Tugas Kelompok
Teori Bilangan
Bilangan Prima
Disusun Oleh:
Kelompok 6
No.
|
Nama
|
NIM
|
1
|
Wahyu Indah Lestari
|
10536 4623 13
|
2
|
Siti Fahmia
|
10536 4632 13
|
3
|
Ayu Oktaviani Azhari
|
10536 4653 13
|
4
|
Linda Puspitasari
|
10536 4654 13
|
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat
Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat dan karunia-Nya, sehingga penyusun dapat
menyelesaikan makalah Teori Bilangan “Bilangan Prima”
Pada dasarnya
makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Teori Bilangan.Dalam pembuatan makalah ini, penulis mendapat bantuan dari berbagai pihak,
maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada : Ahmad
Syamsuadi, S.Pd.yang telah memberikan
kesempatan dan memberi fasilitas sehingga makalah ini dapat selesai dengan
lancar. Dan terima
kasih pula kami ucapkan kepada bapak dan ibu dirumah yang telah memberikan bantuan materil maupun do’anya, sehingga
pembuatan makalah ini dapat terselesaikan. Semua pihak yang tidak dapat penulis
sebutkan satu persatu yang membantu pembuatan makalah ini.
Akhir kata semoga makalah
ini bisa bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan penulis pada khususnya,
penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari sempurna
untuk itu penulis menerima saran dan kritik yang bersifat membangun demi
perbaikan kearah kesempurnaan. Akhir kata penulis sampaikan terimakasih.
Makassar, Oktober 2014
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.................................................................................................................... i
Daftar Isi............................................................................................................................... ii
BAB I
PENDAHULUAN................................................................................................... 1
A. Latar Belakang........................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah...................................................................................................... 1
C. Tujuan........................................................................................................................ 1
BAB II
PEMBAHASAN..................................................................................................... 2
A.
Sejarah dan
Perkembangan Bilangan Prima.......................................................................... 2
B.
Rumus Bilangan
Prima.......................................................................................................... 9
C.
Teorema
Bilangan Prima........................................................................................................ 13
D.
Faktorisasi
Tunggal................................................................................................................ 19
E.
Fungsi Tau ( ) dan Sigma ( )................................................................................................... 28
BAB III PENUTUP............................................................................................................. 41
A.
Kesimpulan............................................................................................................................ 41
B.
Saran...................................................................................................................................... 43
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................... 44
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Bilangan prima memiliki kekhususan dan peran
penting yang tidak dimiliki bilangan lain. Selain itu, berbagai kontroversi
rumus dan banyaknya bilangan prima juga belum dapat dijelaskan secara tuntas.
Dengan adanya pernyataan di atas maka dari itu kami sebagai mahasiswa
matematika terdorong untuk menyusun makalah yang berjudul Bilangan Prima.
B.
Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah
:
1. Bagaimana sejarah dan perkembangan bilangan
prima?
2. Bagaimana menentukan bilangan prima dengan
menggunakan rumus?
3. Apa-apa sajakah teorema dari bilangan prima?
4. Bagaimana cara menentukan hasil kali
faktor-faktor bilangan prima sehingga menghasilkan faktorisasi tunggal?
5. Bagaimana menyatakan suatu fungsi tau ( ) dan fungsi sigma ( )?
C.
Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui sejarah dan perkembangan
bilangan prima
2. Untuk mengetahui cara menentukan bilangan prima
dengan menggunakan suatu rumus
3. Untuk mengetahui dan dapat membuktikan teorema
dari bilangan prima
4. Untuk mengetahui cara menentukan hasil kali
faktor-faktor bilangan prima sehingga menghasilkan faktorisasi tunggal
5. Untuk mengetahui dan menyatakan suatu fungsi
tau ( ) dan fungsi sigma ( )
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah dan
Perkembangan Bilangan Prima
Manusia telah mengenal bilangan prima sejak 6500 sebelum
masehi (S.M.). tulang Ishango yang ditemukan pada tahun 1960 (sekarang disimpan
di Musse d’Histoire Naturelle di Brussels) membuktikan hal tersebut. Tulang
Ishango memiliki 3 baris takik. Salah satu kolomnya memiliki 11, 13, 17 dan 19
takik, yang merupakan bilangan prima antara 10 dan 20.
Sekitar abad 6 S.M., Phythagoras dan
kelompoknya telah mempelajari sifat-sifat bilangan, antara lain : bilangan
sempurna (perfect numbers), bilangan sekawan (amicable numbers),
bilangan segi banyak(polygonal numbers) dan bilangan prima (prime
numbers). Selanjutnya, sekitar abad ke empat SM, Euclides mengembangkan
konsep dasar teori bilangan. Beberapa jenis bilangan khusus akan dikemukakan,
namun pengertian pembagi dan pembagi sejati perlu dikemukakan lebih dahulu.
Pembagi (kadang disebut faktor) dari sebuah
bilangan bulat adalah bilangan yang dapat membagi bilangan itu tanpa adaa sisa.
Misalnya pembagi dari 12 adalah . Pembagi sejati (proper divisors) adalah
pembagi sebuah bilangan yang kurang dari bilangan itu sendiri. Misalnya pembagi
sejati dari 12 adalah . Selanjutnya, beberapa bilangan khusus dikemukakan
sebagai berikut.
1.
Bilangan
Berlimpah (Abundant Numbers)
Jika
sebuah bilangan dengan jumlah pembagi sejatinya lebih dari bilangan itu sendiri
disebut bilangan berlimpah. Misalnya, pembagi sejati 24 adalah dan 1+2+3+4+6+8+12=36 adalah bilangan berlimpah
karena 36>24.
2.
Bilangan
Berkekurangan (Deficient Numbers)
Jika
jumlah pembagi sejati sebuah bilangan kurang dari bilangan itu sendiri, maka
bilangan itu disebut berkekurangan. Misalnya, 16 adalah bilangan berkekurangan
karena jumlah pembagi sejatinya adalah
1+2+4+8=1<16.
3.
Bilangan
Sempurna (Perfect Numbers)
Sebuah
bilangan disebut sempurna apabila jumlah pembaginya sama dengan bilangan itu
sendiri. Misalnya, 6 adalah bilangan sempurna karena pembagi 6 adalah 1,2 dan 3
serta 1+2+3=6.
4.
Bilangan Mungil
(cute numbers)
Jika
sebuah bilangan kuadrat dapat dibagi ke dalam n kuadrat pada paling banyak dua
ukuran berbeda, maka n disebut bilangan mungil. Misalnya 4 dan 10 adalah
bilangan mungil.
5.
Bilangan
Setengah Sempurna (semiperfect numbers)
Sebuah
bilangan setengah sempurna apabila sama dengan jumlah sebagian pembagi
sejatinya. Misalnya, misalnya 18 adalah bilangan setengah sempurna karena
pembagi sejati 18 adalah dan 3+6+9=18.
Sebuah bilangan setengah sempurna yang merupakan jumlah dari semua pembagi
sejatinya disebut bilangan sempurna.
6.
Bilangan
Berbahagia (happy numbers)
Sebuah
bilangan yang jumlah kuadrat angka-angkanya pada akhirnya berjumlah satu
disebut bilangan berbahagia. Misalnya 203 adalah bilangan berbahagia, karena + + =13, + =10, + =1.
7.
Bilangan Narsis
(narcissistic numbers)
Seorang
narsis jika tertarik kepada dirinya
sendiri, sebuah bilangan narsis nampaknya sedikit terpusat pada dirinya juga.
Sebuah bilangan narsis adalah sebuah bilangan yang sama dengan sebuah
pernyataan yang menggunakan angka yang sama. Misalnya 36= 3! 6.
Kadang-kadang sebuah bilangan narsis didefenisikan sebagai bilangan yang sama
dengan jumlah angka-angkanya yang berpangkat tertentu. Lebih khusus, sebuah
bilangan dengan n angka sama dengan jumlah angka-angkanya yang berpangkat
tertentu. Lebih khusus, sebuah bilangan dengan n angka sama dengan jumlah
angka-angkanya berpangkat n. Misalnya,
371 adalah bilangan narsis karena 371= dan 9474
juga bilangan narsis karena
8.
Bilangan
Palindrom (palindromic numbers)
Sebuah
polindrom adalah kata yang sama baik dibaca dari kiri maupun kanan, misalnya
noon atau kayak. Bilangan polindrom, seperti 88 dan 1640461 mempunyai angka
yang sama baik dibaca dari kiri maupun dari kanan.
9.
Bilangan
bersahabat (amicable numbers)
Dua
bilangan disebut bersahabat apabila jumlah pembagi sejati bilangan pertama sama dengan bilangan kedua
dan juga sebaliknya jumlah pembagi sejati bilangan kedua sama dengan bilangan
pertama. Misalnya, 2620 dan 2924 adalah dua bilangan bersahabat. Pembagi sejati
2620 adalah yang jumlahnya .
Selanjutnya,
kita memeriksa pembagi sejati 2924, yaitu
dan jumlahnya . Dengan demikian, kedua bilangan itu bersahabat.
10.
Bilangan Sosial
(sociable numbers)
Bilangan
sosial seperti bilangan bersahabat, tetapi bilangan sosial dalam kelompok yang
lebih besar. Pembagi sejati dari bilangan pertama dalam sebuah kelompok
jumlahnya sama dengan bilangan kedua, pembagi sejati bilangan kedua jumlahnya
sama dengan bilangan ketiga, dan seterusnya. Pembagi sejati bilangan terakhir
dalam kelompok jumlahnya sama dengan bilangan pertama. Bilangan sosial
cenderung besar, sehingga sulit didapatkan tanpa menggunakan komputer. Satu
contoh kelompok bilangan sosial adalah 12496, 14288, 15472, 14536 dan 14264.
11.
Bilangan
Berpola (figurate numbers)
Bilangan
dari titik dalam sebuah susunan titik-titik yang berjarak sama disebut bilangan
berpola. Misalnya:
Titik-titik
dapat disusun dalam dimensi satu, dua, tiga atau lebih. Ada banyak jenis
bilangan berpola, misalnya bilangan polygon (polygonal numbers) dan
bilangan tetrahedral (tetrahedral numbers).
12.
Bilangan
Poligon (polygonal numbers)
Sebuah
bilangan poligon adalah bilangan titik yang berjarak sama diperlukan untuk
menggambar sebuah bilangan berpola. Barisan bilangan poligon berdasarkan pada
poligon tersarang. Contohnya:
Terdapat
banyak jenis berbeda dari bilangan poligon, mulai dengan bilangan kuadrat dan
bilangan segitiga.
13.
Bilangan
Kuadrat (square numbers)
Bilangan
kuadrat adalah hasil perkalian sebuah bilangan dengan dirinya sendiri. Ini
adalah sama dengan kuadrat sempurna (perfect squares): =1, =4, =9 dan
seterusnya. Kuadrat dari 5 adalah 25 dan bekerja
dari belakang, kita mengatakan bahwa akar kuadrat dari 25 adalah 5. Beberapa
gambar bilangan kuadrat diberikan sebagai berikut.
14.
Bilangan Kubik
(cube numbers)
Bilangan
kubik adalah hasil dari perkalian sebuah bilangan dengan dirinya sendiri dua kali : =1, =8, =27
dan seterusnya. Kubik dari 4 adalah 64 dn bekerja dari belakang, kita
mengatakan bahwa akar pangkat tiga dari 64 adalah 4. Jika kita menggunakan
balok bentuk kubik (kubus) untuk membangun sebuah kubik lebih besar, banyaknya
balok yang diperlukan adalah sebuah bilangan kubik. Misalnya, kita akan
membangun kubik 10 cm dengan menggunakan kubik 1 cm kita membutuhkan 1000
kubik.
15.
Bilangan
Tetrahedral (tetrahedral numbers)
Bilangan
tetrahedral adalah satu jenis bilangan berpola yang diperoleh dengan menghitung
banyaknya titik berjarak sama yang diperlukan untuk membangun sebuah
tetrahedron. Tetrahedron adalah piramid dengan dasar segitiga.
16.
Bilangan
Segitiga (triangular numbers)
Sebuah
bilangan segitiga adalah banyaknya titik yang diperlukan untuk menggambar
sebuah segitiga. Ini adalah satu jenis bilangan berpola. Beberapa gambar
bilangan segitiga yang pertama diberikan sebagai berikut:
Rumus
bilangan segitiga ke-n adalah T(n)=n(n+1)/2.
17.
Bilangan Aneh (weird
numbers)
Sebuah
bilangan aneh (tidak wajar) apabila berlimpah tetapi tidak setengah sempurna,
misalnya 70 adalah bilangan aneh. Pembagi sejati 70 adalah dan , tetapi 70
tidak sama dengan jumlah beberapa pembagi sejatinya.
Sebelum
komputer ditemukan, perkembangan penemuan bilangan prima masih lambat karena
orang belum merasakan manfaatnya. Meski pun sedikit sekali manfaat yang
diketahui, namun di awal masehi orang-orang tetap mencari dan membuktikan bahwa
suatu bilangan merupakan bilangan prima.
Bilangan
prima disebut oleh Nicomachus, Theon dan Lamblichus sebagai “bilangan prima
dan tidak komposit”. Theon mendefenisikan hampir sama dengan yang
didefenisikan oleh Euclid, yaitu “bilangan yang tidak dihasilkan oleh
sebarang bilangan, melainkan oleh hanya satu satuan saja”. Satuan berarti
bilangan asli yang bukan bilangan prima dan juga bukan bilangan komposit.
Aristotheles juga mengatakan bahwa bilangan prima tidak dihasilkan oleh
sebarang bilangan, sebuah satuan bukan merupakan bilangan, tetapi hanya
permulaan bilangan (Theon dari Smyrna mengatakan hal yang sama). Menurut
Nicomachus, bilangan prima adalah sebuah subbagian, bukan dari sembarang
bilangan melainkan dari bilangan yang ganjil, yaitu “bilangan ganjil yang
tidak berlaku untuk bagian yang lain kecuali bagian yang disebutkan setelah
nama bilangan iu sendiri”. Bilangan prima adalah 3, 5, 7 dan
seterusnya. Dan tidak ada subkelipatan dari 3 kecuali 1/3, tidak ada
subkelipatan dari 11 kecuali 1/11 dan seterusnya.
Dalam
kasus ini satu-satunya subkelipatan tersebut adalah satuan. Menurut Nicomachus,
3 adalah bilangan prima yang pertama sedangkan Aristotheles menganggap 2
sebagian bilangan prima: (2 adalah satu-satunya bilangan genap yang prima), hal
ini menunjukkan bahwa perbedaan doktrin phytagorean lebih awal dari Euclid.
Angka 2 juga memperkuat defenisi Euclid terhadap bilangan prima. Lamblichus
menjadikan ini sebagai dasar serangan lain terhadap Euclid. Argumentasinya
adalah bahwa 2 adalah satu-satunya angka genap yang tidak memiliki bagian
kecuali sebuah satuan. Namun, sebelumnya dijelaskan bahwa genap kali genap,
ganjil kali ganjil dan ganjil kali genap, semuanya tidak termasuk sifat
bilangan prima. Telah dijelaskan bahwa kemungkinan besar 2 adalah bilangan
genap dan ganjil, yang dihasilkan dengan mengalikan 2 terhadap bilangan ganjil
yakni satuan tersebut, sehingga 2 dianggap sebagai batas atas subbagian
bilangan genap, yang bukan termasuk bilangan prima. Theon memandang 2 dalam
anggapan yang sama, tetapi mendukungnya dengan lingkaran yang nyata. Bilangan
prima menurutnya, juga disebut ganjil-kali-ganjil, sehingga hanya bilangan
ganjil yang prima dan tidak komposit. Bilangan genap tidak dihasilkan oleh
hanya satu satuan, kecuali 2, sehingga terlihat ganjil tetapi tidak prima.
Terdapat
beragam nama yang digunakan terhadap bilangan prima. Kita telah memperhatikan
penandaan yang aneh terhadapnya yaitu ganjil kali ganjil. Menurut Lamblichus,
beberapa orang menyebutnya euthimetric dan thimaridas rectilinier,
dengan dasar bahwa ia hanya dapat ditemukan dalam satu dimensi tanpa luasan.
Aspek yang sama dari bilangan prima juga dinyatakan oleh Aristotheles, yang
membedakan bilangan komposit dengan bilangan prima yang hanya memiliki satu
dimensi. Theon dari Smyrna memberikan linear sebagai nama alternatif
dari rectilinear. Dalam kedua kasus, untuk membuat deskripsi yang pas
terhadap bilangan prima, kita harus memahami kata hanya, “bilangan prima adalah
bilangan yang hanya linear atau rectilinear”. Bagi Nicomachus,
yang menggunakan bentuk linear, dengan jelas mengatakan bahwa semua
bilangan juga begitu, yakni dapat dipresentasikan oleh titik-titik linear
untuk jumlah yang dibutuhkan dan ditetapkan pada seruas garis.
Bilangan
prima disebut prima atau pertama,menurut nicomachus,karena hanya dapat
diperoleh dengan meletakkan sejumlah satuan tertentu bersama,dan satuan
tersebut adalah permukaan dari bilangan.Menurut lamblichus,karena tidak
ada bilangan sebelumnya,bilangan prima menjadi kumpulan satuan yang merupakan
kelipatan dan muncul pertama sebagiaan basis yang bilangan yang lain yang
menjadi kelipatannya.Berdassarkan berbagai pernyataan tersebut,bilangan prima
dapat didefinisikanberikut.
“Bilangan
bulat p>1 disebut bilangan prima bilamana tidak ada bilangan pembagi d terhadap
p yang memenuhi syarat 1<d<p.Dengan perkataan lain,bilangan prima adalah
bilangan asli yang lebih besar dari satu dan bilangan itu sendiri.Sebuah
bilangan bulat p>1 yang bukan bilangan prima disebut bilangan
komposit(tersusun)”.
Sebagian
contoh,2, 3, 5dan 7 adalah
bilangan prima, sedangkan 4, 6, 8 dan 9 adalah bilangan komposit. Perlu
diperhatikan bahwa 1 bukan bilangan primaa dan bukan pula bilangan composit,
sehingga 1 disebut satuan. Jadi, himpunan semua bilangan bulat positif
(bilangan asli) terbagi dalam 3 himpunan bagian yang saling lepas, yaitu:
1)
Himpunan
bilangan prima
2)
Himpunan
bilangan komposit
3)
Himpunan
bilangan satuan.
B.
Rumus Bilangan
Prima
Selama berabad-abad, banyak matematikawan telah
mencoba untuk mencari rumusan yang dapat digunakan dalam menentukan bilangan
prima. Semua bilangan prima yang lebih besar dari 2 jelas merupakan bilangan
gasal (ganjil) sehingga orang percaya bahwa untuk suatu bilangan prima p, -1 juga merupakan bilangan prima. Persamaan ini
sama halnya dengan persamaan yang diungkapkan oleh Mersenne, yakni rumus: = -1, n>1. Namun, hal tersebut kemudian
terbukti tidak benar. Pada tahun 1536, Regius
membuktikan bahwa bilangan -1=2047=23 89, bukan bilangan prima.
Cara yang paling sederhana untuk mencari bilangan
prima adalah dengan menggunakan metode saringan Eratosthenes (Sieve of
Eratosthenes), sebuah karya dari Eratosthenes (240 SM), seorang ilmuwan
Yunani Kuno. Cara ini yang paling sederhana dan paling cepat untuk menemukan
bilangan prima, sebelum saringan Atkin ditemukan pada tahun 2004.
Saringan Atkin merupakan cara yang lebih cepat namun lebih rumit dibandingkan
dengan saringan Eratosthenes.
Misalkan, kita hendak menemukan semua bilangan
prima di antara 1 sampai bilangan bulat 50. Peragaaun
saringan Eratosthenes untuk membuat daftar bilangan kurang dari atau sama
dengan 50 dilakukan
sebagai berikut:
1.
Membuat daftar
bilangan mulai dari 1 sampai dengan 50,
2.
Mencoret
bilangan 1 dari daftar bilangan tersebut,
3.
Membiarkan
bilangan 2 dan mencoret semua bilangan kelipatan 2,
4.
Membiarkan
bilangan 3 dan mencoret semua bilangan kelipatan 3,
5.
Membiarkan
bilangan 5 dan mencoret
semua bilangan kelipatan 5,
6.
Membiarkan
bilangan 7 dan mencoret semua bilangan kelipatan 7,
7.
Membiarkan
semua bilangan yang belum dicoret,
8.
Melihat hasil
bilangan yang dibiarkan dan tidak dicoret.
9.
Mendaftar semua
bilangan prima yang kurang dari 50, yaitu 2, 3, 5, 7, 11, 13,
17, 19, 23, 29, 31, 37, 41, 43 dan 47.
(catatan:
beberapa bilangan mendapat pencoretan lebih dari sekali)
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
8
|
9
|
10
|
11
|
12
|
13
|
14
|
15
|
16
|
17
|
18
|
19
|
20
|
21
|
22
|
23
|
24
|
25
|
26
|
27
|
28
|
29
|
30
|
31
|
32
|
33
|
34
|
35
|
36
|
37
|
38
|
39
|
40
|
41
|
42
|
43
|
44
|
45
|
46
|
47
|
48
|
49
|
50
|
Penggunaan saringan Eratosthenes tidak dapat
secara memuaskan untuk menguji langsung suatu bilangan adalah bilangan prima
atau bukan bilangan prima, sehingga banyak “formula” lain yang dibuat
untuk menghasilkan bilangan prima. Rumus atau formula itu antara lain:
1)
f(n)= -n+41, untuk n N
Untuk
n=1 sampai dengan n=40, diperoleh daftar angka yang merupakan bilangan prima.
Tetapi, untuk n=41 maka f(41)= bukan bilangan prima karena 1681 habis dibagi
1, 41 dan 1681. Dengan demikian, f(n)= -n+41 gagal menjadi rumus bilangan prima.
2)
f(n)= -79n+1601
Formula
ini gagal menjadi rumus bilangan prima sebab f(81)= -79(81)+1601=1763,
di mana faktor dari 1763 adalaah 1, 41,43 dan 1763, sehingga 1763 bukan bilangan
prima.
3)
f(n)= +1
Rumus
ini dibuat oleh Fermat. Jika secara berturut-turut n diganti dengan 1, 2, 3 dan
4 maka diperoleh semuanya adalah bilangan prima. Tetapi, jika n diganti dengan 5 maka f(5)= +1=4.294.967.297.
Hasil ini bukan bilangan prima karena habis dibagi oleh 641. Jadi, rumus Fermat
gagal menghasilkan bilangan prima untuk n=5.
4)
Bilangan prima
Sophie Germain. Sebuah bilangan prima p disebut bilangan prima Sophie Germain
bila 2p+1 juga bilangan prima. Misalnya, 23 adalah bilangan prima Sophie
Germain karena 2 23+1=47
juga bilangan prima. Bilangan ini diberi nama sesuai nama matematikawan
Perancis Marie Sophie Germain.
5)
Bilangan prima dengan rumus 3+4k, untuk
k>0. Tentu, rumus ini gagal menghasilkan bilangan prima untuk k=3, karena
3+4(3)=15 bukan bilangan
prima.
6)
Teorema kecil
Fermat menyatakan jika p adalah bilangan prima, maka untuk semua bilangan
bulat a, =a(mod p). Ini berarti, jika kita mengambil sembarang bilangan a,
kemudian mengalikan dengan dirinya sendiri sebanyak p kali dan mengurangi a,
hasilnya akanhabis dibagi dengan p.
Secara
khusus, jika a bukan faktor p, maka (mod
p) 1. Teorema ini memberikan uji yang baik untuk
ketidakmiripan. Dengan bilangan bulat n>1, pilihlah a>1 dan hitung (mod
n). jika hasilnya 1, maka n bukan bilangan prima. Sebaliknya, jika
hasilnya=1, maka n mungkin bilangan prima sehingga n mungkin disebut bilangan prima semu basis a (prima semu,
bilangan yang “mendekati” bilangan prima).
Sebagai contoh, untuk a=2 dan n=341, maka (mod
341)= (mod 341)= = mod 341=1. Tetapi, 341 bukan bilangan prima karena
341= , sehingga 341 adalah bilangan prima semu basis 2. (umumnya digunakan
oleh praktisi kriptografi, kriptografi adalah teknik untuk menyamarkan suatu
pesan dengan kata lain “sandi”).
Meski
bilangan prima Mersenne terbukti tidak secara pasti benar bahwa rumus tersebut
adalah rumus untuk bilangan prima, namun para peneliti tetap menggunakan rumus
Mersenne dalam mencari bilangan prima. Bilangan prima terbesar yang diketahui
pada September 2006 adalah -1.
Bilangan ini mempunyai 9.808.358 digit dan
merupakan bilangan prima Mersenne yang ke-44. (demikian notasi penulisan
bilangan prima Mersenne ke-44) ditemukan oleh Curtis Cooper dan Steven Boone
pada 4 september 2006 yang keduanya adalah profesor university of Sentral
Missoouri bekerja sama dengan puluhan ribu anggota lainnya dari proyek
Great Internet Mersenne Prime Search (GIMPS).
Di
antara semua bilangan prima Mersenne yang sudah ditemukan, sepuluh bilangan
terbesarnya ditemukan dengan GIMPS. Bilangan prima Mersenne terbesar saat ini
memiliki 9.808.358 digit angka.
C.
Teorema
Bilangan Prima
Sebelum
membahas teorema tentang bilangan prima, terlebih dahulu dijelaskan istilah saling
prima. Dua buah bilangan dikatakan saling prima jika faktor persekutuan
terbesar (FPB) dari dua bilangan tersebut adalah 1. Istilah lain dari saling
prima adalah komprima atau prima relatif. Jadi defenisi saling
prima dapat dituliskan sebagai berikut.
“Dua bilangan bulat a dan b dikatakan prima relatif,
jika (a,b)=1”
Apabila
( )=1 maka juga
dikatakan saling prima. Bilangan bulat positif
dikatakan saling prisma dua-dua atau saling prima sepasang, apabila ( )=1, untuk i=1, 2, 3,…., n dan j=1, 2, 3,….,
n dengan i j. contoh (7, 8, 15)=1,sehingga
dikatakan bahwa 7, 8 dan 15saling prima
dan sekaligus saling prima dua-dua, sebab (7,8)=(7,15)=(8,15)=1. Contoh
lain (4, 6, 9, 10) =1 menunjukkan bahwa 4, 6, 9 dan 10 saling prima, tetapi
tidak saling prima dua-dua, sebab (4,6)=2, (4,10)=2, (6,9)=3, (6,10)=2 meskipun
(4,9)=(9,10)=1.
1)
Teorema 6.1
Jika sisa pembagian b oleh a adalah prima
relatif dengan a, maka b juga prima relatif dengan a.
Bukti:
Misalkan
a dan b adalah bilangan-bilangan bukat daan a=0, maka menurut algoritma
pembagian diperoleh: b=aq+r dengan
Misalnya,
(a,r)=1. Apakah (b,a)=1?
Misalkan
(b,a)=d, maka dan d|b
Karena
b=aq+r dengan d dan d|b maka d|r
Selanjutnya
dan d|r, sehingga d merupakan faktor persekutuan dari a dan r.
Tetapi,
karena (a,r)=1, maka d 1.
Mengingat
(b,a)=d, yaitu d 1, maka d=1.
Maka,
(b,a)=1
Contoh:
Misalkan
81 dan 266, dengan 266=(81)(3)+23. Perhatikan bahwa (81,23)=1, maka menurut
teorema 1 (266,81)=1. Hal ini dapat dilihat pada Algorotma Euclides.
2)
Teorema 6.2
Setiap bilangan bulat n>1 dapat dibagi oleh
suatu bilangan prima. Dengan perkataan lain, jika n dan n adalah bilangan komposit, maka ada
bilangan prima p sehingga.p|n
Bukti:
Cara I
1)
Ambil
sembaraang bilangan positif n>1. Jika n bilangan prima maka berarti teorema terbukti.
2)
Apabila n adalah bilangan komposit, maka n mempunyai faktor selain 1
dan n sendiri. Misalnya , yaitu maka ada
sehingga n= dengan 1< <n.
3)
Ambil bilangan prima sehingga , dengan demikian teorema terbukti.
Tetapi, jika suatu bilangan komposit,
maka mempunyai faktor selain 1 dan ,
misalnya , yaitu | sehingga ada sehingga , 1< < .
4)
Ambil bilangan prima sehingga . Karena dan |n maka . Jadi, n terbagi oleh suatu bilangan prima , sehingga teorema
terbukti. Tetapi, jika suatu bilangan komposit, maka mempunyai faktor selain 1 dan , misalnya , yaitu . Ini berarti ada sedemikian sehingga = dengan 1< < .
5)
Ambil bilangan
prima dan
dengan dan yang berimplikasi sehingga teorema terbukti. Tetapi, jika suatu bilangan komposit, proses
seperti di atas dapat dilanjutkan sedemikian sehingga didapatkan suatu barisan
n, , ,….,dengan n> > >……>1.
Penguraian atas
faktor-faktor komposit tersebut tentu berakhir pada suatu faktor prima, karena
faktor-faktor tersebut selalu kurang dari bilangan yang diuraikan dan selalu
lebih dari 1. Misalkan penguraian berakhir pada faktor prima , maka
dan karena , ,….., sehingga .
Cara II
Misalkan tidak ada bilangan prima p yang memenuhi dan S adalah himpunan semua bilangan komposit
yang tidak mempunyai faktor prima dengan S= .
Karena S dan S N maka menurut prinsip terurut rapi , S
mempunyai unsur terkecil m.
Misalkan m S maka m= . dengan 1< <m dan 1< <m, S, sebab m adalah unsur terkecil S, berarti adalh bilangan prima atau bilangan yang
mempunyai faktor prima.
Ternyata tterjadi kontradiksi karena m S mempunyai faktor prima. Jadi, S , yaitu ada bilangan prima p yang memenuhi .
Contoh:
a.
Misalkan n=17
dan n {bilangan prima}, menurut
teorema 2, terdapat bilangan prima p sehingga . Pilih bilangan prima p=17,
sehingga .
b.
Misal n=357, dengan n {bilangan komposit}. Menurut teorema 2, n
memiliki faktor selain 1 dan 357 sendirii.
Misalkan faktor lain adalah =3 yaitu ,
maka ada sedemikian sehingga 357=3 dengan =119 dan 1<199< 357. Karena 119
merupakan bilangan komposit , maka mempunyai faktor selain 1dan 119 sendiri. Misalkan faktor lain
tersebut adalah =7 yaitu , maka ada
sedemikian sehingga 119=7 dengan =17 dan 1<17<119.
Karena =17 merupakan bilangan prima, menurut teorema 2, ada bilangan prima p
sedemikian sehingga . Pilih bilangan prima p=17 maka .
3)
Teorema 6.3
Setiap bilangan bulat n>1 dapat dinyatakan
sebagai hasil kali bilangan-bilangan prima.
Bukti:
Cara I
1)
Ambil sebarang
bilangan bulat positif n>1. Menurut teorema 2, ada suatu bilangan prima sedemikian sehingga . Karena itu, ada bilangan
bulat positif sehingga n= dengan 1< .
2)
=1 n= n {bilangan prima}. Tetapi, jika >1, menurut teorema 2, ada bilangan
, sedemikian sehingga . Karena itu, ada
sedemikian sehingga dengan 1< < .
3)
=1 = n= . Hal ini berarti n
dapat dinyatakan sebagai perkalian bilangan-bilangan prima (teorema terbukti).
Tetapi, jika >1, maka menurut teorema 2,
p {bilangan prima} . Karena itu = dengan 1 < .
4)
=1 = n= . Hal ini berarti n
dapat dinyatakan sebagai perkalian bilangan –bilangan prima (teorema terbukti).
Tetapi, jika , maka proses dapat dilanjutkan sehingga pada akhirnya diperoleh .
Penguraian
atas faktor-faktor prima tersebut pasti berakhir karena dan setiap . Misalnya untuk k, maka diperoleh n= yaitu n dapat dinyatakan sebagai
perkalian bilangan-bilangan prima.
Cara II
Bilangan bulat n>1 memiliki kemungkinan n bilangan prima atau
komposit. Jika n bilangan prima maka n adalah faktor primanya sendiri. jika n
bilangan komposit, maka n dapat difaktorkan katakanlah n= dengan dan .
Jika bilangan prima maka ia
adalah faktor prima n. jika bukan
bilangan prima, maka dengan dan
Dengan cara yang sama dapat pula berlaku untuk , yaitu mungkin prima
atau komposit. Penguraian faktor komposit pasti berakhir karena
faktor-faktornya harus lebih kecil dari yang diuraikan yaitu bilangan komposit
itu sendiri, tetapi harus lebih besar dari 1. Jadi, kita dapat menyatakan n sebagai
hasil kali bilangan-bilangan prima.
Suatu bilangan positif yang lebih besar dari 1 dapat dinyatakan sebagai
perkalian bilangan-bilangan prima. Jika diantara faktor-faktor prima tersebut
ada yang sama, maka faktor-faktor yang sama dapat ditulis dalam bentuk dengan
adalah faktor-faktor prima dan
merupakan pangkat-pangkat positif.
Selanjutnya disebut representasi n sebagai perkalian
bilangan-bilangan prima atau sering pula disebut bentuk kanonik dari n. teorema 3 sangat membantu untuk menentukan FPB dan KPK dari 2
bilangan atau lebih dengan menyatakan bilangan-bilangan tersebut dalam bentuk
kanoniknya.
Misalkan 2 bilangan a dan b, masing-masing dinyatakan dengan dan
dimana dan , (i=1, 2, 3,…..,r). Dengan demikian FBP dari a dan badalah
dan KPK a dan b adalah[a,b]
Contoh :
Ambil nilai a=112 dan b=212.
Penguraiannya menjadi faktor-faktor prima:
a=112=( )(7)= )( )( )
b=212= )(53)= )( )( )
Dengan demikian FBP dan KPK diberikan oleh:
(a,b)= = =4
[a,b]= = =
Karena a dan b keduanya positif, sifat [a,b](a,b)=ab dapat digunakan.
Bukti, [112,212](112,212)=112 212=23744=5936 . Cara ini berlaku hanya pada dua bilangan bulat positif.
4)
Teorema 6.4
Jika n suatu
bilangan komposit, maka n memiliki faktor k dengan 1<k .
Bukti:
Karena n suatu
bilangan komposit, ada bilangan-bilangan bulat positif k dan m sedemikian
sehingga km=n dengan 1<k<n dan 1<m<n.
Apabila k dan m
kedua-duanya lebih besar dari , yaitu k> dan m> , maka n=km> =n(n>n).
Hal ini tidak
mungkin sehingga salah satu dari k atau m harus lebih kecil atau sama dengan ,
misalnya k, yaitu 1<k . Jadi, n memiliki faktor k dengan 1<k .
Kontraposisi
teorema 4.
Apabila
bilangan bulat positif n tidak mempunyai faktor k dengan 1<k , maka n
adalah suatu bilangan prima.
Contoh:
Apakah 1003
merupakan bilangan prima atau bukan?
Penyelesaian:
Bilangan 1003
diperiksa keterbagiannya oleh bilangan-bilangan prima yang kurang dari yaitu 2, 3, 5, 7, 11, 13,
17, 19, 23, 29 dan 31. Karena terdapat bilangan yang dapat membagi habis 1003
yaitu 17 maka 1003 adalaah bilangan komposit.
5)
Teorema 6.5
Jika n N (bilangan
asli), maka n mempunyai faktor prima terbesar p sehingga p .
Bukti:
Misalkan
tidak benar bahwa n mempunyai faktor prima terbesar p , berarti n
paling sedikit mempunyai dua faktor p dan q> . Dengan
demikian, n=pq> atau
n=pq>n. Hal ini menunjukkan suatu kontradiksi (n>n) yang berarti n
mempunyai faktor prima terbesar p .
Contoh:
Contoh
ini merupakan prinsip kerja dari saringan Eratosthenes. Jika n=300 maka
pencoretan dihentikan pada bilangan prima terbesar p yaitu p=17. Proses yang dilakukan adalah:
a)
Mencari
bilangan prima terbesar kurang dari atau sama dengan
b)
Mencoret semua
bilangan kelipatan bilangan prima yang kurang dari atau sama dengan (kecuali bilangan-bilangan prima itu sendiri)
c)
Semua bilangan
yang tersisa adalah bilangan prima.
D.
Faktorisasi
Tunggal
Telah diketahui bahwa setiap bilangan bulat
positif yang lebih besar dari 1 dapat dinyatakan sebagai perkalian dari
bilangan-bilangan prima tertentu. Dapat dikatakan bahwa setiap bilangan bulat
positif yang lebih dari 1 dapat dinyatakan sebagai hasil kali faktor-faktor
prima (mungkin hanya satu faktor). Pada bagian ini dipelajari bahwa hasil kali
dari faktor-faktor bilangan prima itu adalah tunggal, kecuali hanya berbeda
menurut urutan dari faktor-faktor prima tersebut. Pemfaktoran suatu bilangan
bulat atas faktor-faktor prima yang tunggal itu terkenal dengan namaTeorema
Dasar Aritmetika (Fundamental Theorem of Arethmetic) dan disebut Faktorisasi
Tunggal. Nama teorema dasar aritmetika digunakan karena memberikan dasar
dalam mengembangkan teorema lain dalam aritmetika. Sebelum membicarakan faktorisasi
tunggal, teorema berikut dikemukakan sebagai persiapan untuk membuktikan
faktorisasi tunggal.
1)
Teorema 6.6
Jika p suatu bilangan prima dan , a, b Z, maka
atau .
Bukti:
Cara I
Karena p suatu bilangan prima , maka p hanya
mempunyai faktor 1 dan p, sehingga (a,p)=1 atau (a,p)=p untuk bilangan bulat a
sembarang.
Jika
p+a maka (a,p)=1. Jika dan (a,p)=1,
maka . hal ini sesuai dengan teorema “jika a, b, c Z, dan (a,b)=1 maka ”
Karena p+b maka dengan cara yang
sama dapat dibuktikan bahwa .
Cara II
Jika
(a,p)=1 maka pada x, y c Z
sehingga ax+py=1
(ax+py)b=1.b
(sifat perkalian pada kesamaan)
(sifat distributif perkaliaan)
(sifatasosiatif perkalian)
Karena dan
maka dan
Karena dan
maka
Karena dan abx+pby=b maka
Dengan jalan yang sama, jika
dianggap p+b, maka dapat dibuktikan bahwa
Teorema ini dpat diperluas untuk
bilangan .
2)
Teorema 6.7
Jika p suatu bilangan prima dan maka , untuk 1 .
Bukti:
Induksi
matematika diterapkan pada n, yaitu banyaknya faktor. Ambil bilangan prima p.
1)
Untuk n=1
berarti , jelas benar
2)
Untuk n=2 berarti , karena p bilangan prima
maka atau (teorema 1)
3)
Andaikan teorema benar untuk n>2, maka
diambil sebagai hipotesis induksi
4)
Apabila p pembagi perkalian sejumlah kurang
dari n faktor, maka p pembagi paling kurang salah satu dari faktor-faktor
itu atau ditulis bahwa 2<t<n,
yaitu p prima dan maka untuk suatu s dengan 2<s<t.
Pandang atau . Menurut
teorema 2 atau . Jika benar, teorema
terbukti. Jika atau keadaan lain , menurut teorema 2 lagi
diperoleh bahwa atau .
Jika
maka teorema terbukti.
Jika ,
maka proses seperti di atas dapat diteruskan. Berdasarkan hipotesis yang
diambil, proses tersebut akan berakhir. Dengan demikian, bilangan prima p membagi
salah satu dari .
Andaikan teorema 2 diterapkan untuk
kasus bahwa semuanya bilangan prima dan , maka menurut teorema 2 untuk semua k dengan 1 . Karena p dan adalah bilangan-bilangan prima dan maka p= .
3)
Teorema 6.8
Jika semua
bilangan prima dan ,
maka p= untuk suatu k dengan 1 .
Bukti:
Jika
adalah
bilangan prima yang memenuhi sifat , menurut teorema 2 , , ,…, dan . karena adalah
bilangan prima, maka jika , haruslah p= begitu pun memberikan p= dan seterusnya
sampai memberikan p= . Dengan demikian
diperoleh p= , p= , p= ,…, p= atau dapat dituliskan p= untuk k=1, 2, 3,…,n atau 1 . jadi,
terbukti bahwa p= untuk .
Selanjutnya
kita akan membuktikan ketunggalan dari pemfaktoran dari suatu bilangan bulat
positif atas faktor-faktor prima.
Teorema ini menyatakan bahwa jika x adalah sebarang bilangan bulat positif
lebih dari 1, maka x dapatditulis sebagai x= , di mana , . masing-masing bilangan prima. Lebih dari itu,
jika x= dan x= , di mana bilangan , adalah
bilangan prima, maka adalah bilangan prima yang sama dengan dalam urutan sembarang.
4)
Teorema 6.9
Pemfaktoran suatu bilangan bulat positif yang
lebih besar dari satu atas faktor-faktor prima adalah tunggal, kecuali urutan
dari faktor-faktornya mungkin tidak tunggal.
Bukti:
Kita
menyelesaikan bukti teorema ini menjadi dua bagian. Bagian pertama menunjukkan
bahwa setiap bilangan bulat positif yang lebih besar dari 1 dapat difaktorkan
menjadi bilangan prima. Bagian kedua menjelaskan bahwa faktorisasi itu tunggal.
1)
Pandang
bilangan bulat m sebarang yang lebih besar dari 1. Akan ditunjukkan bahwa m
dapat dituliskan sebagai perkalian faktor-faktor bilangan prima. Karena m
adalah bilangan yang lebih besar dari 1, maka m mungkin prima atau komposit.
Andaikan m bilangan prima maka m adalah faktor primanya sendiri.
Andaikan
m bilangan komposit, menurut teorema 6.3 (Setiap bilangan bulat n>1 dapat
dinyatakan sebagai hasil kali bilangan-bilangan prima.) m memiliki faktor prima , sehingga m= dengan .
Jika bilangan
prima maka pembuktian selesai. Jika komposit maka sehingga
dengan .
Jika prima maka pembuktian selesai. Tapi jikia
komposit, maka seingga
dengan dan seterusnya.
Proses ini akan berakhir pada yang prima, misalnya , maka m= , artinya m
adalah hasil kali faktor-faktor bilangan prima.
2)
Akan ditunjukkan bahwa faktorisasi itu tunggal. Andaikan bahwa
pemfaktoran m atas faktor-faktor prima tidak tunggal yaitu ada m= dan m= dengan r s, semuanya bilangan prima untuk i=1, 2, 3, …,r
dan j=1, 2, 3,…,s serta . karena maka
berdasarkan teorema 3 (Jika semua
bilangan prima dan ,
maka p= untuk suatu k dengan 1 .)
untuk bilangan prima dan maka
untuk semua k, 1 . karena maka .
Selanjutnya,
jika dipandang yaitu .
menurutteorema 3, untuk suatu t dengan .
karena maka .
Karena dan maka haruslah . Akibatnya ….. .
Jika proses di atas diulang maka diperoleh:
dan ….. .
dan ….. .
Jika proses ini diteruskan dan r=s maka akan
berakhir pada dan teorema terbukti. Jika r<s maka akan
diperoleh 1= . Hal ini mustahil karena itu masing-masing lebih besar dari 1,
sehingga haruslah r = s dan , , … . Ini berarti
bahwa m hanya dapat dinyatakan sebagai salah satu hasil kali faktor-faktor prima saja.
Pada
pemfaktoran suatu bilangan bulat positif atas faktor-faktor prima mungkin saja
suatu bilangan prima akan muncul berulang-ulang, seperti 360=2.2.2.3.3.5. Faktor-faktor
yang sama dapat dinyatakan sebagai bilangan berpangkat, sehingga pemfaktoran
suatu bilangan bulat positif atas faktor-faktor prima dapat dinyatakan dalam
bentuk kanonik. Karena itu, teorema faktorisasi tunggal tersebut dapat
dinyatakan sebagai berikut:
Setiap bilangan bulat m>1 dapat dinyatakan
secara tunggal dalam bentuk kanonik dengan bilangan prima dan pangkat i=1, 2, 3,…r serta .
Pembuktian
teorema faktorisasi tunggal ini dapat pula diselesaikan dengan menggunakan
induksi matematika.
Contoh:
Tunjukkan
pemfaktoran prima dari 84!
Penyelesaian:
Cara pemfaktoran prima dari suatu
bilangan adalah menyatakan bilangan itu sebagai perkalian dua bilangan,
sehingga diperoleh dua faktor. Selanjutnya, faktor-faktor yang belum meruopakan
bilangan prima difaktorkan lagi. Demikian seterusnya sampai diperoleh semua
faktornya adalah bilangan prima. Karena kemungkinan ada banyak cara dalam
setiap langkah memfaktorkan, kemungkinan juga terdapat banyak cara dalam
pelaksanaan pemfaktoran prima. Misalnya pemfaktoran prima dari 84 dilakukan
dengan cara atau skema diagram pohon.
Pemfaktoran prima adalah sama yaitu:
a.
84=(2)(2)(3)(7)= (3)(7)
b.
84=(3)(2)(2)(7)= (7)
c.
84=(3)(7)(2)(2)=(3)(7)(
Jadi, jelas
bahwa pemfaktoran prima dari 84 adalah tunggal, kecuali urutan faktornya bisa
berbeda.
Pada pembahasan
terdahulu mengenai bilangan bulat, telah dijelaskan bahwa bilangan bulat tidak
terhingga banyaknya dan setiap bilangan bulat dapat difaktorkan atas
faktor-faktor prima. Pertanyaan sekarang adalah :apakah banyaknya bilangan
prima juga tidak terhingga?
Pada sekitar
tahun 300 SM, Euclides membuktikan bahwa banyaknya bilangan prima adalah tidak
terhingga. Teorema Euclides tersebut dapat dinyatakan sebagai berikut: “jika
diberikan sebarang daftar bilangan prima, adalah selalu mungkin membentuk
bilangan prima yang baru yang tidak terdapat dalam daftar”, jadi banyaknya
bilangan prima adalah tak terhingga.
5)
Teorema 6.10
Banyaknya bilangan prima
adalah tidak terhingga
Bukti :
Misalkan bahwa banyaknya
bilangan prima adalah tidak terhingga yaitu
, … ,
dimana 2 (bilangan prima
terkecil ) dan adalah bilangan prima
terbesar. Dari semua bilangan prima itu, dari p1 hingga pn,
dapat dibentuk suatu bilangan bulat positif R dengan jalan mengalikan
bersama-sama bilangan prima tersebut lalu ditambah dengan 1 yaitu ( , … , ) + 1. Karena R , terdapat dua kemungkinan
nilai R, yaitu R mungkin merupakan bilangan komposit atau prima.
1)
Bila R bilangan prima, yaitu R = Pi (1 ) maka R | R, yaitu Pi |(P1P2P3…Pn)
+ 1. Karena Pi | (P1.P2.P3…Pi…Pn)(berdasarkan
teorema “jika a, b Z, a | b maka a|bc C ”)
Kemudian, Pi
|(P1P2P3…Pn) + 1 dan Pi
| (P1.P2.P3…Pi…Pn), maka
Pi|1 (berdasarkan teorema “jika a, b, c , a|b dan a|b + c maka a|c”). terjadi kontradiksi karena
tidak ada bilangan prima yang membagi habis 1.
2)
Bila R bilangan komposit,
maka ada bilangan prima Pj (1 ) sehingga Pj| R
(sesuai dengan teorema “jika n dan n
adalah komposit, maka ada bilangan prima sehingga P | n”). Karena Pj|R,
Pj | (P1.P2.P3…Pj…Pn)
+ 1. Demikian pula, karena Pj|Pj maka Pj | (P1.P2.P3…Pj…Pn)
(berdasarkan teorema “jika a, b ).
Selanjutnya, karena Pj
| (P1.P2.P3…Pj…Pn) + 1
dan Pj | (P1.P2.P3…Pj…Pn)
maka Pj|1. Terjadi kontradiksi karena tidak ada bilangan komposit
yang membagi habis 1. Jadi dapat disimpulkan bahwa banyaknya bilangan prima
adalah tidak terhingga.
Pada pembuktian teorema
euclides, terdapat pembentukan bilangan bulat positif R sebagai hasil kali
semua bilangan prima ditambah 1. Apakah R tersebut suatu bilangan prima ? bila
kita memulai untuk bilangan prima pertama yaitu 2, kita memperoleh R1
= 2 + 1 + 3. Selanjutnya, R2 = 2 (3) + 1 = 7, R3 = 2(3)(5)
+ 1 = 31, R4 = 2(3)(5)(7) + 1 = 211, R5 = 2(3)(5)(7)(11)
+ 1 = 2311.
Ternyata bahwa R1,
R2, R3, R4, dan R5 tersebut
masing-masing adalah bilangan prima. Selanjutnya: Bagaimana dengan R6, R7,
dan R8 ? Apakah hasil dari R6, R7, dan R8
juga merupakan bilangan prima?.
R6 =
2(3)(5)(7)(11)(13)+1 = 30031 = (59)(509)
R7 =
2(3)(5)(7)(11)(13)(17)+ 1 = 510511 = (19)(97)(277)
R8 =
2(3)(5)(7)(11)(13)(17)(19)+ 1 = 9699691 = (347)(27953)
Jadi, R6, R7,
dan R8 bukan bilangan prima.
Apakah ada tidak terhingga
k sedemikian sehingga Rk suatu bilangan prima ? Demikian pula:
Apakah ada tidak terhingga bilangan komposit Rk ? Perhatikan barisan
bilangan prima 2, 3, 5, 7, …,Pn, dimana Pn adalah
bilangan prima ke-n. Sekarang kita ingin menentukan suatu batas atas dari
barisan Pn tersebut. Pada pembuktian teorema euclides dapat diambil
kesimpulan bahwa Pn + 1 P2...Pn+1 + 1.
Sebagai contoh, jika n=2, maka ketidaksamaan tersebut
menjadi P3 +1 + 1 atau 5
(2)(3)+1=7 9+1=10. Ketidaksamaan ini menunjukkan bahwa bilangan prima ke-3 kurang dari
10. Pendekatan ini terlihat masih sangat kasar. Pendekatan yang lebih halus
untuk menentukan suatu batas atas dari barisan Pn dinyatakan dalam
teorema berikut ini.
6)
Teorema 6.11
Jika dalam barisan
bilangan prima, pn menyatakan bilangan prima ke-n, maka pn
Bukti:
Pembuktian menggunakan induksi matematika untuk n, dengan
dua langkah, yaitu:
1)
Untuk n=1 diperoleh p1 = = 2.
Hal ini memang benar, karena bilangan prima pertama adalah 2.
2)
Diasumsikan bahwa pn benar untuk n = k, yaitu pk . Selanjutnya
harus dibuktikan bahwa pn benar untuk n = k + 1, yaitu pk + 1 atau pk + 1
Perhatikan bahwa:
pk + 1 (p1 p2 p3…pk) + 1
pk + 1 [2(22)( )( )…( )] + 1
pk + 1
Barisan pangkat yaitu: 1 + 2 + 22 + 23 +…+2k – 1 ternyata
merupakan suatu deret geometri dengan rasio 2. Barisan itu dapat ditulis 2k
– 1, sebagai deret geometri.
Jadi, pk + 1 + 1. Karena
1 untuk setiap bilangan asli k, ketidaksamaan tersebut menjadi pk +
1 + =
+ = 22.
3)
Karena teorema diasumsikan
benar untuk n = 1 dan benar untuk n = k dan telah ditunjukkan benar juga untuk
n = k + 1, maka teorema benar untuk setiap bilangan asli n. Jadi pn benar untuk setiap bilangan asli n.
7)
Teorema 6.12
Untuk n 1 ada paling sedikit n + 1 buah bilangan prima
yang lebih kecil dari
Bukti:
Misalkan pi (i = 1, 2, 3,…,n) bilangan prima,
maka diperoleh p1 p2 p3 … pn Pn + 1
E.
Fungsi Tau ( ) dan Sigma( )
Berdasarkan sifat yang dimiliki oleh bilangan bulat dapat
didefinisikan fungsi-fungsi khusus yang mempunyai peranan tertentu dalam teori
bilangan. Fungsi-fungsi khusus tersebut sering disebut fungsi aritmetik (fungsi
teori bilangan). Pada umumnya, fungsi aritmetik didefinisikan memounyai daerah
asal pada himpunan semua bilangan positif. Apabila suatu fungsi aritmetik, maka : B+ B dengan B adalah himpunan semua bilangan
bulat positif. Fungsi-fungsi khusus yang akan dikemukakan adalah fungsi tau ( ) dan fungsi sigma ).
1. Fungsi Tau ( )
Pembahasan fungsi tau dimulai dengan sebuah definisi
berikut.
Definisi 6.3
Fungsi tau (n)
menyatakan banyaknya pembagi bulat positif dari n, untuk n suatu bilangan bulat
positif.
Contoh 6.7
Tentukanlah pembagi bulat positif mulai dari bilangan 1
hingga bilangan 15!
Penyelesaian:
a)
Pembagi bulat positif dari
1 adalah 1 sendiri sehingga (1) =
1
b)
Pembagi bulat positif dari
2 adalah 1 dan 2, sehingga (2) = 2
c)
Pembagi bulat positif dari
3 adalah 1 dan 3, sehingga (3) = 2
d)
Pembagi bulat positif dari
4 adalah 1, 2 dan 4, sehingga (4) = 3
e)
Pembagi bulat positif dari
5 adalah 1 dan 5, sehingga (5) = 2
f)
Pembagi bulat positif dari
6 adalah 1, 2, 3, dan 6, sehingga (6) =
4
Dengan cara yang sama, dapat diketahui bahwa (7) = 2, (8) = 4, (9) = 3,
(10) = 4, (11) = 2, (12) = 6, (13)=2, (14)=4, (15)=4
Berdasarkan contoh 6.7, dapat diketahui bahwa apabila p suatu bilangan
prima, maka (p)=2. Banyaknya pembagi bilangan bulat positif dari n sering
dinyatakan dengan rumus yang menggunakan notasi ∑ (baca; sigma). Beberapa
contoh penggunaan notasi ∑ diberikan dalam contoh berikut
Contoh 6.8
a. = a1 + a2
+ a3 + a4
b. = 3 + 4 + 5 + 6
c. = 2 + 2 + 2 + 2 + 2 + 2
d. = 1 + 2 + 7 + 14 yaitu jumlah semua pembagi
bulat positif dari14.
e. = 1 + 1 + 1 + 1 yaitu banyaknya semua
pembafi bulat positif dari 14.
f. = f(1) + f(2) + f(3) + f(6)
+ f(9) + f(18).
Berdasarkan beberapa contoh notasi tersebut,
(n) dapat dirumuskan sebagai berikut:
(n) =
untuk n 1
Jadi (n) merupakan penjumlahan dari
1 sebanyak pembagi bulat positif dari n.
Contoh 6.9
a. Semua pembagi bulat
positif dari 30 adalah 1, 2, 3, 5, 6, 10, 15, 30, sehingga:
= 1 + 1 + 1 + 1 + 1 + 1 +
1 + 1 = 8
b. Semua pembagi bilangan
bulat positif dari 42 adalah 1, 2, 3, 6, 7, 14, 21 dan 42 sehingga
= 1 + 1 + 1 + 1 + 1 + 1 +
1 + 1 = 8
c. Semua pembagi bulat
positif dari 48 adalah 1, 2, 3, 4, 6, 8, 12, 16, 24, dan 48 sehingga
d. = 1 + 1 + 1 + 1 + 1 + 1 +
1 + 1 + 1 + 1 = 10
Dengan cara yang sama dapat diketahui bahwa = 1, = 1 + 1
= 2, = 1 + 1 = 2, = 1 + 1 + 1 = 3, = 1 +
1 + 1 +1 = 2, 1 + 1 + 1 + 1 = 4, = 1 + 1
= 2, = 1 + 1 + 1 +1 = 4 dan seterusnya.
Berdasarkan contoh tersebut dapat disimpulkan bahwa jika
p suatu bilangan prima, pembagi bulat positifnya hanyalah 1 dan p,
sehingga (p)=2. Karena itu = 1 + 1 = 2
untuk setiap bilangan prima p. Selanjutnya,
1) Pembagi bulat positif dari
p2 adalah 1, p dan p2 sehingga (p2) = = 1 + 1 + 1 = 3;
2) Pembagi bulat positif dari
p3 adalah 1, p, p2, dan p3 sehingga (p3) = = 1 + 1 + 1 + 1 = 4;
3) Pembagi bulat positif dari
p4 adalah 1, p, p2, p3, dan p4
sehingga (p3) = = 1 + 1 + 1 +
1 + 1 = 5;
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa jika k suatu bilangan
bulat positif dan p adalah suatu bilangan prima maka (pk) = k + 1.
Contoh 6.10
Tentukan (16), (32),
(81)!
Penyelesaian:
a)
16 = 24,
sehingga (16) = (24) = 4 + 1 = 5.
Hal ini dapat diperiksa
dengan mencacah semua pembagi bulat positif dari 16 yaitu 1, 2, 4, 8, 16.
b)
32 = 25,
sehingga (32) = (25) = 5 + 1 = 6
Semua pembagi bulat
positif dari 32 adalah 1, 2, 4, 8, 16, 32.
c)
81 = 34,
sehingga (81) = (34) = 4 + 1 = 5
Semua pembagi bulat
positif dari 81 adalah 1, 3, 9, 27, 81.
Apabila p1 dan
p2 keduanya adalah bilangan prima dan n = p1p2,
maka pembagi bulat positif dari n adalah 1, p1, p2 dan p1p2
= n sehingga (n) = 4. Jika m = p12p23,
maka pembagi bulat positif dari m dapat disusun sebagai berikut:
1
|
P2
|
,
|
|
P1,
|
P1P2,
|
P1 ,,
|
P1
|
,
|
P2,
|
,
|
= m
|
Terlihat pada daftar ini bahwa (m) = ( ) = 3 4 = 12.
Contoh 6.11
Tentukan (648),
(675), dan (6125)!
Penyelesaian :
a)
(648) =
(23 34) = (3 + 1)
(4 + 1) = 20
b)
(675) =
(33 52) = (3 + 1) (2 + 1) = 12
c)
(6125) =
(53 72) = (3 +
1) (2 + 1) = 12
1) Teorema 6. 13
Apabila n = pkqt dengan p dan q bilangan-bilangan
prima yang berlainan dan k, t adalah bilangan-bilangan bulat positif, maka (pkqt) = (k + 1) (t +
1).
Bukti:
Semua pembagi bulat positif dari n = pkqt dapat di
susun daftar sebagai berikut:
1, p, p2, p3, … pk
q, pq, p2q, p3q, … pkq q2, pq2, p2q2, p3q2, … pkq2
. . . . … .
. . . . … .
. . . . … .
qt, pqt, p2q2, p3qt, … pkqt = n
Terlihat pada daftar
tersebut bahwa:
(n) = (pkqt) =(k + 1) (t +
1).
Pada teorema dasar
aritmetika, telah dijelaskan bahwa setiap bilangan bulat positif yang lebih
besar dari 1 (n ) dapat difaktorkan secara
tunggal atas faktor-faktor prima. Selanjutnya, n dapat ditulis dalam bentuk
kanonik sebagai n = … dengan Pi untuk i = 1, 2,…, k adalah
bilangan –bilangan prima yang berlainan dan ai 1 untuk setiap i = 1, 2, 3,…, k. Bila telah
diperoleh bentuk kanonik dari suatu bilangan bulat positif, maka dapat
ditentukan banyaknya pembagi bulat positif dari n yaitu (n) yang dijelaskan dalam teorema berikut.
2) Teorema 6.14
Apabila bentuk kanonik
dari bilangan bulat positif n adalah
… maka
(n) = (a1 + 1)(a2 + 1)(a3 + 1)…(ak
+ 1).
Bukti:
Apabila d suatu pembagi
bulat positif dari n, maka d = P1 P2 P3,…Pk
dengan 0 t1 ai. Banyaknya
pembagi bulat positif dari n merupakan hasil kali banyaknya pilihan, sehingga
diperoleh (n) = (a1 + 1)(a2
+ 1)(a3 + 1)…(ak + 1).
Rumus (n) tersebut sering dinyatakan dengan
notasi (baca; pil). Contoh pemakaian
notasi diberikan sebagai berikut.
Contoh 6.12
a)
= P1 P2 P3 P4 P5.
b)
c)
d)
ai = …
e)
Contoh 6.13
Tentukan (2205), (9450),
dan (25200)!
Penyelesaian:
a)
2205 = 32 5 72
(2205) = (32 5 72)
= (2 + 1)(1 + 1)(1 + 1) = 18
b)
9450 = 2 33 52
(9450) = (2 33 52 ) = (1 + 1)(3 +
1)(2 + 1) (1 + 1) = 48
c)
25200 = 24 32 52 7
(25200) = (24 32 52 7) = (4 + 1)(2 + 1)(2 + 1) (1 + 1) = 90
Contoh berikut
memperlihatkan hasilkali pembagi-pembagi bulat positif dari suatu bilangan
bulat positif n.
Contoh 6.14
Tentukan hasil kali semua
pembagi bulat positif dari 24 dan 56!
Penyelesaian:
a)
Pembagi bulat positif dari
24 adalah 1, 2, 3, 4, 6, 8, 12, dan 24, sehingga (24) = 8
Hasilkali semua pembagi
bulat positif dari 24 ditulis dengan notasi K(24) yaitu:
K(24) = 1
= (1 )(2 )(3 )(4 )
= 24
= 244
b)
Semua pembagi bulat
positif dari 56 adalah 1, 2, 4, 7, 8, 14, 28, dan 56, sehingga (56) = 8
Hasilkali semua pembagi
bulat positif dari 56 adalah:
K(56) = 1
= (1 )(2 )(4 )(7 )
= 56
= 564
Kita dapat memriksa bahwa
K(2) = 2, K(3) = 3, K(5) = 5, K(7) = 7, dan seterusnya. Jadi jika p suatu
bilangan orima, maka K(p) = p, K(p2) = p3, K(p3)
= p6, K(p4) = p10 dan K(pt) = p1/2t(t
+ 1)
3) Teorema 6.15
Apabila n suatu bilangan
bulat positif, hasilkali semua pembagi bulat positif dari n adalah K(n) = atau dapat ditulis =
Bukti:
Misalkan d adalah suatu
pembagi bulat positif dari n, ada d’ (yaitu pembagi bulat positif dari n pula)
sedemikian sehingga dd’ = n. hal ini mungkin saja terjadi bahwa d = d’, yaitu
jika n suatu kuadrat sempurna.
Karena banyaknya pembagi
bulat positif dari n adalah (n), dengan
mengalikan setiap pembagi dari n (misalnya d) dengan membagi pasangannya
(misalnya d’) sedemikian sehingga dd’= n, maka akan diperoleh bahwa hasilkali
semua pembagi bulat positif dari n adalah
=
2. Fungsi Sigma( )
Pada bagaian sebelumnya telah dibahas mengenai fungsi tau yang menyatakan banyaknya pembagi bulat
positif dari n,Pada bagian ini dibahas mengenai fungi sigma yang menyatakan jumlah semua pembagi buat
positif dari n.
Defenisi 6.4
Jika n suatu bilangan bulat positif,maka menyatakan
jumlah semua pembagi bulat positif darin,yakni
Contoh 6.14
Tentukan ,
Penyelesaian:
a) Pembagi buat positif dari
30 adalah 1,2,3,5,6,10,15,30,
sehingga
b) Pembagi bulat positif dari
42 adalah 1,2,3,6,7,14,21, dan 42
sehingga
c) Pembagi bulat positif dari
48 adalah 1,2,3,4,6,8,12,16,24 dan 48
sehingga
Contoh 6.15
Tentukan
Penyelesaian:
a.
Pembagi bulat positif dari
2 adalah 1 dan 2 sehingga
b.
Pembagi bulat positif dari
3 adalah 1 dan 3 sehingga
c.
Pembagi bulat positif dari
5 sehingga
d. Dengancara yang sama ,
Contoh 6.15 menunjukan
bahwa jika p suatu bilangan prima, maka )=1+p+p²+p³ dan .
Rumus dapat di bentuk dngan mengigat rumus jumlah
deret geometri .
karena itu, perlu
dijelaskan mengenai deret geoetri sebagai berikut.
Diketahui suatu barisan
geometri a, ar, ar², ar³,….
Apabila suku-sukunya
jumlahkan diperoleh = untuk
r<1 atau
untuk r rumus jumlah deret geometri, diperoleh
jadi,jika p suatu bilangan prima dan t suatu bilangan bulat positif, maka
Contoh6.16
Tentukan
Penyelesaian :
a) Pembagi bulat positif dari
6 adalah 1,2,3, dan 6 sehingga
b) Pembagi bulat
positif dari 64 adalah 1,2,4,,8,16,32, dan64 sehingga 127. Atau =127
c) Pembagi bulat positif dari
125 adalah 1,5,25, dan 125 sehingga =156
d) Pembagi bulat positif dari
243 adalah 1,3,9,27,81 dan 243 sehingga
Apabila p dan q adalah dua
bilangan prima yang berbeda dan n =pq,
maka semua pembagi semua positif dari n
adalah 1, jika m= dengan p dan q dua bilangan prima yang
berlainan, maka jumlah semua pembagi
bulat positif dari m dapat di susun sebagai berikut ;
+(p+pq+pq²+pq³)+(p²+p²q+p²q²+p²q³)
=
(1+p+p²)(1+q+q²+q³)
=
jika apabila n= dengan p dan q keduanya bilangan prima yang
berbeda serta k dan t bilangan bulat positif, maka ;
Contoh 6.17
Tentukanlah
Penyelesaian :
a.
b.
c.
d. ( ) (31)(57)=1767
e.
)=(8)(133)=1064
Teorema 6.16
Jika bentuk kanonik dari
bilangan bulat positif n adalah
maka
maka
Bukti :
Setiap suku dari
perkalian (1+p+ + +….+ ) ) dengan yang
lainnya dan masing – masing merupakan pembagiaan darian n, sehingga
Berdasarkan rumus jumlah deret geometri , maka
1+
Sehingga
Contoh 6.18
Tentukan
Penyelesaian :
a.
=96
b.
c.
=
Pada pembahasan
sebelumnya, telah dijelaskan mengenai definisi
di mana d merupakan semua pembagi bulat positif dari n . karena pembagi bulat positif dari n pula, maka
rumus dapat juga ditulis dalam bentuk :
Rumus merupakan jumlah kebalikan dari pembagi –
pembagi bulat positif dari n.
Contoh 6.19
Tentukan
Penyelesaian:
a. Semua pembagi bulat
positif dari 12 adalah 1, 2, 3, 4, 6 dan 12 sehingga
Jumlah semua dari
kebalikan pembagi dari 12 adalah:
b. Semua pembagi bulat
positif dari 18 adalah 1, 2, 3, 6, 9 dan 18, sehingga
Jumlah semua kebalikan
pembagi dari 18 adalah:
c. Semua pembagi bulat
positif dari 5 adalah 1 dan 5 sehingga
d. Semua pembagi bulat
positif dari 7 adalah 1 dan 7, sehingga
Jumlah semua dari
kebalikan pembagi dari 7 adalah:
e. Semua pembagi bulat
positif dari 11 adalah 1 dan 11, sehingga
Jumlah semua kebalikan
pembagi dari 1adalah:
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.
Rumus Teori
Bilangan Prima, Rumus atau formula itu antara lain:
· f(n)= -n+41, untuk n N
· f(n)= -79n+1601
· f(n)= +1
· Bilangan prima Sophie Germain. Sebuah bilangan
prima p disebut bilangan prima Sophie Germain bila 2p+1 juga bilangan prima.
Misalnya, 23 adalah bilangan prima Sophie Germain karena 2 23+1=47 juga
bilangan prima. Bilangan ini diberi nama sesuai nama matematikawan Perancis
Marie Sophie Germain.
· Bilangan
prima dengan rumus 3+4k, untuk k>0. Tentu, rumus ini gagal menghasilkan
bilangan prima untuk k=3, karena 3+4(3)=15 bukan bilangan
prima.
·
Teorema kecil
Fermat menyatakan jika p adalah bilangan prima, maka untuk semua bilangan
bulat a, =a(mod p). Ini berarti, jika kita mengambil sembarang bilangan a,
kemudian mengalikan dengan dirinya sendiri sebanyak p kali dan mengurangi a,
hasilnya akan habis dibagi dengan p.
2.
Teorema
bilangan prima
·
Jika sisa
pembagian b oleh a adalah prima relatif dengan a, maka b juga prima relatif
dengan a.
·
Setiap bilangan
bulat n>1 dapat dibagi oleh suatu bilangan prima. Dengan perkataan lain,
jika n dan n
adalah bilangan komposit, maka ada bilangan prima p sehingga p|n
·
Setiap bilangan
bulat n>1 dapat dinyatakan sebagai hasil kali bilangan-bilangan prima.
·
Jika n suatu
bilangan komposit, maka n memiliki faktor k dengan 1<k .
·
Jika n N (bilangan
asli), maka n mempunyai faktor prima terbesar p sehingga p .
3.
Faktorisasi
prima
·
Jika p suatu
bilangan prima dan , a, b Z,
maka atau .
·
Jika p suatu bilangan
prima dan maka , untuk 1 .
·
Jika semua
bilangan prima dan , maka p= untuk suatu k
dengan 1 .
·
Pemfaktoran
suatu bilangan bulat positif yang lebih besar dari satu atas faktor-faktor
prima adalah tunggal, kecuali urutan dari faktor-faktornya mungkin tidak
tunggal.
·
Banyaknya bilangan prima adalah tidak terhingga
·
Jika dalam barisan bilangan prima, pn menyatakan bilangan prima
ke-n, maka pn
·
Untuk n 1 ada paling sedikit n + 1 buah
bilangan prima yang lebih kecil dari
4.
Fungsi Tau ( ) dan Fungsi
Sigma ( )
Fungsi tau yang menyatakan banyaknya pembagi bulat
positif dari n dan fungi sigma yang menyatakan jumlah semua pembagi buat
positif dari n.
B. Saran
Makalah ini disusun dengan tujuan untuk menambah wawasan dan membantu
memudahkan kita dalam mengikuti mata kuliah Teori Bilangan terkhusus pada
materi bilangan prima. Kami sebagai penyusun memberi saran dan harapan yang besar kepada pembaca
yang budiman untuk mempergunakan makalah ini sebaik mungkin. Selain itu kami
juga menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini terdapat banyak kekurangan,
maka dari itu kami bersedia menerima tiap kritikan dan saran dari pembaca yang
bersifat membangun.
Semoga dengan diterbitkannya makalah ini wawasan kita mengenai mata kuliah
Teori Bilangan terkhusus pada materi bilangan prima. Kami mengucapkan terimakasih dan permohonan maaf yang sebesar-besarnya
kepada pembaca dan semua pihak yang telah terlibat dalam penyusunan makalah
ini.
DAFTAR PUSTAKA
Tiro.MA.dkk.2008:Pengenalan Teori Bilangan(213-254). Makassar:CV. Andira Karya Mandiri.
1 comment:
gan bisa minta penjelasan lebih lanjut...Tentang materi ini lewat skype..?
Post a Comment