TEORI BILANGAN
“Keterbagian
Bilangan Bulat”
DISUSUN
OLEH:
KELOMPOK
5
NURFAJRI
INDAH SARI 10536462813
NURFADILLAH 10536463813
SRY
WAHYUNI 10536465113
RASNAH 10536465213
KELAS
3E
PROGRAM
STUDI STRATA SATU (S-1)
JURUSAN
PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2014
KATA
PENGANTAR
Assalamualaikum wr. Wb.
Syukur Alhamdulillah
penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
segala bentuk kenikmatannya kepada kita semua sehingga penulisan ini dapat
terselesaikan sesuai dengan waktu yang diharapkan. Dan tak lupa pula penulis
mengirimkan salam dan shalawat atas junjungan
kita Nabiullah Muhammad saw. Sebagai rahmatan lil’alamin.
Penulisan makalah ini merupakan
bentuk kewajiban dan penyempurnaan nilai terhadap kami selaku mahasiswa di
Universitas Muhammadiyah dan pengembangan pikiran kami dalam mempelajari teori
bilangan tentang “Keterbagian Bilangan Bulat”.
Kami mengucapkan terimah kasih
kepada dosen kami yang dengan rasa keikhlasan dan kesabaran mengajarkan kami
mata kuliah teori bilangan.
Penyusunan makalah ini
belum sempurna, sebagaimana kata pepatah tak ada gading yang tak retak. Oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang sifatnya
membangun.
Wassalam.....!
Makassar,
10 November 2014
Penulis
Kelompok 5
DAFTAR ISI
Kata pengantar i
Daftar Isi ii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang 1
B.
Rumusan Masalah 1
C.
Tujuan 1
BAB II PEMBAHASAN
A.
Keterbagian 2
B.
Faktor Persekutuan Terbeasar 12
C.
Kelipatan Persekutuan Terkecil 25
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan 29
B.
Saran 29
DAFTAR PUSTAKA 30
BAB 1
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Keterbagian (divisibility)
merupakan bahan dasar dalam uraian lebih lanjut tentang pembahasan teori
bilangan. Setelah pembahasan tentang FPB dan KPK, sifat-sifat dasar keterbagian
dapat diperluas menjadi lebih lengkap dan mendalam. Demikian pula pembahasan
tentang FPB dan KPK beserta sifat-sifatnya dapat lebih dikembangkan dan
dikaitkan dengan keterbagian. Penerapan algoritma Euclides dalam pembahasan FPB
dan KPK merupakan bahan yang memberikan peluang kemudahan untuk mencari FPB dan
kpk dari bilangan-bilangan yang relative besar, dan untuk menyatakan suatu FPB
sebagai kombinasi linier dari bilangan-bilangan komponennya.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
menjelaskan mengenai keterbagian bilangan bulat ?
2.
Bagaimana menjelaskan
Faktor Persekutuan Terbesar ?
3.
Bagaimana menjelaskan
Kelipatan Persekutuan Terkecil ?
C.
Tujuan
1. Memahami mengenai keterbagian bilangan bulat
2. Memahami Faktor Persekutuan Terbesar
3. Memahami Kelipatan Persekutuan Terkecil
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Keterbagian
Sifat-sifat yang berkaitan dengan keterbagian telah
dipelajari oleh Euclid 350 SM menurut Sitriyani (Niven, 1999:4).
Pengembangan selanjutnya telah banyak dikembangkan oleh beberapa ahli
matematika yang lain, misalnya yang berkaitan dengan bilangan komposit,
perkalian dalam usaha untuk mengembangkan teori bilangan. Karena pentingnya sifat keterbagian maka
akibatnya konsep tersebut sering muncul dalam Aljabar Modern dan Struktur
Aljabar
menurut Sitriyani (Muhsetyo,
1994:18).
Misalkan
a dan b adalah dua bilangan bulat dengan syarat b > 0. Jika a dibagi dengan
b maka terdapat dua bilangan tunggal q (quotient) dan r (remainder)
sedemikian sehingga:
a
= qb + r, 0< r <b
dalam hal ini, q disebut hasil bagi
dan r disebut sisa. Jika r = 0, maka dikatakan a habis dibagi b dan
ditulis b|a . Jika a tidak habis dibagi b ditulis b†a .
Sifat
keterbagian
a. a|b dan b|c , maka a|c
b. ab|c maka , a|c dan b|c
c. a|b dan a|c , maka a|(bx+cy)
1.
Teorema
Keterbagian
Definisi 2.1
Suatu bilangan bulat x dikatakan habis dibagi oleh suatu bilangan bulat
y ≠ 0, jika terdapat satu bilangan bulat p sedemikian sehingga x = py. Jika hal
ini dipenuhi maka y dikatakan membagi x dan dinotasikan dengan y │ x yang dapat
diartikan sebagai y adalah faktor (pembagi) x, atau x adalah kelipatan y. Jika
y tidak membagi x dinotasikan dengan y ┼ x.
Contoh :
1)
3
│12, sebab ada bilangan bulat 4 sedemikian sehingga 12 = (4) 3.
2)
3
│-30, sebab ada bilangan bulat -10 sedemikian sehingga –30 = (-10)3.
3)
–6
│ 42, karena ada bilangan bulat 7 sedemikian sehingga 42 = (7)-6
4)
–5
│-25, karena ada bilangan bulat 5 sedemikian sehingga –25 = (5)-5
5)
3
┼ 5 karena tidak ada bilangan bulat x sedemikian sehingga 5 = (x) 3
6)
4
┼ 9 karena tidak ada bilangan bulat y sedemikian sehingga 9 = (y) 4
7)
–2
┼ 11 karena tidak ada bilangan bulat z sedemikian sehingga 11 = (z)-2.
8)
7
│7 karena ada bilangan bulat 1 sedemikian sehingga 7 = (1) 7.
Jika y │ x dan 0
< y < x, maka y disebut pembagi murni dari x. Notas ak ║ x
tetapi ak+1 ┼ x. Berdasarkan definisi 1 diatas selanjutnya pembagian
dalam Z dapat dilakukan tanpa memperluas Z menjadi Q.
Kemudian jika x,y Z dan yx
= 0, maka x= 0 atau y = 0 dan dikatakan
bahwa Z tidak mempunyai pembagi nol. Akibatnya dengan sifat ini dapat
dilakukan suatu penghapusan (Kanselasi).
Jika x,y Z dan 5x
= 5y, maka 5x – 5y = 0
5(x-y) = 0, diperoleh 5 = 0 atau x-y = 0, → x = y
Jadi persamaan 5x = 5y menjadi x = y tidak diperoleh
dengan perkalian 1/5 , karena 1/5 bukan bilangan bulat.
Untuk selanjutnya pernyataan y x sudah dianggap bahwa y
≠ 0. Sehingga dari definisi 2.1 dapat ditentukan bahwa:
1)
1
│ x, untuk setiap x Z,
karena ada p Z
sedemikian sehingga x = (p)1, sehingga 1 │ 3, 1│6, 1 │ 11, 1 │-21, 1 │16, 1 │
-10, semuanya bernilai benar.
2)
y
│ 0, untuk setiap y Z dan y
≠ 0 karena ada 0 Z
sehingga 0 =(y)0, sehingga 3 │ 0, 1│0, -1│ 0, 12 │0, -191 │0, 4│ 0,
semuanya bernilai benar.
3)
x
│x untuk setiap x Z dan x
≠ 0, karena ada 0 Z,
sehingga x = (1)x, sehingga pernyataan-pernyataan 2│2, -2│-2, 42│42,
12│12, -20│-20, 21│21, semuanya
bernilai benar.
Jika y │x, maka
kemungkinan hubungan antara y dan x adalah y < x, y = x, y>x.
Misalnya 2 │ 2 dengan 2 = 2, 2 │4
dengan 2 < 4, dan 2 │ -4 dengan 2 > -4.
Dalil 2.1
Jika a,b,c Z maka
berlaku:
1)
a│
b → a │bc, untuk setiap c Z.
2)
(a
│ b, b │c) → a │ c.
3)
(a
│ b, b │a) → a = ± b.
4)
(a
│ b, a │c) → a │ (b ± c).
5)
(a
│ b, a │c) → a │ (ax + by) untuk setiap
x,y Z
Untuk selanjutnya ax
+ by disebut kombinasi linear
dari b dan c
6)
(
a>0, b > 0 dan a │b) → a ≤ b.
7)
a
│b ↔ ma │ mb untuk setiap m Z dan m
≠ 0
8)
(
a│b dan a │ b+c ) → a │c.
Pernyataan-pernyataan pada dalil 2.1 di atas dapat
dibuktikan sebagai berikut:
1.
Karena
diketahui a│ b , maka menurut definisi 1 ada suatu bilangan bulat p sedemikian
sehingga b = (p)a. b = pa berarti bc =
(pa)c. Hal ini berarti terdapat bilangan bulat q = pc sedemikian sehingga bc =
qa.
Jadi
a │bc.
2.
a │b → b = pa, untuk suatu p Z
b │c → c = qb, untuk suatu q Z.
( b = pa, c = qb) → c = q(pa) atau c = (qp)a. atau c =
wa, untuk suatu w Z.
Jadi a │c.
3. a │b → b = pa, untuk suatu p Z
b │a → a = qb,
untuk suatu q Z.
( b = pa, a = qb) →
a = q(pa) atau a = (qp)a. Karena a │b, berarati
a ≠ 0, sehingga a = (qp)a atau a(1-qp) = 0 dan dapat disederhanakan
menjadi a=0 atau qp = 1. qp = 1 → ( q = 1 dan p =1) atau ( p = -1 dan q = -1)
p = q = 1 maka a = pb = b ....(1)
p = q = -1, maka a
= pb = -b ...(2)
Dari
(1) dan (2) didapat a = ± b
1.
a
│b → b = pa, untuk suatu p Z
a │c → c = qa, untuk suatu q Z.
( b = pa, c = qa) → b ± c = pa ± qa atau b ± c = a ( p ± q) b ± c = at
dengan t Z.
Jadi a │b ± c.
2. a │b → b = pa, untuk suatu p Z
a │c → c = qa,
untuk suatu q Z.
bx + cy = ( pa)x
+ (qa)y
bx + cy = a (px+qy)
dengan (px + qy) Z.
Jadi a │(bx+cy).
3.
a
│b → b = pa, untuk suatu p Z
karena a > 0, b > 0 dan b = pa maka p > 0.
karena p Z maka p
bukan suatu pecahan. Sehingga nilai kemungkinan x adalah 1,2,3, ..., yaitu :
x = 1 atau x >1 b = pa dan p =1 → b = a atau a = b
b = pa dan p > 1 → b > a atau a < b.
a = b atau a < b → a = b
4.
(a) a │b → b = pa, untuk suatu p Z → mb = map → mb = (ma)p → ma │mb
(b) ma │mb
→ mb = (ma)p untuk suatu p Z→ ma │mb
mb = m (ap) dan m ≠
0 → b = ap → a │b
b │c → c = q b, untuk suatu q Z.
a │b → b = pa, untuk suatu p Z
a │b + c → b + c =
qa, untuk suatu q Z.
b + c = qa → c = qa – b.
c = qa – b dan b = pa → c = qa - pa
atau c = a( q-p)
c = a ( q-p) dengan (q-p) Z → a
│c.
2.
Algoritma
pembagian
Jika a > 0, dan a,b Z, maka
ada bilangan-bilangan q, r Z yang
masing-masing tunggal (unique) sehingga
b = qa + r dengan 0 ≤ r < a. Jika a ┼ b maka r
memenuhi ketidaksamaan 0 < r < a.
Bukti.
Misal a, b Z, maka dapat
dibentuk suatu barisan aritmatika b – na, n Z, yaitu:
..., b –3a, b – 2a, b-a, b, b + a, b + 2a, ....
Barisan di atas mempunyai bentuk umum b – na.
Selanjutnya,
misal S adalah suatu himpunan yang unsur-unsurnya suku yang bernilai positip
dari barisan b – na, sehingga:
S
= { (b – na) │n Z, dan b – na
> 0 }
Menurut prinsip urutan, maka S
mempunyai unsur terkecil, sebut saja r.
Karena r S, maka r dapat
dinyatakan sebagai r = b – qa, dengan q Z. Dari r = b – qa dapat diperoleh b = qa + r.
Jadi jika a > 0 dan a,b Z maka ada q,r Z sedemikian sehingga b = qa + r.
Untuk menunjukkan bahwa 0 r < a, maka
digunakan bukti tidak langsung sebagai berikut:
Anggaplah bahwa 0 r < a
tidakbenar, maka r a dan dalam hal
ini r tidak mungkin negatip karena r S.
Jika r a maka r – a 0.
r = b – qa r – a = b – qa
– a
= b – ( q +1) a.
r – a 0 dan r-a = b – ( q + 1 ) a 0.
r – a 0 dan r – a
mempunyai bentuk b – na, maka r – a S.
Karena a > 0 maka r – a < r sehingga r – a
merupakan unsur terkecil dari S dan lebih kecil dari r. Hal ini bertentangan
dengan pengambilan r sebagai unsur terkecil S. Jadi haruslah 0 r < a.
Untuk menunjukkan ketunggal q dan r, dimisalkan q dan r
tidak tunggal yaitu q1, q2, r1, r2 Z dan memenuhi
hunbungan persamaan
b = q1a +
r1
b = q2a +
r2
Sehingga
berlaku q1a+ r1
= q2a+ r2
( q1 - q2
) a + ( r1 - r2 ) = 0 .
( r1
- r2 ) = ( q2 – q1 )a
a │ ( r1 - r2 )
a │ ( r1 - r2 ) r1 -
r2 = 0 atau r1 - r2 a ( a r1 -
r2 )
r1 - r2 = 0 r1 =
r2 (q1 - q2
) a = 0 q1
= q2
r1 - r2 a > 0, r1
> 0 , r2 > 0 r1 a = 0.
Jadi r1 = r2
dan q1 = q2
yaitu q dan r masing-masing adalah
tunggal.
Selanjutnya
jika a ┼ b, maka tidak ada q Z sehingga b =
qa. Hal ini berarti b qa atau b = qa + r dengan 0 < r < a. ( r 0, sebab jika r = 0 diperoleh b = qa).
Dalil 2.3
Jika b = qa + r dengan 0 ≤ r < a, maka
b
disebut bilangan yang dibagi (devidend) a disebut bilangan pembagi (devisor/faktor)
q disebut bilangan hasil bagi (quotient), dan r
disebut bilangan sisa (remainder/residu)
Dalil
2.3 di atas disebut pula dengan dalil algoritma pembagian.
Algoaritma adalah prosedur atau metode matematis untuk
memperoleh hasil tertentu yang dilakukan menurut sejumlah langkah berurutan
yang berhingga. Dalil 2 ini sebenarnya lebih bersifat dalil eksistensi
(keujudan) dari adanya bilangan-bilangan bulat q dan r dari suatu algortima.
Namun demikian uraian tentang pembuktiannya dapat memberikan gambaran adanya
suatu metode, cara , atau prosedur matematis untuk memperoleh bilangan-bilangan
bulat q dan r sehingga b = qa + r.
Jika a = 2 dan b adalah sebarang bilangan bulat, maka
menurut dalil sebelumnya b dapat dinyatakan dengan b = 2q + r,
dengan 0 ≤ r < a. Hal ini
berarti bahwa nilai-nilai b yang mungkin dapat ditentukan oleh nilai-nilai r
yang mungkin yaitu r = 0 dan r = 1.
Untuk r = 0 maka b
= 2q + r = 2q + 0. b = 2q, dengan q Z. b
yang dapat dinyatakan dengan 2q ( q Z )
disebut bilangan bulat genap (even integer).
Untuk r = 1, b =
2q + r = 2q + 1 ( q Z )
disebut bilangan bulat ganjil. (odd intereger, gasal).
Ternyata
berdasarkan dalil algoritma pembagian, setiap bilangan bulat dapat dinyatakan
sebagai bilangan bulat genap (2q) atau bilangan bulat ganjil ( 2q + 1). Selanjutnya jika diambil a = 3, maka menurut
dalil Algoritma Pembagian, dengan mengambil r= 0, r=l dan r=2. Sehingga
sebarang bilangan bulat b dapat dinyatakan sebagai bentuk dari salah satu
persamaan berikut:
b = 3q
b = 3q + 1
b
= 3q + 2
Dengan alasan yang sama, setiap bilangan bulat selalu
dapat dinyatakan antara lain:
- Salah satu dari 4q, 4q+1, 4q+2, 4q+3 (q Z)
- Salah satu dari 5q, 5q+1, 5q+2, 5q+3, 5q+4 (q Z)
- Salah satu dari 6q, 6q+1, 6q+2, 6q+3, 6q+4, 6q+5 (q Z)
Disinilah sebenarnya letak dari konsep algoritma
pembagian, suatu konsep mendasar yang dapat digunakan untuk membantu pembuktian
sifat-sifat tertentu.
Contoh:
1.
Diketahui
n adalah bilangan bulat, buktikan bahwa 2 │n3 – n .
Bukti:
Menurut dalil Algoritma pembagian, terdapat bilangan bulat q sedemikian
sehingga n = 2q atau n = 2q + 1, Untuk n = 2q maka
:
n3 – n = n (n2 – 1)
=
n(n-1)(n+1)
=
2q(2q-1)(2q+1)
=
2{q(2q-1)(2q+1)
n3 – n = 2{q(2q-1)(2q+1)
Sehingga 2 │2{q(2q-1)(2q+1) atau 2 │ n3 – n.
Untuk n = 2q+1 maka:
n3 – n = n (n2 – 1)
= n(n-1)(n+1)
= (2q+1)(2q+1-1)(2q+1+1)
= (2q+1)(2q)(2q+2)
n3 – n = (2q+1)(2q)(2q+2)
Sehingga 2 │(2q+1)(2q)(2q+2) atau 2 │ n3 – n
2.
Tunjukkan
bahwa 4 ┼ n2 + 2 untuk sebarang n Z
Jawab:
Dengan bukti
tidak langsung, anggaplah 4 │ n2 + 2.
Sesuai dengan dalil algoritma pembagian, untuk n Z dapat dinyatakan sebagai :
n = 2q atau n = 2q + 1, q Z.
Untuk n = 2q, maka n2 + 2 = (2q)2 + 2 = 4q2
+ 2
4 │n2 + 2
n2 + 2 = 4q2 + 2
4
│4q2 + 2
4
│4q2 , maka 4 │2, hal ini terjadi kontradiksi karena 4 ┼ 2.
Jadi anggapan
bahwa 4 │ n2 + 2. adalah salah sehingga 4 ┼ n2 + 2.
Untuk n = 2q + 1, maka n2 + 2 = (2q+1)2 + 2 = 4q2
+ 4q + 3= 4(q2+q) + 3, 4 │n2 + 2
n2 + 2 = 4(q2 +q) + 3 4 │4(q2 + q) + 3
4 │4(q2 + q), maka 4 │3, hal
ini terjadi kontradiksi karena 4 ┼ 3.
B.
Faktor Persekutuan Terbesar
Sebelum
membahas tentang factor persekutuan terbesar (FBI) ada beberapa peragaan yang
perlu diketahui. Apabila ada dua buah bilangan a=6 dan b=8. Jika A adalah
himpunan factor dari a,dan B adalah himpunan semua factor dari b, serta C
adalah himpunan factor persekutuan dari a dan b, maka :
A={-6,-3,-2,-1,1,2,3,6}
B={-8,-4,-ssss2,-1,1,2,4,8}
C=A∩B={-2,-1,1,2}
Anggota
dari C yang terbesar adalah 2. Jadi, 2 merupakan factor persekutuan dari a=6
dan b=8. Demikian juga, 2 merupakan bilangan bulat positif terbesar yang
membagi a=6 dan b=8.
Sekarang,
jika dimisalkan a=-6 dan b=8. Anggota dari C yang terbesar adalah 2. Jadi, 2
merupakan factor persekutuan dari a=-6 dan b=8. Selanjutnya, 2 juga merupakan
bilangan bulat positif terbesar yang membagi a=-6 dan b=8. Dengan jalan yang
sama, jika diambil a=-6 dan b=-8, maka
akan juga diperoleh factor persekutuan terbesar dari a dan b adalah 2.
Jka
untuk menyatakan factor persekutuan terbesar dari a dan b digunakan lambang
(a,b) maka dapat ditentukan bahwa (6,8)=2,(-6,8)=2, (-6,-8)=2. Ternyata factor
persekutuan terbesar dari dua bilangan bulat a dan b, apapun tanda masing-masing,
selalu diperoleh nilai yang bertanda positif.
Tetapi,
jika a dan b (tidaak keduanya) bernilai nol, misalnya a=0 dan b=6. Jika A adlah
himpunan semua factor a=0 dan b=8 adalah himpunan semua factor b=6, maka:
A={…,-7,-6,-5,-4,-3,-2,-1,1,2,3,4,5,6,7,…}
B={…,-7,-6,-5,-4,-3,-2,-1,1,2,3,4,5,6,7,…}
C=A∩B={…,-7,-6,-5,-4,-3,-2,-1,1,2,3,4,5,6,7,…}
Dengan
demikian, (a,b)=(0,0) tidak ada, karena C tidak mempunyai anggota yang
terbesar.
Jadi, setiap bilangan bulat a dan b yang tidak
keduanya nol hanya memiliki sejumlah terbatass factor (pembagi). Tetapi, untuk
kasus a=b=0, banyaknya factor persekutuan dar a dan b tidak terbatas. Bilangan
1 akan membagi setiap bilangan, maka 1 merupakan factor persekutuan dua
bilangan bulat sembarang a dan b sehingga setiap pasang bilangan bulat
sembarang selalu memiliki factor persekutuan.
Definisi 5.4 dan Definisi 5.5
bersama-sama dapaat dinyatakan sebagai berikut:
d=(a,b) jika dan hanya jika:
i.
d│a dan d│b
ii.
jika, c│a dan c│b maka c ≤ d.
syarat
i) menyatakan
bahwa d factor persekutuan
dari a dan b, sedangkan syarat
ii) menyatakan bahwa d fakor persekutuan terbesar dari a dan
b.
Notasi:
1.
d=(a,b) dibaca d adalah faktor persekutuan
terbesar (FPB)(greatest common divisor) dari a dan b.
2.
d=(a1, a2,...,an)
dibaca d adalah faktor persekuuan
terbesar dari a1, a2,...,an.
3.
d=(a,b) didefinisikan untuk setiap a,dan bZ
kecuali a=0 dan b=0.
4.
d=(a,b) adalah bilangan bulat positif yaitu dZ dan d>0 (atau d≥1)
|
Bukti:
Teorema ini dengan singkat
dapat ditulis “Jika b=qa+r maka (b,a)=(a,r)”. Misalkan (b,a)=d, berarti d│b dan d│a.
Dari ketentuan b=qa+r , karena d│a dan d│qa untuk setiap qZ sembarang. Jika d│qa dan d│b maka sesuai teorema d│r. karena d│a dan d│r maka d adalah faktor persekutuan dari a dan r.
Misalkan c adalah sembarang faktor persekutuan dari a dan
r, berarti c│a dan c│r. Dari ketentuan b=qa+r
, karena c│a maka c│qa. Dengan c│qa dan c│r maka sesuai dengan teorema
c│b. Demikian pula karena c│a dan c│b maka c adalah faktor persekutuan dari a
dan b.
Karena (b,a)=d, c│a dan c│b berarti c≤d. Ini berarti
bahwa d adalah faktor persekutuan dari a dan r, ditulis (a,r)=d, karena (b,a)=d
maka (b,a)= (a,r).
Contoh:
Hitung (200,150) dan (150,50)
Penyelesaian:
Diketahui b=200, a=150.
Dengan menggunakan algoratmi pembagian, diperoleh:
200=1(150)+50 (berarti
q=1,r=50)
150=3(50)+0 (berarti
q=3,r=0)
|
Bukti:
Nilai-nilai ax+by dengan
x,yZ. Disusun dalam suatu barisan. Misalkan S adalah himpunan unsur-unsur barisan
yang positif yaitu:
S={ ax+by>0
dan x,yZ}, maka SN
Karena N merupakan
himpunan yang terurut rapi dan S, maka S mempunyai unsur terkecil. Misalkan unsur
terkecil itu adalah t.
Karena tS, maka tentu
ada x,yZ sehingga t= ax+by. Jadi t adalah bilangan bulat positif
terkecil yang mempunyai bentuk ax+by. Selanjutnya harus
dibuktikan bahwa t=d=(a,b), yaitu t merupakan
faktor persekutuan terbesar dari a dan b.
Untuk menunjukkan
bahwa t adalah faktor persekutuan terbesar dari a dan b perlu ditunjukkan
bahwa t│a dan t│b.
Bukti tidak
langsung digunakan untuk membuktikan
t│a.
Misalkan t│-a, maka a≠qt untuk semua qZ, dan menurut teoema a=qt+r, dengan 0<r<t, sehingga:
r =
a-qt=a-q(ax+by)=a(1-qx)+b(-qy).
Dengan demikian rZ karena r
mempunyai bentuk umum unsur S. Untuk r,tS, r<t, hal
ini berarti t bukan unsur terkecil S, padahal t dimisalkan sebagai unsur
terkecil S, maka terjadi kontradiksi, berari tidak benar t│-a, dengan kata lain
t│a.
Dengan jalan yang
sama dapat ditunjukkan bahwa t│b. Karena t│a dan t│b, maka t adalah faktor persekutuan terbesar dari a
dan b, berarti t≤d karena d
adalah faktor persekutuan terbesar dari a dan b. Kemudian dapat ditunjukkan d≤t
sebagai berikut:
d =(a,b), maka
sesuai definisi d│a dan d│b
d│a dan d│b, maka
sesuai definisi keterbagian, ada m,nZ sehingga a=
md dan b=nd.
t =ax+by,
a= md dan b=nd, maka t=(md)x+(nd)y atau t=d(mx+ny),
berarti dot karena (mx+ny) Z.
dot,d>0 dan
t>0 maka sesuai teorema, d≤t.
t≤d dan d≤t, maka t=d atau d=t.
Jadi:d=(a,b) adalah
sama dengan t, yaitu bilangan bulat terkecil yang mempunyai bentuk ax+by
dengan x,yZ.
|
Bukti:
Misalkan (a,b)=t
dan (ma,mb)=g, menurut teorema, ada x,y,v,wZ sehingga t=ax+by dan g=mav+mbv
1. misalkan (ma,mb)=g, sesuai definisi FBP g│ma dan g│mb.
Karena g│ma dan g│mb maka sesuai teorema g│max dan g│mby untuk setiap x,yZ selanjutnya,
g│max dan g│mby maka g│max+mby atau g│m(ax+by), sehingga g│mt karena t=ax+by
(sesuai teorema).
2. Misalkan
(a,b)=t, maka sesuai definisi FPB t│a
dan t│b. karena t│a dan t│b maka mt│ma
dan mt│mb untuk setiap mZ
dan m≠0. Dari mt│ma dan mt│mb memberikan mt│mav
dan mt│mbw. Dengan demikian, karena mt│mav dan mt│mbw maka mt│mav +mbw, sehingga mt│g karena
g= mav +mbw.
Dari
1) diperoleh g│mt
dan dari 2) diperoleh mt│g,
maka sesuai dengan teorema g=mt karena
g>0 dan mt>0. Karena g=mt, g=(ma,mb) dan mt=m(a,b) maka (ma,mb)=m(a,b).
Contoh:
a) (6,8)=(2.3,2.4)=2(3,4)=2.1=2
b) (30,80)=10.3,10.8)=10(3,8)=10.1=10
|
Bukti :
Cara 1
Misalkan
bahwa (a:d,b:d)=c, maka harus ditunjukkan bahwa c=1, yaitu dengan
memperlihatkan bahwa c≤1 dan c≥1.
Karena
c adalah factor persekutuan terbesar dari dua bilangan bulat maka c≥1.
(berdasarkan definisi 5.5). selanjutnya kita akan menunjukkan bahwa c≤1.
Karena
(a:d,b:d)=c maka c│(a:d)
dan c│(b:d)
c│(a:d) a:d=cq.
a:d=cq
a=d(cq)
(definisi pembagian)
a=(dc).q (sifat asosiatif pada perkalian)
Karena
cZ dan dZ maka dcZ, selanjutnya c│(b:d)
(b:d)=cr
b:d=cr
b=d(cr ) (definisi pembagian)
b=(dc).r (sifat
asosiatif pada perkalian)
Karena
cZ dan dZ maka dcZ.
Persamaan
a=(dc).q dan b=(dc).r menunjukkan bahwa dc adalah factor persekutuan dari a dan
b. karena d adalah factor persekutuan terbesar
dari a dan b, maka dc≤d. karena dZ, d>0 maka c≤1. Karena c≥1 dan c≤1 maka c=1
Cara 2:
Karena
(a,b)=d, maka menurut definisi 5.5, d│a dan d│b. Hal ini berarti,dan
adalah bilangan bulat.
Contoh 5.12
a. Factor
persekutuan terbesar dari 35 dan 10 adalah 5 atau dapat ditulis (35,10)=5.
Factor persekutuan terbesar dari 35:5 dan 10:5 adlaha 1 atau dapat di tulis
35:5,10:5)=(7,2)=1.
b. (8,24)8(8:8,24:8)=(1,3)=1
c. (25,80)=5 (25:5,80:5)=(5,16)=1.
|
Bukti:
Cara 1
Ambil
a bilangan bulat a,b, dan c dan (a,b)=1,
sesuai dengan teorema 5.14, ada x dan y dengan x,y Z sehingga ax+by=1.
ax+by=1c=( ax+by)=c.1 (kedua
ruas dikalikan dengan c)
c(ax)+c(by)=c (sifat
distribusi perkalian)
acx)+bcy)=c (sifat
asosiatif dan komunitatif)
Karena
a│bc
maka a│(bc)y untuk y Z.
a│a(cx)
karena a(cx)
mempunyai factor a
a│(bc)y dan a│a(cx),
maka a│(bcy+acx)
Karena
a│(bcy+acx) dan (bcy+acx)=c maka a│c.
Cara 2
Dari
teorema 5.15, (ca,cb)=c(a,b)=c, dan a│ca, tetapi juga a│bc (diberikan).
Karena
c adalah FPB dari ca dan cb sedangkan a│ca dan a│bc maka a│c karena a
merrupakan FPB dari cb dan ca.
Contoh 5.13
a.
6│60 atau 6│5.12 dan (6,5)=1, maka 6│12;
b.
3│45 atau 3│5.9 dan (3,5)=1, maka 3│9;
c.
6│66 atau 6│11.6 dan (6,11)=1, maka 6│6.
Pada
teorema 5.17, (a,b)=1 merupakan syarat perlu namun tidak cukup untuk berlakunya
teorema ini. Jika a│bc dan tidak diketahui bahwa (a,b)=1, maka tdak dapat
dijamin bahwa a│b maupun a│c.
Contoh 5.14
a.
6│30 atau 6│3.10, tetapi (6,3)≠1, dan terlihat
bahwa 6│- 3 dan 6│-10.
b.
10│40 atau 10│5.8 tetapi (5,10)≠1, terlihat
bahwa 10│-5 dan 10│-8.
c.
|
Bukti:
Karena
(a,m)=1 maka sesuai dengan teorema 5.14, ada x,y Z sehingga ax+my=1, atau ax=1-my.
Dari
(b,m)=1, sesuai dengan teorema 5.14, ada s,t Z sehingga bs+mt=1, atau bs=1-mt.
(ax)(bs)=(1-my)(1-mt)=1-mt-my+m2yt=1-m(t+y-myt)
(ax)(bs)+ m(t+y-myt)=1
(xs)(ab)+ m(t+y-myt)=1 (sifat komunitatif dan asosiatif)
jika u=xs dan v=(t+y-myt)
maka u,vZ, sehingga (u) (ab)+mv=1 dan tidak mungkin ada bilangan bulat
positif yang kurang dari 1 dan mempunyai bentuk itu, maka sesuai dengan Teotema
5.14, (ab,m)=1
contoh 5.15
a.
(5,6)=1 dan (7,6)=1 (5.7,6)=(35,6)=1
b.
(4,11)=1 dan (3,11)=1 (4.3,11)=(12,11).
|
Bukti :
1) Akan
dibuktikan bahwa jika d=(a,b) maka d>0, d│a, d│b, dan f│d untuk setiap factor
persekutuan f dari adan b.
d =(a,b) maka menurut defenisi, d adalah bilangan bulat positif
terbesar yang membagi a dan b berarti d>0, d│a dan d│b.
d=(a,b) berarti pula d adalah bilangan bulat positif terkecil yang
mempunyai bentuk (ax+by) dengan x,y Z, yaitu d=ax+by.
Misalkan f adalah sebarang factor persekutuan dari a dan b, maka f│a
dan f│b, sehingga f│ax dan f│by karena f│ax dan f│by maka f│ (ax+by).
f│ (ax+by) dan d=(ax+by)
maka f│d.
2)
Akan dibuktikan bahwa jika d>0, d│a, d│b, dan f│d untuk setiap
factor persekutuan f dari a dan b, maka d=(ab).
Karena d>0, d│a, d│b dan
f│d (f adalah sebarang factor persekutuan dari a dan b), maka d=kf, kZ.
Karena d>0 dan d=kf maka
d≥f.
Karena d│a dan d│b maka d
adalah factor persekutuan dari a dan b dan d≥f (d lebih besar dari sebarang
faktorbpersekutuan a dan b) maka d=(a,b). jadi, jika d>0. d│a, d│b, dan f│d
maka d=(a,b).
Contoh 5.16
a.
Factor-faktor persekutuan dari 6 dan adalah -1, -1, -2,dan 2. Karena
(6,8)=2 maka 2│6 dan 2│8 dan juga -1│2, 1│2, -2│2 dan 2│2.
b.
|
Bukti:
Pada bagian ini hanyalah
diberikan pembuktian untuk (a,b)=(a,b+ax). Sementara bagian yang lain
disilahkan pembaca mencoba sebagai latihan.
Misalkannya d=(a,b) maka
menurut defenisi factor persekutuan d│a dan d│b.
d│a → d│ax, (teorema
5.4)
d│b dan d│ax →d│b+ax (teorema
5.3)
d│a dan d│b+ax→ d factor
persekutuan dari a dan (b+ax).
Karena e= (a,b+ax) maka e│a
dan e│ b+ax (definisi)
e│a → e│ax (teorema 5.4)
e│a dan e│ b+ax → e│b (teorema 5.9)
karena e│a dan e│b maka e
adalah factor persekutuan a dan b,
berarti e│(a,b) atau e│a. karena d>0, e>0, d│e dan e│d maka d=e. jadi,
(a,b)=(a,b+ax).
Contoh 5.17
a.
(4,8)=4 maka (8,4)=4,(4,-8)=4 dan (-4,-8)=4
b.
(12,40)=12,4+3.12)=(12,4)=(81.4,4)=(8,4)=4(2,1)=4.
Pada teori selanjutnya akan
di jelaskan mengenai Algoritma Euclides.
Contoh 5.18
Carilah (105,60) dengan Algoritma Euclides
Penyelesaian:
105=1×60+45 0≤45<60
60=1×45+15, 0≤15<45
45=3×15+0
Jadi, (105,60)=15.
Contoh 5.19
Tentukan x dan y sehingga (105,60)= x(105)+y(60)!
Penyelesaian:
15=60-1(45)
45=105-1(60), sehingga:
15=60-1(45)
=60-1(105-1(60))
=60-1×105+1(60)
=2.60-1×105
15=(-1)(105)+2×60
Jadi, x=-1 dan y=2.
Contoh 5.20
Carilah (570,1938) dengan Algoritma Euclides
Penyelesaian:
1938=3(570)+228
570=2(228)+114
228=2(114)+0
Jadi,
(570,1938)=114.
Contoh 5.21
Carilah nilai a dan b sehingga (570,1938)= 570a+1938b
Penyelesaian:
114=570-2(228)
228=1938-3(570),sehingga:
114=570-2(228)
=570-2(1938-3.570)
=7(570)- 2(1938)
114=7(570)-2(1938)
Jadi, a7 dan b=-2.
C. Kelipatan Persekutuan Terkecil
pada
bagian sebelumnya, kita telah membahass mengenai factor persekutuan terbesar
(FPB) dari dua atau lebih blangan. Pada bagian ini dibahas mengenai kelipatan
perrsekutuan terkesil (KPK). Telah diketahui bahwa jika a│b maka b adalah
kelipatan a. himpunan bilangan bulat positif kelipatan 4 di tulis A={4,8,12,16,…}.
Kita mengamati masing-masing anggota
dalam himpunan A yang mempunyai bentuk 4k dengan k adlah bilangan kelipatan
bulat positif dari c adalah kc, dimana k=1,2,3,…
jika B adalah himpunan bilangan bulat positif
kelipatan 6, himpunan B dapat ditulis B={6,12,18,24,30,… }.Irisan dari kedua
himpuan A dan B yaituA∩B={12,24,36,…}, adalah
himpunan dari semua kelipatan persekutuan dari 4 dan 6.
Notasi:
KPK dari a1 dan a2 dinyatakan
[a1,a2]. KPK a1,a2,a3,…,an.
dinyatakan [a1,a2,a3,…,an.].
perhatikan contoh di atas, [4,6] yaitu KPK dari 4 dan 6 adalah 12, maka setiap
kelipatan persekutuan dari 4 dan 6 selalu terbagi oleh 12. Hal ini secara umum
dinyatakan alam teorema berikut ini.
|
Dengan kata lain, teorema
ini menyatakan bahwa jika h adalah KPK dari a1,a2,a3,…,an
yaitu h=[a1,a2,a3,…,an.] maka
0, ±h, ± 2h, ±3h,… masing-masing merupakan kelipatan dari a1,a2,a3,…,an.
Bilangan b itu adalah salah satu dari kelipatan itu.
Bukti:
Misalkan
[a1,a2,a3,…,an]=h,
harus ditunjukkan bahwa h│b. Andaikan h┼b, maka ada q dan r sehingga b=hq+r
dengan 0<r<h. karena b suatu kelipatan persekutuan a1,a2,a3,…,an
, maka ai│b untuk setiap i=1,2,3,…..,n
h=[a1,a2,a3,…,an]→ai│h
i=1,2,3,…..,n.
Dari b=hq+r dengan 0<r<h, karena ai│h
maka ai│hq q Z sembarang.
ai│b
dan ai│hq → ai│r berarti r merupakan kelipatan
persekutuan dari a1,a2,a3,…,an.
Hal
ini bertentangan dengan pernyataan bahwa r<h, karena h kelipatan persekutuan
terkecil. Jadi, pengandaian tersebut
salah, berarti h│b yaitu [a1,a2,a3,…,an]│b.
|
Bukti:
Ambil h1=[ma,mb],
dan h2=[a,b]
h1=[ma,mb] → ( ma│h1 dan mb│h1)
h2=[a,b] → (a│h2 dan b│h2 )
a│h2 →
ma│mh2
b│h2 →
mb│mh2
ma│mh2 dan mb│mh2 adalah kelipatan persekutuan
dari ma dan mb.
Karena h1 adalah
kelipatan persekutuan terkecil dari ma dan mb sementara mh2 adalah
kelipatan persekutuan kelipatan ma dan mb maka h1│mh2
atau [ma,mb]│m[a,b].
ma│h1 → 1 =
x.ma →a│
mb│h1 → 1 =
y.mb →b│
a│dan b│→ adalah kelipatan persekutuan dari a dan b
→[a,b]
│ →
m[a,b]
│ →
m[a,b] │h1
→
m[a,b] │[ma,mb]
Dari persamaan 1) dan 2)
diperoleh:
m[a,b]
│[ma,mb] dan
[ma,mb] │m[a,b]→ m[a,b]= [ma,mb]
jadi, m[a,b]= [ma,mb].
Contoh:
Perhatikan bahwa [5,7]=35
dan [2×5,2×7]=70.
Terlihat bahwa 2[5,7]= [2×5,2×7].
Selanjutnya kita akan
mempelajari hubungan FPB dan KPK dua bilangan bulat sembarang.
|
Bukti:
Andaikan
a dan b adalah dua bilangan bulat positif yang saling prima, yaiitu (a,b)=1,
maka [a,b]=ab. Hal ini ditunjukkan demikian:
[a,b]
adalah kelipatan a, misalnya [a,b]=ka.
Karena
[a,b]=ka maka b│k, akibatnya b≤k sehingga ab≤ak, karena a positif. Tetapi,
tidak mungkin ab<ak, karena ak adalah KPK dari a dan b, sehingga ab=ak.
Karena ak=[a,b] maka [a,b]=ab. Jadi, jika (a,b)=1 maka [a,b]=ab. Karena
[a,b]=ab berarti 1. [a,b]=ab, maka (a,b) [a,b]=ab (karena (a,b)=1).
Andaikan
(a,b)=g dan g>1, maka =1. Hal ini sesuai dengan teorema 5.16.
Jika
prima relative
terhadap maka
Jika
kedua ruas dikalikan dengan g2 diperoleh [a,b](a,b)=ab
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Misalkan
a dan b adalah dua bilangan bulat dengan syarat b > 0. Jika a dibagi dengan
b maka terdapat dua bilangan tunggal q (quotient) dan r (remainder)
sedemikian sehingga:
a = qb + r, 0< r <b
dalam hal ini, q disebut hasil bagi
dan r disebut sisa. Jika r = 0, maka dikatakan a habis dibagi b dan
ditulis b|a . Jika a tidak habis
dibagi b ditulis b†a .
Sifat
keterbagian
1. 1.a|b dan b|c , maka a|c
2. 2.ab|c maka , a|c dan b|c
3. 3.a|b dan a|c , maka a|(bx+cy)
B.
Saran
makalah ini penulis memiliki harapan agar pembaca
memberikan kritik dan saran yang membangun. Karena penulis sadar
dalam penulisan makalah ini terdapat begitu banyak kekurangan.
Selain itu, penulis juga menyarankan setelah membaca
makalah ini kita semua dapat mengatakan
bahwa matematika itu asyik. Setelah kita belajar tentang induksi Matematika
kita akan lebih tertantang lagi dan lebih bersemangat dalam belajar khususnya
matematika. Namun seperti apa kata
pepatah pasti tidak ada gading yang tak retak apalagi mengenai sesuatu yang
diciptakan manusia pastilah tidak ada yang sempurna.
DAFTAR
PUSTAKA
Tiro,
M.Arif, dkk.2008.Pengenalan Teori
Bilangan. Makassar : Andira Publisher
http://sitriyani.wordpress.com/2010/11/25/algoritma-pembagian/ Diakses pada tanggal 10 November 2014
http://mitacahyadewi.wordpress.com/2010/12/16/algoritma-pembagian/ Diakses
pada tanggal 10 November 2014
No comments:
Post a Comment