13 Feb 2015

PERGERAKAN NASIONAL INDONESIA




BAB I PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Sejak menginjakkan kakinya di bumi Indonesia pada tahun 1956, penjajah Belanda kurang memperhatikan kesejahteraan golongan pribumi (orang-orang Indonesia). Mereka terus mengeruk kekayaan alam dan menindas rakyat Indonesia, tanpa mau memperhatikan nasib rakyat itu sendiri. Pada akhir abad ke-19, C.Th.van Deventer mengkritik keadaan itu melalui salah satu karangannya yang berjudul Utang Budi. C.Th van Deventer antara lain menyetakan bahwa kemakmuran Belanda diperoleh berkat kerja dan jasa orang Indonesia. Oleh sebab itu, bangsa Belanda sebagai bangsa yang maju dan bermoral harus membayar utang budi kepada bangsa Indonesia. Caranya adalah dengan menjalankan Politik Balas Budi atau dikenal dengan sebutan Politik Etis.

Politik Etis yang diuslkan olehC.Th van Deventer berisi tentang perbaikanperbaikan dalam bidang irigasi (pengairan), transmigrasi (perpindahan), dan edukasi (pendidikan). Akan tetapi pelaksanaannya tidak terlepas dari kepentingan pemerintah Hindia Belanda. Politik Etis sebenarnya merupakan bentuk penjajahan kebudayaan yang halus sekali. Program edukasi itu sendiri sebenarnya merupakan pelaksanaan dari Politik Asosiasi yang berarti penggantian kebudayaan asli tanah jajahan dengan kebudayaan penjajah.

Walaupun menyimpang dari tujuan semula, beberapa pelaksanaan dari Politik Etis telah membawa pengaruh yang baik. Misalnya, dengan didirikannya sekolah-sekolah untuk golongan pribumi. Tujuannya adalah untuk memperoleh tenaga baru pegawai rendah yang bersedia digaji lebih murah dari pada tenaga bangsa-bangsa Belanda. Banyaknya penduduk pribumi yang bersekolah telah menghasilkan kaum cerdik pandai dikalangan penduduk pribumi. Kaum cerdik pandai inilah yang mempelopori kesadaran kebangsaan, yaitu suatu kesadaran tentang perlunya persatuan dan kesatuan bangsa. Peristiwa timbulnya kesadaran berbangsa disebut Kebangkitan Nasional Indonesia. Kaum cerdik pandai ini pula yang mempelopori dan memimpin pergerakan nasional pada awal abad ke-20.
1.2  Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah sebagai berikut :
·         Bagaimana perkembangan pergerakan nasional Indonesia (Budi Utomo, Sarekat Dagang Islam, Indische Partij, Partai Nasional Indonesia, Usaha Mempersatukan Partai-Partai, Pergerakan Kaum Wanita, Sumpah Pemuda).

1.3  Tujuan

Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
·         Sebagai pemenuhan tugas mata kuliah Sejarah Nasional Indonesia IV (SNI IV).
·         Untuk memperluas wawasan pengetahuan tentang pergerakan nasional Indonesia.




















BAB II PEMBAHASAN

2.1 Budi Utomo

Pada tahun 1906 di Yogyakarta dr. Wahidin Sudirohusodo mempunyai gagasan untuk mendirikan studiefonds atau dana pelajar. Tujuannya adalah mengumpulkan dana untuk membiayaai pemuda-pemuda bumi putra yang pandai, tetapi miskin agar dapat memneruskan ke sekolah yang lebih tinggi. Untuk mewujudkan gagasan nya tersebut, beliau mengadakan perjalanan keliling jawa.

Ketika sampai di Jakarta, dr. Wahidin Sudirohusodo bertemu dengan mahasiswa-mahasiswa STOVIA. STOVIA adalah sekolah untuk mendidik dokterdokter pribumi. Mahasiswa-mahasiswa tersebut antara lain Sutomo, Cipto Mangunkusumo, Gunawan Mangunkusumo, Suraji, dan Gumbrek. Dr. Wahidin Sudirohusodo memberikan dorongan kepada mereka agar membentuk suatu organisasi. Dorongan tersebut mendapat sambutan baik dari para mahasiswa STOVIA.

Pada tanggal 20 Mei 1908 bertempat di Gedung STOVIA. Para mahasiswa STOVIA mendirikan organisasi yang diberi nama Budi Utomo. Budi Utomo artinya budi yang utama. Tanggal berdirinya Budi Utomo yaitu 20 Mei dijadikan sebagai Hari Kebangkitan Nasional.

Budi Utomo adalah organisasi pergerakan modern yang pertama di Indonesia dengan memiliki struktur organisasi pengurus tetap, anggota, tujuan dan juga rencana kerja dengan aturan-aturan tertentu yang telah ditetapkan. Budi utomo pada saat ini lebih dikenal oleh masyarakat sebagai salah satu STM yang memiliki siswa yang suka tawuran, bikin rusuh, bandel, dan sebagainya. Biasanya anak sekolah tersebut menyebut dengan singkatan Budut / Boedoet (Boedi Oetomo). Pada artikel kali ini yang kita sorot adalah Budi Utomo yang organisasi jaman dulu, bukan yang STM.

Budi Utomo didirikan oleh mahasiswa STOVIA dengan pelopor pendiri Dr. Wahidin Sudirohusodo dan Sutomo pada tanggal 20 Mei 1908 yang bertujuan untuk memajukan Bangsa Indonesia, meningkatkan martabat bangsa dan membangkitkan Kesadaran Nasional. Tanggal 20 Mei 1908 biasa diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional Indonesia.

Sebagai suatu organisasi yang baik, Budi Utomo memberikan usulan kepada pemerintah Hindia Belanda sebagai mana berikut ini :

1. Meninggikan tingkat pengajaran di sekolah guru baik guru bumi putera maupun sekolah priyayi.
2. Memberi beasiswa bagi orang-orang bumi putera.
3. Menyediakan lebih banyak tempat pada sekolah pertanian.
4. Izin pendirian sekolah desa untuk Budi Utomo.
5. Mengadakan sekolah VAK / kejuruan untuk para bumi putera dan para perempuan.
6. Memelihara tingkat pelajaran di sekolah-sekolah dokter jawa.
7. Mendirikan TK / Taman kanak-kanak untuk bumi putera.
8. Memberikan kesempatan bumi putra untuk mengenyam bangku pendidikan di sekolah rendah eropa atau sekolah Tionghoa - Belanda.

Kongres pertama budi utomo diadakan di Yogyakarta pada oktober 1908 untuk mengkonsolidasikan diri dengan membuat keputusan sebagai berikut :

1. Tidak mengadakan kegiatan politik.
2. Bidang utama adalah pendidikan dan kebudayaan.
3. Terbatas wilayah jawa dan madura.
4. Mengangkat R.T. Tirtokusumo yang menjabat sebagai Bupati Karanganyar sebagai ketua.

Pemerintah Hindia-Belanda mengesahkan Budi Utomo sebaga badan hukum yang sah karena dinilai tidak membahayakan, namun tujuan organisasi Budi Utomo tidak maksimal karena banyak hal, yakni :

1. Mengalami kesulitan dinansial
2. Kelurga R.T. Tirtokusumo lebih memperhatikan kepentingan pemerintah kolonial daripada rakyat.
3. Lebih memajukan pendidikan kaum priyayi dibanding rakyat jelata.
4. Keluarga anggota-anggota dari golongan mahasiswa dan pelajar.
5. Bupati-bupati lebih suka mendirikan organisasi masing-masing.
6. Bahasa belanda lebih menjadi prioritas dibandingkan dengan Bahasa Indonesia.
7. pengaruh golongan priyayi yang mementingkan jabatan lebih kuat dibandingkan yang nasionalis.

2.2 Serikat Dagang Islam

Revolusi Nasional Cina yang dipelopori oleh dr. Sun Yat Sen pada tanggal 10 Oktober 1911 telah berpengaruh terhadap orang-orang Cina perantauan di Indonesia. Mereka segera mendirikan ikatan-ikatan yang bercorak nasionalis Cina. Kedudukan mereka dibidang ekonomi sangat kuat. Mereka menguasai penjualan bahan-bahan batik. Para pedagang batik pribumi merasa terdesak atau dirugikan. Untuk menghadapi para pedagang Cina itu, pada tahun 1911 para pedagang batik Solo dibawah pimpinan H. Samanhudi mendirikan Serikat Dagang Islam (SDI). Tujuan berdirinya Sarikat Dagang Islam adalah :

a. Memajukan perdagangan.
b. Melawan monopoli pedagang tionghoa, dan
c. Memajukan agama Islam.

Serikat Dagang Islam mengalami perkembangan pesat karena bersifat nasionalis, religius, dan ekonomis.

2.3 Indische Partij
Indische Partij adalah partai politik pertama di Hindia Belanda, berdiri tanggal 25 Desember1912. Didirikan oleh tiga serangkai, yaitu E.F.E. Douwes Dekker, Tjipto Mangunkusumo dan Ki Hajar Dewantara. Maksudnya adalah untuk mengganti Indische Bond yang merupakan organisasi orang-orang Indonesia dan Eropa di Indonesia. Hal ini disebabkan adanya keganjilan-keganjilan yang terjadi (diskriminasi) khususnya antara keturunan Belanda totok dengan orang Belanda campuran (Indonesia). IP sebagai organisasi campuran menginginkan adanya kerja sama orang Indo dan bumi putera. Hal ini disadari benar karena jumlah orang Indo sangat sedikit, maka diperlukan kerja sama dengan orang bumi putera agar kedudukan organisasinya makin bertambah kuat.
Indische Partij, yang berdasarkan golongan indo yang makmur, merupakan partai pertama yang menuntut kemerdekaan Indonesia.
Partai ini berusaha didaftarkan status badan hukumnya pada pemerintah kolonial Hindia Belanda tetapi ditolak pada tanggal 11 Maret 1913, penolakan dikeluarkan oleh Gubernur Jendral Idenburg sebagai wakil pemerintah Belanda di negara jajahan. Alasan penolakkannya adalah karena organisasi ini dianggap oleh pemerintah kolonial saat itu dapat membangkitkan rasa nasionalisme rakyat dan bergerak dalam sebuah kesatuan untuk menentang pemerintah kolonial Belanda.
Selain itu juga disadari betapa pun baiknya usaha yang dibangun oleh orang Indonesia, tidak akan mendapat tanggapan rakyat tanpa adanya bantuan orang-orang bumiputera. Perlu diketahui bahwa E.F.E Douwes Dekker dilahirkan dari keturunan campuran, ayah Belanda, ibu seorang Indonesia. Indische Partij merupakan satu-satunya organisasi pergerakan yang secara terang-terangan bergerak di bidang politik dan ingin mencapai Indonesia merdeka. Tujuan Indische Partij adalah untuk membangunkan patriotisme semua indiers terhadap tanah air. IP menggunakan media majalah Het Tijdschrifc dan surat kabar De Expres pimpinan E.F.E Douwes Dekker sebagai sarana untuk membangkitkan rasa kebangsaan dan cinta tanah air. Tujuan dari partai ini benar-benar revolusioner karena mau mendobrak kenyataan politik rasial yang dilakukan pemerintah kolonial. Tindakan ini terlihat nyata pada tahun 1913. Saat itu pemerintah Belanda akan mengadakan peringatan 100 tahun bebasnya Belanda dari tangan Napoleon Bonaparte (Perancis). Perayaan ini direncanakan diperingati juga oleh pemerintah Hindia Belanda. Adalah suatu yang kurang pas di mana suatu negara penjajah melakukan upacara peringatan pembebasan dari penjajah pada suatu bangsa yang dia sebagai penjajahnya. Hal yang ironis ini mendatangkan cemoohan termasuk dari para pemimpin Indische Partij. R.M. Suwardi Suryaningrat menulis artikel bernada sarkastis yang berjudul Als ik een Nederlander was (Andaikan aku seorang Belanda). Akibat dari tulisan itu R.M. Suwardi Suryaningrat ditangkap. Menyusul sarkasme dari Dr. Cipto Mangunkusumo yang dimuat dalam De Expres tanggal 26 Juli1913 yang diberi judul Kracht of Vrees?, berisi tentang kekhawatiran, kekuatan, dan ketakutan. Dr. Tjipto pun ditangkap, yang membuat rekan dalam Tiga Serangkai, Douwes Dekker mengkritik dalam tulisan di De Express tanggal 5 Agustus1913 yang berjudul Onze Helden: Tjipto Mangoenkoesoemo en Soewardi Soerjaningrat (Pahlawan kita: Tjipto Mangoenkoesoemo dan Soewardi Soerjaningrat). Kecaman-kecaman yang menentang pemerintah Belanda menyebabkan ketiga tokoh dari Indische Partij ditangkap. Pada tahun 1913 mereka diasingkan ke Belanda. Douwes Dekker dibuang ke Kupang, NTT sedangkan Dr. Cipto Mangunkusumo dibuang ke Pulau Banda. Namun pada tahun 1914 Cipto Mangunkusumo dikembalikan ke Indonesia karena sakit. Sedangkan Suwardi Suryaningrat dan E.F.E. Douwes Dekker baru kembali ke Indonesia pada tahun 1919. Suwardi Suryaningrat terjun dalam dunia pendidikan, dikenal sebagai Ki Hajar Dewantara, mendirikan perguruan Taman Siswa. E.F.E Douwes Dekker juga mengabdikan diri dalam dunia pendidikan dan mendirikan yayasan pendidikan Ksatrian Institute di Sukabumi pada tahun 1940. Dalam perkembangannya, E.F.E Douwes Dekker ditangkap lagi dan dibuang ke Suriname, Amerika Selatan.
Pada tahun 1913 partai ini dilarang karena tuntutan kemerdekaan itu, dan sebagian besar anggotanya berkumpul lagi dalam Serikat Insulinde dan Comite Boemi Poetera.
2.4 Partai Nasional Indonesia

Pada tanggal 4 Juli 1927 para pengurus Algemeene Studie Club (Kelompok Belajar Umum) di Bandung mendirikan perkumpulan baru yang dinamakan Perserikatan Nasional Indonesia. Mereka adalah Ir. Soekarno, Mr. Sartono, dr. Samsi, Mr. Iskaq Cokrohadisuryo, Mr. Budiarto, Mr. Ali Sastroamijoyo, Mr. Sunario, dan Ir. Anwari. Perkumpulan ini kemudian berganti nama menjadi Partai Nasional Indonesia (PNI), dll.

2.5 Usaha Mempersatukan Partai-Partai

Di Indonesia terdapat berbagai pergerakan yang terpisah-pisah satu sama lain. Keadaan ini kurang menguntungkan bagi perjuangan bangsa Indonesia untuk menuju Indonesia merdeka. Beberapa tokok pergerakan segera menyadari keadaan ini. Mereka berusaha mempersatukan organisasi-organisasi pergerakan yang ada pada waktu itu.

1. Permufakatan Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI).
Permufakatan Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI) didirikan pada tanggal 17 Desember 1927. Anggopta PPPKI terdiri atas Partai Nasional Indonesia, Partai Serikat Islam, Budi Utomo, Pasundan, Sumatranen Bond, Kaum Betawi, dan Indonesische Studie Club. Tujuan PPPKI adalah :
a. Menyamakan arah aksi kebangsaan serta memperkuat dan memperbaiki organisasi dengan melakukan kerjasama diantara anggota-anggotanya,
b. Menghindarkan perselisihan diantara para anggotanya yang dapat memperlemah aksi kebangsaan.

Pengurus PPPKI disebut Majelis Pertimbangan yang terdiri atas ketua, penulis, bendahara, dan wakil-wakil dari partai-partai yang tergabung didalamnya.

2. Gabungan Politik Indonesia (GAPI).
GAPI adalah organisasi kerja sama antara partai-partai politik di Indonesia. Organisasi ini didirikan pada tanggal 21 Mei 1939. GAPI berdiri atas prakarsa Muhammad Husni Thamrin. Anggota GAPI adalah Parindra, Pasundan,Gerindo, Persatuan Minahasa, PSII, PII, dan Perhimpunan Politik Katolik Indonesia. GAPI membentuk pengurus yang disebut Secretariat Tetap. Pengurus Sekretariat Tetap dijabat oleh Abikusno Cokrosuyoso dari PSII 9Penulis Umum ), Muhammad Husni Thamrin dari Parindra (bendahara), dan Mr. Amir Syarifuddin dari Gerindo (pembantu penulis).

GAPI beberapa kali mengadakan kongres. Pada Kongres Rakyat Indonesia yang diselenggarakan pada tanggal 23-25 Desember 1939 dihasilkan beberapa keputusan sebagai berikut :

a. Menuntut Indonesia berparlemen. Tuntutan ini dilakukan sebagai reaksi atas ditolaknya Petisi Sutarjo dalam Volskraad sehingga Volskraad dianggap bukan parlemen.
b. Diakuinya Merah Putih sebagai bendera persatuan, Indonesia Raya sebagai lagu persatuan, dan Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan.

2.6 Pergerakan Kaum Wanita

Pada awalnya pergerakan wanita Indonesia dilakukan oleh perorangan. Pelopor pergerakan wanita pada masa itu adalah R.A Kartini dan R. Dewi Sartika . Keduanya ingin mengangkat derajat kaum wanita melalui pendidikan. Perhatian yang besar dari R.A Kartini dan R. Dewi Sartika terhadap kaum wanita telah mengilhami pergerakan kaum wanita untuk membentuk organisasi. Pada awalnya tujuan organisasi perempuan itu untuk memperbaiki kedudukan sosialnya. Namun, dalam perkembangannya organisasi itu juga berwawasan kebangsaan.

1. Kongres I Perempuan Indonesia.
Pada tanggal 22 – 25 Desember 1928 beberapa perkumpulan perkumpulan wanita Indonesia mengadakan Kongres Perempuan Indonesia. Tujuan kongres adalah mempersatukan cita-cita dan usaha untuk memajukan wanita Indonesia. Dalam kongres tersebut antara lain diputuskan mendirikan gabungan perkumpulan wanita yang bernama Perserikatan Perempuan Indonesia (PPI).

2. Istri Sedar (IS).
Pada tangga 22 Maret 1930 di Bandung didirikan perkumpulan Istri Sedar. Pendirinya adalah Nona Suwarni Joyoseputro. Tujuannya menuju pada kesadaran wanita Indonesia dan derajat hidup Indonesia untuk mempercepat dan menyempurnakan Indonesia merdeka. Meskipun bukan merupakan organisasi politik, tetapi dalam kampanyenya Istri Sedar sering menyarakan sikap antipenjajah. Oleh sebab itu, organisasi ini mendapat pengawasan dari Pemerintah Hindia Belanda.

2.7 Sumpah Pemuda

1. Pergerakan Pemuda Berdasarkan Kedaerahan
Para pemuda tidak tinggal diam melihat penderitaan yang dialami bangsanya. Mereka segera mendirikan perkumpulan-perkumpulan kepemudaan. Mula-mula perkumpulan itu bersifat kedaerahan. Akhirnya, perkumpulanperkumpulan tersebut menjadi bersifat nasional. Perkumpulan- perkumpulan kepemudaan yang bersifat kedaerahan antara lain :
a. Tri Koro Darmo
Pemuda menjadi salah satu penggerak dalam mewujudkan tujuan, dalam mewujudkan tujuan tersebut dapat dijadikan dalam satu wadah yaitu sebuah organisasi. Dengan adanya organisasi dapat menyatukan pemikiran maupun ideologi dari setiap individu agar dapat mewujudkan cita-cita yang di inginkan, dengan berorganisasi juga dapat dijadikan pembelajaran bahwasanya hidup dalam kebersamaan lebih mudah dalam mewujudkan suatu tujuan. Pada mulanya bentuk organisasi-organisasi pemuda tersebut berdasarkan kesukuan atau kedaerahan, yang mengutamakan ikatan antara sesama pelajar sedaerah serta membangkitkan perhatian terhadap kebudayaan daerah masing-masing.

Perkumpulan pemuda mengikuti jejak organisasi politik yang bertujuan kemerdekaan Indonesia, para pemuda dengan semangatnya yang tinggi tidak ragu lagi memperjuangkan nasib bangsanya dalam mencapai kemerdekaan. Munculnya organisasi kepemudaan tersebut masih dalam pengawasan pihak kolonial, hal tersebut dilakukan oleh pemerintah Kolonial untuk memastikan bahwa organisasi-organisasi tersebut tidak melakukan perlawanan dan pemberontakan terhadap pemerintah Kolonial. Jika suatu organisasi masih aman dan tidak membahayakan maka masih diizinkan keberadaannya, namun jika organsasi tersebut dirasa membahayakan maka wajib dibubarkan.

Muda dan terpelajar menjadi bobot tersendiri dalam lahirnya organisasi pemuda, muda saja tidak cukup untuk mewujudkan suatu tujuan yang nyata. Karena setiap pemuda mempunyai caranya sendiri untuk menentukan tujuan hidupnya, dengan dibekali pelajaran dan mengenyam pendidikan yang tinggi menjadi nilai plus untuk menjadi  pemuda yang mempunyai bobot yang lebih.

Di Hindia-Belanda memang tidak banyak kaum pemuda yang bisa melanjutkan pendidikannya sampai tingkat tinggi, kebanyakan yang dapat melanjutkan pendidikan tingkat lanjut hanya mereka yang tergolong kaum priyai, kaum priyayai ini adalah mereka yang menjadi administratur, pegawai pemerintah dan masyarakat yang mempunyai kedudukan lebih tinggi dari masyarakat pada umumnya. Muda dan terpelajar bukanlah menjadi syarat utama untuk mendapatkan pengakuan sosial, namun bagaimana mereka mengaplikasikannya dalam lingkungan sosial.

Organisasi pemuda yang berdiri pertama kali di kalangan pelajar pada masa itu bermula di kota-kota besar  seperti di Jakarta. Mereka menuntut ilmu dan disanalah mereka bertemu dengan pelajar-pelajar lain yang berbeda daerah maupun budayanya. Dengan adanya perbedaan inilah mendorong mereka untuk membentuk suatu solidaritas menurut daerah mereka masing-masing, maka terbentuklah suatau perkumpulan pemuda yang menjunjung tinggi kebudayaan dari masing-masing daerah.

Suatu organisasi yang beranggotakan para pemuda terpelajar dan mempunyai pendapat yang beragam, memerlukan waktu untuk menyatukannya dan mendapatkan pemikiran yang sejalan agar tidak terjadi perselisihan. Seperti Tri Koro Dharmo, yang beranggotakan para pemuda dari pulau Jawa, Madura, Sunda, Bali dan Lombok. Memiliki pendapat yang berbeda diantara anggotanya, seperti dalam hal kebudayaan.

Tri Koro Dharmo sebagai organisasi pemuda pertama, sejak kelahirannya pada tahun 1915. Organisasi ini tidak luput dari masalah intern, yaitu masalah bagaimana menyelaraskan agar organisasi ini tidak bersifat Jawa sentris, karena dilihat dari namanya saja “Tri Koro Dharmo” (Tiga Tujuan Mulia) yang berarti Sakti, Budi, dan Bakti, sehingga tidak mengherankan jika para pemuda dari Sunda dan Bali enggan untuk bergabung dengan Tri Koro Dharmo. Menurut Satiman Wirjosandjojo organisasi ini hanya bersifat sementara dan dengan berjalannya organisasi ini akan dijadikan perkumpulan pemuda seluruh Hindia-Belanda, oleh karena itu bisa menjadi suatu organisasi yang bersifat nasional.

Pada dasarnya Tri Koro Dharmo merupakan organisasi pemuda yang mempunyai tujuan menjalin pertalian antara pelajar-pelajar Jawa sekolah menengah dan kursus keguruan, menambah  pengetahuan umum bagi anggota-anggotanya, serta membangkitkan dan mempertajam perasaan untuk segala bahasa dan kebudayaan “Hindia”. Seperti yang telah disebutkan di atas, bahwa organisasi Tri Koro Dharmo yang beranggotakan para pelajar dari Jawa, Madura, Bali dan Lombok, namun pada kenyataannya anggota dari Tri Koro Dharmo yang sebagian besar adalah murid-murid sekolah menengah yang berasal dari Jawa Timur dan Jawa Tengah lebih menonjol karena sifat Jawa sentrisnya. Oleh karena itu pada kongresnya yang diadakan di Solo pada 12 Juni 1918 nama Tri Koro Dharmo diubah menjadi Jong Java yang memiliki cita-cita untuk mempersatukan semua penduduk Jawa sehingga menjadi persatuan Jawa Raya.

Perubahan nama Tri Koro Dharmo menjadi Jong Java tersebut dimaksudkan untuk mempermudah kerjasama antara para pemuda pelajar Sunda, Madura, Bali dan Lombok. Dalam kongres tersebut menghasilkan dua keputusan penting tentang ruang lingkup keanggotaan dan nama organisasi serta mengenai kepengurusan. Adanya pendapat yang sama dalam hasil kongres yang bertujuan untuk menyelesaikan masalah  perubahan nama tersebut, dibutuhkan rasa solidaritas yang tinggi antar anggota, agar tidak terjadi perselisihan diantara anggotanya. Maka Tri Koro Dharmo diubah menjadi Jong Java, yang tidak merubah pendirian mereka untuk menyatukan Jawa Raya, hanya saja nama dari perkumpulan pemuda ini berubah menjadi Jong Java. Kegiatan Jong Java berkisar pada masalah-masalah sosial dan kebudayaan. Misalnya, pemberantasan buta huruf, kepanduan, dan kesenian. Jong Java tidak ikut terjun dalam dunia politik dan tidak pula mencampuri urusan agama tertentu. Anggotanya dilarang menjalankan aktivitas politik atau menjadi anggota partai politik.

Dengan berganti nama menjadi Jong Java organisasi ini mengalami kemajuan dibidang keanggotaannya, namun dalam perkembangannya masih terasa adanya azas kebudayaan Jawa Raya dengan menonjolkan kebudayaan  Jawa Tengah. Tetapi hal tersebut tidak berarti bahwa Jong Java tidak memperhatikan adanya kerja sama dengan organisasi pemuda lain, karena diantara organisasi-organisasi yang ada akan melakukan fusi untuk membentuk suatu persiapan menuju persatuan. Perubahan nama tersebut menunjukkan perubahan yang positif karena perhatiannya akan pentingnya pendidikan, kedudukan wanita, keolahragaan dan kepramukaan agar semakin maju dan berkembang.

b. Jong Minahasa dan Jong Celebes
Jong Minahasa dan Jong Celebes didirikan pada 25 April 1919 oleh tokoh-tokoh muda Minahasa yaitu Samuel Ratulangie. Jong Minahasa tampaknya sebagai lanjutan dari organisasi yang telah dibentuk sejak 1912 di Semarang, yaitu Rukun Minahasa.

Tahun 1917 muncul pula organisasi Minahasa Celebes di Jakarta. Tetapi dalam kenyataan Jong Minahasa dan Jong Celebes tidak bisa tumbuh menjadi besar karena jumlah pelajar dari Sulawesi tidak begitu banyak.

c. Jong Ambon
Jong Ambon didirikan pada tahun 1918. Sebelum itu sebenarnya telah lahir berbagai organisasi yang didirikan oleh orang-orang Ambon. Misalnya : Ambons Studiefonds (1909) oleh Tehupeilory, Ambons Bond (1911) untuk pegawai negeri, Mena Muria (1913) di Semarang, dan Sou Maluku Ambon di Ambon.

Pada 9 Mei 1920, A.J Patty mendirikan Serikat Ambon di Semarang. Tujuannya yaitu untuk mempersatukan semua organisasi Ambon, hingga menjadi organisasi politik Ambon yang pertama. Karena ia sangat aktif melakukan kampanye dimana-mana. Akhirnya ia ditangkap oleh pemerintah dan diasingkan. Perjuangan berikutnya diteruskan oleh Mr. Latuharhary.

d. Jong Sumatranen Bond
Jong Sumatranen Bond (JSB) adalah perkumpulan yang bertujuan untuk mempererat hubungan di antara murid-murid yang berasal dari Sumatra, mendidik pemuda Sumatra untuk menjadi pemimpin bangsa serta mempelajari dan mengembangkan budaya Sumatra. Perkumpulan ini didirikan pada tanggal 9 Desember1917 di Jakarta. JSB memiliki enam cabang, empat di Jawa dan dua di Sumatra, yakni di Padang dan Bukittinggi. Beberapa tahun kemudian, para pemuda Batak keluar dari perkumpulan ini dikarenakan dominasi pemuda Minangkabau dalam kepengurusannya. Para pemuda Batak ini membentuk perkumpulan sendiri, Jong Batak.
Kelahiran JSB pada mulanya banyak diragukan orang. Salah satu diantaranya ialah redaktur surat kabar Tjaja Sumatra, Said Ali, yang mengatakan bahwa Sumatra belum matang bagi sebuah politik dan umum. Tanpa menghiraukan suara-suara miring itu, anak-anak Sumatra tetap mendirikan perkumpulan sendiri. Kaum tua di Minangkabau menentang pergerakan yang dimotori oleh kaum muda ini. Mereka menganggap gerakan modern JSB sebagai ancaman bagi adat Minang. Aktivis JSB, Bahder Djohan menyorot perbedaan persepsi antara dua generasi ini pada edisi perdana Jong Sumatra.
Adapun tujuan dari Jong Sumatranen Bond (JSB) adalah sebagai berikut :
1.      Mempererat ikatan persaudaraan antara pemuda-pemuda pelaajar sumatra dan membangkitkan perasaan bahwa mereka dipanggil untuk menjadi pemimpin dan pendidik bangsanya.
2.      Membangkitkan perhatian anggota-anggotanya dan orang luar untuk menghargai adat istiadat, seni, bahasa, kerajinan, pertanian dan sejarah sumatra.
Untuk mencapai tujuan itu, dilakukan usaha-usaha sebagai berikut :
·         Menghilangkan adanya perasaan prasangka etnis di kalangan orang-orang sumatra.
·         Memperkuat perasaan saling membantu.
·         Bersama-sama mengangkat derajat penduduk sumatra dengan alat propaganda, kursus, ceramah dan sebagainya.
Jong Sumatra terbit pertama kali pada bulan Januari 1918. Dengan jargon Organ van Den Jong Sumatranen Bond, surat kabar ini terbit secara berkala dan tidak tetap, kadang bulanan, kadang triwulan, bahkan pernah terbit setahun sekali. Bahasa Belanda merupakan bahasa mayoritas yang digunakan kendati ada juga artikel yang memakai bahasa Melayu. Jong Sumatra dicetak di Weltevreden, Batavia, sekaligus pula kantor redaksi dan administrasinya.
Mulanya, dewan redaksi Jong Sumatra juga merupakan pengurus (centraal hoofbestuur) JSB. Mereka itu adalah Tengkoe Mansyur (ketua), A. Munir Nasution (wakil ketua), Mohamad Anas (sekretaris I), Amir (sekretaris II), dan Marzoeki (bendahara), serta dibantu beberapa nama lain. Keredaksian Jong Sumatra dipegang oleh Amir, sedangkan administrasi ditangani Roeslie. Mereka ini rata-rata adalah siswa atau alumni STOVIA serta sekolah pendidikan Belanda lainnya. Setelah beberapa edisi, keredaksian Jong Sumatra dipisahkan dari kepengurusan JSB meski tetap ada garis koordinasi. Pemimpin redaksi pertama adalah Mohammad Amir dan pemimpin perusahaan dijabat Bahder Djohan.
Surat kabar Jong Sumatra memainkan peranan penting sebagai media yang menjembatani segala bentuk reaksi atas konflik yang terjadi. Dalam Jong Sumatra edisi 12, th 1, Desember 1918, seseorang berinisial Lematang mempertanyakan kepentingan kaum adat. Sambutan positif juga datang dari Mohamad Anas, sekretaris JSB. Anas mengatakan dengan lantang bahwa bangsa Sumatra sudah mulai bangkit dari ketidurannya, dan sudah mulai memandang keperluan umum.
Sumatra memang dikenal banyak menghasilkan jago-jago pergerakan, dan banyak di antaranya yang mengawali karier organisasinya melalui JSB, seperti Mohammad Hatta dan Mohammad Yamin. Hatta adalah bendahara JSB di Padang 1916-1918. Kemudian ia menjadi pengurus JSB Batavia pada 1919 dan mulai mengurusi Jong Sumatra sejak 1920 hingga 1921. Selama di Jong Sumatra inilah Hatta banyak menuangkan segenap alam pikirannya, salah satunya lewat karangan berjudul “Hindiana” yang dimuat di Jong Sumatra no 5, th 3, 1920.
Sedangkan Mohammad Yamin adalah salah satu putra Sumatra yang paling dibanggakan. Karya-karyanya yang berupa esai ataupun sajak sempat merajai Jong Sumatra. Ia memimpin JSB pada 1926-1928 dan dengan aktif mendorong pemikiran tentang perlunya bahasa Indonesia digunakan sebagai bahasa persatuan. Kepekaan Yamin meraba pentingnya bahasa identitas sudah mulai terlihat dalam tulisannya di Jong Sumatra no 4, th 3, 1920. Jong Sumatra berperan penting dalam memperjuangkan pemakaian bahasa nasional, dengan menjadi media yang pertama kali mempublikasikan gagasan Yamin, mengenai bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan.

2. Pergerakan Pemuda dalam Bentuk Kelompok Belajar

a. Indonesiche Studie Club (ISC)
Didirikan di Surabaya pada tanggal 11 Juni 1924. pendirinya adalah dr. Sutomo. Tujuan ISC adalah memberi semangat kaum terpelajar agar memiliki kesadaran terhadap masyarakat, memperdalam pengetahuan politik, serta mendiskusikan masalah-masalah pelajaran dan perkembangn sosial politik Indonesia. ISC kemudian menjadi Partai Persatuan Bangsa Indonesia.

b. Algemeene Studie Club (ASC)
Didirikan di Bandung oleh Ir. Soekarno dan Ir. Anwari. Tujuannya sama dengan ISC. Asas perjuangannya adalah nonkooperasi. ASC kemudian menjadi Partai Nasional Indonesia.

3. Pergerakan Pemuda Berdasarkan Kebangsaan dan Keagamaan
a. Perhimpunan Indonesia (PI)
Didirikan di Belanda pada tahun 1908. Mula-mula bernama Indonesiche Vereeniging, pada tahun 1925 diubah namanya menjadi Perhimpunan Indonesia. Pada tahun 1927 pemerintah Belanda menahan para pengurus PI antara lain : Moh Hatta, Nazir Datuk Pamuncak, A. M. Joyodiningrat, dan Ali Sastroamijoyo. Mereka kemudian diadili di pengadialan Den Haag, Belanda.

b. Jong Islamienten Bond
Perkumpulan ini didirikan pada tanggal 1 Januari 1926 oleh anggotanya yang keluar dari Jong Java. Tokoh-tokohnya antara lain : R. Sam Haji Agus Salim, Moh. Rum, Wiwoho, Hasim, Sadewo, M. Juari, dan Kasman Singodimejo.
























BAB III PENUTUP

3.1 Simpulan

Sejak tahun 1908-1925 di Indonesia bermunculan organisasi modern dikalangan elite pelajar seperti Budi Utomo yang pada masanya menjadi organisasi modern pertama, dengan munculnya Budi Utomo menjadi contoh di kalangan pelajar muda untuk mendirikan organisasi kepemudaan. Karena Budi Utomo merupakan organisasi golongan tua, sehingga para pemuda juga bergegas perlu adanya organisasi bagi para pemuda. Organisasi kepemudaan seperti Jong Java (Tri Koro Dharmo) merupakan salah satu organisasi yang masih bersifat kedaerahan. Jong Java memiliki peran dan pengaruh yang besar terhadap penyatuan pemuda. Pada awal berdirinya tahun 1915, organisasi ini bergerak di bidang sosial,pendidikkan, budaya dan olah raga, namun seiring dengan perkembangan semangat nasionalisme untuk lepas dari pengaruh Belanda, Jong Java mulai terpengaruh dengan aktifitas politik untuk memperoleh kemerdekaan, karena untuk memperoleh kemerdekaan perlu ikut serta dalam aktifitas politik. Pada tahun 1925, Jong Java mulai terpengaruh dengan aktifitas politik yang menjadi awal perubahan arah Jong Java dari non politik ke politik persatuan Indonesia. Perubahan arah tersebut menjadi hal yang menarik untuk diteliti, karena perubahan arah yang dilakukan Jong Java belum ada yang mengulas secara detail. Dari latar belakang di atas muncul dua rumusan masalah: pertama mengapa Jong Java melakukan perubahan dari non politik ke politik persatuan Indonesia, kedua Bagaimana aktivitas politik Jong Java dalam upaya menuju penyatuan organisasi-organisasi kepemudaan Indonesia.



DAFTAR PUSTAKA

Poesponegoro.M.D dan Nugroho Notosusanto.2008.Sejarah Nasional Indonesia.Jakarta : Balai Pustaka.

No comments:

Translate