Hak asasi merupakan hak yang melekat dengan kodrat kita sebagai manusia. Yang mana hak asasi ini dimiliki oleh seseorang adalah semata-mata karena dia manusia bukan karena pemberian oleh masyarakat melainkan pemberian Tuhan Yang Maha Esa. Masalah Hak Asasi Manusia (HAM) ini pertama kali dipermasalahkan oleh pemikir-pemikir di negara barat, yang pada perkembangan selanjutnya orang mulai membandingkan konsep-konsep barat dengan konsep-konsep sosialis dan konsep-konsep dari dunia ketiga tentang HAM.Hak asaasi manusia (HAM) adalah hak dasar yang dimiliki manusia sejak manusia itu dila
Secara historis, HAM selalu diwarnai dengan
serangkaian perjuangan yang tak jarang menjelma menjadi revolusi. Bahkan
sejarah mencatat banyak kejadian yang terjadi baik secara individu maupun
kelompok mengadakan perlawanan terhadap penguasa ataupun golongan untuk
memperjuangkan apa yang menjdi haknya.
Di negara Barat, “Revolusi Perancis” dianggap
sebagai tonggak perjuangan hak asasi manusia. Sejak pertengahan abad ke tujuh
belas dengan berbagai rangkaian revolusi, sudah banyak usaha untuk merumuskan
serta memperjuangkan beberapa hak yang dianggap suci dan harus dijamin. Hal ini
kerap kali timbul ketika terjadi hal-hal yang dianggap menyinggung perasaan dan
merendahkan martabat seseorang sebagai manusia.
Sebelum Revolusi Perancis (1789) Montesqui pernah
mengingatkan tentang hal “There is not
word that has been given varied meanings and evoked more varied emotions in the
human heart than liberty”, bahkan lebih lanjut ia juga mengatakan some have
taken it as means of deposing him on whom they had conferred a tyrannical
authority; other again have meant by liberty the privilege of being governed by
a native of their own country, or by their own laws; some have annexed this
name to one from government exclusively of others; those we had republican
taste applied it to this species of government; those who liked a monarchical
state gave it to monarchy.
Dalam arti yang murni, paham kemerdekaan itu antara
lain berwujud :
1. Kemerdekaan
berpikir dan mengeluarkan pikiran serta menganut keyakinan sendiri;
2. Kemerdekaan
untuk bersatu dengan teman-teman yang sepaham serta mempunyai tujuan-tujuan
tertentu (kemerdekaan untuk berkumpul dan bersidang);
3. Kemerdekaan
untuk mengatur penghidupan sendiri tidak seperti yang diperintahkan oleh
kekuasaan yang berada di atasnya.
Sebelum abad masehi, perjuangan dalam pembelaan hak
asasi manusia pu telah dilakukan. Hal tersebut dapat dilihat dalam upaya-upaya
tersebut :
Hukum Hamurabi di
Babylonia yang menetapkan adanya aturan hukum yang menjamin keadilan bagi semua
warga di negara Babylonia. Hukum tersebut terkenal sebagai jaminan hak asasi
manusia.
Solon di Athena yang
mengajarkan bahwa orang-orang yang diperbudak karena tidak mampu melunasi
hutangnya harus dibebaskan.
Justianus (Kaisar
Romawi, tahun 572 SM) merumuskan peraturan yang menjamin atas keadilan dan hak
asasi manusia.
Para filsuf Yunani Kuno
seperti Socrates, Plato, dan Aristoteles yang mengemukakan pikirannya tentang
jaminan hak asasi manusia.
Selanjtnya masalah tentang penegakan HAM ini
berkembang di Inggris. Perjuangan para bangsawan Inggris telah melakukan
perjuangan utuk mendapatkan kembali hak-haknya yang telah dicampakkan oleh raja
John yang bertahta pada saat itu, yang akhirnya melahirkan Piagam Agung “Magna
Charta” (1215) yakni sebuah dokumen resmi yang isinya antara lain memberikan
batasan yang jelas dan tegas terhadap kekuasaan raja yang absolute dan
totaliter sehingga hak-hak dasar rakyat tetap terjamin. Kemudian pada tahun
1689, di Inggris diasahkan oleh parlemen Inggris sebuah undang-undang hak
yakni “Bill of Rights”, setelah sebelumnya terjadi revolusi berdarah yang
dikenal dengan nama “The Glorious
Revolution”. Revolusi ini merupakan revolusi emanisipasitorik untuk
memberikan perlawanan terhadap raja James II yang berkuasa saat itu.
Gerakan emanisipasitorik dan revolusi kemanusian
yang terjadi menjadi sumber inspirasi timbulnya gerakan revolusioner di
Perancis dan Amerika. Pada tahun 1789, di Perancis dicetuskan Declarastion des Droits de l’home st du
Citoyen, sebuah deklarasi yang menjamin persamaan hak dan penghormatan
terhadap harkat dan mertabat kemanusiaan yakni Liberte, egaliite dan fraternite
(kebebasan, persamaan, dan persaudaraan), yang kemudian menjadi akar demokrasi
dan menyebar ke berbagai penjuru dunia, serta mampu menumbuhkan inspirasi pada
banyak bangsa untuk mencari alternative demokratif bagi system politik lama.
Demikian pula di Amerika, pada kurun waktu yang hamper bersamaan disahkan
sebuah undang-undang hak (the bill of rights) yang kemudian menjadi bagian
utama dari Undang-undang Dasar Amerika pada ahun 1791. Bill of Rights maupun Declarastion
des Droits de l’home st du Citoyen merupakan konkrettisasi kemauan masyarakat
(volente generale) untuk membentuk peraturan hukum yang secara formal dapat
menjamin dan melindungi hak-hak asasi manusia agar para penguasa tidak
bertindak sewenang-wenang, represif dan otorite terhadap yang lemah dan tidak
berkuasa.
Gerakan-gerakan emansipasitorik tersebut lebih
banyak mendapat inspirasi dari gagasan-gagasan hukum alam (nature law) sebagaimana diintrodusir oleh
John Locke (1632-1704) dan Jean Jaques Rousseau (1722-1788). Dalam mazhaab
hukum alam konsepsi dasar hak-hak asasi manusia hanya meliputi the right to
life, the right to liverty, dan the right to property.
Menurut John Locke, manusia mula-mula belum
bermasyarakat, tetapi berada dalam keadaan alamiah, state of nature yaitu suatu keadaan dimana belum terdapat kekuasaan
dan otorita apa-apa, semua orang bebas dan sama derajatnya. Selanjutnya dalam
perkembangannya, diantara orang-orang tersebut terjadi cekcok karena adanya
perbedaan pemikiran dan pemilikan harta benda. Dalam kondisi “state war”
sepertiitu, timbul pemikiran untuk melindungi nilai-nilai mereka yang paling
fundamental dan esensial seperti hak untuk hidup, hak untuk merdeka, dan hak
terhadap milik pribadi. Selanjutnya mereka membuat perjanjian untuk
bermasyarakat dan menyerahkan sebagian dari hak-hak mereka kepada pemimpin dan
pemimpin bertugas melindungi hak-hak mereka tersebut. Menurut Locke ada hak-hak
individu dan masyarakat yang tidak dapat dipisahkan dari dirinya dan diserahkan
kepada pemimpin, hak tersebut adalah hak atas hidup, hak atas kemerdekaan, dan
hak atas milik pribadi, karena semua hak tersebut adalah hak yang diterima
manusia sejak ia dilahirkan.
Perkembangan selanjutnya, konsepsi-konsepsi hak-hak
asasi manusia terus mengalami perubahan. Hak-hak asasi manusia warisan masa
lampau ternyata tidak responsive dan aspiratif lagi dengan situsai social yang
makin lama makin berkembang, sehingga perlunya perllindungan terhadap hak-hak
diluar hak yang bersifat yuridik politik saja seperti hak dalam bidang ekonomi,
social, dan budaya. Dalam hal ini, presiden Amerika Franklin D. Roosevelt pada
permulaan abad ke-20 memformlasikan 4 macam hak-hak asai yang kemudian dikenal
dengan “The Four Freedoms”, yaitu freedom of speech, freedom of religion,
freedom fear dan freedom from want. Roosevelt menyatakan bahwa hak manusia
harus juga mencakup bidang ekonomi, social dan budaya.
Dimensi hak-hak asasi yang dirumuskan oleh D.
Rosevelt itu kemudian menjadi inspirasi dan bagian yang tidak dapat dipisahkan
dari “Declaration of Human Rights ” tahun 1948 di mana seluruh umat manusia
melalui wakil-wakilnya tergabung dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) seia
sekata bertekad untuk memberikan pengakuan dan perlindungan secara yuridik
formal terhadap hak-hak asasi dan merealisasikannya. Dalam deklarasi tersebut
manusia mendapat posisi sentral dimana harkat dan martabat manusia, hak- hak
dan kebebasan asasinya di junjung tinggi dengan tak ada pegecualian apa pun.
Secara teoritik deklarasi tersebut dikelompokkan dalam 2 bagian yaitu bagian
pertama menyangkut hak- hak politik dan yuridik, bagian kedua menyangkut hak-
hak atas martabat dan integritas manusia, dan bagian ketiga menyangkut hak- hak
social, ekonomi, dan hak- hak budaya. Konsekwensinya hak- hak asasi manusia
harus dilihat dan dipahami secara utuh, tidak parsial. Namun dalam faktanya
tidak demikian, kerap kali hak- hak yang diutamakan adalah hak- hak politik dan
yuridis. Dari situasi tersebut tampaklah deklarasi HAM tahun 1948 itu isinya
sarat dengan hak- hak politik dan yuridik dan bahkan menjadi ciri khasnya.
Deklarasi ini dalam pembabakan perkembangan konsepsi hak- hak manusia disebut
sebagai “generasi pertama hak- hak asasi manusia.”
Pada awal tahun 1960 baru ada upaya dari komisi hak
asasi PBB untuk merekonseptualisasi dan mereaktualisasi hak- hak aktualisasi
manusia dan dalam upaya ini hak- hak dalam bidang ekonomi, social, dan budaya
mendapat posisi perhatian yang lebih besar. Pada tahun 1966 upaya tersebut
mencapai puncaknya ketika sidang umum PBB mengesahkan international convenant
on economic, social and cultural rights and international convenant on civil
and political rights serta protocol tambahan yang mengatur hak- hak sipil dan
politk. Dua konvenan inilah yang menjadi dokumen dasar “generasi II” konsepsi
dasar HAM sebagai babak baru dalam perkembangan HAM.
Pada generasi II hak- hak ekosop mendapat perhatian
yang sangat besar dan merupakan reaksi antitesa terhadap konsepsi dasar
generasi I HAM yang lebih menekankan hak politik dan yuridik.
Bila diamati secara teliti pada dasarnya kedua
dokumen HAM baik dokumen tahun 1948 maupun dokumen tahun 1966 sulit sekali
dibedakan karena keduanya mengantur tentang baik hak-hak yuridik, politik,
maupun hak- hak ekonomi, social dan budaya namun sulit sekali menghilangkan
kesan bahwa dokumen hak asasi tahun 1948 sarat dengan hak- hak yuridik dan
politik sedangkan dokumen asasi 1966 sangat sarat dengan hak- hak ekosop.
Perkembangan konsepsi dasar hak-hak asasi manusia
dari generasi I sampai dengan generasi II mencerminkan perubahan pemikiran umat
manusia mengenai hak asasi manusia. Karena itu konsepsi dasar hak- hak asasi
manusia, baik generasi I yang mempunyai ciri keutamaan pada pelaksanaan hak- hak
politik dan hukum, maupun generasi II yang mempunyai ciri keutamaan pada
pemenuhan hak- hak ekosop harus disintesakan menjadi konsepsi baru yang lebih
luas dan secara akomodatif mampu mencakupi isi dan ruang lingkup konsepsi dasar
generasi I dan generasi II HAM yang dalam pembabakan sejarah perkembangan hak-
hak asasi manusia disebut “The rights to development” yaitu hak-hak atas
pembangunan, dan inilah yang merupakan “generasi II” HAM.
Hak-hak atas pembangunan sebagai paradigma baru terhadap
hak-hak asasi manusia muncul sebagai reaksi dan protes terhadap pola
pembangunan yang dilakukan oleh negara- negara dunia ketiga dimana makna
pembangunan telah mengalami distorsi yang sangat parah. Pola pembangunan yang
diterapkan yaitu pola pembangunan yang memberikan priorioritas pada pembangunan
dan ekonomi dan pembangunan dalam
bidang-bidang lainya dikecualikan. Pola pembangunan yang seperti itu
mensyaratkan terpeliharanya stabilitas dan untuk mencapai hak tersebut hak-hak dan kebebasan dasar rakyat harus
dipreteli dan bila perlu dicampakkan.
Hak- hak atas pembangunan pasda dasarnya bukanlah
hak- hak yang baru sama sekali akan tetapi merupakan perluasan dan penekanan
kembali terhadap beberapa pasal yang tercantum dalam universal declaration of
human rights dan menjadi elemen-elemen utama dari konsepsi hak- hak atas
pembangunan. Pada prinsipnya the rights to development merupakan hak rakyat
mayoritas untuk membebaskan diri dari belengu kemiskinan, ketidak adilan,
keterbelakangan, kemelaratan dankeragu-raguan. Karena itu pembangunan harus
dilihat sebagai suatu proses yang secara sengaja dibuat untuk menciptakan
kondisi-kondisi sehingga setiap orang dapat menikmati, menjalankan,
memanfaatkan semua hak asasinya baik dibidang ekonomi, social, budaya maupun
politik. Pembangunan yang dilaksanakan harus pula memperhatikan, menghormati
hak- hak tersebut secara professional tanpa mengutamakan yang satu dan
mengabaikan yang lainnya.
Sumber / refernsi buku
:
Harman, Beny K. dan Paul S. Baut.
1988. Kompilasi Deklarasi Hak Asasi
Manusia. Jakarta : Yayasan lembaga Bantuan Hukum.
Sunggono, Bambang dan Aries
Harianto. 2001. Bantuan Hukum dan Hak
Asasi Manusia. Bandung: Mandar Maju.
No comments:
Post a Comment