BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Sejak
menginjakkan kakinya di bumi Indonesia pada tahun 1956, penjajah Belanda kurang
memperhatikan kesejahteraan golongan pribumi (orang-orang Indonesia). Mereka terus
mengeruk kekayaan alam dan menindas rakyat Indonesia, tanpa mau memperhatikan
nasib rakyat itu sendiri. Pada akhir abad ke-19, C.Th.van Deventer mengkritik
keadaan itu melalui salah satu karangannya yang berjudul Utang Budi. C.Th van
Deventer antara lain menyetakan bahwa kemakmuran Belanda diperoleh berkat kerja
dan jasa orang Indonesia. Oleh sebab itu, bangsa Belanda sebagai bangsa yang
maju dan bermoral harus membayar utang budi kepada bangsa Indonesia. Caranya
adalah dengan menjalankan Politik Balas Budi atau dikenal dengan sebutan
Politik Etis.
Politik
Etis yang diuslkan olehC.Th van Deventer berisi tentang perbaikanperbaikan
dalam bidang irigasi (pengairan), transmigrasi (perpindahan), dan edukasi
(pendidikan). Akan tetapi pelaksanaannya tidak terlepas dari kepentingan
pemerintah Hindia Belanda. Politik Etis sebenarnya merupakan bentuk penjajahan
kebudayaan yang halus sekali. Program edukasi itu sendiri sebenarnya merupakan
pelaksanaan dari Politik Asosiasi yang berarti penggantian kebudayaan asli tanah
jajahan dengan kebudayaan penjajah.
Walaupun
menyimpang dari tujuan semula, beberapa pelaksanaan dari Politik Etis telah
membawa pengaruh yang baik. Misalnya, dengan didirikannya sekolah-sekolah untuk
golongan pribumi. Tujuannya adalah untuk memperoleh tenaga baru pegawai rendah
yang bersedia digaji lebih murah dari pada tenaga bangsa-bangsa Belanda.
Banyaknya penduduk pribumi yang bersekolah telah menghasilkan kaum cerdik
pandai dikalangan penduduk pribumi. Kaum cerdik pandai inilah yang mempelopori
kesadaran kebangsaan, yaitu suatu kesadaran tentang perlunya persatuan dan
kesatuan bangsa. Peristiwa timbulnya kesadaran berbangsa disebut Kebangkitan
Nasional Indonesia. Kaum cerdik pandai ini pula yang mempelopori dan memimpin
pergerakan nasional pada awal abad ke-20.
1.2 Rumusan
Masalah
Adapun
rumusan masalah dari makalah ini adalah sebagai berikut :
·
Bagaimana
perkembangan pergerakan nasional Indonesia (Budi Utomo, Sarekat Dagang Islam,
Indische Partij, Partai Nasional Indonesia, Usaha Mempersatukan Partai-Partai,
Pergerakan Kaum Wanita, Sumpah Pemuda).
1.3 Tujuan
Adapun
tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
·
Sebagai
pemenuhan tugas mata kuliah Sejarah Nasional Indonesia IV (SNI IV).
·
Untuk memperluas
wawasan pengetahuan tentang pergerakan nasional Indonesia.
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Budi
Utomo
Pada
tahun 1906 di Yogyakarta dr. Wahidin Sudirohusodo mempunyai gagasan untuk
mendirikan studiefonds atau dana pelajar. Tujuannya adalah mengumpulkan dana
untuk membiayaai pemuda-pemuda bumi putra yang pandai, tetapi miskin agar dapat
memneruskan ke sekolah yang lebih tinggi. Untuk mewujudkan gagasan nya
tersebut, beliau mengadakan perjalanan keliling jawa.
Ketika
sampai di Jakarta, dr. Wahidin Sudirohusodo bertemu dengan mahasiswa-mahasiswa
STOVIA. STOVIA adalah sekolah untuk mendidik dokterdokter pribumi.
Mahasiswa-mahasiswa tersebut antara lain Sutomo, Cipto Mangunkusumo, Gunawan
Mangunkusumo, Suraji, dan Gumbrek. Dr. Wahidin Sudirohusodo memberikan dorongan
kepada mereka agar membentuk suatu organisasi. Dorongan tersebut mendapat
sambutan baik dari para mahasiswa STOVIA.
Pada
tanggal 20 Mei 1908 bertempat di Gedung STOVIA. Para mahasiswa STOVIA
mendirikan organisasi yang diberi nama Budi Utomo. Budi Utomo artinya budi yang
utama. Tanggal berdirinya Budi Utomo yaitu 20 Mei dijadikan sebagai Hari
Kebangkitan Nasional.
Budi
Utomo adalah organisasi pergerakan modern yang pertama di Indonesia dengan
memiliki struktur organisasi pengurus tetap, anggota, tujuan dan juga rencana
kerja dengan aturan-aturan tertentu yang telah ditetapkan. Budi utomo pada saat
ini lebih dikenal oleh masyarakat sebagai salah satu STM yang memiliki siswa
yang suka tawuran, bikin rusuh, bandel, dan sebagainya. Biasanya anak sekolah
tersebut menyebut dengan singkatan Budut / Boedoet (Boedi Oetomo). Pada artikel
kali ini yang kita sorot adalah Budi Utomo yang organisasi jaman dulu, bukan
yang STM.
Budi
Utomo didirikan oleh mahasiswa STOVIA dengan pelopor pendiri Dr. Wahidin
Sudirohusodo dan Sutomo pada tanggal 20 Mei 1908 yang bertujuan untuk memajukan
Bangsa Indonesia, meningkatkan martabat bangsa dan membangkitkan Kesadaran
Nasional. Tanggal 20 Mei 1908 biasa diperingati sebagai Hari Kebangkitan
Nasional Indonesia.
Sebagai
suatu organisasi yang baik, Budi Utomo memberikan usulan kepada pemerintah
Hindia Belanda sebagai mana berikut ini :
1.
Meninggikan tingkat pengajaran di sekolah guru baik guru bumi putera maupun
sekolah priyayi.
2.
Memberi beasiswa bagi orang-orang bumi putera.
3.
Menyediakan lebih banyak tempat pada sekolah pertanian.
4. Izin
pendirian sekolah desa untuk Budi Utomo.
5.
Mengadakan sekolah VAK / kejuruan untuk para bumi putera dan para perempuan.
6.
Memelihara tingkat pelajaran di sekolah-sekolah dokter jawa.
7.
Mendirikan TK / Taman kanak-kanak untuk bumi putera.
8.
Memberikan kesempatan bumi putra untuk mengenyam bangku pendidikan di sekolah
rendah eropa atau sekolah Tionghoa - Belanda.
Kongres
pertama budi utomo diadakan di Yogyakarta pada oktober 1908 untuk
mengkonsolidasikan diri dengan membuat keputusan sebagai berikut :
1. Tidak
mengadakan kegiatan politik.
2. Bidang
utama adalah pendidikan dan kebudayaan.
3.
Terbatas wilayah jawa dan madura.
4.
Mengangkat R.T. Tirtokusumo yang menjabat sebagai Bupati Karanganyar sebagai
ketua.
Pemerintah
Hindia-Belanda mengesahkan Budi Utomo sebaga badan hukum yang sah karena
dinilai tidak membahayakan, namun tujuan organisasi Budi Utomo tidak maksimal
karena banyak hal, yakni :
1.
Mengalami kesulitan dinansial
2.
Kelurga R.T. Tirtokusumo lebih memperhatikan kepentingan pemerintah kolonial
daripada rakyat.
3. Lebih
memajukan pendidikan kaum priyayi dibanding rakyat jelata.
4.
Keluarga anggota-anggota dari golongan mahasiswa dan pelajar.
5.
Bupati-bupati lebih suka mendirikan organisasi masing-masing.
6. Bahasa
belanda lebih menjadi prioritas dibandingkan dengan Bahasa Indonesia.
7.
pengaruh golongan priyayi yang mementingkan jabatan lebih kuat dibandingkan
yang nasionalis.
2.2
Serikat Dagang Islam
Revolusi
Nasional Cina yang dipelopori oleh dr. Sun Yat Sen pada tanggal 10 Oktober 1911
telah berpengaruh terhadap orang-orang Cina perantauan di Indonesia. Mereka
segera mendirikan ikatan-ikatan yang bercorak nasionalis Cina. Kedudukan mereka
dibidang ekonomi sangat kuat. Mereka menguasai penjualan bahan-bahan batik.
Para pedagang batik pribumi merasa terdesak atau dirugikan. Untuk menghadapi
para pedagang Cina itu, pada tahun 1911 para pedagang batik Solo dibawah
pimpinan H. Samanhudi mendirikan Serikat Dagang Islam (SDI). Tujuan berdirinya
Sarikat Dagang Islam adalah :
a.
Memajukan perdagangan.
b.
Melawan monopoli pedagang tionghoa, dan
c.
Memajukan agama Islam.
Serikat
Dagang Islam mengalami perkembangan pesat karena bersifat nasionalis, religius,
dan ekonomis.
2.3
Indische Partij
Indische Partij adalah partai
politik pertama di Hindia
Belanda, berdiri tanggal 25 Desember1912. Didirikan oleh tiga
serangkai, yaitu E.F.E. Douwes Dekker, Tjipto Mangunkusumo dan Ki Hajar Dewantara. Maksudnya adalah untuk mengganti
Indische Bond yang merupakan organisasi orang-orang Indonesia
dan Eropa
di Indonesia.
Hal ini disebabkan adanya keganjilan-keganjilan yang terjadi (diskriminasi)
khususnya antara keturunan Belanda totok dengan orang Belanda campuran (Indonesia). IP
sebagai organisasi campuran menginginkan adanya kerja sama orang Indo dan bumi
putera. Hal ini disadari benar karena jumlah orang Indo sangat sedikit, maka
diperlukan kerja sama dengan orang bumi putera agar kedudukan organisasinya
makin bertambah kuat.
Indische Partij, yang berdasarkan golongan indo yang makmur,
merupakan partai pertama yang menuntut kemerdekaan Indonesia.
Partai ini berusaha didaftarkan status badan hukumnya pada pemerintah
kolonial Hindia Belanda tetapi ditolak pada tanggal 11 Maret
1913, penolakan dikeluarkan oleh Gubernur
Jendral Idenburg sebagai wakil pemerintah Belanda di negara jajahan.
Alasan penolakkannya adalah karena organisasi ini dianggap oleh pemerintah
kolonial saat itu dapat membangkitkan rasa nasionalisme
rakyat dan bergerak dalam sebuah kesatuan untuk menentang pemerintah kolonial
Belanda.
Selain itu juga disadari betapa pun baiknya usaha yang dibangun oleh orang
Indonesia, tidak akan mendapat tanggapan rakyat tanpa adanya bantuan
orang-orang bumiputera.
Perlu diketahui bahwa E.F.E Douwes Dekker dilahirkan dari keturunan campuran,
ayah Belanda, ibu seorang Indonesia. Indische Partij merupakan satu-satunya
organisasi pergerakan yang secara terang-terangan bergerak di bidang politik
dan ingin mencapai Indonesia merdeka. Tujuan Indische Partij adalah untuk
membangunkan patriotisme semua indiers terhadap tanah air. IP menggunakan media
majalah Het Tijdschrifc dan surat kabar De Expres pimpinan E.F.E Douwes Dekker
sebagai sarana untuk membangkitkan rasa kebangsaan dan cinta tanah air. Tujuan
dari partai ini benar-benar revolusioner karena mau mendobrak kenyataan
politik rasial yang dilakukan pemerintah kolonial. Tindakan ini terlihat nyata
pada tahun 1913. Saat itu pemerintah Belanda akan mengadakan peringatan 100
tahun bebasnya Belanda dari tangan Napoleon Bonaparte (Perancis).
Perayaan ini direncanakan diperingati juga oleh pemerintah Hindia Belanda.
Adalah suatu yang kurang pas di mana suatu negara penjajah melakukan upacara
peringatan pembebasan dari penjajah pada suatu bangsa yang dia sebagai
penjajahnya. Hal yang ironis ini mendatangkan cemoohan termasuk dari para pemimpin
Indische Partij. R.M. Suwardi Suryaningrat menulis artikel bernada sarkastis
yang berjudul Als ik een Nederlander was (Andaikan aku seorang Belanda). Akibat
dari tulisan itu R.M. Suwardi Suryaningrat ditangkap. Menyusul sarkasme dari
Dr. Cipto Mangunkusumo yang dimuat dalam De Expres tanggal 26 Juli1913 yang diberi judul
Kracht of Vrees?, berisi tentang kekhawatiran, kekuatan, dan ketakutan. Dr.
Tjipto pun ditangkap, yang membuat rekan dalam Tiga Serangkai, Douwes Dekker
mengkritik dalam tulisan di De Express tanggal 5 Agustus1913 yang berjudul Onze
Helden: Tjipto Mangoenkoesoemo en Soewardi Soerjaningrat (Pahlawan kita: Tjipto
Mangoenkoesoemo dan Soewardi Soerjaningrat). Kecaman-kecaman yang menentang
pemerintah Belanda menyebabkan ketiga tokoh dari Indische Partij ditangkap.
Pada tahun 1913 mereka diasingkan ke Belanda. Douwes Dekker dibuang ke Kupang, NTT sedangkan Dr. Cipto
Mangunkusumo dibuang ke Pulau Banda. Namun pada
tahun 1914
Cipto Mangunkusumo dikembalikan ke Indonesia karena sakit. Sedangkan Suwardi
Suryaningrat dan E.F.E. Douwes Dekker baru kembali ke Indonesia pada tahun
1919. Suwardi Suryaningrat terjun dalam dunia pendidikan, dikenal sebagai Ki Hajar
Dewantara, mendirikan perguruan Taman Siswa.
E.F.E Douwes Dekker juga mengabdikan diri dalam dunia pendidikan dan mendirikan
yayasan pendidikan Ksatrian Institute di Sukabumi
pada tahun 1940.
Dalam perkembangannya, E.F.E Douwes Dekker ditangkap lagi dan dibuang ke Suriname,
Amerika Selatan.
Pada tahun 1913
partai ini dilarang karena tuntutan kemerdekaan itu, dan sebagian besar
anggotanya berkumpul lagi dalam Serikat Insulinde dan Comite Boemi Poetera.
2.4
Partai Nasional Indonesia
Pada
tanggal 4 Juli 1927 para pengurus Algemeene Studie Club (Kelompok Belajar Umum)
di Bandung mendirikan perkumpulan baru yang dinamakan Perserikatan Nasional
Indonesia. Mereka adalah Ir. Soekarno, Mr. Sartono, dr. Samsi, Mr. Iskaq
Cokrohadisuryo, Mr. Budiarto, Mr. Ali Sastroamijoyo, Mr. Sunario, dan Ir.
Anwari. Perkumpulan ini kemudian berganti nama menjadi Partai Nasional
Indonesia (PNI), dll.
2.5 Usaha
Mempersatukan Partai-Partai
Di
Indonesia terdapat berbagai pergerakan yang terpisah-pisah satu sama lain.
Keadaan ini kurang menguntungkan bagi perjuangan bangsa Indonesia untuk menuju
Indonesia merdeka. Beberapa tokok pergerakan segera menyadari keadaan ini.
Mereka berusaha mempersatukan organisasi-organisasi pergerakan yang ada pada
waktu itu.
1.
Permufakatan Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI).
Permufakatan
Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI) didirikan pada
tanggal 17 Desember 1927. Anggopta PPPKI terdiri atas Partai Nasional
Indonesia, Partai Serikat Islam, Budi Utomo, Pasundan, Sumatranen Bond, Kaum
Betawi, dan Indonesische Studie Club. Tujuan PPPKI adalah :
a.
Menyamakan arah aksi kebangsaan serta memperkuat dan memperbaiki organisasi
dengan melakukan kerjasama diantara anggota-anggotanya,
b.
Menghindarkan perselisihan diantara para anggotanya yang dapat memperlemah aksi
kebangsaan.
Pengurus
PPPKI disebut Majelis Pertimbangan yang terdiri atas ketua, penulis, bendahara,
dan wakil-wakil dari partai-partai yang tergabung didalamnya.
2.
Gabungan Politik Indonesia (GAPI).
GAPI
adalah organisasi kerja sama antara partai-partai politik di Indonesia.
Organisasi ini didirikan pada tanggal 21 Mei 1939. GAPI berdiri atas prakarsa
Muhammad Husni Thamrin. Anggota GAPI adalah Parindra, Pasundan,Gerindo,
Persatuan Minahasa, PSII, PII, dan Perhimpunan Politik Katolik Indonesia. GAPI
membentuk pengurus yang disebut Secretariat Tetap. Pengurus Sekretariat Tetap
dijabat oleh Abikusno Cokrosuyoso dari PSII 9Penulis Umum ), Muhammad Husni
Thamrin dari Parindra (bendahara), dan Mr. Amir Syarifuddin dari Gerindo
(pembantu penulis).
GAPI
beberapa kali mengadakan kongres. Pada Kongres Rakyat Indonesia yang
diselenggarakan pada tanggal 23-25 Desember 1939 dihasilkan beberapa keputusan
sebagai berikut :
a.
Menuntut Indonesia berparlemen. Tuntutan ini dilakukan sebagai reaksi atas
ditolaknya Petisi Sutarjo dalam Volskraad sehingga Volskraad dianggap bukan
parlemen.
b.
Diakuinya Merah Putih sebagai bendera persatuan, Indonesia Raya sebagai lagu
persatuan, dan Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan.
2.6
Pergerakan Kaum Wanita
Pada
awalnya pergerakan wanita Indonesia dilakukan oleh perorangan. Pelopor
pergerakan wanita pada masa itu adalah R.A Kartini dan R. Dewi Sartika .
Keduanya ingin mengangkat derajat kaum wanita melalui pendidikan. Perhatian
yang besar dari R.A Kartini dan R. Dewi Sartika terhadap kaum wanita telah
mengilhami pergerakan kaum wanita untuk membentuk organisasi. Pada awalnya
tujuan organisasi perempuan itu untuk memperbaiki kedudukan sosialnya. Namun,
dalam perkembangannya organisasi itu juga berwawasan kebangsaan.
1.
Kongres I Perempuan Indonesia.
Pada
tanggal 22 – 25 Desember 1928 beberapa perkumpulan perkumpulan wanita Indonesia
mengadakan Kongres Perempuan Indonesia. Tujuan kongres adalah mempersatukan
cita-cita dan usaha untuk memajukan wanita Indonesia. Dalam kongres tersebut
antara lain diputuskan mendirikan gabungan perkumpulan wanita yang bernama
Perserikatan Perempuan Indonesia (PPI).
2. Istri
Sedar (IS).
Pada
tangga 22 Maret 1930 di Bandung didirikan perkumpulan Istri Sedar. Pendirinya
adalah Nona Suwarni Joyoseputro. Tujuannya menuju pada kesadaran wanita
Indonesia dan derajat hidup Indonesia untuk mempercepat dan menyempurnakan
Indonesia merdeka. Meskipun bukan merupakan organisasi politik, tetapi dalam
kampanyenya Istri Sedar sering menyarakan sikap antipenjajah. Oleh sebab itu,
organisasi ini mendapat pengawasan dari Pemerintah Hindia Belanda.
2.7
Sumpah Pemuda
1.
Pergerakan Pemuda Berdasarkan Kedaerahan
Para
pemuda tidak tinggal diam melihat penderitaan yang dialami bangsanya. Mereka
segera mendirikan perkumpulan-perkumpulan kepemudaan. Mula-mula perkumpulan itu
bersifat kedaerahan. Akhirnya, perkumpulanperkumpulan tersebut menjadi bersifat
nasional. Perkumpulan- perkumpulan kepemudaan yang bersifat kedaerahan antara
lain :
a. Tri
Koro Darmo
Pemuda menjadi salah satu penggerak dalam mewujudkan tujuan, dalam
mewujudkan tujuan tersebut dapat dijadikan dalam satu wadah yaitu sebuah
organisasi. Dengan adanya organisasi dapat menyatukan pemikiran maupun ideologi
dari setiap individu agar dapat mewujudkan cita-cita yang di inginkan, dengan
berorganisasi juga dapat dijadikan pembelajaran bahwasanya hidup dalam
kebersamaan lebih mudah dalam mewujudkan suatu tujuan. Pada mulanya bentuk
organisasi-organisasi pemuda tersebut berdasarkan kesukuan atau kedaerahan,
yang mengutamakan ikatan antara sesama pelajar sedaerah serta membangkitkan
perhatian terhadap kebudayaan daerah masing-masing.
Perkumpulan pemuda mengikuti jejak organisasi politik yang bertujuan
kemerdekaan Indonesia, para pemuda dengan semangatnya yang tinggi tidak ragu
lagi memperjuangkan nasib bangsanya dalam mencapai kemerdekaan. Munculnya
organisasi kepemudaan tersebut masih dalam pengawasan pihak kolonial, hal
tersebut dilakukan oleh pemerintah Kolonial untuk memastikan bahwa
organisasi-organisasi tersebut tidak melakukan perlawanan dan pemberontakan
terhadap pemerintah Kolonial. Jika suatu organisasi masih aman dan tidak
membahayakan maka masih diizinkan keberadaannya, namun jika organsasi tersebut
dirasa membahayakan maka wajib dibubarkan.
Muda dan terpelajar menjadi bobot tersendiri dalam lahirnya organisasi
pemuda, muda saja tidak cukup untuk mewujudkan suatu tujuan yang nyata. Karena
setiap pemuda mempunyai caranya sendiri untuk menentukan tujuan hidupnya,
dengan dibekali pelajaran dan mengenyam pendidikan yang tinggi menjadi nilai
plus untuk menjadi pemuda yang mempunyai bobot yang lebih.
Di Hindia-Belanda memang tidak banyak kaum pemuda yang bisa melanjutkan
pendidikannya sampai tingkat tinggi, kebanyakan yang dapat melanjutkan
pendidikan tingkat lanjut hanya mereka yang tergolong kaum priyai, kaum priyayai
ini adalah mereka yang menjadi administratur, pegawai pemerintah dan masyarakat
yang mempunyai kedudukan lebih tinggi dari masyarakat pada umumnya. Muda dan
terpelajar bukanlah menjadi syarat utama untuk mendapatkan pengakuan sosial,
namun bagaimana mereka mengaplikasikannya dalam lingkungan sosial.
Organisasi pemuda yang berdiri pertama kali di kalangan pelajar pada
masa itu bermula di kota-kota besar seperti di Jakarta. Mereka menuntut
ilmu dan disanalah mereka bertemu dengan pelajar-pelajar lain yang berbeda
daerah maupun budayanya. Dengan adanya perbedaan inilah mendorong mereka untuk
membentuk suatu solidaritas menurut daerah mereka masing-masing, maka
terbentuklah suatau perkumpulan pemuda yang menjunjung tinggi kebudayaan dari
masing-masing daerah.
Suatu organisasi yang beranggotakan para pemuda terpelajar dan mempunyai
pendapat yang beragam, memerlukan waktu untuk menyatukannya dan mendapatkan
pemikiran yang sejalan agar tidak terjadi perselisihan. Seperti Tri Koro
Dharmo, yang beranggotakan para pemuda dari pulau Jawa, Madura, Sunda, Bali dan
Lombok. Memiliki pendapat yang berbeda diantara anggotanya, seperti dalam hal
kebudayaan.
Tri Koro Dharmo sebagai organisasi pemuda pertama, sejak kelahirannya
pada tahun 1915. Organisasi ini tidak luput dari masalah intern, yaitu masalah
bagaimana menyelaraskan agar organisasi ini tidak bersifat Jawa sentris, karena
dilihat dari namanya saja “Tri Koro Dharmo” (Tiga Tujuan Mulia) yang berarti
Sakti, Budi, dan Bakti, sehingga tidak mengherankan jika para pemuda dari Sunda
dan Bali enggan untuk bergabung dengan Tri Koro Dharmo. Menurut Satiman
Wirjosandjojo organisasi ini hanya bersifat sementara dan dengan berjalannya
organisasi ini akan dijadikan perkumpulan pemuda seluruh Hindia-Belanda, oleh
karena itu bisa menjadi suatu organisasi yang bersifat nasional.
Pada dasarnya Tri Koro Dharmo merupakan organisasi pemuda yang mempunyai
tujuan menjalin pertalian antara pelajar-pelajar Jawa sekolah menengah dan
kursus keguruan, menambah pengetahuan umum bagi anggota-anggotanya, serta
membangkitkan dan mempertajam perasaan untuk segala bahasa dan kebudayaan
“Hindia”. Seperti yang telah disebutkan di atas, bahwa organisasi Tri Koro Dharmo
yang beranggotakan para pelajar dari Jawa, Madura, Bali dan Lombok, namun pada
kenyataannya anggota dari Tri Koro Dharmo yang sebagian besar adalah
murid-murid sekolah menengah yang berasal dari Jawa Timur dan Jawa Tengah lebih
menonjol karena sifat Jawa sentrisnya. Oleh karena itu pada kongresnya yang
diadakan di Solo pada 12 Juni 1918 nama Tri Koro Dharmo diubah menjadi Jong
Java yang memiliki cita-cita untuk mempersatukan semua penduduk Jawa sehingga
menjadi persatuan Jawa Raya.
Perubahan nama Tri Koro Dharmo menjadi Jong Java tersebut dimaksudkan
untuk mempermudah kerjasama antara para pemuda pelajar Sunda, Madura, Bali dan
Lombok. Dalam kongres tersebut menghasilkan dua keputusan penting tentang ruang
lingkup keanggotaan dan nama organisasi serta mengenai kepengurusan. Adanya
pendapat yang sama dalam hasil kongres yang bertujuan untuk menyelesaikan
masalah perubahan nama tersebut, dibutuhkan rasa solidaritas yang tinggi
antar anggota, agar tidak terjadi perselisihan diantara anggotanya. Maka Tri
Koro Dharmo diubah menjadi Jong Java, yang tidak merubah pendirian mereka untuk
menyatukan Jawa Raya, hanya saja nama dari perkumpulan pemuda ini berubah
menjadi Jong Java. Kegiatan Jong Java berkisar pada masalah-masalah sosial dan
kebudayaan. Misalnya, pemberantasan buta huruf, kepanduan, dan kesenian. Jong
Java tidak ikut terjun dalam dunia politik dan tidak pula mencampuri urusan
agama tertentu. Anggotanya dilarang menjalankan aktivitas politik atau menjadi
anggota partai politik.
Dengan berganti nama menjadi Jong Java organisasi ini mengalami kemajuan
dibidang keanggotaannya, namun dalam perkembangannya masih terasa adanya azas
kebudayaan Jawa Raya dengan menonjolkan kebudayaan Jawa Tengah. Tetapi
hal tersebut tidak berarti bahwa Jong Java tidak memperhatikan adanya kerja
sama dengan organisasi pemuda lain, karena diantara organisasi-organisasi yang
ada akan melakukan fusi untuk membentuk suatu persiapan menuju persatuan.
Perubahan nama tersebut menunjukkan perubahan yang positif karena perhatiannya
akan pentingnya pendidikan, kedudukan wanita, keolahragaan dan kepramukaan agar
semakin maju dan berkembang.
b. Jong
Minahasa dan Jong Celebes
Jong
Minahasa dan Jong Celebes didirikan pada 25 April 1919 oleh tokoh-tokoh muda
Minahasa yaitu Samuel Ratulangie. Jong Minahasa tampaknya sebagai lanjutan dari
organisasi yang telah dibentuk sejak 1912 di Semarang, yaitu Rukun Minahasa.
Tahun
1917 muncul pula organisasi Minahasa Celebes di Jakarta. Tetapi dalam kenyataan
Jong Minahasa dan Jong Celebes tidak bisa tumbuh menjadi besar karena jumlah
pelajar dari Sulawesi tidak begitu banyak.
c. Jong
Ambon
Jong
Ambon didirikan pada tahun 1918. Sebelum itu sebenarnya telah lahir berbagai
organisasi yang didirikan oleh orang-orang Ambon. Misalnya : Ambons Studiefonds
(1909) oleh Tehupeilory, Ambons Bond (1911) untuk pegawai negeri, Mena Muria
(1913) di Semarang, dan Sou Maluku Ambon di Ambon.
Pada 9
Mei 1920, A.J Patty mendirikan Serikat Ambon di Semarang. Tujuannya yaitu untuk
mempersatukan semua organisasi Ambon, hingga menjadi organisasi politik Ambon
yang pertama. Karena ia sangat aktif melakukan kampanye dimana-mana. Akhirnya
ia ditangkap oleh pemerintah dan diasingkan. Perjuangan berikutnya diteruskan
oleh Mr. Latuharhary.
d. Jong
Sumatranen Bond
Jong Sumatranen Bond (JSB) adalah perkumpulan yang bertujuan untuk
mempererat hubungan di antara murid-murid yang berasal dari Sumatra,
mendidik pemuda Sumatra untuk menjadi pemimpin bangsa serta mempelajari dan
mengembangkan budaya Sumatra. Perkumpulan ini didirikan pada tanggal 9 Desember1917 di Jakarta.
JSB memiliki enam cabang, empat di Jawa dan dua di Sumatra, yakni di Padang dan Bukittinggi.
Beberapa tahun kemudian, para pemuda Batak keluar dari
perkumpulan ini dikarenakan dominasi pemuda Minangkabau
dalam kepengurusannya. Para pemuda Batak ini membentuk perkumpulan sendiri, Jong Batak.
Kelahiran JSB pada mulanya banyak diragukan orang. Salah satu diantaranya
ialah redaktur surat kabar Tjaja Sumatra, Said Ali, yang mengatakan bahwa
Sumatra belum matang bagi sebuah politik dan umum. Tanpa menghiraukan
suara-suara miring itu, anak-anak Sumatra tetap mendirikan perkumpulan sendiri.
Kaum tua di Minangkabau menentang pergerakan yang dimotori
oleh kaum muda ini. Mereka menganggap gerakan modern JSB sebagai ancaman bagi adat Minang.
Aktivis JSB, Bahder Djohan menyorot perbedaan persepsi
antara dua generasi ini pada edisi perdana Jong Sumatra.
Adapun
tujuan dari Jong Sumatranen Bond (JSB) adalah sebagai berikut :
1.
Mempererat
ikatan persaudaraan antara pemuda-pemuda pelaajar sumatra dan membangkitkan
perasaan bahwa mereka dipanggil untuk menjadi pemimpin dan pendidik bangsanya.
2.
Membangkitkan
perhatian anggota-anggotanya dan orang luar untuk menghargai adat istiadat,
seni, bahasa, kerajinan, pertanian dan sejarah sumatra.
Untuk
mencapai tujuan itu, dilakukan usaha-usaha sebagai berikut :
·
Menghilangkan
adanya perasaan prasangka etnis di kalangan orang-orang sumatra.
·
Memperkuat
perasaan saling membantu.
·
Bersama-sama
mengangkat derajat penduduk sumatra dengan alat propaganda, kursus, ceramah dan
sebagainya.
Jong Sumatra terbit pertama kali pada bulan Januari 1918. Dengan jargon Organ
van Den Jong Sumatranen Bond, surat kabar ini terbit secara berkala dan
tidak tetap, kadang bulanan, kadang triwulan, bahkan pernah terbit setahun
sekali. Bahasa Belanda merupakan bahasa mayoritas yang
digunakan kendati ada juga artikel yang memakai bahasa Melayu.
Jong Sumatra dicetak di Weltevreden, Batavia,
sekaligus pula kantor redaksi dan administrasinya.
Mulanya, dewan redaksi Jong Sumatra juga merupakan pengurus (centraal
hoofbestuur) JSB. Mereka itu adalah Tengkoe Mansyur (ketua), A. Munir
Nasution (wakil ketua), Mohamad Anas (sekretaris I), Amir (sekretaris II), dan
Marzoeki (bendahara), serta dibantu beberapa nama lain. Keredaksian Jong
Sumatra dipegang oleh Amir, sedangkan administrasi ditangani Roeslie. Mereka
ini rata-rata adalah siswa atau alumni STOVIA serta
sekolah pendidikan Belanda lainnya. Setelah beberapa edisi, keredaksian Jong
Sumatra dipisahkan dari kepengurusan JSB meski tetap ada garis koordinasi.
Pemimpin redaksi pertama adalah Mohammad Amir
dan pemimpin perusahaan dijabat Bahder Djohan.
Surat kabar Jong Sumatra memainkan peranan penting sebagai media yang
menjembatani segala bentuk reaksi atas konflik yang terjadi. Dalam Jong Sumatra
edisi 12, th 1, Desember 1918, seseorang berinisial Lematang mempertanyakan
kepentingan kaum adat. Sambutan positif juga datang dari Mohamad Anas, sekretaris
JSB. Anas mengatakan dengan lantang bahwa bangsa Sumatra sudah mulai bangkit
dari ketidurannya, dan sudah mulai memandang keperluan umum.
Sumatra
memang dikenal banyak menghasilkan jago-jago pergerakan, dan banyak di
antaranya yang mengawali karier organisasinya melalui JSB, seperti Mohammad
Hatta dan Mohammad Yamin. Hatta adalah bendahara JSB di
Padang 1916-1918. Kemudian ia menjadi pengurus JSB Batavia pada 1919 dan mulai
mengurusi Jong Sumatra sejak 1920 hingga 1921. Selama di Jong Sumatra inilah Hatta
banyak menuangkan segenap alam pikirannya, salah satunya lewat karangan
berjudul “Hindiana” yang dimuat di Jong Sumatra no 5, th 3, 1920.
Sedangkan Mohammad Yamin adalah salah satu putra Sumatra
yang paling dibanggakan. Karya-karyanya yang berupa esai ataupun sajak sempat
merajai Jong Sumatra. Ia memimpin JSB pada 1926-1928 dan dengan aktif mendorong
pemikiran tentang perlunya bahasa
Indonesia digunakan sebagai bahasa persatuan. Kepekaan Yamin meraba
pentingnya bahasa identitas sudah mulai terlihat dalam tulisannya di Jong
Sumatra no 4, th 3, 1920. Jong Sumatra berperan penting dalam memperjuangkan
pemakaian bahasa nasional, dengan menjadi media yang pertama kali
mempublikasikan gagasan Yamin, mengenai bahasa Melayu sebagai
bahasa persatuan.
2.
Pergerakan Pemuda dalam Bentuk Kelompok Belajar
a.
Indonesiche Studie Club (ISC)
Didirikan
di Surabaya pada tanggal 11 Juni 1924. pendirinya adalah dr. Sutomo. Tujuan ISC
adalah memberi semangat kaum terpelajar agar memiliki kesadaran terhadap
masyarakat, memperdalam pengetahuan politik, serta mendiskusikan
masalah-masalah pelajaran dan perkembangn sosial politik Indonesia. ISC
kemudian menjadi Partai Persatuan Bangsa Indonesia.
b.
Algemeene Studie Club (ASC)
Didirikan
di Bandung oleh Ir. Soekarno dan Ir. Anwari. Tujuannya sama dengan ISC. Asas
perjuangannya adalah nonkooperasi. ASC kemudian menjadi Partai Nasional
Indonesia.
3.
Pergerakan Pemuda Berdasarkan Kebangsaan dan Keagamaan
a.
Perhimpunan Indonesia (PI)
Didirikan
di Belanda pada tahun 1908. Mula-mula bernama Indonesiche Vereeniging, pada tahun
1925 diubah namanya menjadi Perhimpunan Indonesia. Pada tahun 1927 pemerintah
Belanda menahan para pengurus PI antara lain : Moh Hatta, Nazir Datuk Pamuncak,
A. M. Joyodiningrat, dan Ali Sastroamijoyo. Mereka kemudian diadili di
pengadialan Den Haag, Belanda.
b. Jong
Islamienten Bond
Perkumpulan
ini didirikan pada tanggal 1 Januari 1926 oleh anggotanya yang keluar dari Jong
Java. Tokoh-tokohnya antara lain : R. Sam Haji Agus Salim, Moh. Rum, Wiwoho,
Hasim, Sadewo, M. Juari, dan Kasman Singodimejo.
BAB III PENUTUP
3.1
Simpulan
Sejak tahun 1908-1925 di Indonesia bermunculan organisasi modern
dikalangan elite pelajar seperti Budi Utomo yang pada masanya menjadi
organisasi modern pertama, dengan munculnya Budi Utomo menjadi contoh di
kalangan pelajar muda untuk mendirikan organisasi kepemudaan. Karena Budi Utomo
merupakan organisasi golongan tua, sehingga para pemuda juga bergegas perlu
adanya organisasi bagi para pemuda. Organisasi kepemudaan seperti Jong Java
(Tri Koro Dharmo) merupakan salah satu organisasi yang masih bersifat
kedaerahan. Jong Java memiliki peran dan pengaruh yang besar terhadap penyatuan
pemuda. Pada awal berdirinya tahun 1915, organisasi ini bergerak di bidang
sosial,pendidikkan, budaya dan olah raga, namun seiring dengan perkembangan
semangat nasionalisme untuk lepas dari pengaruh Belanda, Jong Java mulai
terpengaruh dengan aktifitas politik untuk memperoleh kemerdekaan, karena untuk
memperoleh kemerdekaan perlu ikut serta dalam aktifitas politik. Pada tahun
1925, Jong Java mulai terpengaruh dengan aktifitas politik yang menjadi awal
perubahan arah Jong Java dari non politik ke politik persatuan Indonesia.
Perubahan arah tersebut menjadi hal yang menarik untuk diteliti, karena
perubahan arah yang dilakukan Jong Java belum ada yang mengulas secara detail.
Dari latar belakang di atas muncul dua rumusan masalah: pertama mengapa Jong
Java melakukan perubahan dari non politik ke politik persatuan Indonesia, kedua
Bagaimana aktivitas politik Jong Java dalam upaya menuju penyatuan
organisasi-organisasi kepemudaan Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Poesponegoro.M.D
dan Nugroho Notosusanto.2008.Sejarah Nasional Indonesia.Jakarta : Balai
Pustaka.
No comments:
Post a Comment