KATA PENGANTAR
Alhamdulillah segala puji dan syukur kita panjatkan
kehadirat Allah SWT atas segala rahmat
dan karunianya sehingga penulisan makalah ini dapat terselesaikan dengan tepat
waktu. Salam dan shalawat semoga tetap tercurah kepada Nabi Muhammad SAW
sebagai tauladan dan panutan dalam kehidupan.
Penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan berbagai
pihak. Oleh karena itu, kami sebagai penulis mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini hingga
selesai.
Makalah ini disusun berdasarkan sumber-sumber yang ada namun kami yakin dengan segala kekurangan dan
keterbatasan kami, maka didalamnya masih banyak terdapat kekurangan baik dari
segi penulisan, tata bahasa, dan penyusunan. Oleh karena itu, kritik, saran dan
sumbangan pemikiran yang sifatnya membangun sangat diharapkan. Kami juga sangat berharap semoga makalah ini
dapat memberikan manfaat kepada kita smua, baik kami sebagai penulis pribadi
pada khususnya dan kepada pembaca pada umumnya.
Makassar, November 2014
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Konsep dan sifat keterbagian dapat
dipelajari secara lebih mendalam dengan relasi kekongruenan. Dengan menggunakan
konsep kekongruenan, kita dapat menelaah sifat keterbagian secara luas dan
mendalam sehingga lebih nampak manfatnya. Namun, untuk mempelajari kekongruenan
dan sifatnya diperlukan juga penguasaan konsep dan sifat keterbagian. Dengan
konsep kekongruenan, kita lebih mudah dan cepat untuk menentukan sisa beberapa
pembagian bilangan bulat.
Dengan adanya pemikiran-pemikiran
seperti ini, maka terdoronglah kami untuk menyusun sebuah makalah yang berjudul
kekongruenan agar kita sebagai mahasiswa matematika dapat dengan mudah
mempelajari dan memahami materi kekongruenan. Beberapa kegunaan kekongruenan
dibahas dalam makalah ini, misalnya untuk menjelaskan ciri terbagi habis dari
beberapa bilangan, koreksi sembilan yaitu menguji kebenaran suatu hasil
penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian bilangan bulat.
B.
Rumusan
Masalah
Adapun Rumusan masalah dari makalah ini adalah :
1.
Bagaimana kekongruenan
bilangan bulat?
2.
Apa pengaplikasian
kekongruenan dalam kehidupan sehari-hari?
3.
Apakah definisi
perkongruenan linear dan bagaimana aplikasinya?
4.
Bagaimana ciri-ciri
habis dibagi pada bilangan bulat positif?
C.
Tujuan
Tujuan ditulisnya makalah ini adalah :
1.
Untuk mengetahui
kekongruenan bilangan bulat.
2.
Untuk mengetahui
pengaplikasian kekongruenan dalam kehidupan sehari-hari.
3.
Untuk mengetahui defenisi
dari perkongruenan linear dan aplikasinya.
4.
Untuk mengetahui
ciri-ciri habis dibagi pada bilangan bulat positif.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Kekongruenan
Bilangan Bulat
Definisi
1:
Jika m suatu bilangan positif maka a kongruen dengan modulo
m (ditulis a ≡ b (mod m)) jika dan hanya jika m membagi (a-b) atau ditulis m | (a-b). Jika m tidak membagi (a-b) maka dikatakan a
tidak kongruen dengan b modulo m.
(Tiro dkk, 2008: 264)
Contoh :
a. 8 ≡ 4 (mod 2) sebab 2 | (8-4) atau 2 | 4
b. 14 ≡ -7 (mod 3) sebab 3 | (14-(-7) atau
3 | 21
c. 12 tidak kongruen 6 (mod 4) sebab 4 Å‚ (12-6) atau 4 Å‚ 6
Definisi 1 dapat ditulis sebagai berikut : jika m>0 dan m | (a-b) maka
ada bilangan bulat k sedemikian sehingga (a-b) = mk. Dengan demikian a ≡ b (mod m) dapat dinyatakan sebagai
selisih antara a dan b merupakan kalipatan m atau a-b = mk. Tetapi, kerena a – b = mk sama atrinya
dengan a=mk+b yaitu a sama dengan b ditambah kelipatan m, maka defenisi 1 dapat
dinyatakan sebagai berikut :
a ≡ b (mod m) jika dan
hanya jika ada bilangan bulat k sedemikian sehingga a=mk+b.
Contoh :
a.
17 ≡ 2 (mod 5) sama artinya dengan 17 = 5(3)+2
b.
26 ≡ 4 (mod 11) sama artinya dengan 26 = 11(2)+4
Teorema 1 :
Setiap bilangan bulat kongruen
modulo m dapat tepat satu diantara 0,1,2,3,...(m-1).
Bukti :
a ≡ b (mod m) jika dan
hanya jika ada bilangan bulat k sehingga a=mk+b. Jika a dan m bilangan bulat dan
m>0, maka ia dinyatakan sebagai a=mq+r dengan 0 ≤ r < m. Ini berarti
bahwa a-r=mq, yaitu a ≡ r (mod m). Karena 0 ≤ r < m, maka ada m buah pilihan
untuk r, yaitu 0,1,2,3....,(m-1). Jadi setiap bilangan bulat akan kongruen
modulo m dengan tepat satu diantara 0,1,2,3,....,(m-1).
Definisi 2 :
Pada a ≡ r(mod m)
dengan 0 ≤ r < m, r disebut sisian terkecil dari amodulo m. Untuk
kekongruenan ini , {0,1,2,3,...,(m-1)} disebut himpunan sisian positif terkecil
modulo m.
(Tiro dkk, 2008: 265)
Contoh :
a.
12 ≡ 2 (mod 5) karena 2 adalah sisian terkecil dari 12
modulo 5
b.
71 ≡ 1 (mod 2)
karena 1 adalah sisian terkecil dari 71 modulo 2
c.
{0,1,2} adalah himpunan sisaan terkecil modulo 3
d.
{0,1,2,3,4} adalah himpunan sisaan modulo 5
Kita dapat melihat
relasi kekongruenan itu dengan cara lain, seperti pada teorema berikut :
Teorema 2 :
a ≡ b (mod m) jika dan
hanya jika a dan b memiliki sisa yang sama jika dibagi m.
Bukti :
Pertama, akan dibuktikan bahwa jika a ≡ b (mod m) maka a dan b
memiliki sisa yang sama jika dibagi m.
Andaikan a ≡ b (mod m)
maka a ≡ r (mod m) dan b ≡ r (mod m) dengan r adalah sisaan terkecil modulo m
atau 0 ≤ r < m. Kerena a ≡ r (mod m) berarti a=mq+r untuk suatu q. Demikian
juga, b ≡ r (mod m) berarti b=mt+r untuk suatu t. Ini berarti a dan b memiliki sisa
yang sma yaitu r, jika di bagi m.
Kedua, akan dibuktikan bahwa jika a dan b memiliki sisa yang
sama jika dibagi m, maka a ≡ b (mod m). Misalkan a memiliki sisa r jika dibagi
m, berarti a=mq+r dan b memiliki sisa r jika dibagi m, yang berarti b=mt+r. Dari
kedua persamaan diperoleh bahwa a-b=m(q-t) berarti m | (a-b) atau a ≡ b (mod
m).
Perhatikan bahwa berdasarkan teorema yang telah dibahas, ungkapan berikut
mempunyai arti yang sama, yaitu “n ≡ 7 (mod 8)”, “n=7+8k untuksuatu bilangan
bulat k” dan “n dibagi 8 tersisa 7”.
Contoh :
“10 ≡ (mod 4)”
mempunyai arti yang sama dengan “10 = 4k+2 untuk suatu bilangan bulat k = 2”
dan “10 dibagi 4 bersisa 2”.
Definisi 3 :
Himpunan bilangan
bulat r1,r2,r3,.....,rm disebut
sistem sisaan lengkap modulo m jika dan hanya jika setiap bilangan bulat adalah
kongruen modulo m dengan satu dan hanya satu diantara r1,r2,r3,.....,atau
rm.
(Tiro dkk, 2008: 267)
Contoh :
a.
{45, -9, 12, -22, 24} adalah suatu sistem sisaan lengkap
modulo 5 karena 45 ≡ 0 (mod 5), -9 ≡ 1 (mod 5), 12 ≡ 2 (mod 5), -22 ≡ 3 (mod
5), dan 24 ≡ 4 (mod 5).
b.
{0,1,2,3,4} juga merupakan suatu sistem sisaan lengkap
modulo 5, sekaligus sebagai himpunan sisaan terkecil modulo 5.
c.
{11,12,13,14,15} adalah suatu sistem sisaan lengkap
modulo 5 karena 11 ≡ 1 (mod 5), 12 ≡ 2 (mod 5), 13 ≡ 3 (mod 5), 14 ≡ 4 (mod 5),
dan 15 ≡ 5 (mod 5).
Pada a ≡ r (mod m),
contoh diatas menunjukkan ada tidak hingga banyaknya sistem sisaan lengkap
modulo m.
Kekongruenan modulo suatu bilangan bulat positif adalah memadankan suatu
bilangan bulat a dengan satu bilangan bulat lain b. Karena merupakan pemadanan,
maka kekongruenan modulo merupakan suatu relasi. Dapat ditunjukkan bahwa relasi
kekongruenan itu sebagai relasi ekuivalen, seperti halnya relasi kesamaan. Kita
mengingatkan bahwa suatu relasi R disebut relasi ekuivalen atas suatu himpunan
bilangan A jika relasi itu memiliki sifat refleksi, sifat simetris, dan sifat
transitif.
1.
Sifat refleksi : aRa, suatu bilangan a memiliki relasi R
terhadap bilangan a itu sendiri
2.
Sifat simetris : aRb jika dan hanya jika bRa
3.
Sifat transitif : aRb dan bRc berakibat aRc
Kekongruenan modulo
suatu bilangan bulat positif m adalah suatu relasi ekuifalen pada himpunan
bilangan bulat dan teoremanya diberikan sebagai berikut:
Teorema 3 :
Untuk m bilangan bulat
positif dan a, b, dan c bilangan bulat, berlaku :
(1)
Sifat refleksi : a ≡ a (mod m)
(2)
Sifat simetris : a ≡ b (mod m) jika dan hanya jika b ≡ a
(mod m)
(3)
Sifat transitif : jika a ≡ b (mod m) dan b ≡ c (mod m)
maka a ≡ c (mod m)
Bukti :
(1)
Karena m | 0 maka m | (a-a), sehingga menurut definisi 1
a ≡ a (mod m)
(2)
Jika a ≡ b (mod m) maka menurut definisi 1 m | (a-b).
Menurut definisi keterbagian m | (a-b) berarti ada t elemen z sedemikian
sehingga a-b = mt jika dan hanya jika b-a = m(-t) dengan –t elemen z, sehingga
sesuai dengan definisi keterbagian diperoleh m | (b-a). Karena m | (b-a) maka b
≡ a (mod m).
(3)
Jika a ≡ b (mod m) dan b ≡ c (mod m), maka menurut
definisi 1 m | (a-b) dan m | (b-c) maka m | {(a-b) + (b-c)} atau m | (a-c),
sehingga a ≡ c (mod m).
Teorema 4
Jika a ≡ b (mod m) dan
c ≡ d (mod m) maka {a ± c} ≡ {b ± d } (mod m)
Bukti :
Karena a ≡ b (mod m)
berarti a = ms+b untuk suatu bilangan bulat s. Demikian juga, c ≡ d (mod m)
berarti c = mt+d untuk suatu bilangan bulat t. Apabila kedua persamaan ini
ditambahkan atau dikurangkan diperoleh :
a ± c = (ms+b) ±
(mt+d) ó a ± c = m (s±t) + (b±d)
ó (a±c) - (b±d) = m (s±t).
Ini
berarti a±c ≡ {b±d}(mod)
Teorema 5
Jika
a ≡ b (mod m) dan c ≡ d (mod m) maka untuk x dan y bilangan bulat (ax+cy) ≡
(bx+dy) (mod m).
Bukti :
Asumsikan
a ≡ b (mod m) berarti a = ms+b untuk suatu bilangan bulat s. Demikian juga, c ≡
d (mod m) berarti c = mt+d untuk suatu bilangan bulat t. Jika kedua ruas
persamaan pertama dikalikan x dan kedua ruas persamaan kedua dikalikan y
diperoleh : ax = msx+bx dan cy = mty+dy. Dengan penjumlahan, dari kedua
persamaan ini diperoleh :
ax+cy
= (msx+bx)+(mty+dy) => ax+cy =
m(sx+ty)+(bx+dy)
ð
(ax+cy)
– (bx+dy) = m(sx+ty)
Ini berarti bahwa m | {(ax+cy)-(bx+dy)}
atau ax+cy ≡ (bx+dy)(mod m).
Teorema 6 :
Jika a ≡ b (mod m) dan c ≡ d (mod m)
maka ac ≡ bd (mod m).
Bukti :
Asumsikan a ≡ b (mod m) dan c ≡ d (mod
m), menurut definisi 1 m | (a-b) dan m | (c-d). Ini berarti ada s elemen Z,
sehingga (a-b) = ms atau a=ms+b dan ada t elemen Z, sedemikian sehingga (c-d) =
mt atau c = mt+d. Jika kedua
persamaan ini dikalikan, diperoleh ac = (ms+b)(mt+d) ó ac = bd+m(ms+sd+bt).
Ini berarti ac ≡ bd (mod m).
Teorema 7 :
Jika a ≡ b (mod m) maka ka ≡ kb (mod m)
untuk suatu k bilangan bulat sebarang.
Bukti :
Ambil a ≡ b (mod m) maka menurut
definisi 1 m | (a-b). Karena m | (a-b), menurut teorema keterbagian m | k(a-b)
atau m | (ka-kb) untuk sebarang k elemen Z. Sesuai definisi 1 ini berarti ka ≡
kb (mod m).
Teorema 8 :
jika a ≡ b (mod m) maka ka ≡ kd (mod
km) untuk suatu k bilangan bulat sebarang.
Bukti :
Asumsikan a ≡ b (mod m), menurut
definisi 1 m | (a-b), yang berarti ada x elemen Z sehingga (a-b)=mx atau
k(a-b)=kmx atau ka-kb=(km)x. Menurut definisi keterbagian, ini berarti km |
(ka-kb), sesuai definisi1 ka ≡ kb (mod km).
Teorema 9 :
Jika a ≡ b (mod m) dan n | m maka a ≡ b
(mod n) untuk a, b, dan n elemen Z
Bukti :
Asumsikan a ≡ b (mod m), menurut
definisi 1 m | (a-b). Karena n | m dan m | (a-b) maka menurut teorema
keterbagian n | (a-b) maka menurut teorema keterbagian n | (a-b), sehingga
menurut definisi 1 a ≡ b (mod n).
Teorema 10 :
Jika a ≡ b (mod m) maka an ≡
bn (mod m) untuk n bilangan
bulat positif.
Teorema berikut ini penting karena
menghubungkan konsep kekongruenan dengan konsep penyelesaian polinom khusus.
Teorema 11:
Andaikan f suatu polinom dengan
koefisien bilangan bulat, yaitu f(x) = d0xn+d1xn-1+d2xn-2+.....+dn-1x+dn,
dengan d0,d1,d2,....,dn
masing-masing bilangan bulat. Jika a ≡ b (mod m) maka f(a) ≡ f(b) (mod m).
Bukti :
Gunakan teorema 10 “Jika a ≡ b (mod m)
maka an ≡ bn (mod
m) untuk n bilangan bulat positif”. Karena a ≡ b (mod m) maka a2 ≡ b2
(mod m)demikian juga a3 ≡ b3 (mod m) dan seterusnya an
≡ bn (mod m). Berdasarkan teorema 8 : diperoleh hasil d1an-1
≡ d1bn-1 (mod m) dan seterusnya menurun pangkatnya
sehingga dn-1b (mod m), sedangkan dn ≡ dn (mod
m).
Sekarang, kita gunakan teorema 4 : “Jika a ≡ b (mod m) dan c ≡ d (mod m)
maka {a ± c} ≡ {b ± d } (mod m)”, sehingga diperoleh : d0an+d1an-1+d2an-2+...+dn-1ba+dn ≡ (d0bn+d1bn-1+.....+dn-1b+dn)
(mod m). Jadi, f(a) ≡ f(b) (mod m).
Jika a penyelesaian
polinom f(x) dengan koefisien bilangan bulat sedangkan a ≡ b (mod m) maka b
menjadi penyelesaian f(x) untuk modulo m.
Teorema 12 :
Jika a suatu
penyelesaian f(x) ≡ 0 (mod m) dan a ≡ b (mod m) maka b juga penyelesaian f(x)
itu.
Bukti :
Dari teorema 11, f(a)
≡ f(b) (mod m). Jika
a penyelesaian f(x) ≡ 0 (mod m) maka f(a) ≡ 0 (mod m). Akibatnya f(b) ≡ 0 (mod
m) sehingga b penyelesaian f(x) ≡ 0 (mod m).
Dua bilangan bulat a
dan b yang kongruen modulo m mungkin dapat juga kongruen modulo suatu bilangan
bulat lain. Misalkan d>0 dan d pembagi m dan a ≡ b (mod m). Dengan demikian,
m=kd dan a-b=pm sehingga a-b=p(kd)=(pk)d atau d pembagi a-b. Selanjutnya,
diperoleh teorema sebagai berikut.
Teorema 13 :
Jika d | m dan a ≡ b
(mod m) maka a ≡ b (mod d).
Pada persamaan
bilangan bulat berlaku sifat penghapusan sebagai berikut: jika ab ≡ ac dengan
a≠0 maka b=c. Apakah dalam kekongruenan berlaku sifat yang mirip dengan sifat
penghapusan tersebut? Misalkan, jika ab≡ac(mod m) dengan a tidak kongruen 0
(mod m), apakah b ≡c (mod m)? Untuk menjawab pertanyaan ini, contoh berikut
perlu diperhatikan :
18 ≡ 6 (mod 4) sebab 4
| (18-6) atau 4 | 12.
2.9 ≡ 2.3 (mod 4) dan
jelas bahwa 2 tidak kongruen 0 (mod 4), tetapi 9 tidak kongruen 3 (mod 4), sebab 4 Å‚
(9-3) atau 4 Å‚ 6. Dalam hal inisifat penghapusan tidak berlaku. Sekarang,
diperhatikan kembali :
18 ≡ 6 (mod 4) sebab 4
| (18-6) atau 4 | 12.
3.6 ≡ 3.2 (mod 4) dan
jelas bahwa 3 tidak kongruen 0 (mod 4).
6 ≡ 2 (mod 4) sebab 4
| (6-2) atau 4 | 4. Dalam hal ini sifat penghapusan berlaku. Jadi, sifat
penghapusan tidak sepenuhnya berlaku pada relasi kekongruenan, tetapi akan
berlaku dengan suatu syarat seperti dinyatakan dalam teorema berikut.
Teorema 14 :
Jika ac ≡ bc (mod m)
dan (c,m)=1 maka a ≡ b (mod m).
Bukti :
Karena ac ≡ bc (mod m)
berarti m | (ac-bc) atau m | c(a-b). Dari m | c(a-b) dan (c,m)=1 diperoleh m |
(a-b) berarti a ≡ b (mod m). Jadi, kita dapat menghapus suatu faktor dalam
kekongruenan, jika faktor tersebut dan bilangan modulonya saling prima. Tetapi,
jika faktor dan modulonya tidak saling prima, kita harus mengganti bilangan
modulonya dalam teorema berikut.
Teorema 15 :
Andaikan (c,m)=d, ac ≡
bc (mod m) jika dan hanya jika a ≡ b(mod).
Bukti :
Pertama. Akan dibuktikan bahwa jika ac ≡ bc (mod m) dan (c,m) = d
maka a ≡ b(mod). Karena ac ≡ bc (mod m) berarti m | (ac-bc) atau
m | c(a-b), yang berarti ada z bilangan bulat sehingga c(a-b)=mz. Selanjutnya,
(c,m)=d berarti ada r dan s sehingga c=rd dan m=sd. Dengan demikian, c(a-b)=mz
menjadi rd(a-b)=sdz atau r(a-b)=sz. Jadi, s | r(a-b). Dari (c,m)=d berarti () = 1 atau (r,s)=1. Akibatnya, s | (a-b) artinya a ≡ b (mod s) atau a ≡ b (mod).
Kedua. Akan dibuktikan bahwa jika a ≡ b (mod) dan (c,m)=d maka ac ≡ bc (mod m). Karena a ≡ b (mod) berarti |
(a-b), sehingga ada t elemen Z yang memenuhi kesamaan a-b=t..
Sekarang, (a-b) d=mt
atau (a-b)dr=mtr, dan karena c=rd maka (a-b)c=m(tr) berarti m | c(a-b) atau m | (ac-bc). Ini berarti
ac ≡ bc (mod m).
Dari pertama dan kedua
dapat disimpulkan bahwa andaikan (c,m)=d, ac≡ bc (mod m) jika dan hanya jika (c,m)=d, maka a ≡ b (mod).
Contoh :
Tentuka x yang
memenuhi 4x ≡ 8 (mod 12)!
Penyelesaian :
Diketahui 4x ≡ 8 (mod
12) = 4x ≡ 4.2 (mod 12). Karena (4,12) =4 maka berdasarkan teorema 15, x ≡ 2
(mod ) atau x ≡ 2 (mod 3). Jadi, nilai-nilai
x adalah (3k+2) untuk setiap bilangan bulat k.
B.
Aplikasi
Kekongruenan
Kekongruenan bilangan bulat yang
sering di aplikasikan adalah kekongruenan madulo 9. Kekongruenan modulo 9 dapat
digunakan untuk memeriksa kebenaran terhadap operasi aritmetika yaitu
penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian pada bilangan bulat.
Perhatikan penjelasan berikut ini :
Misalnya, diketahui bahwa :
10.000-1 = 9.999 = 9 k4
sehingga 10.000 = 1(mod 9)
1.000-1 = 999 = 9 k3
sehingga 1.000 = 1(mod 9)
100-1 = 99 = 9 k2 sehingga 100 = 1(mod 9)
10-1 = 9 = 9 k1 sehingga 10 = 1(mod 9)
Berikut menunjukkan bahwa setiap
bilangan bulat kongruen modulo 9 dengan jumlah angka-angkanya.
Contoh :
12345
≡ {10000 + 2000 + 300 + 40 + 5} (mod 9)
≡
{1(10000)+ 2(1000) + 3(100) + 4(10) + 5} (mod 9)
≡
{1(1) + 2(1) + 3(1) + 4(1) + 5} (mod 9)
≡
15 (mod 9)
selanjutnya dengan cara yang sama
15 ≡ {10 + 5} (mod 9)
≡
{1 + 5} (mod 9)
≡
6 (mod 9)
Jadi 12345 ≡ 6 (mod 9)
Berdasarkan penjelasan yang telah diuraikan di atas, maka
dapat diturunkan menjadi teorema sebagai berikut.
Teorema 1 :
10n ≡ 1 (mod 9), untuk setiap n = 1, 2, 3, …
Bukti :
10n – 1 = 999 … 9 (sebanyak n kali, dengan syarat
semua angkanya 9)
10n = 1 (mod 9)
Teorema 2 :
Setiap bilangan bulat
kongruen modulo 9 dengan jumlah angka-angkanya.
Bukti :
Ambil sebarang
bilangan bulat n dan angka-angkanya secara berurutan:
n = dkdk-1dk-2.....d2d1d0
dan n = dk10k+dk-110k-1+dk-210k-2+.....+d2102+d110+d0.
Menurut teorema 1 bahwa 10n ≡ 1 (mod 9), untuk setiap n = 1, 2, 3,
…, sehingga
n = {dk(1)+dk-1(1)+dk-2(1)+.....+d2(1)+d1(1)+d0}(mod
9). Jadi, bilangan bulat n kongruen modulo 9 dengan jumlah angka-angkanya.
Pengujian
Kebenaran Operasi Aritmetika pada Bilangan Bulat dengan Menggunakan Penerapan
Kekongruenan Modulo 9
a.
Penjumlahan
Teorema
:
Andaikan a, b, c adalah bilangan bulat dan m bilangan asli.
Jika a ≡ b (mod m) dan c ≡ d (mod m), maka a + c ≡ b + d (mod m)
Bukti
:
a ≡ b (mod m) berarti m │(a-b)
c ≡ d (mod m) berarti m │(c-d)
selanjutnya,
m │(a-b) dapat dinyatakan (a-b) = tm
m │(a-b) dapat dinyatakan (a-b) = tm
m │c-d dapat dinyatakan c-d = t m
sehingga (a+c)–(b+d) = (t+t )m atau a+c ≡ b+d (mod m)
Contoh
:
12345 + 67890+24680+13579+12378
= 130872
Penyelesaian
:
12345 ≡ 1+2+3+4+5 (mod
9) ≡ 15 (mod 9) ≡ 6 (mod 9)
67890 ≡ 6+7+8+9+0 (mod
9) ≡ 30 (mod 9) ≡ 21 (mod 9) ≡ 12 (mod 9) ≡ 3 (mod 9)
24680 ≡ 2+4+6+8+0 (mod
9) ≡ 20 (mod 9) ≡ 11 (mod 9) ≡ 2 (mod 9)
13579 ≡ 1+3+5+7+9 (mod
9) ≡ 25 (mod 9) ≡ 16 (mod 9) ≡ 7 (mod 9)
12378 ≡ 1+2+3+7+8 (mod
9) ≡ 21 (mod 9) ≡ 12 (mod 9) ≡ 3 (mod 9)
Jadi,
12345+67890+24680+13579+12378 ≡ 6+3+2+7+3 (mod 9)`≡ 21 (mod 9)
≡ 12 (mod 9) ≡ 3 (mod
9) …….. (i)
sedangkan 130872 ≡
1+3+0+8+7+2 (mod 9) ≡ 21 (mod 9) ≡ 12 (mod 9)
≡ 3 (mod 9) … (ii)
Dari kekongruenan (i)
dan (ii), maka
12345 + 67890 + 24680
+ 13579 + 12378 = 130872.
b.
Perkalian
Teorema
:
Andaikan a, b, c, d, dan m bilangan asli. Jika a ≡ b (mod m)
dan c ≡ d (mod m), maka ac ≡ bd (mod m)
Bukti
:
a ≡ b (mod m) berarti m│(a-b)
c ≡ d (mod m) berarti m│(c-d)
selanjutnya,
m│(a-b) dapat dinyatakan (a-b) = tm
(a-b)c = (tm)c => (ac-bc) = (tc)m ………(i)
m│(c-d) dapat dinyatakan (c-d) = tm
(c-d)b = (tm)b => cb-db = (t b)m ……… (ii)
Dari (i) dan (ii) dijumlahkan sehingga akan menghasilkan:
(ac–bc) = (tc)m
(cb-db) = (tb) m+(ac –bd) = (tc+tb) m atau ac ≡ bd (mod m)
Contoh
:
12345 x 67890 =
83810250
Penyelesaian
:
12345 ≡ 1+2+3+4+5 (mod
9) ≡ 15 (mod 9) ≡ 6 (mod 9)
67890 ≡ 6+7+8+9+0 (mod
9) ≡ 30 (mod 9) ≡ 21 (mod 9) ≡ 12 (mod 9) ≡ 3 (mod 9)
Jadi 12345x67890 ≡ 6x3
(mod 9) ≡ 18 (mod 9) ≡ 9 (mod 9) ≡ 0 (mod 9) …….....(i)
sedangkan 83810250 ≡
8+3+8+1+0+2+5+0 (mod 9) ≡ 27 (mod 9) ≡ 18 (mod 9)
≡ 9 (mod 9) ≡ 3 (mod
9) ……………(ii)
Dari kekongruenan (i)
dan (ii), maka 12345 x 67890 = 83810250
C.
Perkongruenan
Linear dan Aplikasinya
1.
Perkongruenan
Linear
Perkongruenan merupakan kalimat terbuka yang
menggunakan relasi kekongruenan. Perkongruenan
linear adalah suatu perkongruenan yang memiliki variabel berpangkat paling
tinggi satu. Misalnya : 3x ≡ 4 (mod 5), 2x ≡ 7 (mod 10), dan sebagainya.
Bentuk umum perkongkruenan linear adalah :
ax ≡ b (mod m) dengan a tidak kongkruen dengan 0
Pada pengkongkruenan linear 3x ≡ 4 (mod 5),
apabila x diganti dengan 3 memberikan 3.3 ≡ 4 (mod 5) atau 9 ≡ 4 (mod 5), yaitu
suatu kalimat kekongkruenan yang benar. Begitu pula jika x di ganti
berturut-turut oleh ....,-7,-2,8,13,... akan memberikan kalimat-kalimat
kongkruen yang benar. Perkongkruenan linear ax ≡ b (mod m) akan mempunyai
penyelesaian jika dan hanya jika ada bilangan x dan k yang memenuhi persamaan
ax ≡ b + km.
Suatu perkongruenan linear dapat mempunyai satu solusi
(seperti contoh di atas), ada yang memiliki lebih dari satu solusi, atau
mungkin tidak memiliki solusi sama sekali, misalnya 3x ≡ 5 (mod 12)
tidak memiliki penyelesaian, sebab tidak ada x yang memenuhi 3x –
5 = 12.k atau 12∤(3x –
5), untuk x dan k bilangan bulat. (akan dibahas lebih lanjut di
aplikasi perkongkruenan linear)
2.
Aplikasi
perkongruenan linear
Contoh :
3x ≡ 4 (mod 5), merupakan
perkongruenan linear, sedangkan x4 – 5x + 7 ≡ 5 (mod 7), bukan merupakan pengkoreanan linear.
Untuk perkongruenan linear 3x ≡ 4 (mod 5),
Jika x = 3 maka
: (3.3) ≡ 4
(mod 5) = 9 ≡ 4 (mod 5), merupakan suatu kalimat pengkongruenan linear yang
benar. Jika x = -7 maka : (3 (-7)) ≡ 4 (mod
5) = -21 ≡ 4 (mod 5), merupakan suatu kalimat pengkongruenan linear yang benar.
Dan untuk nilai – nilai x yang lainnya, seperti : ......, -12, -7, -2, 3, 8.
....
Karena ax ≡ b (mod m), berarti ax
– b = mk, untuk k ϵ Z atau ax = b + mk. Jadi perkongruenan linier
ax ≡ b (mod m) akan mempunyai solusi atau penyelesaian jika dan hanya jika ada
x dan k anggota z yang memenuhi persamaan ax – b = k. Misalkan r memenuhi
perkongruenan linier ax ≡ b (mod m), berarti ar ≡ b (mod m), maka setiap
bilangan bulat ( (r+m), (r+2m), (r+3m), ..., (r–m), (r– 2m),...) memenuhi
perkongruenan itu sebab a(r +mk) ≡ ar ≡
b (mod m) untuk k ϵ Z. Diantara bilangan-bilangan bulat ( r + mk
) dengan k = 0, 1, 2, 3, ...,-1, -2, -3,... ada tepat satu dan hanya satu
katakan s dengan 0 ≤ s < m sebab
suatu bilangan bulat meski terletak diantara dua kelipatan m yang berurutan.
Jadi, jika r memenuhi
perkongruenan ax ≡ b (mod m) dan km ≤ r
< (k+1)m untuk suatu bilangan
bulat k maka 0 ≤ ( r – km) < m , jadi s = r – km untuk suatu bilangan
bulat k. Ini berarti s merupakan solusi ( penyelesaian ) dari
perkongruenan ax ≡ b
(mod m).
Contoh :
(1)
Misalkan 2x ≡ 4 (mod
2). Nilai-nilai x yang memenuhi perkongruenan 2x ≡ 4 (mod 2) ini adalah ...,
-19, -12, -5, 2, 9, 16, ... dengan solusi perkongruenan adalah 2. Yaitu residu
terkecil modulo 7 yang memenuhi perkongruenan linier 2x ≡ 4 (mod 2). Pada
persamaan ax = b dengan a ≠ 0 hanya mempunyai satu solusi, banyak solusi,
bahkan ada yang tidak mempunyai solusi.
(2)
2x ≡ 1(mod 4). Jika 2x
≡1(mod 4) maka 4│(2x–1) tidak mempunyai solusi karena tidak ada suatu bilangan
bulat x yang memenuhi 4│(2x–1) berarti 4│(2x–1).
(3)
3x ≡ 5 (mod 11). Jika
3x ≡ 5 (mod 11) maka 11 │ (3x – 5) hanya mempunyai tepat satu solusi yaitu 9.
(4)
2x ≡ 4 (mod 6). Jika
2x ≡ 4 (mod 6) maka 6 │ (2x – 4) mempunyai beberapa solusi yaitu yaitu 2 dan 5
Teorema`1 :
Jika (a,m) tidak dapat membagi b maka perkongruenan linier
ax ≡ b (mod m) tidak mempunyai solusi.
Bukti :
Ambil a, b, m ϵ
Z dengan m > 0 dan ax ≡ b (mod m) mempunyai solusi adt : (am) │ b. Karena ax
≡ b (mod m) mempunyai solusi misalkan r maka ar ≡ b (mod m) atau (ar–b) = mk. untuk suatu bilangan bulat k, b =
ar – mk. Misalkan (am) = d maka d│a dan d│m Karena d│a maka d│ar untuk suatu r ϵ Z Karena d │m
maka d │mk untuk suatu k ϵ
Z, karena d │ ar dan d │ mk maka d │ar – mk atau d │ b, Karena kontraposisi di
atas benar maka teorema di atas juga benar.
Contoh :
6x ≡ 7 (mod 8) karena ( 6,8 ) = 2 dan 2 tidak dapat membagi 7 maka
6x ≡ 7 (mod 8) tidak mempunyai solusi .
Teorema 2 :
Jika (a,m)=1 maka perkongruenan linier ax ≡ b(mod m) memiliki
tepat satu solusi
Bukti
:
Ambil a, m ϵ Z dengan m
> 0 dan ( a,m ) = 1
Adt : ax ≡ b (mod m)
memiliki tepat satu solusi , Akan ditunjukkan ax ≡ b (mod m) Mempunyai solusi karena
(am) = 1 maka ada bilangan bulat r dan s sehingga ar+ms=1. Jika kedua ruas
dikalikan dengan b maka :
(ar)
b + (ms) b = b
a
(rb) – b = m (-sb)
karena m │ a (rb) – b
maka dapat ditulis a (rb) ≡ b (mod m). Maka residu terkecil dari rb modulo m
adalah solusi dari perkongruenan itu. Akan ditunjukkan ax ≡ b (mod m) mempunyai
tepat satu solusi (kontradiksi). Misalkan solusi perkongruenan itu tidak
tunggal, misalkan r dan s masing-masing solusi dari ax ≡ b (mod m) maka ar ≡ b
(mod m) dan as ≡ b (mod m) atau ar ≡ as (mod m) karena (a,m) = 1 maka r ≡ s
(mod m). Berarti m │ r – s .... (i)
Tetapi karena r dan s
adalah solusi dari perkongruenan itu maka r dan s masing-masing residu terkecil
modulo m sehingga 0≤r<m dan 0≤s<m atau -m<r–s< m......(ii). Dari (i)
dan (ii) yaitu m│r–s dan -m<r–s<m maka haruslah r–s =
0 atau r = s. Ini berarti bahwa solusi
dari perkongruenan linier tunggal untuk (a,m ) = 1.
Contoh
:
(1)
4x ≡ 1 ( mod 15 )
x ≡ 16 ( mod 15 )
x ≡ 4 ( mod 15 )
x = 4 + 15 k untuk suatu k = 0, ±1, ±2, ±3, ...
Residu terkecil dari 4x ≡ 1 ( mod 15 ) adalah 4.
(2)
14 x ≡ 27 ( mod 31 )
14 x ≡ 58 ( mod 31 )
7x ≡ 29 ( mod 31 )
7x ≡ 91 ( mod 31 )
x ≡ 13 ( mod 31 )
x = 13 + 31 k untuk suatu k = 0, ±1, ±2, ±3, ...
Residu terkecil dari 14 x ≡ 27 ( mod 31 ) adalah 13.
Jika (am) = 1, ax ≡ 1 (mod m) juga
mempunyai tepat satu solusi. Solusi itu disebut invers dari a modulo m yang disebut a-1. a-1
(mod m ) dapat ditulis dengan ax ≡ 1 (mod m)
Contoh :
Tentukan 2-1 (mod 13)
Penyelesaian :
2x ≡ 1 ( mod 13 )
2x ≡ 14 ( mod 13 )
x ≡ 7 ( mod 13 )
x = 7 + 13 k untuk k = 0, ±1, ±2, ±3, ...
Residu terkecil dari 2x ≡ 1 ( mod 13 ) adalah 7.
Teorema 3 :
Jika ( a,m ) = d dan
d │ b maka perkongruenan linier ax ≡ b ( mod m ) memiliki tepat d
solusi.
Bukti :
Ambil a, b, d, m ϵ Z dengan m
> 0 dan ( a,m ) = d dan d│b.
Adt : ax ≡ b ( mod m )
memiliki tepat d solusi. Akan ditunjukkan d buah solusi. Ambil a, b, d, m ϵ Z dengan m
> 0 dan ( a,m ) = d dan d│b
Adt : ax ≡ b ( mod m )
memiliki tepat d solusi. Karena ( a,m ) = d berarti akan ada bilangan (a’,m’) =
1 sehingga berlaku a = da’ dan m = dm’ .Karena d│b maka ada b’ sehingga b = b’
d
Perhatikan bahwa :
ax ≡ b (mod m)
( da’) x ≡ db’ (mod
m’d), Karena (a,m) = d dan (a’,m’) = 1 maka (da’)x ≡ db’ (mod dm’) jika kedua ruas dibagi dengan d maka a’x ≡
db’ (mod dm’). Karena (a’,m’) = 1
maka a’x = b’ (mod m’) akan
memiliki satu solusi, misalkan solusi itu adalah r. Maka d buah bilangan yaitu
:
r,r+m’ , r+2m’, ... ,
r+(d–1)m’ atau r+km’ untuk k = 0,1 2,... ,(d–1) memenuhi perkongruenan ax ≡ b (mod
m) akan berlaku : ax = a (r + km) = da’ (r + km’)= da’r + da’km’ Karena a’r ≡
b’(mad m’) dan m’d = m maka
ax ≡ a’rd + a’km’d (mod m) ≡ b’d
+ a’km’d ( mod m) ax ≡ b’d ( mod m) ax ≡ b ( mod m). Jadi r + km’ untuk k = 0, 1, 2, ..., (d–1) memenuhi
perkongruenan ax ≡ b ( mod m ). Setiap
r + km’ dengan k = 0, 1, 2, ..., ( d – 1 ) memenuhi
perkongruenan ax ≡ b ( mod m ) akan berlaku :
ax = a (r + km) = da’ (r + km’) = da’r + da’km’
Karena a’r ≡ b’ ( mod m’) dan m’ = m maka
ax ≡
a’rd + a’km’d ( mod m)
≡ b’d + a’km’d ( mod m)
≡ b’d ( mod m)
≡ b ( mod m)
Jadi r + km’ untuk k =
0,1,2,......,(d–1) memenuhi perkongruenan ax
≡ b ( mod m)
Setiap r +km’ dengan k
= 0, 1, 2, 3,..., (d – 1) adalah residu terkecil dari modulo m. Karena r adalah
solusi dari a’x ≡ b’ ( mod m’) berarti r
≥ 0 sehingga 0 ≤ r + km’. Perhatikan bahwa :
r + km’ ≤ r + (d – 1)m’ ; untuk
setiap k = 0, 1, 2, ........, (d – 1)
r + (d – 1)m’ < m’ + (d – 1) m’
r + (d -1) m’ < m’ + dm’ – m’
r + (d – 1)m’ < dm’
r + (d – 1) m’ < m
ini berarti 0 ≤ r +
km’ < m. hal ini menunjukkan bahwa (r + km’) untuk k = 0, 1, 2, ...... ,(d –
1) adalah residu – residu terkecil modulo m atau mempunyai d buah solusi yang
berbeda. Artinya tidak ada bilangan dari (r + km’) untuk k = 0, 1, 2,
......,(d – 1) yang kongruen modulo m sebab (r + km’) untuk k = 0, 1,
2,.......,(d -1) adalah residu – residu terkecil modulo m yang berbeda.
Tidak ada solusi lain kecuali d buah solusi itu. Karena r adalah solusi dari perkongruenan linear
ax ≡ b ( mod m), misalkan ada solusi
lain yaitu s, berarti ;
as ≡ b ( mod m) dan ar ≡ b
( mod m). sehingga
as ≡ ar ( mod m)
Karena (a , m) = d dan
as ≡ ar ( mod m) maka diperoleh
s ≡ r (
mod m/d)
s ≡ r ( mod m’)
Ini berarti s – r =
tm’ atau s = r + tm’ untuk suatu bilangan bulat t. Karena s residu terkecil
modulo m, sedangkan semua residu terkecil modulo m berbentuk (r + km’) dengan k
= 0, 1,
2,........, (d – 1).
Maka s = r + tm’
adalah salah satu solusi di antara (r + km’). Jadi tidak ada solusi lain kecuali
d buah solusi yaitu (r + km’) dengan k = 0,
1, 2, ......, (d – 1)
Contoh
:
Selesaikanlah 6x ≡
15 ( mod 33)
Jawab
:
6x
≡ 15 ( mod 33) karena
(6 , 33) = 3 maka
2x
≡ 5 ( mod 11) karena
(2 , 11) = 1 maka
2x
≡ 16 ( mod 11)
x ≡ 8 ( mod 11)
ini berarti x = 8 + 11k, untuk
setiap k ϵ
Z
untuk k = 0 maka x = 8
untuk k = 1 maka x = 19
untuk k = 2 maka x = 30
Jadi 6x ≡ 15 ( mod 33) mempunyai 3 buah solusi yang
berbeda yaitu 8, 19, dan 30.
D. Ciri Habis Dibagi
1. Definisi ciri habis dibagi
Definisi dari ciri habis dibagi adalah jika a suatu bilangan asli dan b suatu bilangan bulat,
maka a membagi b (dinyatakan dengan ).
Jika dan jika ada sebuah bilangan bulat c demikian sehingga b = ac.Suatu
bilangan bulat x dikatakan habis dibagi oleh suatu bilangan bulat y ≠ 0, jika
terdapat satu bilangan bulat p sedemikian sehingga x = py. Jika hal ini
dipenuhi maka y dikatakan membagi x dan dinotasikan dengan y │ x yang dapat diartikan sebagai y adalah faktor
(pembagi) x, atau x adalah kelipatan y. Jika y tidak membagi x dinotasikan
dengan y ┼ x.
Keterbagian (divisibility)
merupakan dasar pengembangan teori bilangan, sehingga konsep-konsep keterbagian
akan banyak digunakan didalam sebagian besar uraian atau penjelasan matematis
tentang pembuktian teorema. Keadaan inilah yang memberikan gagasan tentang
perlunya definisi keterbagian. Keterbagian atau divisibility adalah sudut pandang matematika yang mempelajari
suatu bilangan yang habis oleh bilangan lain.
2. Dalil-dalil Ciri Habis Dibagi
a) Dalil 1 :
Jika a dan b masing-masing habis
dibagi p, maka a+b dan a-b habis dibagi p
Diketahui : a habis dibagi p
b habis dibagi p
Buktikan : a+b habis
dibagi p
a-b habis dibagi
p
Bukti :
a habis dibagi p berarti a= k x p
b habis
dibagi p berarti b= m x p, maka a+b = k x p + m x p = (k+m) x
p, Jadi a + b habis dibagi p, a-b = k x p – m x p = (k-m) x p. Jadi a-b
habis dibagi p.
b) Dalil 2
Jika a habis dibagi p tetapi b tidak habis
dibagi p, Maka a+b dan a–b tidak habis dibagi p.
Diketahui : a habis dibagi p
b tidak habis dibagi p
Buktikan : a + b tidak habis dibagi p
a – b tidak habis dibagi p
Bukti:
Mengingat yang harus dibuktikan terdapat dua kemungkinan, yaitu: a + b habis dibagi p, atau a +
b tidak habis dibagi p. Andaikan a + b habis dibagi p. Diketahui bahwa a habis dibagi p maka menurut dalil I: ( a + b ) + (-a) habis dibagi p. Jadi b habis dibagi p.
Hal ini bertentangan dengan yang diketahui. Sehingga perandaian diatas
salah.Maka a + b tidak habis dibagi p. Apabila a habis dibagi b, dan b habis dibagi c,
maka a habis dibagi c.
c) Dalil 3
Diketahui : a habis dibagi b
b habis dibagi c
Buktikan : a habis dibagi c
Bukti:
a habis
dibagi b berarti a = k x b
b habis
dibagi c berarti b = m x c
Jadi a = k
x ( m x c ) = ( k x m ) x c
3. Ciri Habis Dibagi
Bilangan habis dibagi bukan
berarti hasil yang didapat dari pembagian bilangan tersebut sama dengan 0
tetapi hasil dari pembagiannya adalah bilangan bulat. Misalnya 10 : 2 = 5 maka
10 habis dibagi 2 karena hasil dari pembagian tersebut adalah bilangan bulat
yaitu 5, sedangkan 10 : 3 = 3,33 sehingga 10 tidak habis dibagi 3 karena
hasilnya tidak dalam bilangan bulat yaitu 3,33.Berikut ini merupakan ciri-ciri
bilangan yang habis dibagi.
a) Ciri Habis Dibagi 2
Suatu bilangan habis dibagi dua apabila nilai angka terakhir dari
lambangnya habis dibagi dua. Bilangan yang habis dibagi 2
adalah bilangan genap yang digit terakhirnya 0, 2, 4, 6, maupun 8.
Contoh:
Apakah 4796 habis dibagi 2?
Apakah 4796 habis dibagi 2?
Jawaban:
4796790 + 6 = 479 x
10 + 6
Suku pertama ruas kanan, yaitu 479 x 10, habis dibagi 10. Karena 10 habis
dibagi 2, maka 479 x 10 habis dibagi 2 (dalil III). Suku kedua, yaitu 6, juga
habis dibagi 2. Maka menurut dalil I, 4790 + 6 habis dibagi 2. Jadi, 4796 habis
dibagi 2.
b) Ciri Habis Dibagi 3
Setiap kelipatan 9 merupakan kelipatan 3, maka terdapat dalil: Setiap
bilangan sama dengan kelipatan tiga ditambah jumlah nilai angka-angkanya. Dari
dalil itu diturunkan ciri habis dibagi tiga adalah: Suatu bilangan yang habis
dibagi 3 adalah bilangan yang apabila jumlah angka-angka bilangan tersebut
habis dibagi 3.
Contoh:
Apakah 32564892 habis dibagi 3?
Apakah 32564892 habis dibagi 3?
Jawaban:
Karena 3 + 2 + 5 + 6 + 4 + 8 + 9 + 2 = 39, lalu 39:3=13. Jadi, 32564892 habis dibagi 3.
c) Ciri Habis Dibagi 4
Suatu bilangan habis dibagi 4 apabila 2
bilangan/digit terakhir bilangan tersebut habis dibagi 4.
Contoh:
Apakah 25879416 habis dibagi 4?
Apakah 25879416 habis dibagi 4?
Jawaban:
Karena 2 angka/digit terakhir bilangan tersebut
adalah 16, dan 16 habis
dibagi 4. Jadi, 25879416 habis dibagi
4.
d) Ciri Habis Dibagi 5
Suatu bilangan habis dibagi 5 apabila angka
terakhir lambangnya habis dibagi 5. Dapat pula dikatakan suatu bilangan habis
dibagi 5 apabila lambangnya berakhir dengan angka 0 atau angka 5.
Contoh:
Apakah 225654580 habis dibagi 5?
Apakah 225654580 habis dibagi 5?
Jawaban:
Karena digit terakhir bilangan tersebut adalah 0, maka 225654580 habis dibagi 5. Jadi, 225654580 habis dibagi 5.
Karena digit terakhir bilangan tersebut adalah 0, maka 225654580 habis dibagi 5. Jadi, 225654580 habis dibagi 5.
e) Ciri Habis
Dibagi 6
Ciri-ciri bilangan yang habis dibagi 6 adalah apabila jumlah digit-digit
bilangan tersebut habis dibagi 2 dan habis dibagi 3.
Contoh:
Apakah 1286652 habis dibagi 6?
Apakah 1286652 habis dibagi 6?
Jawaban:
Karena 1 + 2 + 8 + 6 + 6 + 5 + 2 = 30, dan 30 habis dibagi 2 (30:2=15) dan habis dibagi 3 (30:3=10) maka 1286652 habis dibagi 6.
Karena 1 + 2 + 8 + 6 + 6 + 5 + 2 = 30, dan 30 habis dibagi 2 (30:2=15) dan habis dibagi 3 (30:3=10) maka 1286652 habis dibagi 6.
f) Ciri Habis Dibagi 7
Bilangan yang habis dibagi 7 adalah bilangan
yang apabila satuan bilangan tersebut dikali 2 lalu menjadi pengurangan
bagi bilangan didepannya/sisanya.
Contoh:
Apakah 553 habis dibagi 7?
Contoh:
Apakah 553 habis dibagi 7?
Jawaban:
Karena satuannya (3) dipisah dan dikali 2 lalu 55 – (3 x 2) = 55 – 6 = 49, 49 habis dibagi 7,maka 553 habis dibagi 7. Jadi, 553 habis dibagi 7.
Karena satuannya (3) dipisah dan dikali 2 lalu 55 – (3 x 2) = 55 – 6 = 49, 49 habis dibagi 7,maka 553 habis dibagi 7. Jadi, 553 habis dibagi 7.
g) Ciri Habis Dibagi 8
Ciri-ciri bilangan habis dibagi 8 adalah apabila 3 digit terakhir bilangan tersebut habis dibagi 8.
Contoh:
Apakah 12360 habis dibagi 8?
Apakah 12360 habis dibagi 8?
Jawaban:
Karena 3 digit terakhir bilangan tersebut habis dibagi 8 (360 : 8 = 45),maka 12360 habis dibagi 8. Jadi, 12360 habis dibagi 8.
Karena 3 digit terakhir bilangan tersebut habis dibagi 8 (360 : 8 = 45),maka 12360 habis dibagi 8. Jadi, 12360 habis dibagi 8.
h) Ciri Habis Dibagi 9
Setiap bilangan sama dengan kelipatan sembilan ditambah dengan jumlah nilai
angka-angkanya. Dari dalil tersebut, mengingat dalil I, dapat diturunkan ciri
habis dibagi sembilan yaitu: Suatu bilangan yang
habis dibagi sembilan adalah jumlah semua digit-digit bilangan tersebut habis
dibagi 9.
Contoh:
Apakah 12684591 habis dibagi 9?
Apakah 12684591 habis dibagi 9?
Jawaban:
Karena 1 + 2 + 6 + 8 + 4 + 5 + 9 + 1 = 36, dan 36 habis dibagi 9, maka 12684591 habis dibagi 9. Jadi, 12684591 habis dibagi 9.
Karena 1 + 2 + 6 + 8 + 4 + 5 + 9 + 1 = 36, dan 36 habis dibagi 9, maka 12684591 habis dibagi 9. Jadi, 12684591 habis dibagi 9.
i)
Ciri habis dibagi 11
Bilangan yang habis dibagi 11 yaitu jika bilangan tersebut
merupakan kelipatan 11. Ciri bilangan habis dibagi 11 yaitu jika jumlah
digitnya dengan berganti tanda dari digit satuan hasilnya habis dibagi 11
Contoh:
Apakah 1234 habis dibagi 11?
Jawaban :
Maka yang kita lakukan adalah menjumlahkan dengan tanda
berselang seling dari digit satuan. Tanda dimulai dari positif. Maka
mengechecknya 4 – 3 + 2 – 1 = 2. Karena 2 tidak habis dibagi 11, maka 1234 juga
tidak habis dibagi 11.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Kekongruenan
Bilangan Bulat
Definisi 1:
Jika m suatu bilangan positif maka a kongruen dengan modulo
m (ditulis a ≡ b (mod m)) jika dan hanya jika m membagi (a-b) atau ditulis m | (a-b). Jika m tidak membagi (a-b) maka dikatakan a
tidak kongruen dengan b modulo m.
(Tiro dkk, 2008: 264)
Definisi 2 :
Pada a ≡ r(mod m)
dengan 0 ≤ r < m, r disebut sisian terkecil dari amodulo m. Untuk
kekongruenan ini , {0,1,2,3,...,(m-1)} disebut himpunan sisian positif terkecil
modulo m.
(Tiro dkk, 2008: 265)
Definisi 3 :
Himpunan bilangan
bulat r1,r2,r3,.....,rm disebut
sistem sisaan lengkap modulo m jika dan hanya jika setiap bilangan bulat adalah
kongruen modulo m dengan satu dan hanya satu diantara r1,r2,r3,.....,atau
rm.
(Tiro dkk, 2008: 267)
2.
Aplikasi
Kekongruenan
Dalam kehidupan sehari-hari,
terdapat beberapa keadaan yang serupa dengan masalah kekongruenan. Misalnya,
kerja arloji mengikuti aturan madulo 12 untuk menyatakan jam, dan modulo 60
untuk menyatakan menit dan detik. Selanjutnya, kerja kelender mengikuti aturan
modulo 7 untuk hari-hari dalam satu minggu dan modulo 12 untuk bulan-bulan
dalam setahun.
Kekongruenan modulo 9 dapat
digunakan untuk memeriksa kebenaran terhadap operasi aritmetika yaitu penjumlahan,
pengurangan, perkalian, dan pembagian pada bilangan bulat. Perhatikan
penjelasan berikut ini :
Misalnya, diketahui bahwa :
10.000-1 = 9.999 = 9 k4
sehingga 10.000 = 1(mod 9)
1.000-1 = 999 = 9 k3
sehingga 1.000 = 1(mod 9)
100-1= 99 = 9 k2 sehingga 100 = 1(mod 9)
10-1= 9 = 9 k1 sehingga 10 = 1(mod 9)
3.
Perkongruenan
Linear dan Aplikasinya
Perkongruenan merupakan kalimat terbuka yang
menggunakan relasi kekongruenan. Perkongruenan
linear merupakan suatu perkongruenan yang memiliki variabel berpangkat paling
tinggi satu. Misalnya : 3x ≡ 2 (mod 8 ), 2x ≡ 7 (mod 10), dan
sebagainya. Suatu perkongruenan linear dapat mempunyai satu solusi (seperti
contoh di atas), ada yang memiliki lebih dari satu solusi, atau mungkin tidak
memiliki solusi sama sekali.
4. Ciri Habis Dibagi
Definisi dari ciri habis dibagi adalah jika a
suatu bilangan asli dan b suatu bilangan bulat, maka a membagi b (dinyatakan
dengan ). Jika dan jika ada sebuah
bilangan bulat c demikian sehingga b = ac.Suatu bilangan bulat x dikatakan
habis dibagi oleh suatu bilangan bulat y ≠ 0, jika terdapat satu bilangan bulat
p sedemikian sehingga x = py. Jika hal ini dipenuhi maka y dikatakan membagi x
dan dinotasikan dengan y │ x yang dapat diartikan sebagai y adalah faktor (pembagi) x, atau x adalah
kelipatan y. Jika y tidak membagi x dinotasikan dengan y ┼ x.
B.
Saran
Makalah
ini disusun dengan tujuan untuk menambah wawasan dan membantu memudahkan kita
dalam mengikuti mata kuliah Teori Bilangan terkhusus pada materi kekongruenan.
Kami sebagai penyusun memberi saran dan harapan yang besar kepada pembaca yang
budiman untuk mempergunakan makalah ini sebaik mungkin. Selain itu kami juga
menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini terdapat banyak kekurangan, maka
dari itu kami bersedia menerima tiap kritikan dan saran dari pembaca yang
bersifat membangun.
Semoga
dengan diterbitkannya makalah ini wawasan kita mengenai mata kuliah Teori
Bilangan terkhusus pada materi kekongruenan. Kami mengucapkan terimakasih dan
permohonan maaf yang sebesar-besarnya kepada pembaca dan semua pihak yang telah
terlibat dalam penyusunan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Nisa, utamy. 2014. Ciri habis dibagi. (online) http://nissautamycirihabisdibagi13.blogspot.com/2014/02/ciri-habis-dibagi.html. diakses 11 november 2014 pukul 07.40 WITA
Tiro, Muhammad Arif,
dkk. 2008. Pengenalan Teori Bilangan.
Makassar : Andira Publisher.
Wardhani, krisna 2010. Perkongruenan linear.(online) http://krisna8.wordpress.com/2010/11/24/perkongruenan-linear diakses 11 november 2014 pukul 07.00 WITA
Yahya,
A Halim Fathani. 2009 .Uji Kebenaran Operasi Aritmetika pada Bilangan Bulat
Dengan Kekongruenan Modulo 9. (online).http://masthoni.wordpress.com/2009/07/28/uji-kebenaran-operasi-aritmetika-pada-bilangan-bulat-dengan-kekongruenan-modulo-9/. diakses 10 november 2014 pukul 05.53 WITA
DAFTAR ISI
Kata Pengantar................................................................................................................ i
Daftar Isi.......................................................................................................................... ii
BAB I Pendahuluan........................................................................................................ 1
A.
Latar Belakang...................................................................................................... 1
B.
Rumusan Masalah................................................................................................. 1
C.
Tujuan.................................................................................................................... 1
BAB II Pembahasan....................................................................................................... 2
A.
Kekongruenan Bilangan Bulat.............................................................................. 2
B.
Aplikasi Kekongruenan......................................................................................... 9
C.
Perkongruenan Linear dan Aplikasinya................................................................ 13
D.
Ciri Habis Dibagi................................................................................................... 19
BAB III Penutup............................................................................................................. 24
A.
Kesimpulan............................................................................................................ 24
B.
Saran...................................................................................................................... 25
Daftar Pustaka................................................................................................................ 26
No comments:
Post a Comment