16 Mar 2015

KETENTUAN WASIAT,HIBAH DAN WAQAF



MAKALAH
KETENTUAN WASIAT,HIBAH DAN WAQAF



Disusun oleh

Kelompok 2:

Sapryanto J.J. Bolla
Muh.Ikram.Ramadhan
Novi Sasmita


                                                                                               

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2012





KATA PENGANTAR

Assalamu a’laikum wr.wb
    Puji syukur kita panjatkan ehadirat Allah SWT kaena denagn rahmat dan karunianya sehingga makalah ini dapat diselesaikan sesuai yang diharapkan,shalwat serta salam mudah-mudahan tetap tercurahkan kepada Rasulullah SAW
Terima kasih kami ucapkan kepada seluruh pihak yang telah membantu kami baik itu secara langsung dan tidak  langsung dalam menyelesaikan makalah AIK ini,kepada teman-teman kelompok yang turut aktik dalam menyelessaikan makalah ini serta kepada dosen pembimbing AIK,dan teman-teman lainnya yang turut membantu kami dalam proses menyelesaikan makalah kami
Makalah AIK dengan judul Ketentuan wasiat,hibah,dan wakaf,menjelaskan tentang apa itu wasiat,hibah,dan wakaf,serta ketentuan-ketentuan yang telah dijelaskan dalam AL-Qur’an yang digunakan ummat muslim sebagai pedoman dalam menjalani kehidupan di dunia ini
Jika nantinya pada makalh ini terdapat kesalahan baik itu dalam segi konsep dan penulisan,kami mohon kritikan dan saran yang sifatnya membangun,sehingga kedepannya bisa menjadi lebih baik lagi
Demikianlah dan kami ucapkan
Assalamu a’laikum wr.wb






                                                                                                Makassar,9 november 2012

                                                                                                            (Penyusun)




DAFTAR ISI

Halaman judul..........................................................................................................................
Kata pengantar.........................................................................................................................
Daftar  isi.................................................................................................................................
Bab.1 Pendahuluan
1.      Latar belakang.............................................................................................................
2.      Rumusan masalah........................................................................................................
3.      Tujuan.........................................................................................................................
Bab.2 Pembahasan
1.      Wasiat.........................................................................................................................
2.      Hibah..........................................................................................................................
3.      Wakaf.........................................................................................................................
Bab.3 Penutup
1.      Kesimpulan.................................................................................................................
2.      Saran...........................................................................................................................
Daftar pustaka........................................................................................................................












BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar belakang
Islam adalah agama yang mengatur segala aspek kehidupan manusia dimuka bumi ini baik itu tentang masalah besar dan maupun masalah yang kecil.salah satu yang diajarkan dalam agama islam tentang ketentuan dalam wasiat,hibah dan waqaf.ummat muslin disarankan agar menjalankan ketiganya seperti wasiat,hibah,dan waqaf dari harta kekayaan yang dimilikinya,wasiat merupakan nasihat,pesan yang diberikan kepada orang lain baik itu berupa harta material yang berlaku jika si pemberi wasiat meninggal dunia,seperti halnya mendirikan masjid,wasiat dilaksanakan ketika si pemberi pesan telah meninggal,jika belum itu buka wasiat namanya tapi sedekah,sedangkan hibah merupakan pemberian harta dari dipemberi ke orang yang menerimanya,jadi hibah tidak jauh berbeda dengan pemberian hadiah kepada orang lain,dan terakhir waqaf merupakan pelepasan harta milik seseorang kepada hal yang baik.jadi ketiga ini merupakan tuntunan dalan ajaran islam yang diperintahkan oleh Allah SWT kepada ummatnya untuk dijalankan di muka bumi ini

B.Rumusan masalah
1.      Jelaskan secara rinci tentang wasiat?
2.      Jelaskan secara rinci tentang hibah?
3.      Jelaskan secara rinci tentang waqaf?









BAB II
PEMBAHASAN

A.Wasiat
1.Pengertian wasiat
Wasiat di ambil dari bahasa arab al-washiyah (الوصيه) yang artinya pesan, perintah atau nasehat. Sedangkan pengertian wasiat menurut ulama’ miqh adalah memberikan harta dengan suka rela kepada seseorang yang akan berlaku jika si pewasiat meninggal dunia. Baik harta itu berbentuk material maupun nasehat.
Wasiat juga tidak hanya dikenal dalam system ekonomi Islam saja melainkan system hukum barat misalnya testamen yakni suatu pernyataan yang dikehendaki kepada seseorang yang akan dilakukan setelah wafat.
Menurut Abd Al-Rahim dalam bukunya Al-Muhabadat Fil Al-Miras Al-Muqaram mendefenisikan wasiat adalah tindakan seseorang memberikan hak kepada orang lain untuk memiliki sesuatu baik berupa benda atau manfaat secara suka rela atau tidak mengharapkan imbalan yang pelaksanaannya ditangguhkan setelah peristiwa kematian orang yang berwasiat kematian orang yang berwasiat.

2.Dalil-dalil tentang wasiat
Dalil mengenai wasiat terdapat beberapa hadist dan ayat al-Quran dalam surat An-Nisa ayat 11:
الْمُتَّقِينَ عَلَى حَقًّا بِالْمَعْرُوفِ وَالْأَقْرَبِينَ لِلْوَالِدَيْنِ الْوَصِيَّةُ خَيْرًا تَرَكَ إِنْ الْمَوْتُ أَحَدَكُمُ حَضَرَ إِذَا عَلَيْكُمْ كُتِبَ
عَلِيمٌ سَمِيعٌ    إِنَّ يُبَدِّلُونَهُ الَّذِينَ عَلَى إِثْمُهُ فَإِنَّمَا سَمِعَهُ بَعْدَمَا بَدَّلَهُ فَمَنْ;
Artinya:
             180. Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda)       maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, Berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma'ruf,[1] (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa.
181. Maka Barangsiapa yang mengubah wasiat itu, setelah ia mendengarnya, Maka Sesungguhnya dosanya adalah bagi orang-orang yang mengubahnya. Sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.

Dalam Sunnah, Rasulullah s.a.w. bersabda:“Seseorang Muslim yang mempunyai sesuatu yang boleh diwasiatkan tidak sepatutnya tidur dua malam berturut-turut melainkan dia menulis wasiat disisinya.”
- Hadis riwayat Bukhari dan Muslim

Hadis ini menyebut kalimah 'tidak sepatutnya' menunjukkan bahwa langkah persediaan perlu diambil oleh setiap seorang Muslim dengan menulis wasiatnya karena dia tidak mengetahui bila ajalnya akan tiba. Kemungkinan kelalaiannya akan mengakibatkan segala hajatnya tergendala dan tidak terlaksana.
Rasulullah s.a.w. turut besabda:
“Orang yang malang ialah orang yang tidak sempat berwasiat.”
- Hadis riwayat Ibnu Majah

Sabda Rasulullah s.a.w. lagi:
“Siapa yang meninggal dunia dengan meninggal wasiat maka ia mati di atas jalan Islam dan mengikuti Sunnah. Dia mati dalam keadaan taqwa, bersyahadah dan dalam keadaan diampunkan.”
-     Hadis riwayat Ibnu Majjah
3.Ciri-ciri wasiat
Terdapat beberapa ciri wasiat yang perlu diperhatikan bagi seroang muslim yakni:
1.    Harta yang diwasiatkan mestilah tidak lebih dari sepertiga (1/3) dari harta pusaka bersih, melainkan mendapat persetujuan dari ahli-ahli waris.
2.    Si penerima hendaklah bukan pewaris atau ahli waris melainkan  yaitu yang tidak ada hak faroid atau hak pembagian harta atas si mayit, melainkan mendapat persetujuan dari pada ahli waris yang lain.
Dari Abu Umamah al-Bahili ra, ia menyatakan: Saya pernah mendengar Rasulullah saw menegaskan dalam khutbahnya pada waktu haji wada’, “Sesungguhnya Allah benar-benar telah memberi setiap orang yang mempunyai hak akan haknya. Oleh karena itu, tak ada wasiat bagi ahli waris.
3.    Jika penerima wasiat meninggal lebih dulu dari pada si pewasiat, maka masiat tersebut adalah batal
4.    Jika si penerima waris meninggal setelah menerima wasiat si dan setelah pewasiat meninggal dalam waktu yang berdekatan, maka berhak di berikan atas keluarga si penerima wasiat.
5.    Setelah kematian pewasiat, perlu ditolak dulu kos perbelanjaan, perkebumian dan pembayaran hutang si mayit.
6.    Wasiat boleh ditarikbalik pada bila-bila masa kerana ia hanya berkuat kuasa selepas kematian pewasiat dan wasiat tersebut perlulah dibuat secara sukarela.
B.Hibah
1. Pengertian Hibah
Kata "hibah" berasal dari bahasa Arab yang secara etimologis berarti melewatkan atau menyalurkan, dengan demikian berarti telah disalurkan dari tangan orang yang memberi kepada tangan orang yang diberi.
Sayyid Sabiq mendefinisikan hibah adalah akad yang pokok persoalannya pemberian harta milik seseorang kepada orang lain di waktu dia hidup, tanpa adanya imbalan.
Sedangkan Sulaiman Rasyid mendefinisikan bahwa hibah adalah memberikan zat dengan tidak ada tukarnya dan tidak ada karenanya.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hibah adalah merupakan suatu pemberian yang bersifat sukarela (tidak ada sebab dan musababnya) tanpa ada kontra prestasi dari pihak penerima pemberian, dan pemberian itu dilangsungkan pada saat si pemberi masih hidup (inilah yang membedakannya dengan wasiat, yang mana wasiat diberikan setelah si pewasiat meninggal dunia).
Dalam istilah hukum perjanjian yang seperti ini dinamakan juga dengan perjanjian sepihak (perjanjian unilateral) sebagai lawan dari perjanjian bertimbal balik (perjanjian bilateral).
2. Dasar Hukum Hibah
Dasar hukum hibah ini dapat kita pedomani hadits Nabi Muhammad SAW antara lain hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad dari hadits Khalid bin 'Adi, bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda yang artinya sebagai berikut :
"Barangsiapa mendapatkan kebaikan dari saudaranya yang bukan karena mengharap-harapkan dan meminta-minta, maka hendaklah ia menerimanya dan tidak menolaknya, karena ia adalah rezeki yang diberi Allah kepadanya".
3. Rukun Dan Syarat Sahnya Hibah
A.Rukun hibah
Adapun rukun hibah adalah sebagai berikut:
1. Penghibah , yaitu orang yang memberi hibah
2. Penerima hibah yaitu orang yang menerima pemberian
3. Ijab dan kabul.
4. Benda yang dihibahkan.
B. Syarat-syarat sah hibah
1. Syarat-syarat bagi penghibah
a. Barang yang dihibahkan adalah milik si penghibah; dengan demikian tidaklah sah menghibahkan barang milik orang lain.
b. Penghibah bukan orang yang dibatasi haknya disebabkan oleh sesuatu alasan
c. Penghibah adalah orang yang cakap bertindak menurut hukum (dewasa dan tidak kurang akal).
d. Penghibah tidak dipaksa untuk memberikan hibah.
2. Syarat-syarat penerima hibah
Bahwa penerima hibah haruslah orang yang benar-benar ada pada waktu hibah dilakukan. Adapun yang dimaksudkan dengan benar-benar ada ialah orang tersebut (penerima hibah) sudah lahir. Dan tidak dipersoalkan apakah dia anak-anak, kurang akal, dewasa. Dalam hal ini berarti setiap orang dapat menerima hibah, walau bagaimana pun kondisi fisik dan keadaan mentalnya. Dengan demikian memberi hibah kepada bayi yang masih ada dalam kandungan adalah tidak sah.
3. Syarat-syarat benda yang dihibahkan
a. Benda tersebut benar-benar ada;
b. Benda tersebut mempunyai nilai;
c. Benda tersebut dapat dimiliki zatnya, diterima peredarannya dan pemilikannya dapat dialihkan;
d. Benda yang dihibahkan itu dapat dipisahkan dan diserahkan kepada penerima hibah.
Adapun mengenai ijab kabul yaitu adanya pernyataan, dalam hal ini dapat saja dalam bentuk lisan atau tulisan.
Menurut beberapa ahli hukum Islam bahwa ijab tersebut haruslah diikuti dengan kabul, misalnya : si penghibah berkata : "Aku hibahkan rumah ini kepadamu", lantas si penerima hibah menjawab : "Aku terima hibahmu".
Sedangkan Hanafi berpendapat ijab saja sudah cukup tanpa harus diikuti oleh kabul, dengan pernyataan lain hanya berbentuk pernyataan sepihak.
Adapun menyangkut pelaksanaan hibah menurut ketentuan syari'at Islam adalah dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Penghibahan dilaksanakan semasa hidup, demikian juga penyerahan barang yang dihibahkan.
2. Beralihnya hak atas barang yang dihibahkan pada saat penghibahan dilakukan.
3. Dalam melaksanakan penghibahan haruslah ada pernyataan, terutama sekali oleh si pemberi hibah.
4. Penghibahan hendaknya dilaksanakan di hadapan beberapa orang saksi (hukumnya sunat), hal ini dimaksudkan untuk menghindari silang sengketa dibelakang hari.
4. Hibah Orang Sakit Dan Hibah Seluruh Harta
Apabila seseorang menghibahkan hartanya sedangkan ia dalam keadaan sakit, yang mana sakitnya tersebut membawa kepada kematian, hukum hibahnya tersebut sama dengan hukum wasiatnya, maka apabila ada orang lain atau salah seorang ahli waris mengaku bahwa ia telah menerima hibah maka hibahnya tersebut dipandang tidak sah.
Sedangkan menyangkut penghibahan seluruh harta, sebagaimana dikemukakan oleh Sayid Sabiq, bahwa menurut jumhur ulama seseorang dapat / boleh menghibahkan semua apa yang dimilikinya kepada orang lain.
Muhammad Ibnu Hasan (demikian juga sebagian pentahqiq mazhab Hanafi) berpendapat bahwa : Tidak sah menghibahkan semua harta, meskipun di dalam kebaikan. Mereka menganggap orang yang berbuat demikian itu sebagai orang yang dungu dan orang yang dungu wajib dibatasi tindakannya.
C.Waqaf
1.Pengertian waqaf
Secara etimologi, wakaf berasal dari “Waqf” yang berarti “al-Habs”. Merupakan kata yang berbentuk masdar (infinitive noun) yang pada dasarnya berarti menahan, berhenti, atau diam. Apabila kata tersebut dihubungkan dengan harta seperti tanah, binatang dan yang lain, ia berarti pembekuan hak milik untuk faedah tertentu. Dalam pengertian hukum Islam wakaf adalah melepas kepemilikan atas harta yang dapat bermanfaat dengan tanpa mengurangi bendanya untuk diserahkan kepada perorangan atau kelompok (organisasi) agar dimanfaatkan untuk tujuan-tujuan yang tidak bertentangan dengan syari’at. Definisi wakaf menurut ahli fiqh adalah sebagai berikut:
Pertama, Hanafiyah mengartikan wakaf sebagai menahan materi benda (al-‘ain) milik Wakif dan menyedekahkan atau mewakafkan manfaatnya kepada siapapun yang diinginkan untuk tujuan kebajikan. Definisi wakaf tersebut menjelaskan bahawa kedudukan harta wakaf masih tetap tertahan atau terhenti di tangan Wakif itu sendiri. Dengan artian, Wakif masih menjadi pemilik harta yang diwakafkannya, manakala perwakafan hanya terjadi ke atas manfaat harta tersebut, bukan termasuk asset hartanya.
Kedua, Malikiyah berpendapat, wakaf adalah menjadikan manfaat suatu harta yang dimiliki (walaupun pemilikannya dengan cara sewa) untuk diberikan kepada orang yang berhak dengan satu akad (shighat) dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan keinginan Wakif. Definisi wakaf tersebut hanya menentukan pemberian wakaf kepada orang atau tempat yang berhak saja.
Ketiga, Syafi‘iyah mengartikan wakaf dengan menahan harta yang bisa memberi manfaat serta kekal materi bendanya (al-‘ain) dengan cara memutuskan hak pengelolaan yang dimiliki oleh Wakif untuk diserahkan kepada Nazhir yang dibolehkan oleh syariah. Golongan ini mensyaratkan harta yang diwakafkan harus harta yang kekal materi bendanya (al-‘ain) dengan artian harta yang tidak mudah rusak atau musnah serta dapat diambil manfaatnya secara berterusan.
Keempat, Hanabilah mendefinisikan wakaf dengan bahasa yang sederhana, yaitu menahan asal harta (tanah) dan menyedekahkan manfaat yang dihasilkan. Itu menurut para ulama ahli fiqih.
Dalam Undang-undang nomor 41 tahun 2004, wakaf diartikan dengan perbuatan hukum Wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah.
            Wakaf berfungsi untuk mewujudkan potensi dan manfaat ekonomis harta benda wakaf untuk kepentingan ibadah dan untuk memajukan kesejahteraan umum. Kemajuan dan peningkatan ekonomi umat, bantuan kepada fakir miskin.
                                                                                           
B.     Dasar Hukum Wakaf
Secara umum tidak terdapat ayat al-Quran yang menerangkan konsep wakaf secara jelas. Oleh karena wakaf termasuk infaq fisabilillah, maka dasar yang digunakan para ulama dalam menerangkan konsep wakaf ini didasarkan pada keumuman ayat-ayat al-Quran yang menjelaskan tentang infaq fi sabilillah.
Artinya : "Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, Padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji." (Q.S al-Baqarah:267).
Artinya : "Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. dan apa saja yang kamu nafkahkan Maka Sesungguhnya Allah mengetahuinya." (Q.S ali Imran:92).
C.     Rukun dan Syarat wakaf
Rukun wakaf ada empat, yaitu: pertama, orang yang berwakaf (al - wakif). Kedua, benda yang diwakafkan (al - mauquf). Ketiga, orang yang menerima manfaat wakaf (al – mauquf ‘alaihi). Keempat, lafaz atau ikrar wakaf (sighah).
1.      Syarat-syarat orang yang berwakaf (al-waqif)Syarat-syarat al-waqif ada empat, pertama orang yang berwakaf ini mestilah memiliki secara penuh harta itu, artinya dia merdeka untuk mewakafkan harta itu kepada sesiapa yang ia kehendaki. Kedua dia mestilah orang yang berakal, tak sah wakaf orang bodoh, orang gila, atau orang yang sedang mabuk. Ketiga dia mestilah baligh. Dan keempat dia mestilah orang yang mampu bertindak secara hukum (rasyid). Implikasinya orang bodoh, orang yang sedang muflis dan orang lemah ingatan tidak sah mewakafkan hartanya.
2.       Syarat-syarat harta yang diwakafkan (al-mauquf)Harta yang diwakafkan itu tidak sah dipindahmilikkan, kecuali apabila ia memenuhi beberapa persyaratan yang ditentukan oleh ah; pertama barang yang diwakafkan itu mestilah barang yang berharga Kedua, harta yang diwakafkan itu mestilah diketahui kadarnya. Jadi apabila harta itu tidak diketahui jumlahnya (majhul), maka pengalihan milik pada ketika itu tidak sah. Ketiga, harta yang diwakafkan itu pasti dimiliki oleh orang yang berwakaf (wakif). Keempat, harta itu mestilah berdiri sendiri, tidak melekat kepada harta lain (mufarrazan) atau disebut juga dengan istilah (ghaira shai’).
3.       Syarat-syarat orang yang menerima manfaat wakaf (al-mauquf alaih) Dari segi klasifikasinya orang yang menerima wakaf ini ada dua macam, pertama tertentu (mu’ayyan) dan tidak tertentu (ghaira mu’ayyan). Yang dimasudkan dengan tertentu ialah, jelas orang yang menerima wakaf itu, apakah seorang, dua orang atau satu kumpulan yang semuanya tertentu dan tidak boleh dirubah. Sedangkan yang tidak tentu maksudnya tempat berwakaf itu tidak ditentukan secara terperinci, umpamanya seseorang sesorang untuk orang fakir, miskin, tempat ibadah, dll. Persyaratan bagi orang yang menerima wakaf tertentu ini (al-mawquf mu’ayyan) bahwa ia mestilah orang yang boleh untuk memiliki harta (ahlan li al-tamlik), Maka orang muslim, merdeka dan kafir zimmi yang memenuhi syarat ini boleh memiliki harta wakaf. Adapun orang bodoh, hamba sahaya, dan orang gila tidak sah menerima wakaf. Syarat-syarat yang berkaitan dengan ghaira mu’ayyan; pertama ialah bahwa yang akan menerima wakaf itu mestilah dapat menjadikan wakaf itu untuk kebaikan yang dengannya dapat mendekatkan diri kepada Allah. Dan wakaf ini hanya ditujukan untuk kepentingan Islam saja.
4.       Syarat-syarat Shigah Berkaitan dengan isi ucapan (sighah) perlu ada beberapa syarat. Pertama, ucapan itu mestilah mengandungi kata-kata yang menunjukKan kekalnya (ta’bid). Tidak sah wakaf kalau ucapan dengan batas waktu tertentu. Kedua, ucapan itu dapat direalisasikan segera (tanjiz), tanpa disangkutkan atau digantungkan kepada syarat tertentu. Ketiga, ucapan itu bersifat pasti. Keempat, ucapan itu tidak diikuti oleh syarat yang membatalkan. Apabila semua persyaratan diatas dapat terpenuhi maka penguasaan atas tanah wakaf bagi penerima wakaf adalah sah. Pewakaf tidak dapat lagi menarik balik pemilikan harta itu telah berpindah kepada Allah dan penguasaan harta tersebut adalah orang yang menerima wakaf secara umum ia dianggap pemiliknya tapi bersifat ghaira tammah.

D.     Harta Benda Wakaf dan Pemanfaatannya.
Harta benda wakaf adalah harta benda yang memiliki daya tahan lama dan manfaat jangka panjang serta mempunyai nilai ekonomi menurut syariah yang diwakafkan oleh wakif. Harta benda wakaf terdiri dari benda tidak bergerak, dan benda bergerak.

1.      Wakaf benda tidak bergerak
a.       Hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang - undangan yang berlaku, baik yang sudah maupun yang belum terdaftar.
b.      Bangunan atau bagian bangunan yang berdiri di atas tanah.
c.       Tanaman dan benda lain yang berkaitan dengan tanah.
d.      Hak milik atas satuan rumah susun sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan yang berlaku.



BAB.III
PENUTUP
   A.Kesimpulan
1.      Wasiat di ambil dari bahasa arab al-washiyah (الوصيه) yang artinya pesan, perintah atau nasehat. Sedangkan pengertian wasiat menurut ulama’ miqh adalah memberikan harta dengan suka rela kepada seseorang yang akan berlaku jika si pewasiat meninggal dunia. Baik harta itu berbentuk material maupun nasehat.
2.      Kata "hibah" berasal dari bahasa Arab yang secara etimologis berarti melewatkan atau menyalurkan, dengan demikian berarti telah disalurkan dari tangan orang yang memeberi kepada tangan orang yang diberi.
3.     wakaf sebagai menahan materi benda (al-‘ain) milik Wakif dan menyedekahkan atau mewakafkan manfaatnya kepada siapapun yang diinginkan untuk tujuan kebajikan
B.Saran
Jika ada materi yang belum jelas diharapkan pertanyaannya dan sifatnya tidak menguju pemahaman pemateri

No comments:

Translate