meminta-minta,
maka hendaklah ia menerimanya dan tidak menolaknya, karena ia adalah rezeki
yang diberi Allah kepadanya".
3. Rukun Dan Syarat Sahnya Hibah
A.Rukun
hibah
Adapun rukun hibah adalah sebagai
berikut:
1. Penghibah , yaitu orang yang
memberi hibah
2. Penerima hibah yaitu orang yang menerima pemberian
3. Ijab dan kabul.
4. Benda yang dihibahkan.
B. Syarat-syarat sah hibah
1. Syarat-syarat bagi penghibah
a. Barang yang dihibahkan adalah milik si penghibah; dengan demikian
tidaklah sah menghibahkan barang milik orang lain.
b. Penghibah bukan orang yang dibatasi haknya disebabkan oleh sesuatu
alasan
c. Penghibah adalah orang yang cakap bertindak menurut hukum (dewasa dan
tidak kurang akal).
d. Penghibah tidak dipaksa untuk memberikan hibah.
2.
Syarat-syarat penerima hibah
Bahwa penerima
hibah haruslah orang yang benar-benar ada pada waktu hibah dilakukan. Adapun
yang dimaksudkan dengan benar-benar ada ialah orang tersebut (penerima hibah)
sudah lahir. Dan tidak dipersoalkan apakah dia anak-anak, kurang akal, dewasa.
Dalam hal ini berarti setiap orang dapat menerima hibah, walau bagaimana pun
kondisi fisik dan keadaan mentalnya. Dengan demikian memberi hibah kepada bayi
yang masih ada dalam kandungan adalah tidak sah.
3.
Syarat-syarat benda yang dihibahkan
a. Benda tersebut benar-benar ada;
b. Benda tersebut mempunyai nilai;
c. Benda tersebut dapat dimiliki zatnya, diterima peredarannya dan
pemilikannya dapat dialihkan;
d. Benda yang dihibahkan itu dapat dipisahkan dan diserahkan kepada penerima
hibah.
Adapun mengenai ijab kabul yaitu adanya pernyataan, dalam hal ini dapat
saja dalam bentuk lisan atau tulisan.
Menurut beberapa ahli hukum Islam bahwa ijab tersebut haruslah diikuti
dengan kabul, misalnya : si penghibah berkata : "Aku hibahkan rumah ini
kepadamu", lantas si penerima hibah menjawab : "Aku terima
hibahmu".
Sedangkan Hanafi berpendapat ijab saja sudah cukup tanpa harus diikuti oleh
kabul, dengan pernyataan lain hanya berbentuk pernyataan sepihak.
Adapun menyangkut pelaksanaan hibah menurut ketentuan syari'at Islam adalah
dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Penghibahan dilaksanakan semasa hidup, demikian juga penyerahan barang
yang dihibahkan.
2. Beralihnya hak atas barang yang dihibahkan pada saat penghibahan
dilakukan.
3. Dalam melaksanakan penghibahan haruslah ada pernyataan, terutama sekali
oleh si pemberi hibah.
4. Penghibahan hendaknya dilaksanakan di hadapan beberapa orang saksi
(hukumnya sunat), hal ini dimaksudkan untuk menghindari silang sengketa
dibelakang hari.
4. Hibah Orang Sakit Dan Hibah
Seluruh Harta
Apabila seseorang menghibahkan
hartanya sedangkan ia dalam keadaan sakit, yang mana sakitnya tersebut membawa
kepada kematian, hukum hibahnya tersebut sama dengan hukum wasiatnya, maka
apabila ada orang lain atau salah seorang ahli waris mengaku bahwa ia telah
menerima hibah maka hibahnya tersebut dipandang tidak sah.
Sedangkan menyangkut penghibahan
seluruh harta, sebagaimana dikemukakan oleh Sayid Sabiq,
bahwa menurut jumhur ulama seseorang dapat / boleh menghibahkan semua apa yang
dimilikinya kepada orang lain.
Muhammad Ibnu Hasan (demikian juga
sebagian pentahqiq mazhab Hanafi) berpendapat bahwa : Tidak sah menghibahkan
semua harta, meskipun di dalam kebaikan. Mereka menganggap orang yang berbuat
demikian itu sebagai orang yang dungu dan orang yang dungu wajib dibatasi
tindakannya.
C.Waqaf
1.Pengertian waqaf
1.Pengertian waqaf
Secara etimologi, wakaf berasal dari “Waqf” yang
berarti “al-Habs”. Merupakan kata yang berbentuk masdar (infinitive noun) yang
pada dasarnya berarti menahan, berhenti, atau diam. Apabila kata tersebut
dihubungkan dengan harta seperti tanah, binatang dan yang lain, ia berarti
pembekuan hak milik untuk faedah tertentu. Dalam pengertian hukum Islam wakaf
adalah melepas kepemilikan atas harta yang dapat bermanfaat dengan tanpa
mengurangi bendanya untuk diserahkan kepada perorangan atau kelompok
(organisasi) agar dimanfaatkan untuk tujuan-tujuan yang tidak bertentangan
dengan syari’at. Definisi wakaf menurut ahli fiqh adalah sebagai berikut:
Pertama, Hanafiyah mengartikan wakaf sebagai menahan
materi benda (al-‘ain) milik Wakif dan menyedekahkan atau mewakafkan manfaatnya
kepada siapapun yang diinginkan untuk tujuan kebajikan. Definisi wakaf tersebut
menjelaskan bahawa kedudukan harta wakaf masih tetap tertahan atau terhenti di
tangan Wakif itu sendiri. Dengan artian, Wakif masih menjadi pemilik harta yang
diwakafkannya, manakala perwakafan hanya terjadi ke atas manfaat harta
tersebut, bukan termasuk asset hartanya.
Kedua, Malikiyah berpendapat, wakaf adalah menjadikan
manfaat suatu harta yang dimiliki (walaupun pemilikannya dengan cara sewa)
untuk diberikan kepada orang yang berhak dengan satu akad (shighat) dalam jangka
waktu tertentu sesuai dengan keinginan Wakif. Definisi wakaf tersebut hanya
menentukan pemberian wakaf kepada orang atau tempat yang berhak saja.
Ketiga, Syafi‘iyah mengartikan wakaf dengan menahan
harta yang bisa memberi manfaat serta kekal materi bendanya (al-‘ain) dengan
cara memutuskan hak pengelolaan yang dimiliki oleh Wakif untuk diserahkan
kepada Nazhir yang dibolehkan oleh syariah. Golongan ini mensyaratkan harta
yang diwakafkan harus harta yang kekal materi bendanya (al-‘ain) dengan artian
harta yang tidak mudah rusak atau musnah serta dapat diambil manfaatnya secara
berterusan.
Keempat, Hanabilah mendefinisikan wakaf dengan bahasa
yang sederhana, yaitu menahan asal harta (tanah) dan menyedekahkan manfaat yang
dihasilkan. Itu menurut para ulama ahli fiqih.
Dalam Undang-undang nomor 41 tahun 2004, wakaf
diartikan dengan perbuatan hukum Wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan
sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka
waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau
kesejahteraan umum menurut syariah.
Wakaf berfungsi untuk mewujudkan potensi dan manfaat ekonomis harta benda wakaf
untuk kepentingan ibadah dan untuk memajukan kesejahteraan umum. Kemajuan dan
peningkatan ekonomi umat, bantuan kepada fakir miskin.
B. Dasar Hukum Wakaf
Secara umum tidak terdapat ayat al-Quran yang
menerangkan konsep wakaf secara jelas. Oleh karena wakaf termasuk infaq
fisabilillah, maka dasar yang digunakan para ulama dalam menerangkan konsep
wakaf ini didasarkan pada keumuman ayat-ayat al-Quran yang menjelaskan tentang
infaq fi sabilillah.
Artinya : "Hai orang-orang yang beriman,
nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan
sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu
memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, Padahal kamu
sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya.
dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji." (Q.S al-Baqarah:267).
Artinya : "Kamu sekali-kali tidak sampai kepada
kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu
cintai. dan apa saja yang kamu nafkahkan Maka Sesungguhnya Allah
mengetahuinya." (Q.S ali
Imran:92).
C. Rukun dan Syarat wakaf
Rukun wakaf ada empat, yaitu: pertama, orang yang
berwakaf (al - wakif). Kedua, benda yang diwakafkan (al - mauquf). Ketiga, orang
yang menerima manfaat wakaf (al – mauquf ‘alaihi). Keempat, lafaz atau ikrar
wakaf (sighah).
1. Syarat-syarat orang yang berwakaf
(al-waqif)Syarat-syarat al-waqif ada empat, pertama orang yang berwakaf ini
mestilah memiliki secara penuh harta itu, artinya dia merdeka untuk mewakafkan
harta itu kepada sesiapa yang ia kehendaki. Kedua dia mestilah orang yang
berakal, tak sah wakaf orang bodoh, orang gila, atau orang yang sedang mabuk.
Ketiga dia mestilah baligh. Dan keempat dia mestilah orang yang mampu bertindak
secara hukum (rasyid). Implikasinya orang bodoh, orang yang sedang muflis dan
orang lemah ingatan tidak sah mewakafkan hartanya.
2. Syarat-syarat harta yang diwakafkan (al-mauquf)Harta
yang diwakafkan itu tidak sah dipindahmilikkan, kecuali apabila ia memenuhi
beberapa persyaratan yang ditentukan oleh ah; pertama barang yang diwakafkan
itu mestilah barang yang berharga Kedua, harta yang diwakafkan itu mestilah
diketahui kadarnya. Jadi apabila harta itu tidak diketahui jumlahnya (majhul),
maka pengalihan milik pada ketika itu tidak sah. Ketiga, harta yang diwakafkan
itu pasti dimiliki oleh orang yang berwakaf (wakif). Keempat, harta itu
mestilah berdiri sendiri, tidak melekat kepada harta lain (mufarrazan) atau
disebut juga dengan istilah (ghaira shai’).
3. Syarat-syarat orang yang menerima manfaat wakaf
(al-mauquf alaih) Dari segi klasifikasinya orang yang menerima wakaf ini ada
dua macam, pertama tertentu (mu’ayyan) dan tidak tertentu (ghaira mu’ayyan).
Yang dimasudkan dengan tertentu ialah, jelas orang yang menerima wakaf itu,
apakah seorang, dua orang atau satu kumpulan yang semuanya tertentu dan tidak
boleh dirubah. Sedangkan yang tidak tentu maksudnya tempat berwakaf itu tidak
ditentukan secara terperinci, umpamanya seseorang sesorang untuk orang fakir,
miskin, tempat ibadah, dll. Persyaratan bagi orang yang menerima wakaf tertentu
ini (al-mawquf mu’ayyan) bahwa ia mestilah orang yang boleh untuk memiliki
harta (ahlan li al-tamlik), Maka orang muslim, merdeka dan kafir zimmi yang
memenuhi syarat ini boleh memiliki harta wakaf. Adapun orang bodoh, hamba
sahaya, dan orang gila tidak sah menerima wakaf. Syarat-syarat yang berkaitan
dengan ghaira mu’ayyan; pertama ialah bahwa yang akan menerima wakaf itu
mestilah dapat menjadikan wakaf itu untuk kebaikan yang dengannya dapat
mendekatkan diri kepada Allah. Dan wakaf ini hanya ditujukan untuk kepentingan
Islam saja.
4. Syarat-syarat Shigah Berkaitan dengan isi ucapan
(sighah) perlu ada beberapa syarat. Pertama, ucapan itu mestilah mengandungi
kata-kata yang menunjukKan kekalnya (ta’bid). Tidak sah wakaf kalau ucapan
dengan batas waktu tertentu. Kedua, ucapan itu dapat direalisasikan segera
(tanjiz), tanpa disangkutkan atau digantungkan kepada syarat tertentu. Ketiga,
ucapan itu bersifat pasti. Keempat, ucapan itu tidak diikuti oleh syarat yang
membatalkan. Apabila semua persyaratan diatas dapat terpenuhi maka penguasaan
atas tanah wakaf bagi penerima wakaf adalah sah. Pewakaf tidak dapat lagi
menarik balik pemilikan harta itu telah berpindah kepada Allah dan penguasaan
harta tersebut adalah orang yang menerima wakaf secara umum ia dianggap
pemiliknya tapi bersifat ghaira tammah.
D. Harta Benda Wakaf dan Pemanfaatannya.
Harta benda wakaf adalah harta benda yang memiliki
daya tahan lama dan manfaat jangka panjang serta mempunyai nilai ekonomi
menurut syariah yang diwakafkan oleh wakif. Harta benda wakaf terdiri dari
benda tidak bergerak, dan benda bergerak.
1. Wakaf benda tidak bergerak
a. Hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang - undangan yang berlaku, baik yang sudah maupun yang belum terdaftar.
b. Bangunan atau bagian bangunan yang berdiri di atas
tanah.
c. Tanaman dan benda lain yang berkaitan dengan tanah.
d. Hak milik atas satuan rumah susun sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang – undangan yang berlaku.
BAB.III
PENUTUP
A.Kesimpulan
1.
Wasiat di
ambil dari bahasa arab al-washiyah (الوصيه) yang artinya pesan, perintah atau
nasehat. Sedangkan pengertian wasiat menurut ulama’ miqh adalah memberikan
harta dengan suka rela kepada seseorang yang akan berlaku jika si pewasiat
meninggal dunia. Baik harta itu berbentuk material maupun nasehat.
2. Kata
"hibah" berasal dari bahasa Arab yang secara etimologis berarti
melewatkan atau menyalurkan, dengan demikian
berarti telah disalurkan dari tangan orang yang memeberi kepada tangan orang
yang diberi.
3.
wakaf
sebagai menahan materi benda (al-‘ain) milik Wakif dan menyedekahkan atau
mewakafkan manfaatnya kepada siapapun yang diinginkan untuk tujuan kebajikan
B.Saran
Jika ada materi yang belum jelas diharapkan
pertanyaannya dan sifatnya tidak menguju pemahaman pemateri
No comments:
Post a Comment