6 Feb 2015

KETERBAGIAN BILANGAN BULAT



    TEORI BILANGAN
“Keterbagian Bilangan  Bulat”



DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 5
NURFAJRI INDAH SARI               10536462813
NURFADILLAH                             10536463813 
SRY WAHYUNI                             10536465113
RASNAH                                        10536465213
KELAS 3E
PROGRAM STUDI STRATA SATU (S-1)
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2014


KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr. Wb.
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan segala bentuk kenikmatannya kepada kita semua sehingga penulisan ini dapat terselesaikan sesuai dengan waktu yang diharapkan. Dan tak lupa pula penulis mengirimkan salam dan shalawat atas  junjungan kita Nabiullah Muhammad saw. Sebagai rahmatan lil’alamin.
            Penulisan makalah ini merupakan bentuk kewajiban dan penyempurnaan nilai terhadap kami selaku mahasiswa di Universitas Muhammadiyah dan pengembangan pikiran kami dalam mempelajari teori bilangan tentang “Keterbagian Bilangan Bulat”.
            Kami mengucapkan terimah kasih kepada dosen kami yang dengan rasa keikhlasan dan kesabaran mengajarkan kami mata kuliah teori bilangan.
Penyusunan makalah ini belum sempurna, sebagaimana kata pepatah tak ada gading yang tak retak. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang sifatnya membangun.
Wassalam.....!

Makassar, 10 November 2014

                                 
Penulis

Kelompok 5





DAFTAR ISI
Kata pengantar                                                                                                i
Daftar Isi                                                                                                         ii
BAB I PENDAHULUAN                                                                            
A.    Latar Belakang                                                                                    1
B.     Rumusan Masalah                                                                               1
C.     Tujuan                                                                                                 1
BAB II PEMBAHASAN
A.    Keterbagian                                                                                         2
B.     Faktor Persekutuan Terbeasar                                                             12
C.     Kelipatan Persekutuan Terkecil                                                          25
BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan                                                                                         29
B.     Saran                                                                                                   29


DAFTAR PUSTAKA                                                                                                30




BAB 1
PENDAHULUAN 
      A.    Latar Belakang
Keterbagian (divisibility) merupakan bahan dasar dalam uraian lebih lanjut tentang pembahasan teori bilangan. Setelah pembahasan tentang FPB dan KPK, sifat-sifat dasar keterbagian dapat diperluas menjadi lebih lengkap dan mendalam. Demikian pula pembahasan tentang FPB dan KPK beserta sifat-sifatnya dapat lebih dikembangkan dan dikaitkan dengan keterbagian. Penerapan algoritma Euclides dalam pembahasan FPB dan KPK merupakan bahan yang memberikan peluang kemudahan untuk mencari FPB dan kpk dari bilangan-bilangan yang relative besar, dan untuk menyatakan suatu FPB sebagai kombinasi linier dari bilangan-bilangan komponennya.

      B.      Rumusan Masalah
1.      Bagaimana menjelaskan mengenai keterbagian bilangan bulat ?
2.      Bagaimana menjelaskan Faktor Persekutuan Terbesar ?
3.      Bagaimana menjelaskan Kelipatan Persekutuan Terkecil ?
     C.    Tujuan
1.      Memahami mengenai keterbagian bilangan bulat
2.      Memahami Faktor Persekutuan Terbesar
3.      Memahami Kelipatan Persekutuan Terkecil








BAB II
PEMBAHASAN
A.    Keterbagian

Sifat-sifat yang berkaitan dengan keterbagian telah dipelajari oleh Euclid 350 SM menurut Sitriyani (Niven, 1999:4).  Pengembangan selanjutnya telah banyak dikembangkan oleh beberapa ahli matematika yang lain, misalnya yang berkaitan dengan bilangan komposit, perkalian dalam usaha untuk mengembangkan teori bilangan.  Karena pentingnya sifat keterbagian maka akibatnya konsep tersebut sering muncul dalam Aljabar Modern dan Struktur Aljabar menurut Sitriyani (Muhsetyo, 1994:18).
Misalkan a dan b adalah dua bilangan bulat dengan syarat b > 0. Jika a dibagi dengan b maka terdapat dua bilangan tunggal q (quotient) dan r (remainder) sedemikian sehingga:
a = qb + r, 0< r <b
dalam hal ini, q disebut hasil bagi dan r disebut sisa. Jika r = 0, maka dikatakan a habis dibagi b dan ditulis  b|a     . Jika a tidak habis dibagi b ditulis b†a .
Sifat keterbagian
a.       a|b dan b|c , maka a|c
b.      ab|c maka , a|c dan b|c
c.       a|b dan a|c , maka a|(bx+cy)



1.        Teorema Keterbagian
Definisi 2.1
Suatu bilangan bulat x dikatakan habis dibagi oleh suatu bilangan bulat y ≠ 0, jika terdapat satu bilangan bulat p sedemikian sehingga x = py. Jika hal ini dipenuhi maka y dikatakan membagi x dan dinotasikan dengan y │ x yang dapat diartikan sebagai y adalah faktor (pembagi) x, atau x adalah kelipatan y. Jika y tidak membagi x dinotasikan dengan y ┼ x.
Contoh :
1)      3 │12, sebab ada bilangan bulat 4 sedemikian sehingga 12 = (4) 3.
2)      3 │-30, sebab ada bilangan bulat -10 sedemikian sehingga –30 = (-10)3.
3)      –6 │ 42, karena ada bilangan bulat 7 sedemikian sehingga  42 = (7)-6
4)      –5 │-25, karena ada bilangan bulat 5 sedemikian sehingga  –25 = (5)-5
5)      3 ┼ 5 karena tidak ada bilangan bulat x sedemikian sehingga 5 = (x) 3
6)      4 ┼ 9 karena tidak ada bilangan bulat y sedemikian sehingga  9 = (y) 4
7)      –2 ┼ 11 karena tidak ada bilangan bulat z sedemikian sehingga 11 = (z)-2.
8)      7 │7 karena ada bilangan bulat 1 sedemikian sehingga 7 = (1) 7.
Jika y │ x  dan 0 < y < x, maka y disebut pembagi murni dari x. Notas ak ║ x tetapi ak+1 ┼ x. Berdasarkan definisi 1 diatas selanjutnya pembagian dalam Z dapat dilakukan tanpa memperluas Z menjadi Q. Kemudian jika x,y  Z dan yx = 0, maka  x= 0 atau y = 0 dan dikatakan bahwa Z tidak mempunyai pembagi nol. Akibatnya dengan sifat ini dapat dilakukan suatu penghapusan (Kanselasi).
Jika x,y  Z dan 5x = 5y, maka 5x – 5y = 0
5(x-y) = 0, diperoleh 5 = 0 atau x-y = 0, → x = y
Jadi persamaan 5x = 5y menjadi x = y tidak diperoleh dengan perkalian 1/5 , karena 1/5 bukan bilangan bulat.
Untuk selanjutnya pernyataan y ‌ x sudah dianggap bahwa y ≠ 0. Sehingga dari definisi 2.1 dapat ditentukan bahwa:
1)            1 │ x, untuk setiap x  Z, karena ada p  Z sedemikian sehingga x = (p)1, sehingga 1 │ 3, 1│6, 1 │ 11, 1 │-21, 1 │16, 1 │ -10, semuanya bernilai benar.
2)            y │ 0, untuk setiap y   Z dan y ≠ 0 karena ada 0   Z sehingga 0 =(y)0, sehingga 3 │ 0, 1│0, -1│ 0, 12 │0, -191 │0, 4│ 0, semuanya   bernilai benar.
3)            x │x untuk setiap x   Z dan x ≠ 0, karena ada 0   Z, sehingga x = (1)x, sehingga pernyataan-pernyataan 2│2, -2│-2, 42│42, 12│12,    -20│-20, 21│21, semuanya bernilai benar.
Jika y │x, maka  kemungkinan hubungan antara y dan x adalah y < x, y = x, y>x. Misalnya 2 │ 2 dengan 2 = 2,  2 │4 dengan  2 < 4, dan  2 │ -4 dengan 2 > -4.   

Dalil 2.1
Jika a,b,c   Z maka berlaku:
1)      a│ b →  a │bc,  untuk setiap c   Z.
2)      (a │ b, b │c) → a │ c.
3)      (a │ b, b │a) → a = ± b.
4)      (a │ b, a │c) → a │ (b ± c).
5)      (a │ b, a │c) → a │ (ax + by) untuk setiap  x,y   Z Untuk selanjutnya ax + by disebut kombinasi linear dari b dan c
6)      ( a>0, b > 0 dan a │b) → a ≤ b.
7)      a │b ↔ ma │ mb untuk setiap m  Z dan m ≠ 0
8)      ( a│b dan a │ b+c ) → a │c.
Pernyataan-pernyataan pada dalil 2.1 di atas dapat dibuktikan sebagai berikut:
1.      Karena diketahui a│ b , maka menurut definisi 1 ada suatu bilangan bulat p sedemikian sehingga  b = (p)a. b = pa berarti bc = (pa)c. Hal ini berarti terdapat bilangan bulat q = pc sedemikian sehingga bc = qa.
      Jadi  a │bc.
2.      a │b → b = pa, untuk suatu p   Z
b │c → c = qb, untuk suatu q   Z.
( b = pa, c = qb) → c = q(pa) atau c = (qp)a. atau c = wa, untuk suatu w  Z. Jadi  a │c.
3.      a │b → b = pa, untuk suatu p   Z
b │a → a = qb, untuk suatu q   Z.
( b = pa, a = qb) → a = q(pa) atau a = (qp)a. Karena a │b, berarati  a ≠ 0, sehingga a = (qp)a atau a(1-qp) = 0 dan dapat disederhanakan menjadi a=0 atau qp = 1. qp = 1 → ( q = 1 dan p =1) atau ( p = -1 dan q = -1)
p = q  = 1 maka a = pb = b ....(1)
p = q = -1, maka a = pb = -b ...(2)

Dari (1) dan (2) didapat  a = ± b       
1.      a │b → b = pa, untuk suatu p   Z
a │c → c = qa, untuk suatu q   Z.
( b = pa, c = qa) → b ± c =  pa ± qa atau b ± c = a ( p ± q) b ± c = at dengan t  Z. Jadi  a │b ± c.
2.      a │b → b = pa, untuk suatu p  Z
a │c → c = qa, untuk suatu q   Z.
bx + cy = ( pa)x +  (qa)y
bx + cy = a (px+qy) dengan (px + qy) Z.
Jadi  a │(bx+cy).
3.      a │b → b = pa, untuk suatu p   Z
karena a > 0, b > 0 dan b = pa maka p > 0. karena p  Z maka p bukan suatu pecahan. Sehingga nilai kemungkinan x adalah 1,2,3, ..., yaitu : x = 1 atau x >1 b = pa dan p =1 → b = a atau a = b b = pa dan p > 1 → b > a atau a < b. a = b atau a < b → a = b
4.      (a)   a │b → b = pa, untuk suatu p   Z → mb = map → mb = (ma)p → ma │mb
(b)   ma │mb  → mb = (ma)p untuk suatu p  Z→ ma │mb
mb = m (ap) dan m ≠ 0 → b = ap → a │b 
 b │c → c = q b, untuk suatu q   Z.
a │b → b = pa, untuk suatu p   Z
a │b + c  → b + c = qa, untuk suatu q  Z.
b + c  = qa → c = qa – b.
c = qa – b dan b = pa  → c = qa - pa atau c = a( q-p)
c =  a ( q-p) dengan (q-p)  Z → a │c.

2.      Algoritma pembagian
Jika a > 0, dan a,b  Z, maka ada bilangan-bilangan q, r  Z yang masing-masing tunggal (unique)  sehingga b = qa + r dengan  0 ≤ r < a. Jika a ┼ b maka r memenuhi ketidaksamaan 0 < r < a.
Bukti.
Misal a, b  Z, maka dapat dibentuk suatu barisan aritmatika b – na, n  Z, yaitu: ..., b –3a, b – 2a, b-a, b, b + a, b + 2a, ....
Barisan di atas mempunyai bentuk umum b – na.
Selanjutnya, misal S adalah suatu himpunan yang unsur-unsurnya suku yang bernilai positip dari barisan b – na, sehingga:
S = { (b – na) │n  Z, dan b – na > 0 }
Menurut prinsip urutan, maka S mempunyai unsur terkecil, sebut saja r.
Karena r  S, maka r dapat dinyatakan sebagai r = b – qa, dengan q  Z. Dari r = b – qa dapat diperoleh b = qa + r.
Jadi jika a > 0 dan a,b  Z maka ada q,r  Z  sedemikian sehingga b = qa + r.
Untuk menunjukkan bahwa  0  r < a, maka digunakan bukti tidak langsung sebagai berikut:
Anggaplah bahwa 0  r < a tidakbenar, maka r  a dan dalam hal ini r tidak mungkin negatip karena r  S.
Jika r  a maka r – a  0.
r = b – qa  r – a = b – qa – a
                             = b – ( q +1) a.
r – a  0 dan  r-a = b – ( q + 1 ) a   0.
r – a  0 dan r – a mempunyai bentuk b – na, maka r – a  S.
Karena a > 0 maka r – a < r sehingga r – a merupakan unsur terkecil dari S dan lebih kecil dari r. Hal ini bertentangan dengan pengambilan r sebagai unsur terkecil S. Jadi haruslah 0  r < a.
Untuk menunjukkan ketunggal q dan r, dimisalkan q dan r tidak tunggal yaitu q1, q2, r1, r2  Z dan memenuhi hunbungan persamaan
b = q1a +  r1
b = q2a +  r2  
Sehingga   berlaku  q1a+ r1 = q2a+ r2
( q1 - q2 ) a + ( r1 - r2 ) = 0                      .
*( r1 - r2 ) = ( q2 – q1 )a 
*a │ ( r1 - r2 )
*a │ ( r1 - r2 )  r1 - r2  = 0 atau  r1 - r2   a ( a  r1 - r2 )
r1 - r2  = 0  r1 = r2  (q1 - q2 ) a  = 0  q1 =  q2  
r1 - r2   a > 0, r1 > 0 , r2 > 0  r1   a = 0.
Jadi   r1 =  r2  dan q1 =  q2  yaitu q dan r masing-masing adalah tunggal.
Selanjutnya jika a ┼ b, maka tidak ada q  Z sehingga b = qa. Hal ini berarti b qa atau b = qa + r dengan  0 < r < a. ( r 0, sebab jika r = 0 diperoleh b = qa).

Dalil 2.3

Jika b = qa + r dengan 0 ≤ r < a, maka b disebut bilangan yang dibagi (devidend) a disebut bilangan pembagi (devisor/faktor) q disebut bilangan hasil bagi (quotient), dan r disebut bilangan sisa (remainder/residu)
Dalil 2.3  di atas disebut pula dengan dalil algoritma pembagian. Algoaritma adalah prosedur atau metode matematis untuk memperoleh hasil tertentu yang dilakukan menurut sejumlah langkah berurutan yang berhingga. Dalil 2 ini sebenarnya lebih bersifat dalil eksistensi (keujudan) dari adanya bilangan-bilangan bulat q dan r dari suatu algortima. Namun demikian uraian tentang pembuktiannya dapat memberikan gambaran adanya suatu metode, cara , atau prosedur matematis untuk memperoleh bilangan-bilangan bulat q dan r sehingga b = qa + r.
Jika a = 2 dan b adalah sebarang bilangan bulat, maka menurut dalil sebelumnya b dapat dinyatakan dengan  b = 2q + r,  dengan  0 ≤ r < a. Hal ini berarti bahwa nilai-nilai b yang mungkin dapat ditentukan oleh nilai-nilai r yang mungkin yaitu r = 0 dan r = 1.
Untuk r = 0 maka  b = 2q + r = 2q + 0. b = 2q, dengan q  Z. b yang dapat dinyatakan dengan 2q ( q  Z ) disebut bilangan bulat genap (even integer).
Untuk r = 1,  b = 2q + r = 2q + 1  ( q  Z ) disebut bilangan bulat ganjil. (odd intereger, gasal).
Ternyata berdasarkan dalil algoritma pembagian, setiap bilangan bulat dapat dinyatakan sebagai bilangan bulat genap (2q) atau bilangan bulat ganjil ( 2q + 1).  Selanjutnya jika diambil a = 3, maka menurut dalil Algoritma Pembagian, dengan mengambil r= 0, r=l dan r=2. Sehingga sebarang bilangan bulat b dapat dinyatakan sebagai bentuk dari salah satu persamaan berikut:
  b = 3q
  b = 3q + 1
 b = 3q + 2

Dengan alasan yang sama, setiap bilangan bulat selalu dapat dinyatakan antara lain:
  1. Salah satu dari 4q, 4q+1, 4q+2, 4q+3 (q Z) 
  2. Salah satu dari 5q, 5q+1, 5q+2, 5q+3, 5q+4 (q Z) 
  3. Salah satu dari 6q, 6q+1, 6q+2, 6q+3, 6q+4, 6q+5 (q Z) 
Disinilah sebenarnya letak dari konsep algoritma pembagian, suatu konsep mendasar yang dapat digunakan untuk membantu pembuktian sifat-sifat tertentu.
Contoh:
1.      Diketahui n adalah bilangan bulat, buktikan bahwa 2 │n3 – n .
Bukti:
Menurut dalil Algoritma pembagian, terdapat bilangan bulat q sedemikian sehingga   n = 2q atau n = 2q + 1, Untuk n = 2q maka :
n3 – n = n (n2 – 1)
          = n(n-1)(n+1)
          = 2q(2q-1)(2q+1)
          = 2{q(2q-1)(2q+1)
n3 – n = 2{q(2q-1)(2q+1)
Sehingga 2 │2{q(2q-1)(2q+1) atau 2 │ n3 – n. Untuk n = 2q+1 maka:  
n3 – n = n (n2 – 1)
          = n(n-1)(n+1)
          = (2q+1)(2q+1-1)(2q+1+1)
          = (2q+1)(2q)(2q+2)
n3 – n = (2q+1)(2q)(2q+2)
Sehingga 2 │(2q+1)(2q)(2q+2) atau 2 │ n3 – n
2.      Tunjukkan bahwa 4 ┼ n2 + 2 untuk sebarang n  Z
Jawab:
Dengan bukti tidak langsung, anggaplah 4 │ n2 + 2.
Sesuai dengan dalil algoritma pembagian, untuk n  Z  dapat dinyatakan sebagai :
n = 2q atau n = 2q + 1, q  Z.
Untuk n = 2q, maka n2 + 2 = (2q)2 + 2 = 4q2 + 2
4 │n2 + 2
n2 + 2 = 4q2 + 2
      4 │4q2 + 2
* 4 │4q2 , maka 4 │2, hal ini terjadi kontradiksi karena 4 ┼ 2.
Jadi anggapan bahwa 4 │ n2 + 2. adalah salah sehingga 4 ┼ n2 + 2.
Untuk n = 2q + 1, maka n2 + 2 = (2q+1)2 + 2 = 4q2 + 4q + 3= 4(q2+q) + 3, 4 │n2 + 2 n2 + 2 = 4(q2 +q) + 3 4 │4(q2 + q) + 3
         *4 │4(q2 + q), maka 4 │3, hal ini terjadi kontradiksi karena 4 ┼ 3.
B.     Faktor Persekutuan Terbesar
Sebelum membahas tentang factor persekutuan terbesar (FBI) ada beberapa peragaan yang perlu diketahui. Apabila ada dua buah bilangan a=6 dan b=8. Jika A adalah himpunan factor dari a,dan B adalah himpunan semua factor dari b, serta C adalah himpunan factor persekutuan dari a dan b, maka :
A={-6,-3,-2,-1,1,2,3,6}
B={-8,-4,-ssss2,-1,1,2,4,8}
C=A∩B={-2,-1,1,2}
Anggota dari C yang terbesar adalah 2. Jadi, 2 merupakan factor persekutuan dari a=6 dan b=8. Demikian juga, 2 merupakan bilangan bulat positif terbesar yang membagi a=6 dan b=8.
Sekarang, jika dimisalkan a=-6 dan b=8. Anggota dari C yang terbesar adalah 2. Jadi, 2 merupakan factor persekutuan dari a=-6 dan b=8. Selanjutnya, 2 juga merupakan bilangan bulat positif terbesar yang membagi a=-6 dan b=8. Dengan jalan yang sama, jika diambil a=-6 dan  b=-8, maka akan juga diperoleh factor persekutuan terbesar dari a dan b adalah 2.
Jka untuk menyatakan factor persekutuan terbesar dari a dan b digunakan lambang (a,b) maka dapat ditentukan bahwa (6,8)=2,(-6,8)=2, (-6,-8)=2. Ternyata factor persekutuan terbesar dari dua bilangan bulat a dan b, apapun tanda masing-masing, selalu diperoleh nilai yang bertanda positif.
Tetapi, jika a dan b (tidaak keduanya) bernilai nol, misalnya a=0 dan b=6. Jika A adlah himpunan semua factor a=0 dan b=8 adalah himpunan semua factor b=6, maka:
A={…,-7,-6,-5,-4,-3,-2,-1,1,2,3,4,5,6,7,…}
B={…,-7,-6,-5,-4,-3,-2,-1,1,2,3,4,5,6,7,…}
C=A∩B={…,-7,-6,-5,-4,-3,-2,-1,1,2,3,4,5,6,7,…}
Dengan demikian, (a,b)=(0,0) tidak ada, karena C tidak mempunyai anggota yang terbesar.
Jadi, setiap bilangan bulat a dan b yang tidak keduanya nol hanya memiliki sejumlah terbatass factor (pembagi). Tetapi, untuk kasus a=b=0, banyaknya factor persekutuan dar a dan b tidak terbatas. Bilangan 1 akan membagi setiap bilangan, maka 1 merupakan factor persekutuan dua bilangan bulat sembarang a dan b sehingga setiap pasang bilangan bulat sembarang selalu memiliki factor persekutuan.






Definisi 5.4 dan Definisi 5.5 bersama-sama dapaat dinyatakan sebagai berikut:
d=(a,b) jika dan hanya jika:
                       i.            d│a dan d│b
                     ii.            jika, c│a dan c│b maka c ≤ d.
syarat i) menyatakan bahwa d factor persekutuan dari a dan b, sedangkan syarat  ii) menyatakan bahwa d fakor persekutuan terbesar dari a dan b.
Notasi:
1.      d=(a,b) dibaca d adalah faktor persekutuan terbesar (FPB)(greatest common divisor) dari  a dan  b.
2.      d=(a1, a2,...,an) dibaca  d adalah faktor persekuuan terbesar dari a1, a2,...,an.
3.      d=(a,b) didefinisikan untuk setiap a,dan bZ kecuali a=0 dan b=0.
4.      d=(a,b) adalah bilangan bulat positif yaitu dZ dan d>0 (atau d≥1)


Teorema 5.13
Diketahui a,b,q, dan rZ. Jika b=qa+r  maka faktor persekutuan terbesar dari a dan b sama dengan faktor persekutuan terbesar dari a dan r, di mana r merupakan sisa pembagian.
 
 




Bukti:
Teorema ini dengan singkat dapat ditulis “Jika b=qa+r  maka (b,a)=(a,r)”. Misalkan (b,a)=d, berarti d│b dan d│a.
Dari ketentuan b=qa+r , karena d│a dan d│qa untuk setiap  qZ sembarang. Jika d│qa dan d│b maka sesuai teorema d│r. karena d│a dan d│r  maka d adalah faktor persekutuan dari a dan r.
Misalkan c adalah sembarang faktor persekutuan dari a dan r, berarti c│a dan c│r. Dari ketentuan b=qa+r  , karena c│a maka c│qa. Dengan c│qa dan c│r maka sesuai dengan teorema c│b. Demikian pula karena c│a dan c│b maka c adalah faktor persekutuan dari a dan b.
Karena (b,a)=d, c│a dan c│b berarti c≤d. Ini berarti bahwa d adalah faktor persekutuan dari a dan r, ditulis (a,r)=d, karena (b,a)=d maka (b,a)= (a,r).
Contoh:
Hitung (200,150) dan (150,50)
Penyelesaian:
Diketahui b=200, a=150.
Dengan menggunakan algoratmi pembagian, diperoleh:
200=1(150)+50           (berarti q=1,r=50)
150=3(50)+0               (berarti q=3,r=0)
Teorema 5.14
Jika (a,b)=d maka d adalah bilangan bulat positif terkecil yang mempunyai bentuk ax+by dengan x,yZ.
 
Terlihat bahwa (200,150)=50 dan (150,50)=50


Bukti:
Nilai-nilai ax+by dengan x,yZ. Disusun dalam suatu barisan. Misalkan S adalah himpunan unsur-unsur barisan yang positif yaitu:
S={ ax+by>0 dan x,yZ}, maka SN
Karena N merupakan himpunan yang terurut rapi dan S, maka S mempunyai unsur terkecil. Misalkan unsur terkecil itu adalah t.
Karena tS, maka tentu ada x,yZ sehingga t= ax+by. Jadi t adalah bilangan bulat positif terkecil yang mempunyai bentuk ax+by. Selanjutnya harus dibuktikan bahwa t=d=(a,b), yaitu t  merupakan faktor persekutuan terbesar dari a dan b.
Untuk menunjukkan bahwa t adalah faktor persekutuan terbesar dari a dan b perlu ditunjukkan bahwa  t│a dan t│b.
Bukti tidak langsung digunakan untuk membuktikan  t│a.
Misalkan  t│-a, maka a≠qt untuk semua qZ, dan menurut teoema a=qt+r, dengan 0<r<t, sehingga:
r = a-qt=a-q(ax+by)=a(1-qx)+b(-qy).
Dengan demikian rZ karena r mempunyai bentuk umum unsur S. Untuk r,tS, r<t, hal ini berarti t bukan unsur terkecil S, padahal t dimisalkan sebagai unsur terkecil S, maka terjadi kontradiksi, berari tidak benar t│-a, dengan kata lain t│a.
Dengan jalan yang sama dapat ditunjukkan bahwa t│b. Karena t│a dan t│b, maka  t adalah faktor persekutuan terbesar dari a dan b, berarti t≤d karena           d adalah faktor persekutuan terbesar dari a dan b. Kemudian dapat ditunjukkan d≤t sebagai berikut:
d =(a,b), maka sesuai definisi d│a dan d│b
d│a dan d│b, maka sesuai definisi keterbagian, ada m,nZ sehingga a= md dan b=nd.
t =ax+by, a= md dan b=nd, maka t=(md)x+(nd)y atau t=d(mx+ny), berarti dot karena (mx+ny) Z.
dot,d>0 dan t>0 maka sesuai teorema, d≤t.
t≤d dan d≤t,  maka t=d atau d=t.
Jadi:d=(a,b) adalah sama dengan t, yaitu bilangan bulat terkecil yang mempunyai bentuk ax+by dengan x,yZ.


Teorema 5.15
Jika mZ dan m>0, maka (ma,mb) = m (a,b)
 
 




Bukti:
Misalkan (a,b)=t dan  (ma,mb)=g, menurut teorema, ada x,y,v,wZ sehingga t=ax+by dan g=mav+mbv
1.      misalkan (ma,mb)=g, sesuai definisi FBP g│ma dan g│mb. Karena g│ma dan g│mb maka sesuai teorema g│max dan g│mby untuk setiap x,yZ selanjutnya, g│max dan g│mby maka g│max+mby atau g│m(ax+by), sehingga g│mt karena t=ax+by (sesuai teorema).
2.      Misalkan (a,b)=t, maka sesuai definisi FPB ta dan tb. karena ta dan tb maka  mtma dan mtmb untuk setiap mZ dan m≠0. Dari  mtma dan mtmb memberikan  mtmav dan mtmbw. Dengan demikian, karena mtmav dan mtmbw maka mtmav +mbw, sehingga mtg karena  g= mav +mbw.
Dari 1) diperoleh g│mt dan dari 2) diperoleh mtg, maka sesuai dengan teorema g=mt karena g>0 dan mt>0. Karena g=mt, g=(ma,mb) dan mt=m(a,b) maka (ma,mb)=m(a,b).
Contoh:
a)      (6,8)=(2.3,2.4)=2(3,4)=2.1=2
b)      (30,80)=10.3,10.8)=10(3,8)=10.1=10
Teorema 5.16
Jika (a,b)=d maka (a:d,b:d)=1, dZ dan d>0.
 
Teorema 5.15 digunakan untuk mencari FPB dari dua bilangan yang mempunyai factor persekutuan, sehingga penyelesaiannya dapat disederhanakan dengan jalan mengeluarkan factor persekutuan kedua bilangan.


  Bukti :
Cara 1
Misalkan bahwa (a:d,b:d)=c, maka harus ditunjukkan bahwa c=1, yaitu dengan memperlihatkan bahwa c≤1 dan c≥1.
Karena c adalah factor persekutuan terbesar dari dua bilangan bulat maka c≥1. (berdasarkan definisi 5.5). selanjutnya kita akan menunjukkan bahwa c≤1.
Karena (a:d,b:d)=c maka c(a:d) dan c(b:d)
c(a:d) a:d=cq.
a:d=cq  a=d(cq) (definisi pembagian)
            a=(dc).q (sifat asosiatif pada perkalian)
Karena cZ dan dZ maka dcZ, selanjutnya c(b:d)  (b:d)=cr
b:d=cr b=d(cr            )           (definisi pembagian)
            b=(dc).r          (sifat asosiatif pada perkalian)
Karena cZ dan dZ maka dcZ.
Persamaan a=(dc).q dan b=(dc).r menunjukkan bahwa dc adalah factor persekutuan dari a dan b. karena d adalah factor persekutuan terbesar  dari a dan b, maka dc≤d. karena dZ, d>0 maka c≤1. Karena  c≥1 dan c≤1 maka c=1
Cara 2:
Karena (a,b)=d, maka menurut definisi 5.5, d│a dan d│b. Hal ini berarti,dan  adalah bilangan bulat.
Contoh 5.12
a.       Factor persekutuan terbesar dari 35 dan 10 adalah 5 atau dapat ditulis (35,10)=5. Factor persekutuan terbesar dari 35:5 dan 10:5 adlaha 1 atau dapat di tulis 35:5,10:5)=(7,2)=1.
b.      (8,24)8(8:8,24:8)=(1,3)=1
c.       (25,80)=5 (25:5,80:5)=(5,16)=1.



Teorema 5.17
Jika a,b,cZ, a│bc dan (a,b)=1 maka a│c.
 
 


Bukti:
 Cara 1
Ambil a bilangan bulat a,b, dan c dan (a,b)=1, sesuai dengan teorema 5.14, ada x dan y dengan x,y Z sehingga ax+by=1.
ax+by=1c=( ax+by)=c.1         (kedua ruas dikalikan dengan c)
               c(ax)+c(by)=c           (sifat distribusi perkalian)
              acx)+bcy)=c              (sifat asosiatif dan komunitatif)
Karena a│bc maka a│(bc)y untuk y Z.
                  a│a(cx) karena a(cx) mempunyai factor a
                  a│(bc)y dan a│a(cx), maka  a│(bcy+acx)
Karena  a│(bcy+acx) dan  (bcy+acx)=c maka a│c.
Cara 2
Dari teorema 5.15, (ca,cb)=c(a,b)=c, dan a│ca, tetapi juga a│bc (diberikan).
Karena c adalah FPB dari ca dan cb sedangkan a│ca dan a│bc maka a│c karena a merrupakan FPB dari cb dan ca.
Contoh 5.13
a.       6│60 atau 6│5.12 dan (6,5)=1, maka 6│12;
b.      3│45 atau 3│5.9 dan (3,5)=1, maka 3│9;
c.       6│66 atau 6│11.6 dan (6,11)=1, maka 6│6.
Pada teorema 5.17, (a,b)=1 merupakan syarat perlu namun tidak cukup untuk berlakunya teorema ini. Jika a│bc dan tidak diketahui bahwa (a,b)=1, maka tdak dapat dijamin bahwa a│b maupun a│c.
Contoh 5.14
a.       6│30 atau 6│3.10, tetapi (6,3)≠1, dan terlihat bahwa 6│- 3 dan 6│-10.
b.      10│40 atau 10│5.8 tetapi (5,10)≠1, terlihat bahwa 10│-5 dan 10│-8.
c.      
Teorema 5.18
Jika (a,m)1 dan (b,m)=1 maka (ab,m)=1.
 
3│54 atau 3│6.9 tetapi (3,6)≠1, ternyata bahwa 3│6 dan 3│9

Bukti:
Karena (a,m)=1 maka sesuai dengan teorema 5.14, ada x,y Z sehingga ax+my=1, atau ax=1-my.
Dari (b,m)=1, sesuai dengan teorema 5.14, ada s,t Z sehingga bs+mt=1, atau bs=1-mt.
(ax)(bs)=(1-my)(1-mt)=1-mt-my+m2yt=1-m(t+y-myt)
(ax)(bs)+ m(t+y-myt)=1
(xs)(ab)+ m(t+y-myt)=1   (sifat komunitatif dan asosiatif)
jika u=xs dan v=(t+y-myt) maka u,vZ, sehingga (u) (ab)+mv=1 dan tidak mungkin ada bilangan bulat positif yang kurang dari 1 dan mempunyai bentuk itu, maka sesuai dengan Teotema 5.14, (ab,m)=1
contoh 5.15
a.       (5,6)=1 dan (7,6)=1 (5.7,6)=(35,6)=1
b.      (4,11)=1 dan (3,11)=1 (4.3,11)=(12,11).


Teorema 5.19
Diketahui sebarang x,yZ; d=(a,b) jika dan hanya jika d>0,d│b, dan f│d untuk setiap factor persekutuan f dari a dan b.
 
 



Bukti :
1)      Akan dibuktikan bahwa jika d=(a,b) maka d>0, d│a, d│b, dan f│d untuk setiap factor persekutuan f dari adan b.
d =(a,b) maka menurut defenisi, d adalah bilangan bulat positif terbesar yang membagi a dan b berarti d>0, d│a dan d│b.
d=(a,b) berarti pula d adalah bilangan bulat positif terkecil yang mempunyai bentuk (ax+by) dengan x,y Z, yaitu d=ax+by.
Misalkan f adalah sebarang factor persekutuan dari a dan b, maka f│a dan f│b, sehingga f│ax dan f│by karena f│ax dan f│by maka f│ (ax+by).
f│ (ax+by) dan d=(ax+by) maka f│d.
2)      Akan dibuktikan bahwa jika d>0, d│a, d│b, dan f│d untuk setiap factor persekutuan f dari a dan b, maka d=(ab).
Karena d>0, d│a, d│b dan f│d (f adalah sebarang factor persekutuan dari a dan b), maka d=kf, kZ.
Karena d>0 dan d=kf maka d≥f.
Karena d│a dan d│b maka d adalah factor persekutuan dari a dan b dan d≥f (d lebih besar dari sebarang faktorbpersekutuan a dan b) maka d=(a,b). jadi, jika d>0. d│a, d│b, dan f│d maka d=(a,b).
Contoh 5.16
a.       Factor-faktor persekutuan dari 6 dan adalah -1, -1, -2,dan 2. Karena (6,8)=2 maka 2│6 dan 2│8 dan juga -1│2, 1│2, -2│2 dan 2│2.
b.     
Teorema 5.20
Untuk setiap a,b,x,y Z berlaku:
(a,b)=(b,a)=(a,-b)=(-a,b)=(-a,-b)=(a,b+ax)=(a+by,b)
 
Factor-faktor persekutuan dari 12 dan 36 adalah -1,1,-2,2,-3,3,-6,6,-12, dan 12. Karena (12),36=12 maka 12│12,12│36 dan -1│12,1│12,-2│12, -3│12,3│12,-6│12,6│12,-12│12, dan 12│12.



Bukti:
Pada bagian ini hanyalah diberikan pembuktian untuk (a,b)=(a,b+ax). Sementara bagian yang lain disilahkan pembaca mencoba sebagai latihan.
Misalkannya d=(a,b) maka menurut defenisi factor persekutuan d│a dan d│b.
d│a                    → d│ax,        (teorema 5.4)
d│b dan d│ax   →d│b+ax                   (teorema 5.3)
d│a dan d│b+ax→ d factor persekutuan dari a dan (b+ax).
Karena e= (a,b+ax) maka e│a dan e│ b+ax      (definisi)
e│a                         e│ax                               (teorema 5.4)
e│a dan e│ b+ax   e│b                                 (teorema 5.9)
karena e│a dan e│b maka e adalah factor persekutuan a dan b, berarti e│(a,b) atau e│a. karena d>0, e>0, d│e dan e│d maka d=e. jadi, (a,b)=(a,b+ax).
Contoh 5.17
a.       (4,8)=4 maka (8,4)=4,(4,-8)=4 dan (-4,-8)=4
b.      (12,40)=12,4+3.12)=(12,4)=(81.4,4)=(8,4)=4(2,1)=4.
Pada teori selanjutnya akan di jelaskan mengenai Algoritma Euclides.













Contoh 5.18
         Carilah (105,60) dengan Algoritma Euclides
Penyelesaian:
         105=1×60+45             0≤45<60
         60=1×45+15,              0≤15<45
         45=3×15+0
Jadi, (105,60)=15.

Contoh 5.19
         Tentukan x dan y sehingga (105,60)= x(105)+y(60)!
Penyelesaian:
         15=60-1(45)
45=105-1(60), sehingga:
            15=60-1(45)
=60-1(105-1(60))
=60-1×105+1(60)
=2.60-1×105
15=(-1)(105)+2×60
Jadi, x=-1 dan y=2.

Contoh 5.20
         Carilah (570,1938) dengan Algoritma Euclides
Penyelesaian:
1938=3(570)+228
570=2(228)+114
228=2(114)+0
Jadi, (570,1938)=114.
Contoh 5.21
         Carilah nilai a dan b sehingga (570,1938)= 570a+1938b
Penyelesaian:

114=570-2(228)
228=1938-3(570),sehingga:
            114=570-2(228)
                  =570-2(1938-3.570)
=7(570)- 2(1938)
114=7(570)-2(1938)
Jadi, a7 dan b=-2.

C.    Kelipatan Persekutuan Terkecil
pada bagian sebelumnya, kita telah membahass mengenai factor persekutuan terbesar (FPB) dari dua atau lebih blangan. Pada bagian ini dibahas mengenai kelipatan perrsekutuan terkesil (KPK). Telah diketahui bahwa jika a│b maka b adalah kelipatan a. himpunan bilangan bulat positif kelipatan 4 di tulis A={4,8,12,16,…}. Kita mengamati masing-masing  anggota dalam himpunan A yang mempunyai bentuk 4k dengan k adlah bilangan kelipatan bulat positif dari c adalah kc, dimana k=1,2,3,…
 jika B adalah himpunan bilangan bulat positif kelipatan 6, himpunan B dapat ditulis B={6,12,18,24,30,… }.Irisan dari kedua himpuan A dan B yaituA∩B={12,24,36,…},  adalah himpunan dari semua kelipatan persekutuan dari 4 dan 6.


 







Notasi:
 KPK dari a1 dan a2 dinyatakan [a1,a2]. KPK a1,a2,a3,…,an. dinyatakan [a1,a2,a3,…,an.]. perhatikan contoh di atas, [4,6] yaitu KPK dari 4 dan 6 adalah 12, maka setiap kelipatan persekutuan dari 4 dan 6 selalu terbagi oleh 12. Hal ini secara umum dinyatakan alam teorema berikut ini.


Teorema 5.22
Jika b suatu kelpatan persekutuan dari a1,a2,a3,…,an maka [a1,a2,a3,…,an.]│b.
 
 


Dengan kata lain, teorema ini menyatakan bahwa jika h adalah KPK dari a1,a2,a3,…,an yaitu h=[a1,a2,a3,…,an.] maka 0, ±h, ± 2h, ±3h,… masing-masing merupakan kelipatan dari a1,a2,a3,…,an. Bilangan b itu adalah salah satu dari kelipatan itu.
Bukti:
Misalkan  [a1,a2,a3,…,an]=h, harus ditunjukkan bahwa h│b. Andaikan h┼b, maka ada q dan r sehingga b=hq+r dengan 0<r<h. karena b suatu kelipatan persekutuan  a1,a2,a3,…,an , maka ai│b untuk setiap i=1,2,3,…..,n
h=[a1,a2,a3,…,an]→ai│h i=1,2,3,…..,n.
Dari  b=hq+r dengan 0<r<h, karena ai│h maka ai│hq q Z sembarang.

ai│b dan ai│hq → ai│r berarti r merupakan kelipatan persekutuan dari a1,a2,a3,…,an.
Hal ini bertentangan dengan pernyataan bahwa r<h, karena h kelipatan persekutuan terkecil. Jadi, pengandaian  tersebut salah, berarti h│b yaitu [a1,a2,a3,…,an]│b.


Teorema 5.23
Jika m>0 maka [ma,mb]=m[a,b]
 
 



Bukti:
Ambil h1=[ma,mb], dan h2=[a,b]
 h1=[ma,mb]                  → ( ma│h1 dan mb│h1)
 h2=[a,b]                        → (a│h2 dan b│h2 )
a│h2                                        → ma│mh2
b│h2                                       → mb│mh2
ma│mh2 dan mb│mh2 adalah kelipatan persekutuan dari ma dan mb.
Karena h1 adalah kelipatan persekutuan terkecil dari ma dan mb sementara mh2 adalah kelipatan persekutuan kelipatan ma dan mb maka h1│mh2 atau [ma,mb]│m[a,b].
ma│h1  1 = x.ma →a│
mb│h1  1 = y.mb →b│

a│dan b│adalah kelipatan persekutuan dari a dan b
              →[a,b] → m[a,b]  m[a,b] │h1 
→ m[a,b] │[ma,mb]
Dari persamaan 1) dan 2) diperoleh:
m[a,b] │[ma,mb] dan [ma,mb] │m[a,b]→ m[a,b]= [ma,mb]
jadi, m[a,b]= [ma,mb].

Contoh:
              Perhatikan bahwa [5,7]=35 dan [2×5,2×7]=70.
              Terlihat bahwa 2[5,7]= [2×5,2×7].

Selanjutnya kita akan mempelajari hubungan FPB dan KPK dua bilangan bulat sembarang.


Teorema 5.24
Apabila a dan b bilangan bulat positif  maka [a,b](a,b)=ab.
 
 




Bukti:
Andaikan a dan b adalah dua bilangan bulat positif yang saling prima, yaiitu (a,b)=1, maka [a,b]=ab. Hal ini ditunjukkan demikian:
[a,b] adalah kelipatan a, misalnya [a,b]=ka.
Karena [a,b]=ka maka b│k, akibatnya b≤k sehingga ab≤ak, karena a positif. Tetapi, tidak mungkin ab<ak, karena ak adalah KPK dari a dan b, sehingga ab=ak. Karena ak=[a,b] maka [a,b]=ab. Jadi, jika (a,b)=1 maka [a,b]=ab. Karena [a,b]=ab berarti 1. [a,b]=ab, maka (a,b) [a,b]=ab (karena (a,b)=1).
Andaikan (a,b)=g dan g>1, maka =1. Hal ini sesuai dengan teorema 5.16.
Jika  prima relative terhadap  maka

Jika kedua ruas dikalikan dengan g2 diperoleh [a,b](a,b)=ab


BAB III
PENUTUP

A.   Kesimpulan
Misalkan a dan b adalah dua bilangan bulat dengan syarat b > 0. Jika a dibagi dengan b maka terdapat dua bilangan tunggal q (quotient) dan r (remainder) sedemikian sehingga:  a = qb + r, 0< r <b
dalam hal ini, q disebut hasil bagi dan r disebut sisa. Jika r = 0, maka dikatakan a habis dibagi b dan ditulis  b|a . Jika a tidak habis dibagi b ditulis b†a .
Sifat keterbagian
1.      1.a|b dan b|c , maka a|c
2.      2.ab|c maka , a|c dan b|c
3.      3.a|b dan a|c , maka a|(bx+cy)

B.   Saran
makalah ini penulis memiliki harapan agar pembaca memberikan kritik dan saran  yang membangun. Karena penulis sadar dalam penulisan makalah ini terdapat begitu banyak kekurangan.
Selain itu, penulis juga menyarankan setelah membaca makalah ini  kita semua dapat mengatakan bahwa matematika itu asyik. Setelah kita belajar tentang induksi Matematika kita akan lebih tertantang lagi dan lebih bersemangat dalam belajar khususnya matematika. Namun seperti apa kata pepatah pasti tidak ada gading yang tak retak apalagi mengenai sesuatu yang diciptakan manusia pastilah tidak ada yang sempurna.



DAFTAR PUSTAKA

Tiro, M.Arif, dkk.2008.Pengenalan Teori Bilangan. Makassar : Andira                                Publisher
http://sitriyani.wordpress.com/2010/11/25/algoritma-pembagian/ Diakses pada                     tanggal 10 November 2014
http://mitacahyadewi.wordpress.com/2010/12/16/algoritma-pembagian/       Diakses pada tanggal 10 November 2014


No comments:

Translate