Sejarah Masa Penjajahan Jepang di Indonesia ( Masuk dan Tanggapan Tokoh Nasionalis)
- Adanya rencana Jepang untuk membentuk negara Asia Timur Raya
menyebabkan Jepang terlibat dalam Perang Pasifik. Dalam waktu yang
relatif singkat, Jepang telah berhasil menguasai kawasan Asia Tenggara
termasuk Indonesia.
Adanya masa
Pendudukan Jepang di Indonesia mengakibatkan kesengsaraan rakyat, baik
secara lahir maupun batin. Hal itu disebabkanJepang mengadakan
eksploitasi baik di bidang ekonomi maupun sosial. Di balik segi negatif,
masa Pendudukan Jepang juga ada segi positifnya, yakni adanya
penggunaan bahasa Indonesia dan latihan kemiliteran yang dijalankan.
Meletusnya
Perang Asia Pasifik diawali dengan serangan Jepang ke Pangkalan Angkatan
Laut Amerika Serikat di Pearl Harbour (Hawai) pada tanggal 7 Desember
1941. Keesok harinya, yakni tanggal 8 Desember 1941, Amerika Serikat,
Inggris, dan Belanda mengumumkan perang kepada Jepang sehingga
berkobarlah Perang Asia Pasifik.
Jepang yang
sebelumnya telah menyerbu Cina (1937) dan Indocina dengan taktik gerak
cepat melanjutkaqn serangan ke sasaran berikutnya, yaitu Muangthai,
Burma, Malaya, Filipina, dan Hindia Belanda (Indonesia).
Untuk menghadapi agresi dan ofensif militer Jepang, pihak Sekutu membentuk pasukan gabungan yang dalam komando ABDACOM (American, British, Dutch, and Australia Command = gabungan tentara Amerika Serikat, Inggris, Belanda dan Australia) di bawah pimpinan Letjen H. Ter Poorten yang juga menjabat Panglima Tentara Hindia Belanda (KNIL).
Untuk menghadapi agresi dan ofensif militer Jepang, pihak Sekutu membentuk pasukan gabungan yang dalam komando ABDACOM (American, British, Dutch, and Australia Command = gabungan tentara Amerika Serikat, Inggris, Belanda dan Australia) di bawah pimpinan Letjen H. Ter Poorten yang juga menjabat Panglima Tentara Hindia Belanda (KNIL).
Di
Indonesia, Jepang memperoleh kemajuan yang pesat. Di awali dengan
menguasai Tarakan selanjutnya Jepang menguasai Balikpapan, Pontianak,
Banjarmasin, Palembang, Batavia (Jakarta), Bogor terus ke Subang, dan
terakhir Kalijati. Dalam waktu yang singkat Indonesia telah jatuh ke
tangan Jepang.
Penyerahan
tanpa syarat oleh Letjen H. Ter Poorten selaku Panglima Angkatan Perang
Hindia Belanda atas nama Angkatan Perang Sekutu kepada Angkatan Perang
Jepang di bawah pimpinan Letjen Hitosyi Imamura pada tanggal 8 Maret
1942 di Kalijati menandai berakhirnya kekuasaan pemerintahan Belanda di
Indonesia dan digantikan oleh kekuasaan Kemaharajaan Jepang.
Berbeda dengan zaman Belanda yang merupakan pemerintahan sipil maka zaman Jepang merupakan pemerintahan militer. Pemerintahan militer Jepang di Indonesia terbagi atas tiga wilayah kekuasaan berikut ini.
Berbeda dengan zaman Belanda yang merupakan pemerintahan sipil maka zaman Jepang merupakan pemerintahan militer. Pemerintahan militer Jepang di Indonesia terbagi atas tiga wilayah kekuasaan berikut ini.
a. Tentara XVI (Angkatan Darat) memerintah atas wilayah Jawa dan Madura yang berpusat di Jakarta.
b. Tentara XXV (Angkatan Darat) memerintah atas wilayah Sumatra yang berpusat di Bukittinggi.
c. Armada
Selatan II (Angkatan Laut) memerintah atas wilayah Kalimantan, Sulawesi,
Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua berpusat di Makassar.
Pemerintahan
pada wilayah masing-masing tersebut dipimpin oleh kepala staf
tentara/armada dengan gelar gunseikan (kepala pemerintahan militer) dan
kantornya disebut gunseikanbu.
Masuknya
tentara Jepang ke Indonesia pada awalnya mendapat sambutan baik dari
penduduk setempat. Tokoh-tokoh nasional Indonesia, seperti Ir. Soekarno
dan Drs. Moh. Hatta bersedia melakukan kerja sama dengan pihak
pendudukan Jepang. Faktor-faktor yang menyebabkan adanya kerja sama itu,
antara lain sebagai berikut.
a.
Kebangkitan bangsa-bangsa Timur. Orang Timur memandang kemenangan Jepang
sebagai suatu kemenangan Asia atas Eropa. Hal ini terpengaruh
propaganda Jepang, yakni pembebasan bangsa-bangsa Asia dari penjajahan
bangsa-bangsa Barat.
b. Adanya
Ramalan Jayabaya yang hidup di kalangan rakyat bahwa akan datang
orang-orang kate ( Jepang) yang akan menguasai Indonesia selama "seumur
jagung" dan sesudahnya kemerdekaan akan dicapai.
c. Sikap
keras pemerintah Hindia Belanda menjelang akhir kekuasaannya. Pemerintah
Belanda menolak Petisi Sutardjo (1936), dan juga menolak uluran tangan
GAPI dengan slogan "Indonesia Berparlemen"(1939). Itu semua meyakinkan
tokoh-tokoh pergerakan nasional bahwa dari pihak kolonial Belanda tidak
dapat diharapkan apa-apa yang menyangkut kemerdekaan. Sebaliknya dari
pihak Jepang sejak semula telah bicara mengenai kemerdekaan
bangsa-bangsa Asia.
d. Pada
zaman pemerintahan Hindia Belanda kaum nasionalis selalu ditekan,
sebaliknya pada zaman pendudukan Jepang golongan nasionalis
diajak bekerja sama. Itulah sebabnya jika zaman Hindia Belanda sebagai
besar tokoh nasionalis mengambil sikap nonkooperatif maka pada zaman
pendudukan Jepang sebagian besar mengambil sikap kooperatif.
Dengan
demikian, tokoh-tokoh pergerakan nasional dalam perjuangannya
menyesuaikan diri dengan memasuki dan bekerja sama dengan pemerintah
Jepang. Di samping itu, juga ada yang menempuh bergerak di bawah tanah,
baik dengan atau tanpa menggunakan alat-alat pemerintah Jepang.
No comments:
Post a Comment