Di dalam Undang-Undang Dasar 1945, hak asasi manusia diatur dalam pembukaan dan dalam batang tubuh. Pada pembukaan ada disebutkan tentang hak kemerdekaan. Sedangkan pada batang tubuh diatur dalam Bab X tentang Hak Asasi Manusia, sebagai berikut:
Pasal 28A
Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.
Pasal 28B
(1) Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah.
(2)
Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang
serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Selanjutnya, dalam Pasal 28I UUD 1945 disebutkan beberapa hak sebagai berikut:
Pasal 28 I
(1)
Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan
hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui
sebagai pribadi dihadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar
hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat
dikurangi dalam keadaan apa pun.
(2)
Setiap orang berhak bebas atas perlakuan yang bersifat diskriminatif
atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap
perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.
(3) Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban.
(4) Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah.
(5)
Untuk menegakan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip
negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia
dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan perundangan-undangan.
Sesuai
Pasal 28I ayat (5), dibentuklah Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999
Tentang Hak Asasi Manusia dan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang
Pengadilan Hak Asasi Manusia. Oleh karena itu, perbuatan seorang atau
kelompok, termasuk aparat negara, baik disengaja maupun tidak disengaja,
atau kelalaian yang secara melawan hukum mengurangi, menghalangi,
membatasi atau mencabut hak asasi manusia, baik seseorang atau kelompok
yang dijamin oleh undang-undang dimaksud akan memperoleh penyelesaian
hukum yang adil dan benar berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.
Pelanggaran hak asasi yang demikian, disebut pelanggaran hak asasi yang
ringan. Lain halnya pelanggaran hak asasi yang berat, seperti pembunuhan
massal, pembunuhan sewenang-wenang atau di luar putusan pengadilan,
penyiksaan, penghilangan orang secara paksa, perbudakan, atau
diskriminasi yang dilakukan secara sistematik. Berdasarkan hal tersebut,
dibentuklah Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau suatu lembaga
mandiri yang kedudukannya setingkat dengan lembaga negara lainnya yang
berfungsi melaksanakan pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan,
atau mediasi hak asasi manusia. Pembentukan lembaga ini bertujuan untuk
mengembangkan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan hak asasi manusia
sesuai dengan Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Piagam Perserikatan
Bangsa-bangsa, serta Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia. Demikian
juga untuk tujuan meningkatkan perlindungan dan penegakan hak asasi
manusia guna berkembangnya pribadi manusia Indonesia seutuhnya dan
kemampuan berpartisipasi dalam berbagai bidang kehidupan.
Adapun ruang lingkup hak asasi manusia, sebagaimana disebutkan Zainuddin Ali (2006:91-92), adalah sebagai berikut:
1) setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan hak miliknya.
2) setiap orang berhak atas pengakuan di depan hukum sebagai manusia pribadi di mana saja ia berada.
3)
setiap orang berhak atas rasa aman dan tenteram serta perlindungan
terhadap ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.
4) setiap orang tidak boleh diganggu yang merupakan hak yang berkaitan dengan kehidupan pribadi di dalam tempat kediamannya.
5)
setiap orang berhak atas kemerdekaan dan rahasia dalam hubungan
komunikasi melalui sarana elektronik tidak boleh diganggu, kecuali atas
perintah hakim atau kekuasaan lain yang sah sesuai dengan undang-undang.
6)
setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan, penghukuman, atau
perlakuan yang kejam, tidak manusiawi, penghilangan paksa, dan
penghilangan nyawa.
7) setiap orang tidak boleh ditangkap, ditekan, disiksa, dikucilkan, diasingkan, atau dibuang secara sewenang-wenang.
8)
setiap orang berhak hidup dalam tatanan masyarakat dan kenegaraan yang
damai, aman, dan tenteram, yang menghormati, melindungi dan melaksanakan
sepenuhnya hak asasi manusia dan kewajiban dasar manusia sebagaimana
diatur dalam undang-undang.
Berdasarkan
pengertian dan ruang lingkup hak asasi manusia tersebut, dapat dipahami
bahwa di negara Republik Indonesia yang berdasar atas hukum, amat
menghormati dan menjunjung tinggi hak asasi manusia. Di dalam Tap MPR
No. IV/MPR/1999, Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) tahun 1999-2004
halaman enam belas, diungkapkan bahwa peningkatan pemahaman dan
penyadaran, serta peningkatan perlindungan, penghormatan, dan penegakan
hak asasi manusia dalam seluruh aspek kehidupan, dan penyelesaian
berbagai proses peradilan terhadap pelanggaran hukum dan hak asasi
manusia yang belum ditangani secara tuntas.
Salah
satu hak yang diatur UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia
adalah mengenai hak bebas atas perlakuan yang bersifat diskriminatif.
Dalam Pasal 3 ayat (1) disebutkan bahwa diskriminasi adalah setiap
pembatasan, pelecehan, atau pengucilan yang langsung ataupun tak
langsung didasarkan pada pembedaan manusia atas dasar agama, suku, ras,
etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin,
bahasa, keyakinan politik, yang berakibat pengurangan, penyimpangan,
atau penghapusan pengakuan, pelaksanaan, atau penggunaan hak asasi
manusia dan kebebasan dasar dalam kehidupan baik individual maupun
kolektif dalam bidang politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya dan aspek
kehidupan lainnya. Hak Asasi Manusia (HAM), yang dalam bahasa Indonesia
diartikan sebagai hak-hak mendasar pada diri manusia, harus menjadi akar
dari negara, menghormati perbedaan, menerima keanekaragaman, menerima
hubungan, serta menghargai hubungan gender. Kondisi yang diperlukan
adalah negara harus konsisten terhadap konstitusi, hak-hak dasar,
persamaan lelaki dan perempuan, persamaan antara muslim dan non-muslim.
Penegakan
hak asasi manusia ini merupakan hal penting bagi negara Indonesia. Oleh
karena itu, selain dimuat dalam UUD’45 dan dijabarkan melalui UU. No.
39 Tahun 1999, juga dibentuk Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS
HAM). Keseriusan pemerintah menegakkan HAM ini juga dapat diperhatikan
dengan adanya Undang-Undang No. 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan Hak
Asasi Manusia. Pengadilan HAM ini merupakan pengadilan khusus yang
berada di lingkungan Peradilan Umum. Kedudukan Pengadilan HAM ini berada
di daerah kabupaten atau daerah kota yang daerah hukumnya meliputi
daerah hukum Pengadilan Negeri yang bersangkutan. Ruang lingkup
kewenangan pengadilan Ham, menurut UU No. 26 Tahun 2000 pasal 4-6,
yaitu: Pengadilan HAM bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus
perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat; Pengadilan HAM
berwenang juga memeriksa dan memutus perkara pelanggaran hak asasi
manusia yang berat yang dilakukan di luar batas teritorial wilayah
negara Republik Indonesia oleh warga negara Indonesia; dan Pengadilan
HAM tidak berwenang memeriksa dan memutus perkara pelanggaran hak asasi
manusia yang berat yang dilakukan oleh seseorang yang berumur di bawah
18 (delapan belas) tahun pada saat kejahatan dilakukan.
Peraturan
perundang-undangan yang diberlakukan di Indonesia juga harus senantiasa
mencerminkan perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM), dengan kata
lain tidak boleh bertentangan dengan HAM sebagaimana yang telah diatur
dalam konstitusi (UUD 1945), karena HAM ialah hak-hak yang melekat pada
manusia yang tanpanya manusia mustahil dapat hidup sebagai manusia.
Konstitusi (UUD 1945) telah memberikan pengaturan tentang HAM sebagai
berikut:
a. Personal Right (pasal 28 dan pasal 29)
b. Property Right (pasal 33)
c. Right of Legal Equality (pasal 27 ayat 1)
d. Political Right (pasal 27 ayat 1 dan pasal 28)
e. Sosial and Culture Right (pasal 31, pasal 32, pasal 34)
f. Procedural Right (pasal 27 ayat 1)
Amandemen
kedua UUD 1945 telah memberikan perubahan terhadap pengaturan HAM di
Indonesia. Kalau sebelum amandemen kedua pengaturan HAM dalam UUD 1945
diatur secara terpisah, namun pasca amandemen kedua, UUD 1945 telah
mengatur HAM secara lebih sistematis dalam satu bab, yaitu di dalam
pasal 28A sampai dengan Pasal 28J UUD 1945. Pasal tersebut telah menjadi
landasan konstitusional bagi perlindungan HAM di Indonesia.
Pengertian
HAM seperti yang dikemukakan oleh Jan Matersondari (komisi hak asasi
manusia PBB), dalam Ari Wibowo (2008:3), ialah hak-hak yang melekat pada
manusia yang tanpanya manusia mustahil dapat hidup sebagai manusia.
Menurut Burhanuddin Lopa, dalam Ari Wibowo (2008:3), pada kalimat
“mustahil dapat hidup sebagai manusia” hendaklah diartikan “mustahil
dapat hidup sebagai manusia yang bertanggung jawab”. Alasan ditambahkan
kata “tanggung jawab” tersebut ialah disamping manusia memiliki hak,
juga memiliki tanggung jawab atas segala yang dilakukannya.
Dalam alinea kedua dari Declaration of Independence of the united state of America yang dideklarasikan oleh The Representative of The United State of America dalam general kongres assembly pada tanggal 4 Juli 1776 tertulis antara lain sebagai berikut (Ari Wibowo, 2008:4):
“We
hold these truths to be self-evident, that all men are created equel;
that there are endowed by their creater with certain unalianable rights;
that among these are life, liberty ang the pursuit of happiness”
Kalau
kita menyimak kutipan di atas, di antara berbagai hak-hak dasar atau
hak asasi manusia diantaranya yang disebut secara tegas yakni persamaan
hak, hak hidup, hak kebebasan dan hak mengejar atau mencari kebahagiaan.
Macam-macam HAM menurut Undang Undang Nomor 39 Tahun 1999 antara lain:
a. Hak untuk hidup
b. Hak mengembangkan diri
c. Hak memperoleh keadilan
d. Hak atas kebebasan pribadi
e. Hak atas rasa aman
f. Hak atas kesejahteraan
g. Hak urut serta dalam pemerintahan
Franklin D. Rosevelt, dalam Ari Wibowo (2008:4), pada permulaan perang dunia II merumuskan adanya empat hak, yaitu:
a. Freedom of speech (Kebebasan untuk berbicara dan mengemukaan pendapat)
b. Freedom of Religion (Kebebasan beragama)
c. Fredom of Fear (Kebebasan dari ketakutan)
d. Freedom of Want (Kebebasan dari kemelaratan)
Kemudian pada tahun 1946, Commition on Human Right
(PBB) menetapkan secara terperinci beberapa hak ekonomi dan sosial,
disamping hak-hak politik. Penetapan ini dilanjutkan pada tahun 1948
dengan disusun pernyataan sedunia tentang hak-hak asasi manusia (Universal Declaration of Human Right) pada tanggal 10 Desember 1948.
Dalam
diskursus penegakkan HAM Internasional, ada konvensi internasional
tentang HAM yang menjadi panutan negara di dunia, yaitu International Convenant on Civil and Political Right-ICCPR (Perjanjian Internasional tentang Hak Hak Sipil dan Politik) dan International Convenant on Economic, Social, and Cultural Right-ICESCR
(Konvenan Internasional tentang Hak Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya.
ICCPR telah diratifikasi oleh Indonesia dan dituangkan dalam Undang
Undang No. 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Convenant on Civil and Political Right, dan ICESCR juga telah diratifikasi oleh Indonesia dengan Undang-Undang No. 11 tahun 2005 tentang Pengesahan International Convenant on Economic, Social, and Cultural Right.
Konsep hak asasi manusia ini, menurut Ari Wibowo (2008:5) memiliki dua dimensi (dimensi ganda), yaitu:
1) Dimensi
universalitas, yakni substansi hak-hak asasi manusia itu pada
hakekatnya bersifat umum dan tidak terikat oleh waktu dan tempat. Hak
asasi manusia akan selalu dibutuhkan oleh siapa saja dan dalam aspek
kebudayaan dimana pun itu berada, entah itu dalam kebudayaan barat
maupun timur. Dimensi hak asasi manusia seperti ini pada hakekatnya akan
selalu dibutuhkan dan menjadi sarana bagi individu untuk
mengekspresikan secara bebas dalam ikatan kehidupan kemasyarakatan.
Dengan kata lain hak asasi itu ada karena yang memiliki hak-hak itu
adalah manusia sebagai manusia.
2) Dimensi
kontekstualitas, yakni menyangkut penerapan hak asasi manusia bila
ditinjau dari tempat berlakunya hak-hak asasi manusia tersebut.
Maksudnya adalah ide-ide hak asasi manusia dapat diterapkan secara
efektif, sepanjang “tempat” ide-ide hak asasi manusia itu memberikan
suasana kondusif untuk itu. Dengan kata lain ide-ide hak asasi manusia
akan dapat dipergunakan secara efektif dan menjadi landasan etik dalam
pergaulan manusia, jikalau struktur kehidupan masyarakat entah itu di
barat ataupun di timur sudah tidak memberikan tempat bagi terjaminnya
hak individu yang ada di dalamnya.
Dua
dimensi inilah yang memberikan pengaruh terhadap pelaksanaan ide-ide
hak asasi manusia di dalam komunitas kehidupan masyarakat, bangsa dan
negara. Oleh sebab itu dengan adanya dua dimensi ini, maka perdebatan
mengenai pelaksanaan ide-ide hak asasi manusia yang diletakkan dalam
konteks budaya, suku, ras maupun agama sudah tidak mempunyai tempat lagi
atau tidak relevan dengan wacana publik masyarakat modern.
No comments:
Post a Comment