BAB 1
PENGANTAR ISBD
TUJUAN
PEMBELAJARAN
setelah
melakukan pembelajaran ini, diharapkan mahasiswa mampu :
1.
mengemukakan kompetensi dasar dan
pokok substansi kajian sebagai ruang lingkup ISBD
2.
menjelaskan pentingnya ISBD sebagai
kelompok mata kuliah berkehidupan bermasyarakat (MBB) dan program pendidikan
umum perguruan tinggi.
3.
menggunakan ISBD sebagai sudut
pandang alternative atas pemecahan masalah social dan budaya.
MATERI
PEMBELAJARAN
A.
Hakikat dan ruang lingkup ISBD
B.
ISBD sebagai MBB dan penddikan umum
C.
ISBD sebagai alternative pemecahan
masalah social budaya.
KATA-KATA
KUNCI
Ilmu social dasar, ilmu budaya dasar, kompetensi, matakuliah
berkehidupan masyarakat, system nilai budaya.
pada bagian pertama buku ini, akan diuraikan topic mengenai
pengantar kuliah ilmu social dan budaya dasar (ISBD)sebelum menguraikan lebih
lanjut materi-materi pokok yang ada dalam substansi kajian ISBD. bagian
pengantar ini dimaksudkan untuk memberikan penjelasan umum mengenai mata kuliah
ISBD. dalam pengantar ini akan disajikan mengenai hakikat dan ruang lingkup
ISBD, ISBD sebagai MBB dan pendidikan umum, dan ISBD sebagai alternative
pemecahan masalah dan social budaya.
A. HAKIKAT DAN RUANG LINGKUP ISBD
1. Hakikat ISD dan IBD
secara
garis besar ilmu dan pengetahuan dapat dikelompokkan menjadi tiga macam, yaitu:
a. ilmu alamiah (natural sciences)
b. ilmu social (social sciences)
c. pengetahuan budaya (the humanistic)
ilmu social dasar (ISD) termasuk dalam kelompok ilmu social.
namun, ISD tidak bersifat sebagai pengantar kea rah suatu bidang disiplin ilmu
social sebagaimana pengantar ilmu politik, pengantar antropologi, pengantar
sosiologi, dan sebagainya. ISD menggunakan pengertian yang berasal dari
berbagai disiplin ilmu untuk menanggapi masalah-masalah social, khususnya yang
dihadapi masyarakat Indonesia.
ISD mempunyai tema pokok, yaitu hubungan timbale balik
manusia dengan lingkungannya. adapun objek sasaran atau objek kajian ISD adalah
sebagai berikut.
a. berbagai kenyataan bersama merupakan
masalah social yang dapat ditanggapi melalui pendekatan sendiri maupun
pendekatan antarbidang (interdisiplin).
b. keanekaragaman golongan dan kesatuan
social dalam masyarakat yang masing-masing memiliki kepentingan dan kebutuhan
sendiri, tetapi terdapat juga persamaan kepentingan yang dapat mengakibatkan
kerjasama dan pertentangan.
intinya, matakuliah ISD adalah upaya untuk memberkan
pengetahuan dasar dan pengetahuann umum tentang konsep-konsep yang dikembangjan
untuk mengkaji gejala-gejala social sehingga daya tangkap, presepsi, dan
penalaran mahasiswa terhadap lingkungan social meningkat, dengan demikian
kepekaan sosialnya pun bertambah.
tujuan matakuliah ISD adalah membantu perkembangan wawasan
pemikiran dan kepribadian mahasiswa agar memperoleh wawasan pemikiran yang
lebih luas dan cirri-ciri kepribadian yang diharapkan dari setiap tingkah laku
manusia dalam menghadapi manusia lain, serta sikap dan tingkah laku manusia
lain terhadap manusia yang bersangkutan.
ilmu budaya dasar (IBD) dalam kelompok ilmu pengetahuan
termasuk dalam kelompok pengetahuan budaya (the humanistic), tetapi tidak
identik dengan pengetahuan budaya itu sendiri. IBD berbeda dengan pengetahuan
budaya. pengetahuan budaya mengkaji masalah masalah nilai manusia sebagai
makhluk berbudaya,sedangkan IBD mengkaji masalah kemanusiaan dan budaya. IBD
budaya ialah suatu pengetahuan yang menelaah berbagai masalah kemanusiaan dan budaya, dengan
menggunakan pengertian yang berasal dari dan telah dikembangkan oleh berbagai
bidang ilmu pengetahuan atau keahlian.
adapun yang menjadi pokok kajian IBD adalah berbagai aspek
kehidupan yang seluruhnya merupakan ungkapan masalah kemanusiaan dan budaya
serta hakikat manusia yang satu. termasuk pula didalamnya pemahaman akan system
nilai budaya, yaitu konsepsi tentang nilai yang hidup dalam pikiran sebagian
besar masyarakat. system nilai budaya berfungsi sebagai pedoman bagi sikap
mental, pola piker dan pola prilaku warga masyarakat.
IBD merupakan suatu upaya memberikan pengetahuan dasar dan
umum mengenai konsep-konsep budaya untuk menkaji masalah kemanusiaan dan
budaya. pendekatan pokok kajian IBD dilakukan dengan menggunakan pengetahuan
dasar dan umum tentang konsep budaya dari berbagai keahlian pengetahuan buadaya
maupun degan menggunakan masing-masing keahlian dalam pengetahuan budaya.
tujuan IBD adalah mengembangkan kepribadian mahasiswa dengan
cara memperluas wawasan pemikiran dan kemampuan kritikalterhadap
masalah-masalah budaya sehingga daya tangkap, presepsi, dan penalaran budaya
mahasiswa menjadi halus dan manusiawi.
namun dalam rangka evektifitas dan keterpaduan maka sesuai
SK dirjen dikti no 44/2006 pengorganisasian materi maupun teknik penyajiannya
digabungkan menjadi ISBD. dengan demikian ISBD dapat dikatakan sebagai paduan
atau integrasi dari kajian ISD dan IBD. sebgai integrasi dari ISD dan IBD ,
ISBD memiliki kompetensi dasar menjadi ilmuan yang professional, yakni yang
berfikir kritis, kreatif, sistematik dan ilmiah, berwawasan luas, etis, serta
memiliki kepekaan dan empati terhadap solusi pemecahan masalah social dan
budaya secara arif (SK dirjen Dikti No, 44 tahun 2006).
2. Ruang lingkup ISD,IBD, dan ISBD
ISD memberikan dasar-dasar pengetahuan kepada manusia yang
diharapkan akan cepat tanggap serta mampu menghadapi dan menanggulangi
masalah-masalah dalam kehidupan masyarakat (masalah social). dengan mengetahui
dan mengorientasikan diri kedalamnya, paling tidak ia harus mempu mengetahui
kea rah mana pemecahan jalan keluar suatu permasalahan yang dihadapi.
karena, bagaimanapun juga pada saat ini masalah-masalah
social telah berkembang sedemikian kompleksnya. mulai dari ruang lingkup local,
regional, nasional, maupun internasional.
ruang lingkup materii yang disajikan dalam ISD meliputi :
1. individu, keluarga, dan masyarakat.
2. masyrakat desadan masyarakat kota
3. masalah penduduk
4. pelapisan social
5. pemuda sosialisasi
6. ilmu pengetahuan,teknilogi, dan
kemiskinan.
berdasarkan hasil konsorsium pada lokakarya tahun 1982, ditetapkan
behwa matakuliah IBD adalah usaha yang diharapkan dapat memberikan bekal
pengetahuan dasar dan pengertian umum tentang konsep-konsep yang dikembangkan
untuk mengkaji masalah-masalah budaya.
seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa IBD bukanlah pengetahuaan
mengenai budaya. jadi materi yang disajikan bukanlah tema atau topic tentang
kebudayaan. yang dijadikan pokok kajian IBD adalah aspek kehidupan yang
seluruhnya merupakan ungkapan, maupun masalah kemanusian dan budaya, hakikat
manusia yang satu, serta system nilai budaya. ruang lingkup yang dijadikan tema
dalam matakuliah IBD mencakup hal-hal berikut.
a. manusia dan pandangan
b. manusia dan keindahan
c. manusia dan keadilan
d. manusia dan cinta kasih
e. manusia dan tanggung jawab
f. manusia dan kegelisahan
g. manusia dan harapan
kemudian,
ketika materi ISD dan IBD di gabung menjadi ISBD maka sesuai dengan konsep
kurikulum berbasis kompetensi memuat sejumlah substansi kajian yang mengarah
pada tercapainya kompetensi dasar. artunya, bahwa pemberian substansi kajian
atau ruang lingkup kajian ISBD yang ada kepada mahasiswa diharapkan dapat
mencapai kompetensi dasar matakuliah yang dimaksud.
adapun substansi kajian ISBD
berdasarkan ketentuan dalam surat keputusan dirjen dikti no.30/dikti/kep/2003
tentang rambu-rambu pelaksanaan kelompok matakuliah berkehidupan bermasyarakat
di perguruan tinggi Indonesia, mencakup pokok-pokok kajian sebagai berikut :
a.
pengantar ISBD
b.
manusia sebagai maklik budaya
c.
manusia dan peradaban
d.
manusia sebagai makhluk individu
social
e.
manusia,keragaman,kesederajatan
f.
moralitas dan hukum
g.
manusia, sains dan teknologi
h.
manusia dan lingkungan
sedangkan
menurut ketentuan baru, yaitu surat keputusan dirjen dikti nomor
44/dikti/kep/2006 tentang rambu-rambu pelaksanaan kelompok matakuliah
berkehidupan bermasyarakat di perguruan tinggi, substansi kajian ISBD meliputi
hal-hal berikut.
a.
pengantar ISBD
b.
manusia sebagai makhluk budaya
c.
manusia sebagai makhluk individu
social
d.
manusia dan peradaban
e.
manusia,keragaman, dan kesetaraan
f.
manusia, nilai , moral, dan hukum
g.
manusia,sains, teknologi dan seni.
h.
manusia dan lingkungan
menyimak dari isi kajian di atas, dapat dikemukakan bahwa
kajian ISBD mencakup masalah social dan masalah budaya serta keberadaan manusia
sebagai subjek bagi masalah-masalah tersebut. baik dihadapkan pada masalah
social maupun budaya tersebut, diharapkan manusia dapat meningkatkan
wawasannya, kepekaannya, serta berempati terhadap masalah maupun pemecahan
masalahnya.
B. ISBD SEBAGAI MATAKULIAH BERKEHIDUPAN BERMASYARAKAT (MBB) DAN
PENDIDIKAN UMUM
1. ISBD merupakan kelompok MBB di
perguruan tinggi
menurut
keputusan menteri pendidikan nasional republic Indonesia nomor 232/U/2000
tentang pedoman penyusunan kurukulum pendidikan tinggi dan penilaian hasil
belajar mahasiswa, kelompok bahan kajian dan pelajaran yang dicakup dalamsuatu
program studi yang dirumuskan dalam kurikulum terdiri atas:
a. kelompok matakuliah pengembangan
kepribadian (MPK) adalah kelompok bahan kajian dan pelajaran untuk
mengembangkan manusia Indonesia yang beriman dan bertaqwa kepada tuhan yang
maha esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian mantap dan mandiri, serta
mempunyai rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
b. kelompok mata kuliah keilmuan dan
keterampilan (MKK) adalah kelompok bahan kajian dan pelajaran yang ditujukan
terutama untuk memberikan landasan penguasaan ilmu dan keterampilan tertentu.
c. kelompok matakuliah keahlian
berkarya (MKB) adalah kelompok bahan kajian dan pelajaran yang bertujuan untuk
menghasilkan tenaga ahli dengan kekaryaan berdasarkan tenaga ilmudan
keterampilan yang dikuasai.
d. kelompok matakuliah prilaku berkarya
(MPB) adalah kelompok bahan kajian dan pelajaran yang bertujuan umtuk membentuk
sikap dan perilaku yang diperlukan seseorang dalam karya menurut tingkat
keahlian berdasarkan dasr ilu keterampilan yang dikuasai.
e. kelompok metakuliah berkrhidupan
bermasyarakat (MBB) adalah kelompok bahan kajian dan pelajaran yang diperlukan
untuk dapat memahami kaidah berkehidupan bermasyarakat sesuai dengan pilihan
dengan keahlian dalam berkarya.
menurut surat keputusan menteri No.23/U/2000 tersebut ISD
dan IBD termasuk dalam kelompok MPK kurikulum institusional. kurikulum
institusional merupakan sejumlah bahan kajian dan pelajaran yang merupakan
bagian dari kurukulum pendidikan tinggi, yang terdiri atas tambahan dari
kelompok ilmu dalam kurikulum inti yang disusun dengan memerhatikan keadaan dan
kebutuhan lingkungan secara cirri khas perguruan tinggi yang bersangkutan.
sedangkan kelompok MPK kurikulum institusional yang lain, misalnya bahasa
Indonesia, bahasa inggris, ilmu alamiah dasar, filsafat ilmu, dan
olahraga(pasal 10 ayat 2)
selanjutnya terjadi perubahan berdasarkan surat keputusan
dirjen dikti No.30 /Dikti/kep/2003 tentang rambu-rambu pelaksanaan kelompok
matakuliah berkehibupan bermasyarakat di perguruan tinggi maka ISBD termasik
dalam kelompok MBB. selengkapnya, mata kuliah yang termasuk dalam MBB terdiri
atas :
a. ilmu social dan budaya dasar (ISBD)
b. ilmu kealaman dasar (IAD)
a.
visi kelompok matakuliah
berkehidupan bermasyarakat (MBB)
visi
kelompok MBB di perguruan tinggi merupakan sumber nilai dan pedoman bagi
penyelenggaraan program studi guna mengantarkan mahasiswa memantapkan
kepribadianm kepekaan social, kemampuan hidup bermasyarakat, pengetahuan
tentang pelestarian, pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan hidup, dan
mempunyai wawasan tentang perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
b.
misi kelompok matakuliah
berkehidupan bermasyarakat (MBB)
misi
kelompok MBB di pergguruan tinggi membantu meumbuhkembangkan daya kritis, daya
creative, apresiasi, dan kepekaan mahasiswa terhadap nilai-nilai social dan budaya demi memantapkan
kepribadiannya sebagai bekal hidup bermasyarakat selaku makhluk hidup dan
makhluk social yang mwmiliki sifat sebagai berikut :
1.
bersikap demokratis, berkeadapan,
menjunjung tinggi nilai kemanusiaan, bermartabat serta peduli terhadap
pelestarian sumber daya alam dan lingkungan hidup.
2.
memiliki kemampuan untuk menguasai
dasar-dasar ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
3.
ikut berperan mencari solusi
pemecahan masalah social budaya dan lingkungan hidup secara arif.
c.
kompetensi kelompok matakuliah
berkehidupan bermasyarakat (MBB)
standar kompetensi kelompok MBB yang harus dikuasai
mahasiswa meliputi berpikir kritis,kreatif,sistematis, ilmiah, berwawasan luas,
etis,estetis, memiliki apresiasi, kepekaan dan empati social, bersikap
demokratis, berkeadapan, dan menjunjung tinggi nilai kemampuan; memiliki
kepedulian terhadap pelestarian sumber daya alam dan lingkungan hidup;
mempunyai wawasan tentang perkembangan ilmu pengetahuan,teknologi dan seni
sehingga dapat ikut berperan mencari solusi pemecahan masalah social,budaya,dan
lingkungan hidup secara arif.
kompetensi dasar untuk bidang ISBD adalah menjadi ilmuwan
dari dan professional yang berpikir kritis,kreatif,sistematik, dan ilmiah,
berwawasan luas,etis, memiliki kepekaan dan empati terhadap solusi pemecahan
masalah social dan busaya secara arif.
kompetensi dasar untuk IAD adalah menajadi ilmuwan dan
professional yang berfikir kritis, kreatif,sistematik,dan ilmiah,berwawasan
luas,etis,lingkungan hidup, mempunyai wawasan luas tentang perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, serta dapat ikut berperan dalam mencari solusi
pemecahan masalah lingkungan hidup secara arif.
2. ISBD sebagai program pendidikan umum
(general education)
pendidikan
tinggi sebagai kelanjutan dari pendidikan menengah diselenggarakan untuk
menyiapkan peserta didik menjadi anggaota masyarakat yang memiliki kemampuan
akademik dan professional yang dapat menerapkan, mengembangkan dan menciptakan
ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian. pendidikan tinggi dilaksanakan di
perguruan tinggi dan oleh perguruan tinggi yang terdiri atas pendidikan
akademik dan professional.
lulusan perguruan tinggi baik ilmuan
/ akademisi dan professional diharapkan memiliki kemampuan yang meliputi
kemampuan personal, kemampuan akademik, dan kemampuan professional.
kemampuan personal adalah kemampuan kepribadian. dengan
kemampuan ini para teaga ahli diharapkan memiliki pengetahuan sehingga mampu menunjukan
sikap, tingkah laku, dan tindakan yang mencerminkan kepribadian Indonesia;
memahami dan mengenal nilai-nilai keagamaan, kemasyarakatan,dan kenegaraan
(pancasila); memiliki pandangan yang luas dan kepekaan terhadap berbagai
masalah yang dihadapi oleh masyarakat Indonesia.
kemampuan akademik adalah kemampuan untuk berkomunikasi
secara ilmiah, baik lisan, maupun tulisan; menguasai peralatan analisis,
berpikir logis, kritis, sistematik dan analitik; memiliki kemampuan
kensepsional untuk mengidentifikasi dan merumuskan masalah yang dihadapi serta
mampu menawarkan alternative pemecahan.
kemampuan professional adalah kemampuan dalam bidang profesi
tenaga ahli yang bersangkutan. dengan kemampua ini, para tenaga ahli diharapkan
memiliki pengetahuan dan keterampilan yang tinggi dalam bidang profesinya.
kemampuan personal adalah ditanamkan kepada para mahasiswa
sebagai calon tenaga ahli melalui program pendidikan umum. pendidikan umum
merupakan studi kajian yang membekali pesrta didik berupa kemampuan dasar tentang
pemahaman, penghayatan,dan pengalaman nilai-nilai dasar kemanusiaan, sebagai
makhluk tuhan, sebagai pribadi, anggota keluarga, masyarakat, warga Negara, dan
sebagai bagian dari alam.
ISBD mengambil peran sebagai program pendidikan umum yang
bersifat mengantarkan mahasiswa memiliki kemampuan personal. menempatkan diri
sebagai anggota masyarakat yang tidak terpisahkan dari masyarakat serta
kemampuan untuk memiliki tanggung jawab social kemasyarakatan. tanggung jawab
itu diwujudkan dengan keikutsertaan dalam memecahkan masalah social
dimasyarakatnya sesuai dengan ilmu yang dimilikinya.
program pendidikan umum berusaha untuk memperluas cakrawala
perhatian dan pengetahuan para mahasiswa sehingga tidak terbatas pada bidang pengetahuan keahlian serta golongan
asal masing-masing; membantu mahasiswa menemukan diri sendiri dan menempatkan
diri dalam perkembangan masyarakat dan kebudayaan yang sedang berlangsung,
menghadapkannya dengan masalah-masalah susila serta masalah yang diwujudkan
oleh kenyataan-kenyataan kehidupan sosialm ekonomi, dan politik yang secara
sadar ataupun tidak sadar senantiasa dihadapinya; memberikan pengertian pada
mereka mengenai hubungan dan keterkaitan dari ilmu pengetahuan. singkatnya,
program pendidikan umum diharapkann dapat menjadikan mahasiswa lebih peka dan
lebih terbuka, disertai rasa tanggung jawab yang lebih kuat.
C. ISBD SEBAGAI ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH SOSIAL BUDAYA
ISBD
sebagai integrasi dari ISD dan IBD memberikan dasar-dasar pengetahuan social
dan konsep-konsep budaya kepada para mahasiswa sehingga mampu mengkaji masalah
social, kemanusiaan, dan budaya. selanjutnya, diharapkan mahasiswa
peka,tanggap,kritis, serta berempati atas solusi pemecahan masalah social dan
budaya secara arif.
seperangkat konsep dasar ilmu social
dan budaya tersebut secara interdisiplin digunakan sebagai alat bagi pendekatan
dan pemecahan masalah yang timbul dan berkembang dalam masyarakat. dengan
demikian ISBD memberikan alternative sudut pandang atas pemecahan masalah
social budaya dimasyarakay. bardasarkan pemahaman yang diperoleh dari kajian
ISBD, mahasiswa dapat mengorientasikan diri untuk selanjutnya mampu mengetahui
kea rah mana pemecahan masalah harus dilakukan.
pendekatan dalam ISBD lebih bersifat
interdisiplin atau multidisiplin, khususnya ilmu-ilmu social dalam menghadapi
masalah social. pendekatan dalam ISBD bersumber dari dasar-dasar ilmu social
dan budaya yang bersifat terintegrasi.ISBD digunakan untuk mencari pemecahan
masalah kemasyarakatan melalui pendekatan interdisipliner atau multidisipliner
ilmu-ilmu social dan budaya. sedangkan pendekatan dalam ilmu social lebih
bersifat subjek oriented, artinya berdasarkan sudut pandang dari ilmu social
tersebut. misalnya, ilmu ekonomi melihat suatu masalah melalui prespektif
ekonomi serta pemecahan masalah pun dari sudut pandang ekonomi pula.
pendekatan dalam ISBD akan
memperluas pandangan bahwa masalah social, kemanusiaan, dan budaya dapat
didekati dari berbagai sudut pandang. dengan wawasan ini pula maka mahasiswa
tidak jatuh dalam sifat pengotakan ilmu secara ketat. sebuah ilmu secara
mandiri tidak cukup mampu mengkaji sebuah masalah kemasyarakatan. dewasa ini
perkembangan sebuah masalah semakin kompleks. kajian atas suatu masalah
membutuhkan berbagai sudut pandang keilmuan, demikian pula dengan solusi
pemecahannya.
ISBD sebagai kajian masalah social,
kemanusiaan dan budaya, sekaligus pula member dasar pendekatan yang bersumber
dari dasar-dasar ilmu social yang terintegrasi. pendekatan yang mendalam
bersifat subject oriented di bebankan pada ilmu social dan budaya yang lebih
bersifat teoritis , baik yang menyangkut ruang lingkup, metode dan
sistematikanya.
demikian pula halnya dengan
pendekatan dalam ilmu-ilmu alam atau yang bersifat eksakta. pendekatan dalam
ilmu-ilmu alam dalam mengkaji gejala alamiah juga bersifat subject oriented.
mahasiswa yang menekini ilmu-ilmu eksakta akan mengkaji gejala alam menurut
sudut pandang ilmu mereka. dengan diberikan kajian ISBD diharapkan dapat member
wawasan akan pentingnya pendekatan social dan budaya dalam menangani masalah
alam. misalnya,seorang sarjana teknik sipil dalam upayanya membuat jembatan
harus mempertimbangkan aspek social dan budaya masyarakat dan sekitarnya. ia
semata-mata tidak boleh hanya mempertimbangkan masalah teknis. harus dipahami bahwa
manusia tidak lepas dari gejala alam dan kehidupan lingkungan. alam dan manusia
akan saling mempengaruhi. namun,sebagai subjek kehidupan, manusia perlu
memperlakukan alam secara baik sehingga akan memberikan manfaat bagi
kesejahteraan hidupnya.
berdasarkan hal tersebut beberapa
perguruan tinggi memberlakukan ISBD sebagai mata kuliah wajib bagi mahasiswa
dari program ilmu alam atau eksakta. hal ini dimaksudkan agar pendekatan social
dan budaya senantiasa dipertimbangkan dan melandasi setiap upaya mencari solusi
atas pemecahan dari masalah alam yang mereka hadapi. dengan demikian manusia
sebagai calon ilmuwan dan professional harapan bangsa mampu bertindak secara
arif dan bijaksana.
BAB II
MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK BUDAYA
TUJUAN
PEMBELAJARAN
setelah
melaksanakan pembelajaran ini, mahasiswa diarapkan mampu :
1. menganalisis manusia sebagai makhluk
berbudaya
2. menjelaskan hakekat kemanusiaan dan
kebudayaan
3. membedakan antara etika dan estetika
berbudaya
4. menunjukkan sikap hormat dan
menghargai sesama manusia
5. memberikan contoh problema
kebudayaan dewasa ini
MATERI
PEMBELAJARAN
1. hakikat manusia sebagai makhluk
budaya
2. apresiasi terhadap kemanusiaan dan
kebudayaan
3. etika dan estetika berbudaya
4. memanusiakan manusia
5. problematika kebudayaan
KATA
KUNCI
akal
budi, budaya, kebudayaan, etika,estetika.
bab ini membahas tentang manusia
sebagai makhluk budaya yang berkemampuan menciptakan kebaikan,
kebenaran,keadilan, dan bertanggung jawab. sebagai makhluk berbudaya, manusia
mendayakan akal dan pikirannya untuk menciptakan kebahagiaan baik bagi dirinya
maupun bagi masyarakat demi kesempurnaan hidupnya. sebagian makhluk berbudaya,
manusia menciptakan kebudayaannya.
dalam bab ini akan dibahas mengenai
hakikat manusia sebagai makhluk budaya, apresiasi terhadap kemanusiaan dan
kebudayaan, etika dan estetika berbudaya, memanusiakan manusia, dan
problematika kebudayaan.
A. HAKIKAT MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK BUDAYA
Manusia
adalah salah satu makhluk tuhan di dunia. makhluk tuhan di alam fana ini ada
empat macam, yaitu alam,tumbuhan, binatang, dan manusia, sifat-sifat yang
dimiliki ke empat makhluk ini sebagai berikut :
1. alam memiliki sifat wujud
2. tumbuhan memiliki sifat wujud dan
hidup
3. binatang memiliki sifat wujud,hidup
dan dibekali nafsu
4. manusia memiliki sifat wujud,hidup,
dibekali nafsu serta akal budi.
akal
budu merupakan pemberian sekaligus potensi dalam diri manusia yang tidak dimiliki makhluk lain.
kelebihan manusia disbanding mekhluk lain terletak pada akal budi. anugrah
tuhan akan akal budilah yng membedakan manusia dengan makhluk lain. akal adalah
kemampuan berfikir manusia sebagai kodrat alami yang dimiliki. berpikir
merupakan kegiatan operasional dari akal yang mendorong untuk aktif berbuat
demi kepentingan dan peningkatan hidup manusia. jadi, fungsi dari akal adalah
berfikir. karena manusia di anugerahi akal maka manusia dapat berfikir.
kemampuan berfikir manusia juga digunakan untuk memecahkan masalah-masalah
hidup yang dihadapinya.
budi berarti juga akal. budi menurit
kamus lengkap bahasa Indonesia adalah bahian dari kata hati yang berupa paduan
akal dan perasaan dan yang dapat membedakan baik-buruk sesuatu. budi dapat pula
berarti tabiat atau perangai dan akhlak. sultan takdir alisyabanha
mengungkapkan bahwa budilah yang menyebabkan manusia mengembangkan suatu
hubungan yang bermakna dengan alam sekitarnya dengan jalan memberikan penilaian
objektif terhadap objek atau kejadian. dengan akal budinya, manusia mampu menciptakan,mengkreasikan,
memperlakukan, memperbaharui, memperbaiki, mengembangkan dan meningkatkan
sesuatu yang ada untuk kepentingan hidup manusia. contohnya, manusia bisa
membengun rumah , membuat aneka masakan, menciptakan beragam jenis pakaian,
membuat alat transportasi,sarana komunikasi, dan lain-lain. binatangpun bisa
membuat rumah dan mencari makan. akan tetapi, rumah atau makanan jenis suatu
binatang tidak akan pernah berubah ataupun berkembang. rumah burung, atau
sarang burung dari dulu sampai sekarang tetap saja wujudnya, tidak ada
pembaharuan dan peningkatan. manusia dengan kemampuan akal budinya bisa
memperbaharui dan mengembangkan sesuatu untuk kepentingan hidup.
kepentingan hidup manusia adalah
dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan hidup. secara umum, kebutuhan manusia
dalam kehidupan dapat dibedakan menjadi 2. pertama, kebutuhan yang bersifat
kebendaan(sarana-prasarana), atau badani / ragawi/ jasmani/rohani. contohnya
adalah makan,minum, bernafas,istirahat dan seterusnya. kedua, kebutuhan yang bersifat
rohani, atau mental dan psikologi. contohnya adalah kasih
saying,pujian,perasaan aman, kebebasan dan lain sebagainya.
Abraham maslow seorang ahlu
psikologi berpendapat, bahwa kebutuhan manusia dalam hidup dibagi menjadi 5
tingkatan. kelima tingkatan tersebut adalah sebagi berikut :
1. kebutuhan fisiologis
2. kebutuhan akan rasa aman dan
perlindungan
3. kebutuhan social
4. kebutuhan akan penghargaan
5. kebutuhan akan aktualisasi diri
meurut maslow, kebutuhan manusia awalnya diawali dengan
kebutuhan fisiologis atau paling mendesak, kemudian ecara bertahap beralih pada
tingkat kebutuhan diatasnya sampai tingkatan tertinggi, yaitu kebutuhan
aktualisasi diri. beliau menjelaskan bahwa kita tidak dapat memenuhi kebutuhan
yang lebih tinggi kalau kebutuhan yang lebih rendah belum terpenuhi. itu
berarti kebutuhan nomor 5 akan diupayakan pemenuhannya kalau kita sudah
memenuhi kebutuhan-kebutuhan sebelumnya. jadi, kebutuhan manusia bertingkat dan
membentuk hierarki.
dengan akal budi, manusia tidak hanya untuk memenuhi
kebutuhan hidup, tetapi juga mampu mempertahankan juga meningkatkan derajadnya
sebagai makhluk yang tinggi bila disbanding makhluk lain. ,manusia tidak
sekedar homo tetapi human (manusia yang manusiawi). dengan demikian manusia
mempu mengembangkan sisi kemanusiaanya.
dengan akal budi, manusia mampu menciptakan kebudayaan.
kebudayaan pada dasarnya adalah hasil akal budi manusia dalam interaksinya,
baik dengan alam maupun alam sekitarnya. manusia merupakan makhluk yang
berbudaya. manusia adalah pencipta kebudayaan.
B. APRESIASI TERHADAP KEMANUSIAAN DAN KEBUDAYAAN
1. manusia dan kemanusiaan
istilah kemanusiaan berasal dari kata manusia mendapat
tambahan awalan ke dan akhiran-an sehingga menjadikan kata benda abstrak. manusia
menunjuk pada kata benda konkret, sedangkan kemanusiaan kata benda abstrak.
dengan demikian kemanusiaan tidak dapat dipisahkan dari manusia. manusia adalah
homo sedangkan kemanusiaan adalah human.
kemanusiaan berarti hakekat dan sifat-sifat khas manusia
sebagai makhluk yang tinggi harkat dan martabatnya. kemanusiaan menggambarkan
ungkapan akan hakikat dan sifat yang
seharusnya dimiliki oleh makhluk yang bernama manusia. kemanusiaan merupakan
prinsip atau nilai yang berisi keharusan/tuntutan/ untuk berkesesuaian dengan
hakikat dari manusia.
hakikat manusia bisa dipandang secara segmental atau dalam
arti parsial, misalkan, manusia dikatakan sebagai homo economicus, homo faber,
homo socius,homo homini lupus, zoon politicon dan sebagainya. namun pandangan
demikian tidak bisa menjelaskan hakikat manusia scara utuh
hakikat manusia berdasarkan pancasila sering dikenal dengan
sebutan hakikat kodrat mono prulalis, hakikat manusia terdiri atas ;
1. mono dualis, susunan kodrat manusia
dari segi aspek keragaan.meliputi wujud materi anorganis banda mati,
vegetative, dan animalis serta aspek kejiwaan meliputi cipta, rasa dan karsa.
2. monodualis sifat kodrat manusia
terdiri dari segi individu dan segi social.
3. monodualis kedudukan kodrat meliputi
segi keberadaan manusia sebagai makhluk yang berkepribadian merdeka (berdiri
sendirii) sekaligus juga menunjukan keterbatasannya sebagai makhluk tuhan.
hakikat manusia harus dipandang secara utuh, manusia
merupakan makhluk tuhan yang paling sempurna, karena ia dibekali akal budi.
manusia memiliki harkat dan derajad yag tinggi. harkat adalah nilai sedangkan
derajat adalah kedudukan. pandangan demikian
berlandaskan pada ajaran agama yang diyakini oleh manusia sendiri . contoh
dalam ajaran agama islam surah at-tin ayat 4 dikatakan ‘sesungguhnya kami
(allah) telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.
karena manusia memiliki harkat dan derajat yang tinggi maka
manusia hendaknya mempertahankan hal tersebut. dalam upaya mempertahankan dan
meningkatkan hal tersebut, maka prinsip kemanusiaan berbicara, prinsip
kemanusiaan mangandung arti adanya penghargaan dan penghormatan terhadap harkat
dan martabat manusia yang luhur itu, semua manusia adalah luhur, karena itu
manusia tidak harus dibedakan perlakuannya hanya karea perbedaan
suku,ras,keyakinan,status social ekonomi, asal usul dan sebagainya.
ada ungkapan bahwa the makind is one (kemanusiaan adalah
satu). dengan demikian, sudah sewajarnya antar semua manusia tidaksaling
mennindas, tapi saling menghargai dan menghormati dengan pijakan prinsip
kemanusiaan.prinsip kemanusiaan yang ada pada diri manusia menjadi penggerak
manusia untuk berperilaku yang seharusnya sebagai manusia.
dalam pancasila sila kedua terdapat konsep kemanusiaan yang
adil dan beradap. kemanusiaan yang adil dan beradab berarti sikap dan perbuatan
manusia yang sesuai dengan kodrat hakikat manusia yang sopan dan susila yang
berdasarkan atas nilai dan norma moral. kemanusiaan yang adil dan beradab
adalah kesadaran akan sikap dan perbuatan yang didasarkan pada budi murni
manusia yang dihubungkan dengan norma-norma, baik terhadap diri sendiri, sesame
manusia, maupun terhadap lingkungannya..
2. manusia dan dan kebudayaannya
kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta, yaitu budhayah
yang merupakan bentuk jamak dari budhi (budhi atau akal) diartikan sebagai
hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal. ada pendapat lain mengetakan
budaya berasal dari kata budi dan daya. budi merupakan unsure rohani,
sedangkan daya adalah unsure jasmani
manusia. dengan demikian, budaya merupakan hasil budi dan daya dari manusia.
dalam bahasa inggris, kebudayaan disebut culture, yang
berasal dari kata lain colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. dalam bahasa
belanda, cultur berarti sama dengan culture, cultur atau culture bisa diartikan
juga sebagai mengolah tanah atau bertani. dengan demikian kata budaya ada
hubungannya dengn kemampuan manusia dalam mengelola sumber-sumber kehidupan,
dalam hal ini pertanian. kata culture juga terkadang diterjemahkan sebagai kultur dalam bahasa Indonesia.
kebudayaan sebagai system pengetahuan yang meliputi system
idea tau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan
sehari-hari, kebudayaan bersifat abstrak. sedangkan perwujudan kebudayaan
adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya,
berupa prilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola
perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi social,religi,seni, dan
lain-lain, yang kesemuannya ditujukan untuk membentu manusia dalam
melangsungkan kehidupan bermasyarakatnya.
C. ETIKA DAN ESTETIKA BERBUDAYA
1. etika manusia dalam berbudaya
kataetika
berasal dari bahasa yunani, yaitu etos, secara etimologis etika adalah ajaran
tentang baik-buruk, yang diterima umum tentang sikap,perbuatan,kewajiban dan
sebagainya. etika bisa disamakan artinya dengan moral (mores dalam bahasa
latin), akhlak atau kesusilaan. etika berkaitan dengan masalah nilai, karena
etika pada pokoknya membicarakan masalah-masalah yang berkaitan dengan predikat
nilai susila, atau tidak susila, baik dan buruk. dalam hal ini , etika termasuk
dalam kawasan nilai, sedangkan nilai etika itu sendiri berkaitan dengan
baik-buruk perbuatan manusia.
namun, etika memiliki makna yang
bervariasi, bertens menyebutkan ada tiga jenis makna etika sebagai berikut.
a. etika dalam arti nilai-nilai atau
norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau kelompok orang dalam mengatur
tingkah laku.
b. etika dalam arti kumpulan asas atau
nilai moral (yang dimaksud di sini adalah kode etik)
c. etika dalam arti ilmu atau ajaran
tentang baik dan buruk. disini etika sama artinya dengan filsafat moral
etika
sebagai nilai dan dan norma etik atau moral berhubungan denganmakna etika yang
pertama . nilai-nilai etik adalah nilai tentang bik buruk kelakuan manusia.
nilai etik diwujudkan kedalam norma etik, norma moral atau norma kesusilaan.
norma etik berhubungan dengan manusia sebagai individu
karena menyangkut kehidupan pribadi. pendukung norma etik adalah nurani individu
dan bukan manusiasebagai makhluk social atau sebagai anggota masyarakat yang
terorganisir.norma ini dapat melengkapi ketidakseimbangan hidup pribadi dan
mencegah kegelisahan diri sendiri.
norma etik ditujukan kepada umat manusia agar terbetuk
kebaikan akhlak pribadi guna pnyempurnaan bentuk manusia dan melarang manusia
melakukan perbuatan jahat. membunuh,berzinah,mencuri dan sebagainya, tetapi
dirasakan juga sebagai bertentangan dengan norma kesusilaan dalam setiap hati
nurani manusia. orma etik hanya membebani manusia dengan kewajiban-kewajiban
saja.
asal atau sumber norma etik adalah dari manusia sendiri yang
bersifat otonom dan tidak ditujukan kepada sikap lahir. tetapi ditunjukan
kepada sikap batin manusia. batinnya sendirilah yang mengancam perbuatan yang
melanggar norma kesusilaan dengan sanksi itu. kalau terjadi pelanggaran norma
etik, misalnya pencurian atau penipuan, maka akan timbullah dalam hati nurani
si pelanggar itu penyesalan, rasa malu, takut, dan merasa bersalah.
daerah berlakunya norma etik relative universal, meskipun
tetap dipengaruhi oleh ideology masyarakat pendukungnya. prilaku membunuh
adalah prilaku yang amoral,asusila, atau tidak etis. pandangan ini bisa
diterima oleh dimana saja atau universal. namun, dalam hal tertentu, perlaku
seks bebas bagi masyarakat penganut kebebasan kemungkinan bukan perilaku
amoral. etika masyarakat timu mungkin berbeda dengan etika masyarakat barat.
norma etik atau norma moral menjadi acuan manusia dalam
berprilaku. dengan norma etik, manusia bisa membedakan mana perilaku yang baik
dan mana perilaku yang buruk. norma etik menjadi semacam das-sollen untuk
berperilaku baik. manusia yang beretika berarti perilaku manusia itu baik
sesuai dengan norma-norma etik.
budaya atau kebudayaan adalah hasil cipta,rasa dan karsa
manusia. manusia yang beretika akan menghasilkan budaya yang memiliki
nilai-nilai etik pula. etika berbudaya mengandung tuntutan/keharusan bahwa
budaya yang dicptakan manusia mengandung nili-nilai rtik yang kurang lebih
bersifat universal atau diterima sebagian besar orang. budaya yang memiliki
nilai-nilai etik adalah budaya yang mampu menjaga, mempertahankan, bahkan mampu
meningkatkan harkat dan martabat manusia itu sendiri. sebaliknya, budaya yang
tidak beretika adalah kebudayaan yang akan merendahkan atau bahkan
menghancurkan martabat kemanusiaan.
namun demikian, menentukan apakah suatu budaya yang
dihasilkan manusia itu memenuhi nilai-nilai etik ataukah menyimpang dari nilai
etika adalah bergantug dari paham atau ideology yang diyakini masyarakat
pendukung kebudayaan. hal ini dikarenakan berlakunya nilai-nilai etik bersifat
universal, namun amat dipengeruhi oleh ideology masyarakatnya.
contohnya, budaya perilaku berduaan di jalan antara sepasang
muda mudi, bahkan bermesraan di depan umum. masyarakat individu menyatakan
demikian bukanlah perilaku tidak etis, tetapi aka nada sebagiano orang atau
masyarakat yang berpandangan hal tersebut merupakan penyimpangan etik.
2. estetika manusia dalam berbudaya
etika
dapat dikatakan sebagai teori tentang keindahan atau seni. estetika berkaitan
dengan nilai-nilai jelek (tidak indah). nilai estetikaberarti nilai tentang
keindahan. keindahan dapat diberi makna secara luas, secara sempit dan estetik
murni.
a. secara luas, keindahan mengandung
nilai kebaikan. bahwa segala sesuatu yang baik termasuk yang abstrak maupun
nyata yang mengandung ide kebaikan adalah indah. keindahan dalam arti luas
meliputi banyak hal ,seperti watak yang indah, hukum yang indah, ilmu yang
indahdan kebajikan yang indah. indah dalam arti luas mencakup hampir seluruh
yang ada.apakah merupakan hasil seni, alam moral, dan intelektual.
b. secara sempit, yaitu indah yang
terbatas pada lingkup presepsi penglihatan (bentuk dan warna)
c. secara estetik murni, menyangkut
pengalaman estetik seseorang dalam hubungannya dengan segala sesuatu yang
diresapinya melalui penglihatan, pendengaran,peradapan, dan perasaan, yang
semuanya dapat menimbulkan presepsi (anggapan) indah.
jika estetika dibandingkan dengan etika, maka etika berkaitan
dengan nilai yang berkitan dengan baik-buruk, sedangkan estetika yang berkaitan
dengan indah jelek. sesuatu yang estetik berarti memenuhi unsure keindahan
(secaraestetik murni maupun secara sempit, baik dalam bentuk warna ,
garismkata, ataupun nada). budaya yang estetik berarti budaya itu memiliki
unsure keindahan.
apabilai nilai etik bersifatrelativuniversal, dalam arti
bisa diterima banyak orang, namun nilai estetik amat subjektif dan particular.
sesuatu yang indah bagi seseorang belum tentu indah bagi orang lain. misalkan
dua orang memandang sebuah lukisan, orang pertama akan mengakui keindahan yang
terkandung di dalam luksan tersebut, namun bisa jadi orang kedua sama sekali
tidak menemukan keindahan di lukisan tersebut.
oleh karena subjektif, nilai estetik tidak bisa dipaksakan
pada orang lain. kita tidak bisa memaksa seseorang untuk mengakui keindahan
sebuah lukisan sebagaimana pandangan kita, nilai-nilai estetik lebih bersifat
perasaan, bukan pernyataan.
budaya sebagai hasil karya mausia sesungguhnya diupayakan
untuk memenuhi unsure keindahan. manusia sendiri memang suka akan keindahan.
disinilah manusia berusaha berestetika dalam berbudaya. semua budaya pastilah
dipandang memiliki nilai-nilai estetik bagi masyarakat pendukung budaya
tersebut. hal-halyang indah dan kesukaannya pada keindahan diwujudkan dengan
menciptakan aneka ragam budaya.
namun sekali lagi, bahwa suatu produk budaya yang di pandang
indah oleh masyarakat pemiliknya belum tentu indah bagi masyarakat budaya lain.
contohnya, budaya suku-suku bangsa di Indonesia. tarian suatu suku berikut
penari mungkin dilihat tidak ada nilai estetikanya, bahkan dipandang aneh oleh
warga dari suku lain, demikian pula sebaliknya.
oleh karena itu, estetika berbudaya tidak semata-mata dalam
berbudaya harus memenuhi nilai-nilai keindahan. lebih dari itu estetika
berbudaya menyiratkan perlunya manusia untuk menghargai keindahan budayayang
dihasilkan oleh manusia lainnya.keindahan adalah subjektif. tetapi kita akan
dapat melepas subjektivitas kita untuk melihat adanya estetik.
5. BIMBINGAN SOSIAL TERHADAP
KEKUATAN PSIKISNYA
Menurut pandangan aliran
psikoanalisa kesenian, kesusasteraan, dan 9segala jenis idealisme sosial dan
politik muncul dari kenyataan bahwa kekuatan psikis yang dapat ditanamkan di
dalam obyek-obyek yang secara sosial dapat diterima, memberiknnya suatu nilai
yang tegas dan pasti. Masalah besar yang
dihadapi sosiologi dewasa ini ialah menemukan cara-cara untuk
mempergunakan kekuatan psikis ini sehingga bermanfaat secara kemasyarakatan.
Telah kita pahami bahwa idealisasi
dan sublimasi adalah bentuk-bentuk khusus dari apa yang kita sebut secara lebih
umum dengan ‘pemindahan kekuatan psikis’, menggunakan kekuatan psikis yang sama
dengan yang digunakan dalam kasus neorosa atau rasionalisasi atau pembentukan
reaksi, namun dengan akibat yang sungguh berbeda. Apakah kekuatan psikis itu
ditanamkan di dalam obyek-obyek yang secara kemasyarakatan dapat diterima,
tentu saja tergantung kepada kepribadian individual, namun demikina mungkin
pula tergantung kepada sifat dari bimbingan kekuatan-kekuatan yang bekerja di
dalam masyarakat dimana individu yang bersangkutan hidup.
Kita kini hidup dalam suatu periode
dimana ide perencanaan sosial tidaak lagi merupakan konsepsi yang asing sama
sekali. Mungkin sekali bimbingan terhadap kekiatan psikis kita, cepat atau
lambat akan dianggap sebagai suatu masalah sosial yang penting. Bimbingan
demikian tentu saja bukan berarti bahwa kita dapat atau menghendaki untuk
mengatur perkembangan individual kita secara mekanik atau kita harus mencoba
meramalkan perkembangan evolusi dari individdu tertentu. Peramalan evolusi dari
individu demikian itu adalah suatu hal yang tak mungkin dan tak perlu; namun
ada kemungkinan bahwa faktor-faktor umum cenderung membentuk perilaku manusia
dan kondisi pemanfaatan kekuatan psikis yang berlebih-lebihan mungkin ditampung
dan dibimbing karena mempengaruhi kebanyakan orang kearah tingkat tertentu dan
kedalam aturan tertentu. Dalam hal ini orang harus membedakan dua hal. Pertama,
kondisi individual tertentu dalam keadaan sebelum ditentukan, yakni sebelum
mendapatkan bantuan dari institusi tertentu yang menghasilkan tipe khusus
individu. Sekiranya ada orang yang mempercayai terbentuknya kepribadian
individu menurut cara ini, maka orang itu tentu berasumsi bahwa perkembangan
masyarakat secara berangsur-angsur dapat diramalkan, dan merupakan suatu yang
tak dapat dielakkan. Tetapi ini sama sekali bukan pendirian kita. Kita
berasumsi bahwa kondisi tertentulah yang menyebabkan timbulnya beberapa pengaruh
dengan derajat kemungkinan statistik tertentu. Namun kebebasan berkembang
diluar tipe itu adalah sesuatu yang esensial terhadap perkembangan yang lebih
banyak bersifat tentatif dan yang mudah disesuaikan ini.
Bimbingan terhadap kekuatan psikis
dan emosional dalam masyarakat yang lebih sederhana, pertama terdiri dari
penyesuaian kekuatan aktif menurut kebutuhan masyarakat yang lebih sederhana
seperti yang lahir dari proses pembagian kerja dalam masyarakat, dan kedua
dalaam menyelaraskan kekuatan yang berlebihan dengan merangsang pertumbuhan
pola sublimasi dengan mempengaruhi aktivitas yang menyenangkan dan sebagainya.
Kita harus mempelajari dengan sangat hati-hati bagaimana proses sublimasi dan
pemindahan kekuatan psikis dan emosional itu mendapatkan bimbingannya dalam
masyarakat yang lebih kuno.
6.
PENETAPAN OBYEK DAN PEMINDAHAN LIBIDO
Kemungkinan untuk membimbing
kekuatan emosionla disediakan oleh kenyataan fundamental bahwa emosi manusia
tidak seluruhnya ditentukan pada waktu lahir kepada obyek tertentu, dan malahan
sering kali situasi sosial yang menghubungkannya dengan obyek-obyek tertentu.
Sekali emosi dihubungkan dengan suatu obyek tertentu, maka kita berbicara
tentang ‘penentuan obyek’ atau disebut juga kathexis. Penetapatn obyek seperti
itu misalnya kecintaan anak terhadap orang tuanya dan sebaliknya, kecintaan
anak terhadap saudara-saudaranya, kecintaan murid terhadap gurunya san
sebaliknya, kecintaan anak terhadap teman sepermainannya dan sebagainya.
Disamping itu, dapat pula mencakup kecintaan terhadap rumah atau kecintaan
terhadap kegiatan-kegiatan seperti terhadap pekerjaan dan terhadap
simbol-simbol keagamaan atau politik, atau kepercayaan. Sekali penetapan obyek
telah terjadi maka ikatannya menjadi terkunci dengan era, namun demikian dalam hal
ini masih terdapat kemungkinan pergeseran libido dari satu obyek ke obyek yang
lain.
Seperti terjadi dalam proses evolusi
kehidupan anak-anak dimana terdapat model umum peniruan, yang dimulai dari
orang yang paling dekat hubungannya dengan si anak, kemudian mengarah kepada
orang yang lebih jauh hubungannya dengannya, dan dari contoh-contoh yang lebih
konkrit menuju kepada yang lebih abstrak, demikian pula proses pemindahan emosi
itu terjadi, dimulai dari ibunya dan anggota keluarganya yang lain menjurus kepada
anggota komunitas diluar anggota keluarganya, dan akhirnya terhadap ide-ide
abstra komunitas itu sendiri. Selanjutnya karena situasi dasar pada setiap
jenis kemampuan sosialisasi manusia ditemukan kenyataan bahwa anak manusia
lebih tergantung dibandingkan dengan anak binatang, dengan demikian maka nasib
libido ditentukan oleh situasi fundamental yang sama. Selama periode menyusu
dan pemeliharaan yang intensif, anak manusia mengembangkan perasaan
ketergantungan terhadap orang lain yang mendorong kearah pengembangan
kecenderungan yang bersifat libido dan kecenderungan emosional demikian itu
disatukan dan diaraahkan kepada seseorang, yang biasanya adalah ibunya. Karena
penetapan obyek emosional yang mula-mula terjadi selama masa bayi, maka pola
keluarga yang mula-mula itu sangat penting bagi individu dalam membantu
menciptakan sikap-sikapnya yang mendasar. Lasswell menekankan pada kenyataan
bahwa pemikiran orang dewasa hanyalah sebagian saja yang benar2benar
diperolehnya dalam masa dewasanya, dan karena itu obyek dan model-model yang
diperkenalkan semasa bayinya mempengaruhi perilaku orang dewasa dalam situasi
sosial. Kita sering melihat pertumbuhan tingkah laku anak-anak mencerminkan
sikap ibunya. Perasaan gelisah, pola kepercayaan tahyul dan tabu dari seseorang
mungkin sekali berasal dari sikap orangtuanya, dan terus berpengaruh setelah
anak itu menjadi dewasa. Karena itu setiap keluarga yang memperlihatkan pola
sikap dan pola perilaku tertentu, besar kemungkinan berasal dari lingkungan
eluarga si ayah dan si ibunya sendiri. Kenyataan ini sebagian menerangkan
kelambatan perkembangan masyarakat sekalipun dalam periode dinamis atau periode
revolusioner. Kelambatan perkembangan ini bukan karena kenyataan bahwa individu
tidak dapat diubah, melainkan karena kenyataan bahwa unit pembentuk kepribadian
yang fundamental yakni keluarga, telah bekerja dalam waktu yang lama dan dengan
cara yang sama, sekalipun lingkungan sosialnya telah berubah. Bukan warisan
biologis dan warisan mental yang menjadi alasan kenapa pola mental tertentu
direproduksi dari satu generasi ke generasi berikutnya tetapi adalah kenyataaan
bahwa perubahan-perubahan dalam kehidupan publik hanya merembes dengan sangat
lambat ke dalam kehidupan keluarga.
Seorang anak, sekali ia telah
dibentuk oleh keluarganya, hanya dapat dengan secara bertahap mengubah pola
utama sikap dan perilakunya itu. Namun demikian, terdapat suatu periode dalam
perkembangan anak-anak ketika pemindahan bagian penting penetapan libido
terjadi. Inilah yang dikenal sebagai periode pubertas atau periode remaja. Fase
pertumbuhan biologis ini bertepatan dengan kontak-kontak sosial baru dan
kebutuhan-kebutuhan sosial yang baru pula. Suatu konflik peranan dapat terjadi,
dan pada umumnya jika tak terselesaikan dengan baik, pemindahan fiksasi
emosional dapat terjadi. Terdapat suatu masalah remaja di dalam masyarakat kita
(Barat) dimana aspirasi kalangan remaja yang menuntut adanya kebebasan dan
desakan para orangtua terhadap keterikatan, bertentangan satu sama lain.
Menarik sekali bahwa masyarakat primitif mempunyai perencanaan dan
menginstitusionalisasikan fase transisi ini di dalam adat-istiadatnya yang
dihubungkan dengan upacara pelantikan atau pembayaran paraa remajanya menjadi
orang dewasa yang dikenal dengan istilah ‘initiation rites’.
Dalam suatu simposium yang membahas
penelitian sosiologi tentang masalah remaja, Margaret Mead, E.B. Reuter, dan
R.G. Foster mengemukakan aspek-aspek yang berbeda dari masalah ini. Menurut
Reuter, keremajaan tidak harus di definisikan dalam pengertian kematangan anak
secara psikis. Jika kita menganalisanya sebagai suatu pengalaman sosial, maka
keremajaan bermula ketika masyarakat tidak lagi memandang seseorang sebagai
anak kecil tetapi menilainya telah mengambil alih beberapa tanggung jawab orang
dewasa. Sedangkan usia pengambil alihan tanggung jawab itu terjadi, tergantung
kepada faktor-faktor sosial, bukan kepada faktor biologis. Kelompok keagamaan
menyerahkan tanggung jawab orang dewasa kepada anak-anak yang berusia antara
12-14 tahun. Dengan demikian, kelompok keagamaan itu mengesahkan anak-anak
dalam usia tersebut sebagai orang dewasa. Di Inggris, usia dewasa dalam soal
seksual adalah 16 tahun; usia untuk diizinkan minum alkohol 18 tahun.
Masyarakat modern cenderung menetapkan suatu periode transisi yang panjang
antara masa kanak-kanak dan masa dewasa, sementara itu anak remaja biasanya
menganggap dirinya sendiri sebagai orang dewasa, dan mendesak dengan satu dan
lain cara bahwa keluarga serta masyarakat tidak perlu lagi memperlakukan mereka
sebagai anak kecil.
Secara biologis keremajaan adalah
suatu tingkat perkembngan sosial dan suatu keadaan mental atau keadaan berpikir
tertentu. Keremajaan melambangkan suatu periode lanjutan dari sikap yang tidak
terpengaruh seorang pemuda dari pengendalian keluarga. Ini adalah suatu tanda
ketergantungan terhadap kelompok umurnya sebelum ia mencapai kebebasan secara
individual dalam membuat keputusan-keputusan yang menandai status kedewasaan
penuh. Banyak orang dewasa secara psikologis, yang sebenarnya tak pernah melebihi
sikap dan perasaan orang yang kita sebut remaja.
Sebagian besar tergantung kepada
jenis pola perilaku dan sikap yang ditawarkan kepada pemuda dalam fase kritis
dari pertumbuhannya. Jika suatu masyarakat dapa menentukan apa yang setepatnya
dilakukan dalam merencanakan pengaruh yang penting, dan dapat secara meyakinkan
mempengaruhi kedua fase fundamental, dari perkembangan manusia- yakni fase
anak-anak dan fase pubertas- sekalipun perbedaan secara individual masih akan
timbul tetapi suatu bimbingan yang lebih besar terhadap masyarakat akan
dimungkinkan. Memang setelah fase pubertas itupun kita tak henti-hentinya
mengubah sikap kita. Namun dasar kebersamaannya yang berasal dari lingkungan
keluarga akaan lebih besar peranannya. Saya yakin bahwa kita berada diambang
pintu suatu situasi masyarakat dimana akan memerlukan bimbingan yang lebih
besar lagi.
Dalam tingkat poerkembangan sosial
yang lebih kemudian, transformasi terus-menerus dan pemindahan libido
diperlihatkan oleh kenyataan bahwa masyarakat yang revolusioner ditandai oleh
banyak kelonggaran dari libido yang sebelumnya telah dikukuhkan. Ketegangan
besar dalam masyarakat seperti itu lahir dari kenyataan bahwa disana terfdapat
sejumlah kekuatan libido yang muncul tanpa suatu pengukuhan sedang mencari
integrasi baru. Dalam masyarakaty tradisional yang konservatif, kekuatan
emosional dikukuhkan dan dipelihara berdasrkan ata keluarga, pertemanan,
keanggotaan kelompok tradisional darimana seseorang dilahirkan, atas dasar
cita-cita yang dihargai dalam kelompok tersebut, dan dalam beberapa kasus
tertentu mendorong individu untuk mencoba melahirkannya di dalam skala sosial
tertentu. Pada waktu bersamaan, nilai emosional dari ide-ide keagamaan,
adat-istiadat dan sopan santun tradisional masih sangat kuat.
Tetapi sekali terjadi pergeseran
umum dalam struktur masyarakat, maka banyak orang yang melepaskan cita-cita
sosial dan politik, cita-cita keagamaan, kebiasaan rekreasi dan ambisi pribadi
yang tertanam di dalam perasaan mereka masing-masing. Sebagai akibatnya,
terdapat sejumlah kekuatan psikis yang terlantar yang dapat dimanfaatkan untuk
tujuan-tujuan baru.
Penciptaan agama baru yang hanya
dimungkinkan dalam situasi dimana suatu generasi baru telah melepaskan ikatan
emosionalnya yang lama dan jika kelompok pemimpinnya menyadari bahwa mereka
harus menciptakan fiksasi perasaan bersama yang baru yang dapat dipertalikan
dengan loyalitas menuju tatanan sosial baru. Fiksasi libido dalam periode
revolusi atau dalam masa-masa reformasi sosial biasanya dihasilkan oleh proses
demikian itu.
Makna sosiologis dari pemindahan
libido ini harus diakui sangat penting karena sama caranya dengan pemindahan
motif-motif individual dari obyek keluarga kepada obyek publik yang merupakan
bentuk normal dari perkembangan individual. Dengan demikian, perasaan-perasaan
kebanggaan dari kesetiaan yang dirasakan sseseorang anak terhadap orangtuanya
kemudian dapat dialihkan kepada tokoh pemimpin rakyat atau kepada tanah air.
Sebaliknya rasa kebencian terhadap seorang atau terhadap kedua orangtuanya
sebelumnya, mungkin kemudian dapat dibelokkan kearah penentangan terhadapa
kekuasaan raja, kelas kapitalis, atau terhadap penguasa lain. Seperti
dikemukakan Lasswell, seorang dewasa yang merasa bahwa ia tidak dapat lagi
mencintai ‘umat manusia ‘ ini. Ia tak dapat mencintai Tuhan namun ia dapat
mencintai bangsanya. Atau ia mungkin merasa tak mampu mencintai tanah airnya
dan malahan menjadikan kelasnya atau partainya sebagai obyek kecintaan dan
pemujaan.
Persoalan yang timbul disini ialah
apakah dan seberapa jauh psikologi bermanfaat dalam analisa politik. Menurut
saya analisa politik tanpa bantuan psikologi sendiri sebenarnya tidak mencukupi
karena ia mengandung keterbatasan yang sangat penting. Psikologi cenderung
memotong faktor-faktor sosial seperti perkembangan institusi dan mengabaikan
pengaruh tekanan ekonomi dan kebutuhan-kebutuhan serta pengaruh yang timbul
dari strategi dan faktor-faktor militer yang diperlihatkan dalam suatu
masyarakat.
7.
SOSIOLOGI TENTANG TIPE PERILAKU
i. Sikap dan Keinginan.
Sedemikian jauh telah dibicarakan
tentang proses yang paling mendasar yang menyatukan, melarutkan, menyatukan
kembali, menetapkan, dan memindahkan kekuatan psikis yang bersifat libido.
Perkembangan ini termasuk ke dalam
bahasan sosiologi umum (sistematika sosiologi) karena setiap masyarakat baik
yang paling primitif maupun yang paling maju atau yang paling rumit susunannya
didasarkan atas mekanisme ini. Sebaliknya sosiologi historis mempelajari bentuk-bentuk yang lebih
individual dari penetapan dan pemindahan libido seperti: sifat dari perasaan
kekeluargaan dalam periode historis tertentu atau tentang perasaan konsep
kasih-sayang dalam periode kekesatriaan atau tentang perasaan nasionalisme
diantara kelompok-kelompok sosial yang terdapat didalam suatu negara seperti
Jerman misalnya atau tentang sejarah pemindahan libido di dalam kehidupan
kelompok yang berbeda.
Diantara kedua tingkat sosiologi
ini, yakni antara sistematika sosiologidan sosiologi historis, terdapat suatu
tingkat perantara. Dalam tingkat perantara ini kita mempelajari tipe-tipe umum
tertentu dengan cukup nyata menandai keseluruhan tipe mental dan yang mungkin
kita untuk menerapkan pernyataan umum di dalam lingkungan historis yang lebih
konkrit. Contoh analisa seperti itu, disumbangkan oleh W.I. Thomas seorang
sosiolog dan ahli psikologi sosial Amerika yang menyusun tipe-tipe kelompok dan
menyebutnya dengan’empat keinginan’. Thomas mengakui bahwa jika kita mencoba
menganalisa sekelompok orang tertentu dan kita ingin menguraikan tidak hanya
sekedar aktivitas mereka dan penyesuaian tujuan bersama mereka, tetapi juga
perubahan kehidupan batin, (inner life) mereke, sikap, keinginan dan perasaan
mereka, maka kita membutuhkan suatu klasifikasi mana sebagian besar orang dapat
disesuaikan. Ini berarti bahwa klasifikasi itu dapat menampung secara utuh satu
tipe – yang mana ini jarang terjadi- atau klasifikasi itu menggambarkan suatu
campuran dari dua atau lebih tipe-tipe. Thomas mengakui bahwa
keinginan-keinginan manusia mempunyai perbedaan bentuk yang sangat besar tetapi
menurutnya pula, keinginan yang berbeda-beda itu dapat di klasifikasikan
menjadi empat tipe dengan beberapa keuntungan. Masing-masing tipe adalah
sebagai berikut:
Ø Keinginan
untuk memperoleh pengalaman baru
Ø Keinginan
untuk memperoleh keamanan
Ø Keinginan
untuk memperoleh tanggapan
Ø Keinginan
untuk memperoleh penghargaan.
Thomas
mengira dan saya pun sependapat bahwa kompleks sikap berasal dari kecenderungan
mendasar, rangsangan atau apa yang disebut dengan naluriah. Thomas mencoba
meredusir keempat tipe keinginan tersebut menjadi pola sikap yang paling
mendasar yang telah dapat ditemukan pada kehidupan bayi dan pada tingkat
primitif dari evolusi sosial. Kiranya ada baiknya direkapitulasi di sini, baik
uraiannya tentang keinginan-keinginan fundamental maupun upayanya dalam
meredusir keinginan-keinginan manusia itu menjadi keinginan yang lebih
sederhana.
Ø Keinginan
Untuk Memperoleh Pengalaman Baru
Seluruh
pengalaman yang lazim dikejar seperti terbang, menangkap, meloloskan diri dari
pengejaran atau dari kematian adalah pengalaman yang menarik dan mengasyikkan.
Thomas membicarakan tentang pengalaman disini yang menandai kehidupan manusia
yang lebih kuno. Ada suatu informasi yamg lambat dari pola yang asli dan
sederhana ke pola yang disublimasikan secara lengkap dan ruwet. Sekarangpun
kita masih dapat mengenal sesuatu yang disebut: ‘pola pemburuan ‘kepentingan’.
Petualangan merupakan perubahan utama dari pola ini. Sensasi yang diberitaakan
di dalam koran merupakan jenis lain dari transformasi itu. Kegiatan individual
seperti yang diberitakan dikoran itu dan pengalaman seperti ketika
bercumbu-cumbuan juga merupakan suatu elemen yang dikejar. Dalaam setiap
penemuan ilmiah yang murni juga terdapat pola pemburuan terhadap pekerjaan dan
praktek yang sama juga terjadi dalam penyelesaian teka-teki atau suatu masalah.
Ø Keinginan
Untuk Memperoleh Keamanan
Keinginan
ini terutama didasarkan atas rasa takut yang bergandengan dengan kemungkinan
timbulnya penderitaan pisik atau kematian, daan mengekspresikan dirinya sendiri
dalam perasaan takut dan melarikan diri. Individu yang mendominasi oleh
keinginan untuk memperoleh keamanan biasanya sangat berhati-hati dan
konservatif, cenderung kepada kebiasaan yaang teratur, bekerja secara
sistematis dan suka mengumpulkan kekayaan. Polaritas sosial antara
pemberontakan dan orang yang tradisional berkaitan erat dengan ke dua tipe pertama
keinginan tersebut diatas.
Ø Keingin
Untuk Memperoleh Tanggapan
Keinginan
ini di kembangkan dari kecenderungan untuk mencintai, mencari dan memberi
tanda-tanda apresiasi. Kecenderungan ini terlihat dalam kesayangan seorang ibu
terhadap anaknya dan dalam tanggapan seorang anak terhadap kasih-sayang ibunya.
Namun keinginan ini juga bekerja pada derajat yang lain dalam keinginan untuk
mendapatkan tanggapan dari lawan jenis. Masa bercumbu-cumbuan yang penuh gairah
misalnya penuh dengan janji-janji muluk dan daya tarik demi untuk mendapatkan
tanggapan yang serupa itu pula kembali. Kecemburuan adalah suatu ekspresi dari
rasa takut, dalam hal mana tanggapan ditujukan kepada orang lain. Tetapi
sukse-sukses kemasyarakatan sering mengurangi keinginan untuk memenuhi
tanggapan secara personal.
Ø Keinginan
Untuk Memperoleh Penghargaan
Keinginan
ini diekspresikan dalam perjuangan perseorangan untuk memperoleh posisi atau
pengaruh dan prestisedalam kelompok sosial mereka sendiri. Ini kita namakan
keinginan untuk memperoleh status sosial. Contoh nyatanya ditemuukan dalam
kasus politisi atau kapten industri yang berjuang untuk memperoleh sukses.
Seorang laki-laki atau wanita, mungkin memancing tanggapan dan memperoleh
perhatian atau penghargaan melalui tindakan berpura-pura sakit. Sedangkan orang
lainnya mungkin memperoleh penghargaan dengan menampilkan sikap dan tindakan
yang berpura-pura atau dengan kerendahan hati yang sungguh-sungguh, dengan
mengorbankan kepentingan dirinya sendiri, dengan kesholehan dan dengan mati
syahid. Tendensi serupa itu mungkin bermanfaat secara kemasyarakatan dalam satu
hal tertentu dan berbahaya dalam hal yang lain. Motif-motif yang berkaitan
dengan suatu daya tarik untuk memperoleh pengahargaan melalui sikap yang
mementingkan diri sendiri dan kesukaan memamerkan disebut: sombong sedangkan aktivitas kreatif yang berkaitan dengan keinginan
yang serupa disebut: ambisi.
Kita boleh menggeser dari satu
kategori ke kategori yang lain dan menemukan obyek baru untuk kategori yang
sama. Terakhir, keinginan-keinginan yang berbeda mungkin dapat di gabungkan ke
dalam kepribadian seorang individu.
Seorang imigran ke Amerika misalnya
mungkin sekali ingin melihat dunia baru, untuk mencari keuntungan, untuk
mencari taraf hidup yang tinggi atau untuk memenuhi sejumlah keinginan yang
lain yang tercakup dalam keempat tipe keinginan tersebut diatas.
Wataak dapat dipandang sebagai suatu
ekspresi dari kesatuan keinginan-keinginan dasar yang dihasilkan dari saling
pengaruh-mempengaruhi antara temperamen dan pengalaman. Keinginan adalah titik
tolak dari aktivitas dan tekanan-tekanan terhadapnya dpat mempengaruhi perilaku
manusia.
ii. Kepentingan
Sedemikian jauh kita telah
menganggap penting unsur-unsur yang tidak disadari dan yang irrasional dari
kehidupan manusia. Meskipun kehidupan sosial tanpa terelakkan dibimbing
sedemikian luasnya oleh faktor-faktor ketidaaksadaran dan emosi, namun adalah
suatu kekeliruan besar bila diabaikan peranan yang dimainkan oleh kepentingan
rasional.
Kita akan membedakan dua ide tentang
‘kepentingan’. Pertama, kepentingan dalam arti luas. Contohnya seperti: yang
berkepentingan atau berminat terhadap rakyat, terhadap kesenian, atau terhadap
filsafat. Kepentingan demikian ini adalah murni dalam pengertian psikologi.
Kedua, di sebut kepentingan rasional.
Kepentingan dalam arti luas adalah
pasangan dari sikap. Menurut MacIver, sikap adalah keadaan berpikir secara
subyektif, mencakup kecenderungan bertindak menurut cara-cara yang khas, kapan
saja suatu stimuli timbul. Sikap seperti itu misalnya sikap cemburu, iri-hati,
benci, jijik, pemujaan, keyakinan atau ketidakyakinan. Seluruh sikap secara tak
langsung menyatakan obyek tertentu, ke arah mana sikap itu di tujukan, tetapi
obyek ini menyatakan keadaan pikiran, bukan obyek seperti yang ditunjukkan
dengan istilah ‘sikap’/
Sebaliknya, jika kita mengalihkan
perhatian kita dari subyek kepada obyek, maka kita akan berbicara tentang obyek
dari kepentingan. Seorang politisi misalnya, adalah obyek kepentingan dari
banyak orang walaupun sikap orang itu terhadapnya mungkin sangat berbeda-beda.
Kita dapat memulai dengan mengingat
suatu obyek kepentingan dari sudut pandangan elemen subyektif. Sekali
kepentingan saya dipusatkan kepada obyek itu maka hubungan obyektif antara
obyek itu dengan saya mejadi semakin penting. Dalam arti luas ini kita dapat
membicarakan tentang kepentingan terhadap obyek kultural seperti terhadap
filsafat. Dalam hal ini kepentingan berarti suatu obyek yang mendapatkan
perhatian kita.
Dari kepentingan dalam arti ‘saya
berminat terhadap sesuatu’, maka kita harus membedakannya dari kepentingan yang
mempunyai implikasi khusus terhadap keuntungan personal yang kadang-kadang kita
sebut ‘kepentingan sendiri’. Sebagai contohnya, saya mungkin menginginkan untuk
mencapai sejumlah terbesar kemungkinan dalam bidang kekuasaan, prestise atau
keuntungan ekonomi. Keinginan utama untuk memperoleh keuntungan, mendorong saya
untuk melakukan kegiatan. Ini berarti bahwa kepentingan memaksa saya untuk
mengorganisir tingakah laku saya untuk mencapai tujuan tertentu dan dalam hal
ini kita berbicara tentang makna kedua dari kepentingan yang kita bicarakan,
yakni kepentingan rasional. Kepentingan rasional ini secara tak langsung
enyatakan adanya perhitungan dan perjuangan untuk mencapai tujuan tertentu itu,
dan bentuk-bentuk yang kompleks dari penyesuaian diri, karena perhitungan
secara tak langsung berarti memilih cara-cara yang paling efektif dan jalan
yang paling singkat untuk mencapai tujuan itu serta dengan upaya ekonomi yang
paling besar. Ini secara tak langsung menyatakan pula adanya suatu kontrol
positif terhadap sumber daya dan dana yang diperlukan untuk mencapai tujuan
itu; kontrol positif terhadap pemilihan alat-alat dan cara-cara untuk memuaskan
keinginan-keinginan dan melatih kekuatan berpikir terutama inisiatif serta
mencerminkan kebutuhan terhadap kehati-hatian dan kebijaksanaan melihat jauh ke
depan.
Sebagai contoh, sementara kelompok
berdasarkan atas hubungan darah (keluarga atau suku) maka individu demikian
kuatnya dibatasi oleh keluarganya atau oleh sukunya sehingga individu itu tak
mampu membebaskan diri dari peraturan bersama dan tabu. Dalam kasus ini
individu tak dapat mengarahkan aktivitasnya menurut kepentingan dirinya
sendiri, tetapi menurut interpretasi kelompok terhadap situasi, kecuali jika
individu itu mencapai kepentingan persoalannya didalam kerangka kepentingan
kelompoknya itu. Tradisi sangat menetukan dala situasi seperti itu, sebagai
mana ditunjukkan oleh Malinowski dalam penelitiannya terhadap kehidupan ekonomi
penduduk di Kepulauan Koral, dimana harga tidak mengikuti hukum permintaan dan
penawaran, melainkan menurut tradisi.
Jika saya sedang berjuang untuk
mencapai sesuatu yang baik, dimana orang lain juga ingin mencapainya,
masing-masing untuk dirinya sendiri, maka kita berbicara tentang kepentingan yang sama (like interest).
Jika dua orang atau lebih mengejar suatu tujuan yang mana masing-masing orang
tetap merupakan unit-unit dari kesemuanya dan mereka menyadari sebagai suatu
keseluruhan, maka kita berbicara tentang kepentingan
bersama (commo interest). Kepentingan yang sama mendorong terjadinya
kompetisi untuk mendapatkan barang sesuatu yang sama, sedangkan kepentingan
bersama mendorong terciptanya kerjasama. Satu masalah terpenting dalam
menciptakan keharmonisan masyarakat ialah bagaimana mengubah kepentingan yang
sama menjadi kepentingan bersama, bagaimana mengubah kompetisi menjadi
kooperasi atau kerjasama. Masalah ini menyangkut bimbingan terhadap pemindahan
libido.
Perbedaan penting lainnya ialah
antara kepentingan jangka panjang dan jangka pendek. Jika seseorang mempunyai
kebiasaan mengubah-ubah keinginan dan keppentingan maka ia takkan mampu
mengorganisir perilakunya sejalan dengan tujuan jangka panjang. Contoh perilaku
serupa itu ditunjukkan oleh kemanjaan seorang anak yang selalu menuntut dan
menerima pemenuhan keinginannya dalam waktu singkat atau seseorang pengembara
yang tidak mempunyai tujuan yang jelas dalam hidupnya. Satu syarat terpenting
untuk pertumbuhan aktivitas yang terorganisir dan syarat terpenting untuk semua
epentingan-kepentingan jangka panjang, dan kekayaan pribadi telah menjadi
kekuatan yang sangat berarti sepanjang sejarah dalam menciptakan kepentingan
jangka panjang bagi individu. Setiap sistem produksi yang kompleks atau
organisasi sosial yang kompleks, memerlukan aktivitas jangka panjang dan bagi
kelompok pemimpin aktivitas itu kebanyakan diciptakan melaui kekayaan pribadi.
Tetapi aktivitas jangka panjang itu juga dapat diciptakan dengan mengorganisir
kepentingan bersama yang didasarkan atas kesadaran terhadap kekayaan bersama
atau dengan mengutamakan hasil usaha bersama yang terbesar. Contohnya dapat
ditemukan dalam sikap kesetiaan terhadap hukum atau terhadap cita-cita ideal di
Inggris yang terlihat di kalangan tentara, olahragawan, pegawai pemerintah, dan
juga terlihat di Uni Soviet dalam kesuksesan apa yang disebut ‘kompetisi
sosialis’. Pemaksaan mendatangkan akibat-akibat buruk, dan perbudakan adalah
paling menyedihkan. Kekayaan pribadi dan usaha yang didasarkan atas intensif
berupa penghargaan atau keuntungan, memberikan hasil yang jauh lebih baik.
Kekayaan pribadi, menekankan kepada perhitungan jangka panjang
dan pada gilirannya mengorganisir perilku individu. Wujud yang tepat dari
kepentingan dan pengorganisasian perilaku, berbeda-beda menurut jenis kekayaan yang dimiliki. Kepentingan terhadap
tanah sebagai contoh, menciptakan fiksasi libido yang jauh lebih besar terhadap
obyek yang konkrit dibandingkan dengan kepentingan terhadap uang yang menciptakan
suatu tipe abstrak fiksasi libido. Kepentingan terhadap tanah sebaliknya
mendorong munculnya perasaan kemengangan hidup dari kesuburan tanah melalui
perjuangan pribadi dan melalui pemahaman terhadap bumi dan penduduk yang
mengolahnya.
Penciptaan perilaku yang tidak
disenangi dalam masyarakat adalah masalah yang amat penting yang akan
merepotkan kita terus-menerus. Ini dirangsang oleh kenyataan bahwa terdapat
suatu mata rantai yang panjang yang menghubungkan antara langkah pertama dan
yang terakhir dari aktivitas kita. Orang yang termasuk anggota partai sosialis
misalnya, mungkin tidak pernah mempunyai kesempaatan untuk melihat atau
memahami tujuan-tujuan dari gerakan yang mana
ia termasuk salah seoraang diantara yang ingin mencapainya selama
hayatnya. Dengan demikian bukan hanya kekayaan pribadi, tetapi setiap jenis
kerjasama dan pembagian kerja meningkatkan kesempatan bagi perilaku yang
abstrak, mengembangkan kapasitas untuk memperpanjang ketegaangan antara
keinginan-keinginan dan pemenuhannya.
Integrasi sosial dari keinginan dan
sikap sangat besar perbedaannya daripada pengintegrasian kepentingan.
Pengintegrasian kepentingan itu sebgaian besar terbentuk melalui kompromi, yang
berarti bahwa orang yang mempunyai kepentingan yang serupa misalnya yang
berkompetisi untuk mendapatkan suatu keuntungan, melepaskan sebagian dari
keuntungan mereka atas dasar persetujuan rasional. Keseluruhan pertukaran
secara barter dilakukan dalam suatu penolakan terhadap keuntungan yang
diharaapkan dalam setiap jenis perserikatan adalah merupakan hasil dari pengintegrasian
kepentingan.
Pengintegrasian sikap sebaliknya
terbentuk atas dasar identifikasi secara langsung. Ini berarti bahwa kita
mengidentifikasikan diri kita sendiri dengan anggota lainnya dari komunitas dan
juga antara komunitas yang satu dengan yang lain. Masyarakat modern membentuk
kepentingan jangka panjang, cenderung menekan elemen libido dari bidang
kegiatan publik dan dari pekerjaan, dan ini mungkin merupakan suatu handikap
yang serius dalam aktivitas sosial tertentu dan dalam situasi sosial tertentu.
BAGIAN
KEDUA
PROSES-PROSES SOSIAL YANG PALING
MENDASAR
BAB III
KONTAK SOSIAL DAN JARAK SOSIAL
Kini
kita tidak lagi membicarakan perlengkapan psikologis dari kehidupan individual
tetapi memusatkan perhatian terhadap proses-proses sosial yang mendasar, yyang
serta merta mempegaruhi perkembangannya. Di sini hanya akan dibahas sedikit
saja dari proses sosial yang mendasar itu, namun demikian pentingnya sehingga
tak ada kehidupan individual dan kehidupan sosial yaang dapat dijelaskan dengan
sempurna tanpa pengetahuan yang mendasar itu. Proses yang dimaksud, sebagai
contohnya ialah kontak sosial, dan isolasi sosial.
Sosiolog
yang hanya lebih mengutamakan mempelajari fenomena yang disebut ‘masyarakat
luas’ (Great Society) seperti mobilitas sosial, stratifikasi sosial, dan
pranata sosial, tanpa mwnghubungkan studinya dengan penyelidikan yang cermat
terhadap proses sosial yang mendasar ini kemungkinan besar belum dapat
menampilkan suatu analisa setepatnya bagaimana mestinya.
1. KONTAK PRIMER DAAN KONTAK SEKUNDER
Kita
mesti membedakan dua jenis kontak sosial. Pertama, kontak primer, yakni kontak
yang dikembangkan secara intim dan mendalam berupa pergaulan tatap muka di mana
hubungan secara visual dan perasaan-perasaan yang berhubungan dengan pendengaran
senantiasa digunakan. Kedua, kontak sekunder, yakni kontak yang ditandai oleh
pengaruh keadaan luar dan jarak yang lebih besar. Orang yang secara mental
terbentuk oleh kontak primer, dan oleh ide-ide primer, mengembangkan ciri-ciri
yang berbeda daripada mereka yang di bentuk oleh kontak sekunder. Sekedar
contoh, dapat dibandingkan antara seorang wanita yang fungsi utamanya sebagai
nyonya rumah tangga dan sebagai seorang ibu dengan seorang manajer pabrik atau
dengan seorang politisi. Sudah tentu terdapat hubungan antara ciri-ciri
kepcribadian yang dikembangkan melaui kontak primer dan kontak sekunder.
Keinginan untuk menghargai publik selalu terjadi sebagai pemindahan faktor
psikologis, sekurang-kurangnya sebagian, sebagai pengganti keterbatasan keintiman
dari tanggapan yang dialami ditengah-tengah kehidupan keluarga.
Jelas
kiranya bahwa kawasan tempat berlangsungnya kontak sekunder yang sebenarnya
adalah dalam kehidupan kekotaan. Revolusi industri yang melahirkan kota-kota
dan yang memecah kehidupan sosial seperti kehidupan masyarakat desa menjadi
unit-unit kecil, merupakan faktor yang sangat penting dalam menciptakan
sebagian besar antar hubungan yang bersifat abstrak dan impersonal. Kontak
sekunder, dengan demikian mendorong terciptanya sikap-sikap yang abstrak.
Kontak sekunder ini juga memungkinkan kita untuk membandingkan kepentingan
jangka panjang dan yang penuh perhitungan, karena kecenderungan-kecenderungan
dapat diperkirakan dan disusun, demikian pula sistem kontrol yang baru terhadap
publik dapat diperbuat dan dipergunakan dengan menekankan kepada segi-segi
perbedaan peranan yang dimainkan mereka seperti membedakan mereka selaku
pembayaran pajak atau selaku buruh atau majikan. Situasi hubungan tatap muka,
yang menandai kontak primer, dewasa inipun telah mengalami perubahan.
2. KONTAK BERDASARKAN SIMPATI DAN
BERDASARKAN KATEGORIS
Klasifikasi
lain dari kontak sosial, dapat pula dibuat atas dasar sudut pandangan
psikologis dan sosiologis. Orang yang tidak termasuk ke dalam kelompok kita
sendiri, tidak termasuk ke dalam bidang kontak primer kita. Kita tidak
menganggap mereka sebagai anggota kelompok kita yang sesungguhnya tetapi kita
membuat penggolongan atau kategori terhadap mereka. Ini berarti bahwa kita
mengklasifikasikan mereka dalam pengertian perbedaan derajat simpati atau
antipati terhadap mereka. Di sini kita berhadapan dengan dasar atau asal mula
dari prasangka. Perasaan simpati berhubungan dengan perbedaan kategori dan
kelompok-kelompok menciptakan apa yang dapat kita klasifikasikan misalnya
sebagai: ‘orang negro’, ‘orang Jerma’, ‘orang Yahudi’, ‘orang asing’, ‘orang
luar’, ‘mereka’, dan sebagainya.
Fase
permulaan proses kategori ini terdapat pada jenis primitif dari penyesuaian
diri. Kita mulai dengan menunjukkan atau menentukan kelompok kita sendiri
dengan tanda-tanda yang baik, disebabkan karena kita tidak mampu menghadapi
setiap obyek yang kontak dengan kita, maka kita membedakan dan
memisah-misahkannya. Selanjutnya jika kita pertama kali bertemu dengan seorang
manusia yang belum kita kenal, biasanya kita merasakan suatu perasaan simpati
atau antipati secara tiba-tiba. Ini jelas adalah suatu interpretasi dari
sikap-demikian pula lazimnya dalam dunia binatang-dimana simpati dan antipati
adalah sejenis alat untuk menseleksi pengalaman-pengalaman yang tepat.
Pengertian kita, dalam sebagian besar kasus adalah ditentukan oleh gagasan dan
prasangka yang kita miliki. Dasar alamiah dari prasangka adalah suatu
kecenderungan untuk mencocokkan pengalaman-pengalaman baru ke dalam kategori
yang lama dengan mempergunakan generalisasi yang mula-mula untuk menanggulangi
pengalaman baru itu. Setiap pengalaman yang nyata, didasarkan atas kontak yang
dekat dan langsung atau primer. Pengertian atau pemahaman, adalah suatu
pertarungan antara penyesuaian diri segera terhadap versi baru dari pengalaman
dan kecenderungan terhadap prasangka. Orang yang selalu bergerak secara sosial
dan secara geografis ( mobilitas vertikal dan horizontal), lebih kritis dan
lebih tidak memihak dalam menilai orang lain, dan dengan demikian kurang
berprasangka karena pengalamannya itu di pergunakannya untuk berhubungan dengan
bermaca-macam orang lain. Seperti kita ketahui, orang yang berurat berakar di
satu tempat tertentu saja, lebih tinggi derajat prasangkanya dibandingkan dengan
orang yang banyak bergerak tersebut diatas. Orang yang banyak bergerak (mobile)
dapat lebih mudah beralih dari pengalaman-pengalaman kategori kepada
pengalaman-pengalaman spesifik. Kesan atau impresi penting pertama yang kita
peroleh dari kehidupan kota besar itu bereaksi terhadap kesadaran diri sendiri
dan terhadap penilaian diri sendiri. Kesadaran diri sendiri penduduk kota besar
tidak stabil dan tidak kaku. Sedangkan dalam kehidupan masyarakat desa,
prestise atau gengsi didasarkan atas siapa orang tua kita, dari keluarga mana
kita berasal, daan dimana posisi kita dalam komunitas desa itu. Dalam kehidupan
kota besar, prestise sebagian besar didasarkan atas hasil usaha (achievement)
personal. Sebagai akibatnya penduduk kota besar selalu lebih mengisolasi
dirinya dan penilaian terhadap dirinya sendiri di-internalisasikan.
Akibat
dari kenyataan serupa ialah fleksibelitas, tetapi juga ketidak-stabilan,
ketidak-sungguhan, dan skeptisme yang terdapat dalam watak penduduk kota besar.
Selanjutnya individu yang relatif anonim sifatnya dalam kehidupan kota besar,
memperluas lingkungan kehidupan sehingga memungkinka kita untuk memindahkan
sebagian tanggungjawab kita kepada orang lain atau kepada institusi lain.
Sebagai akibatnya, orang kian lama kian menjadi penonton saja terhadap situasi
yang ada.
Dalam
hubungan persahabatan sejati, unsur penggolong-golongan yang terdapat dalam
kontal personal, tidak muncul. Persahabatan sejati ini didasarkan atas hubungan
simpati yang berarti suatu keinginan untuk mengidentifikasikan kepentingan.
Ungkapan ‘kita’ secara tak langsung menyatakan adanya saling
mengidentifikasikan diri masing-masing dan difusi kepribadian. Ungkapan
‘tetangga kita’ dalam pengertian tertentu, pada dasarnya berarti kita sendiri.
Semakin individualis seseorang, semakin sukar baginya untuk berusaha
mengidentifikasikan dirinya dengan orang lain. Malahan, perasaan yang mendua
atau bercabang biasanya muncul ditengah-tengah pengidentifikasian diri, dan
masing-masing cabang perasaan itu besar perbedaannya. Persahabatan dan
perkawinan, adalah dua jenis antara hubungan yang sedikit banyak berhasil
menyalurkan atau menyatukan perasaan yang bercabang itu.
Tempat
pengalaman yang paling awal dari kesatuan sosial dan identifikasi, terdapat
pada kelompok primer atau kelompok tatap muka seperti keluarga, kelompok teman
sepermainan, hubungan tetangga, klub, masyarakat faternal atau sekolah.
Perasaan cinta, kepahlawanan dan keberanian, begitu juga mabisi, kesombongan
dan dendam kesumat, kesemuanya dibentuk di dalam kelompok primer. Menurut C.H.
Cooley, perasaan cinta kemerdekaan dan keadilan
yang merupakan cita-cita primer yang mendasari ajaran kristen demokrasi
dan sosialisme, ketiganya didasarkan atas ide-ide dari kelompok primer.
Kontak
di dalam dan di luar kehidupan kelompok, telah dianalisa oleh sosiolog seperti
Sumner, Cooley, dan Burgess. Menurut mereka, hubungan simpati internal yang
egotisme kelompok menghasilkan dua standar perasaan yang berbeda. Di satu
pihak, kemauan baik, kerjasama, dan saling percaya di antara sesama anggota
kelompok sendiri. Di lain pihak, perasaan bermusuhan dan kecurigaan
terhadapanggota kelompok lain. Hubungan persaudaraan di kalangan anggota
kelompok sendiri dan perasaan bermusuhan terhadap anggota kelompok lain atau
terhadap ‘out-group’ adalah dua hal yang saling berhubungan. Perlawanan dan
permusuhan yang gawat terhadap orang asing atau terhadap kelompok lain,
memperkuat solidaritas di kalangan sesama anggota kelompok sendiri sehingga
perselisihan yang terjadi di kalangan internal kelompok sendiri, tidak dapat
melemahkan permusuhan itu.
Etnosentrisme
adalah istilah teknis yang dipakai untuk mengungkap sikap serupa itu. Bagi
anggotanya, kelompok sendiri adalah segala-galanya. Setiap kelompok
etnosentrisme memelihara dan mempertahankan rasa harga diri, kesetiaan,
kesombongan, dan perasaan superioritas yang dimilikinya sendiri,
mengagung-agungkan Tuhan-nya sendiri serta memandang dengan perasaan jijikdan
mencela terhadap segala sesuatu yang dimiliki kelompok lain. Kejijikan itu
diekspresikan dengan memakai kata-kata yang menghina, dengan menyebut dan
menandai kelompok lain itu sebagai ‘pemakan babi’, ‘tak bersunat’, pemakan
lembu’, daan sebagainya. Apa yang mendasari penilaian demikian itu, mungkin
dapat kita sebut dengan istilah ‘moralitas kafir’. Atas dasar mengkafirkan
kelompok lain nasionalisme, juga didasarkan atas sikap prasangka dan moralitas
kafir demikian itu.
3. JARAK SOSIAL
Dalam
setiap kontak sosial, secara tak langsung menyatakan suatu jarak sosial. Jarak
sosial itu mungkin berati jarak eksternal atau jarak internal atau jarak
mental. Seluruh jenis dan aneka ragam kehidupan sosial dan kultural tak kan
dapat dijelaskan dengan memadai tanpa mengkategorikan jarak sosial. Tanpa jarak
sosial, takkan ada obyek dan takkan ada kehidupan sosial itu sendiri.
Pengambilan jarak, pada waktu bersamaan adalah salah satu dari pada perilaku
yang penting untuk mempertahankan dan untuk melanjutkan otoritas peradaban
manusia. Demokrasi mengurangi jarak sosial. Prestise-prestise komandan ketentaraan
misalnya sebagian besar adalah persoalan jarak sosial. Secara harfiah jarak
sosial berarti mengubah barang sesuatu menjadi terpencil, memindahkan suatu
obyek yang dekat kepada suatu posisi yang jauh dari titik semula. Perkataan
‘jarak’ berasal dari pengalaman langsung kita terhadap ruang. Anehnya ialah
bahwa pengalaman mngenai ruang juga menyediakan pola bagi pengalaman mental.
Behawa seseorang berada pada jarak 5 meter dari saya misalnya, adalah suatu
pengalaman tentang ruang; tetapi jika saya mengatakan bahwa seseorang mempunyai
jarak sosial dari saya, maka ini berarti bahwa saya mempunyai status
sosial yang lebih tinggi atau lebih
rendah dari orang yang bersangkutan. Ada persamaan tertentu antara kedua jenis
jarak ini meskipun keduanya tidaklah identik. Ahli sosiologi berbicara tentang
penciptaan jarak buatan. Lalu apa gerangan yang dimaksudkannya? Jarak mengenai
ruang, yang dapat diukur dengan mudah dalam arti pisik adalah dapat diubah
melalui suatu tindakan dengan sengaja oleh manusia, menjadi barang sesuatu yang
dapat disebut jarak mental. Pengurangan identifikasi termasuk ke dalam
penciptaan jarak mental ini. Bergerak dari tindakan-tindakan yang intim dan
simpatik menuju pengasingan diri tanpa perlu menerapkan tingkah laku yang
menggolong-golongkan atau yang bersifat menyerang.
Baiklah
saya berikan contoh di sini di lapangan yang murni pengalaman yang berhubungan
dengan panca-indera tentang bagaimana proses yang fundamental dari pengambilan
jarak itu dapat di selidiki. Seorang pelaut dalam pelayarannya menuju
pelabuhan, mungkin pertama kali menyenagi pemandangan yang jelas terhadap kota
pelabuhan yang terletak di depannya di kejauhan. Tiba-tiba keseluruhan
penglihatannya berubah menjadi jauh disebabkan karena adanya kabut. Sebenarnya
kota pelabuhan itu tidaak lebih jauh dari pada jarak sebelumnya tetapi kabut
telah menciptakan suatu kepalsuan ilusi, seakan-akan kota pelabuhan itu
sedemikian jauhnya dalam penglihatan pelaut itu. Dalam contoh ini, jarak
bukanlah di ciptakan oleh subyek, melainkan oleh halimum atau kabut.
Keseluruhan jarak mentaal yang akan kita bicarakan berikut ini berasal dari
spontanitas subyek; yang dalam kenyataannya kesemuanya diciptakan oleh subyek.
Evolusi
jarak mental dari jarak ruang dapat ditunjukkan dengan jelas dalam kasus ketakutan.
Kenyataan, jarak yang disebabkan karena rasa takut adalah jarak yang paling
sederhana. Jika saya tetap mempertahankan jarak ruang antara saya dengan orang
lain yang lebih kuat dari saya, maka dalam jarak ruang antara kami ini, berisi
jarak mental dari rasa takut itu. Binatang yang dikurung, dalam situasi
tertentu masing-masing memelihara jarak ruang terhadap yang relatif lebig kuat
secara proporsional. Makin pengecut binatang itu, makin jauh jarak ruang yang
diambilnya terhadap binatang yang ditakutinya.
Schjelderup
Ebbe yang melakukan penyelidikan yang cermat, menyatakan adanya suatu hierarki
yang teratur di kalangan kehidupan sosial binatang seperti di kalangan ayang
betina, ayam jantan, dan anak ayam. Ebbe meneliti kehidupan ayam itu dalam kelompok
yang terdiri atas 2-25 ekor dan kemudian terhadap kelompok yang terdiri atas
25-100 ekor. Menurutnya hal pertama yang dikemukakannya ialah bahwa selama
mencari makan, selama memakan/makanan di pot makanan atau pergi bertengger
untuk beristirahat atau pergi kesarang , ayam jantan melihatkan untuk bertelur,
ayam jantan memperlihatkan suatu keteraturan yang pasti. Ayam yang terkuat atau
paling jagoan, selalu yang mula-mula sekali datang ke tempat-tempat tersebut
baru kemudian disusul oleh ayam yang lain menurut urutan tingkat keberaniannya
terhaadap sesamanya. Seluruh tempat tersebut selalu diambil oleh ayam yang
terkuat itu lebih dulu. Persoalan yang timbul ialah: bagaimana aturan itu
dibentuk.? Penelitian menunjukkan bahwa aturan itu dibentuk melaui pertarungan
antara sesamanya. Jika dua anak ayam bertemu maka pertama kali yang
dilakukannya adalah membuat tingkatan sosial diantara mereka melalui
pertarungan. Anak ayam yang lari pertama kali, akan menjadi taklukan untuk
selama-lamanya. Dengan demikian, suatu urutan lengkap dapat disusun menurut
hasil pertarungan itu dan terlihat pula bahwa hierarki ini dipertahankan dengan
keras oleh ayam itu. Penelitian ini juga menemukan bahwa tingkatan yang teratur
ini tidak mengikuti dengan keras perbedaan dalam segi kekuatan fisik tetapi
mengikuti apa yang disebut superioritas psikolgi, di mana aspek keberanian
sangat besar peranannya. Tetapi adalah suatu kenyataan pula bahwa ketakutan
selalu memainkan peranan pula.
Penyelidikan
berikutnya mempelajari tingkahlaku khas dari ayam-ayam yang paling jagoan dan
ayam yang ditaklukkannya. Terlihat adanya aturan umum bahwa ayam yang berada di
puncak hierarki, dalam arti yang terkuat, lebih penuh dengan kebajikan
debandingkan dengan ayam yang yang berada di tingkat menengah. Terlihat bahwa
sekali jagoan itu mencapai tingkat jagoan dalam arti mengalahkan semua ayam
lainnya, maka ia tak perlu lagi berkelahi untuk mempertahankan posisi jagoan
itu. Dia menjadi jagoan untuk selamanya. Jarak psikologis telah terbentuk dan
berlangsung secara stabil. Tetapi ayam berada di tingkat menengah hierarki,
sangat agresif karena mereka khawatir dalam mepertahankan posisinya yang secara
permanen terancam dari dua fron. Percobaan selanjutnya ialah untuk mengetahui
bagaimana cara ayam tersebut bertingkah laku dalam mengubah kondisi. Jika kita
mengambil seekor ayam jantan yang menjadi pemimpin dari satu kelompok lain
dimana ia menjadi salah seekor yang berkedudukan sebagai anggota kelas
mengengah, maka ternyata ia mengubah pola tingkahlakunya. Dari semula penuh
kebajikan, kemudian berubah menjadi lebih agresif. Jelas ini disebabkan karena
kekhawatiran dalam mempertahankan posisinya. Sebaliknya jika ayam yang paling
jagoan dari satu kelompok besar kemudian digabungkan kedalam dan menjadi jagoan
kelompok kecil, maka tingkahlakunya lebih penuh kebajikan dibandingkan dengan
tingkahlakunya ketika berada pada posisi sebagai jagoan kelompok besar. Ujung
dari penelitian ini melihat kemungkinan besar bahwa tingkahlaku ayam itu lebih
banyak tergabung kepada posisi sosialnya dibandingkan dengan karakter
bawaannya.
Ebbe
kemudian mencoba pula meneliti keteraturan jarak sosial dan tingkahlaku sosial
di kalangan anak sekolah. Peneliti menemukan bahwa dalam suatu hierarki
tertentu yang kesemuanya tak serupa dengan penilaian gurunya tetapi merupakan
hasil ciptaan kehidupan kelompo anak sekolah itu.
Jika
pimpinan dari satu kelompok dimasukkan ke dalam kelompok lain dimana ia menjadi
anggota kelas menengah disana, maka tingkahlakunya berubah. Dengan demikian di
antara anak sekolah itu juga supaya tingkah lakunya tergantung kepada sosialnya
secara individual dan juga kepada apa yang disebut: karakter, yang untuk
sebagian besar merupakan hasil dari berbagai situasi sosial.
Adalah
jelas sekali trdapat tendensi umum tertentu yang melekat dalam kehidupan
kelompok anak sekolah seperti itu yang berperan menurut aturan yang sama,
wlaupun mereka di ubah oleh perlengkapan mental dari komposisi kehidupan
kelompok. Salah satu perbedaan utama antara tingkah laku binatang dan tingkah
laku manusia dalam kehidupan kelompok, terlihat dari kenyataan bahwa binatang
tidak mampu mengatur tindakan yang menjurus ke arah perubahan secara
revolusioner. Hanya ada pemberontakan secara individual yang ada dalam
kehidupan kelompok binatang. Ayam yang ditaklukkan selalu berusaha meningkatkan
posisinya melalui pertarungan baru terutama dalam kasus di mana ayam yang
ditaklukkan itu tak harus inferior secara badaniah tetapi disebabkan karena
ketakutan psikologis yang timbul. Dengan mengamati pertarungannya orang dapat
melihat bahwa binatang yang ditaklukkan itu adalah sangat gelisah, ia berupaya
untuk menciptakan kebiasaan dan membangun sikap takluk, menciptakan jarak
ketakutan. Revesz, seorang peneliti di bidang sosiologi binatanng lainnya
meneliti tingkah laku kera yang dikandangkan. Dikandang yang diamatinya itu
terdapat seekor kera yang unggul, empat ekor yang lemah, dan seekor anak kera.
Ketika makanan yang dibawa ke kandangnya, yang terjadi mula-mula ialah
perebutan makanan menurut dorongan hati (impulse) masing-masing kera itu.
Tetapi tingkah laku demikian segera membuka jalan bagi situasi di mana kera
yang terkuat mampu memuaskan dirinya sendiri tanpa rintangan, sebagai kera
utama. Kera lain yang rebut makanan yang ada ditepi tiba-tiba rupanya menyadari
dan mengingat hasil pertarungan dan gigitan kera yang terkuat yang terjadi
sebelumnya, sehingga kemudian mereka menghindar ke arah yang berlawanan dan
mengakhiri perebutan makanan itu. Segera setelah hal ini terjadi, anak kera
maju ke depan dan menempatkan dirinya berdekatan dengan kera yang terkuat,
mulai memakan pisang yang tersedia dengan tenang tanpa digigit oleh sang
jagoan. Sepanjang anak kera ini tidak mencampuri persaingan kera yang lain itu,
maka ia menjadi seekor kera yang mendapat bagian dalam kompetisi, maka ia
segera ditaklukkan dan akan sama nasibnya dengan kera lain yang berkompetisi.
Jelas kiranya bahwa dalam setiap situasi yang khas, suatu jarak tertentu
terus-menerus tercipta dengan sendirinya di kalangan kehidupan binatang itu. Di sini jarak ruang pada waktu bersamaan
mengandung jarak ketakutan dan rasa hormat. Jarak obyektif cenderung
dihubungkan dengan kualitas jarak mental.
Ungkapan
bahasa Jerman ‘drei Schritt von Leib’ (tiga langkah dari manusia) digunakan
untuk menandai sikap pemeliharaan jarak dari seseorang menggambarkan dengan
sempurna keadaan masyarakat dimana jarak ruang pada waktu bersamaan
mengungkapkan ketakutan dan rasa hormat.langkah pertama ialah jarak normal
antara anggota dari suatu masyarakat. Jarak dari tiga langkah selanjutnya,
merupakan pemaksaan terhadap orang yang berada di luar kelompok dominan sebagai
tanda dari status yang disubordinasikan di dalam hirarki masyarakat yang ketat.
Jarak yang berlebih ini, yang dapat dipertentangkan dengan keadaan berkurangnya
jarak menggambarkan keintiman. Keintiman yang berhubungan erta dengan keakraban
dan kontak pisik yang terjadi antara individu dalam kelompok, sekali lagi
menunjukkan kenyataan bahwa jarak obyektif cenderung berhubungan erat dengan
kualitas jarak mental.
Selama
berlangsungnya proses diferensiasi, tipe-tipe jarak yang lebih kompleks muncul
dari jarak ketakutan; sebagai contohnya adalah jarak kekuasaan. Jarak
konvensional yang telah berkembang dengan cepat dalam suatu masyarakat sebagai
tanggapan terhadap keperluan akan keamanan pribadi telah berkembang dengan
cepat dalam suatu masyarakat senagai tanggapan terhadap keperluan akan keamanan
pribadi telah berkembng dalam berbagai masyarakat menjadi suatu simbol antar
hungan kekuasaan dan berpengaruh nyata terhadaap hiraarki sosial.
Kita
dapat membedakan tiga jenis jarak. Pertama, jarak yang menjamin terpeliharanya
tata sosial dan hirarki sosial tertentu. Kedua, jarak eksistensial. Ketiga,
jarak diri sendiri, yakni jarak yang diciptakan di dalam diri seseorang
individu tertentu.
4. PEMELIHARAAN HIRARKI SOSIAL
Struktur
hirarkis tata sosial, adanya kelas-kelas dantingkatan dalam kehidupan, dalam
sebagian besar kasus ditunjang oleh sejenis jarak tertentu. Jarak yang jelas
kelihatan di dalam pergaulan sosial dan di dalam penyelesaian obyek kultural
yang dimiliki masyarakat, memelihara suatu stratifikasi sosial melalui
peralatan mental yang cenderung menggantikan kedudukan kekuasaan. Sistem
berpakaian yang sangat canggih dan tatakrama, gaya berbicara, sikap dan adat kebiasaan,
dapat dipergunakan untuk memelihara jarak antara kelompok penguasa dan oraang
yang dikuasainya. Tugas tersembunyi sistem tersebut ialah untuk menciptakan
jarak dan dengan demikian untuk mengawetkan kekuasaan minoritas penguasa.
Jarak
digambarkan dengan sendirinya oleh bentuk pergaulan sosial dan oleh jarak obyek
tertentu dalam lingkungan kebudayaan masyarakat tertentu. Pergaulan sosial,
dapat terbentuk dalam dua cara. Pertam, dengan membatasi atau meniadakan
kerjasama antara dua kelompok penguasa dan yang dikuasai. Misalnya dengan
melarang perkawinan campuran antara aanggota kedua kelompok atau dengan
memantangkan makan bersama pada satu meja atau dengan memantangkan makan suatu
sistem kebiasaan yang canggih, yang menonjolkan jarak antara strata masyarakat
yang berbeda.
Melalui
penyatuan mayoritas orang yang tertindas secara mendadak, maka setiap kelompok
penguasa dapat digulingkan. Karena itu prinsip memecah-belah dan kemudian
menguasai-devide and rule-selalu diikuti oleh kelompok penguasa dan bila
pelaksanaan prinsip ini berhasil baik maka stabilitas sistem sosial yang ada
akan terjamin. Namun demikian bukan hanya pergaulan sosial dimana masing-masing
strata sosial dan antara strata sosial yang berbeda saja yang dikendalikan oleh
jarak sosial itu. Obyek-obyek sosial dan lingkungan kultural pun dijaga
jaraknya dengan cara yang sama. Jika kita mengamati masyarakat yang berbeda dan
bertanya kepada diri sendiri: apakah yang dapat membuatnya mempunyai jarak,
maka kita akan menemukan bahwa di keduanya terdapat baik manusianya seperti
pemimpin dan raja maupun obyek-obyeknya seperti barang peninggalannya. Dalam
masyarakat primitif mislanya, sifat ke-Tuhanan dari para pemimpinnya atau
rajanya sebagian besar dipelihara melalui upacara seremonial yang rumit yang
dapat melindungi pemimpin atau raja itu dan memisahkan mereka dari rakyat yang
diperintahnya. Tokoh ‘orang suci’ sebaliknya menjadi orang yang dikeramatkan
terutama karena ia meningkatkan jarak dan dengan demikian mengisolasikan
dirinya dari pengikutnya. Selanjutnya pepatah-petitih dan peribahasa dapat
sipisahkan dari pemakaian sehari-hari menjadi mantera-mantera, seperti kalimat
yang dipetik dari kitab suci oleh seorang pendeta. Orang juga dapat memisahkan
institusi dan organisasi atau bidang kehidupan dan aktifitas seperti kesenian
atau hari libur.
Ada
kesamaan antara jarak sosial dan jarak obyek dari lingkungan kultural.
Peningkatan nilai tertentu secara palsu dan menjaga jarak dalam kebiasaan
sehari-hari ditopang oleh sistem yang sama. Ide kekesatriaan seperti
kepahlawanan dan sopan santun, meningkatkan dan memisahkan pola perilaku
tertentu dan meningkatkan kebutuhan yang tak dapat dipenuhi oleh orang
kebanyakan. Jadi ide tersebut mempunyai fungsi sosial yang sama dengan jarak
yang berperan dalam pergaulan sosial.
Evolusi
demokrasi ditandai oleh kecenderungan baik dengan mengurangi jarak atau dengan
mengubah metode pengambilan jarak. Sementara dalam masyarakat pra-demokrasi
peraturan-peraturan keras menentukan cara-cara berpakaian yang boleh dikenakan
oleh tingkat sosial yang berbeda, maka masyarakat demokrasi mengganti sistem
yang usang itu dengan ‘mode’. Bertingkahlaku dan bergaul menjadi lebih bebas.
Suatu proses penyamarataan ke atas dan ke bawah dikembangkan dan kebebasan
menonjolkan diri untuk sebagian besar menggantikan peraturan seremonial
tradisional. Hambatan terhadap kebebasan menonjolkan diri, juga dapat
dipergunakan sebagai alat untuk mempertahankan jarak sosial. Dengan demikian,
orang yang berada pada kedudukan yang lebih tinggi dapat membatasi diri mereka
sendiri untuk mengawetkan jenis tingkah laku martabat tertentu.
5. JARAK EKSISTENSIAL
Jarak
sosial jenis ini dapat diamati jika kita mengenyampingkan seluruh tindakan
pengambilan jarak yang berasal dari pergaulan sosial. Dengan demikian akan
terdapat suatu bentuk jarak tertentu yang lain dari jenis jarak sosial yang
dapat ditunjukkan melalui contoh berikut. Jika seorang wanita dari kalangan
yang sederhana mengunjungi seorang pendeta demi untuk maksud pengakuan dosa,
maka baginya pendeta itu bukanlah sebagai seorang yang khas tetapi merupakan
suatu kepribadian yang mencerminkan kemampuan untuk meningkatkan status sosial.
Namun pada waktu bersamaan, wanita itu mungkin pula dipengaruhi oleh rasa
keakrabannya terhadap si pendeta atau oleh perasaannya sendiri yang merasa
sedemikian renggangnya dengan pendeta itu. Perasaan terakhir inilah yang kita
sebut sebagai jarak eksistensial itu. Tetapi kedua topeng individual biasanyaa
berpengaruh secara serentak. Proses demokratisasi lazimnya cenderung mengurangi
jarak sosial dan membuka hubungan eksistensial yaang murni antara manusia.
Perbedaan-perbedaan
eksistensial merupakan suatu antara hubungan antara individual yang lahir
secara eksklusif dari kualitas kejiwaan manusia. Perbedaan eksistensial ini
terlihat ketika seseorang sekonyong-konyong menyadari keintiman dirinya dengan
orang lain, dan ia mengadakan kontak yang erat dengan batinnya yang paling
dalam. Jarak eksistensial ini dalam sebagian besar masyarakat sejak lama
dikacaukan dengan jarak sosial, mislanya dalam masyarakat berkasta. Kelahiran
individualisme akhirnya merobek topeng sosial dari manusia.
6. PENCIPTAAN JARAK DALAM KEPRIBADIAN
TUNGGAL
Seorang
individu dapat berada sedemikian dekatnya atau jauh dari kepribadian sebenarnya
yang dimilikinya, sama seperti ia juga dapat merasa dekat atau jauh dari
kepribadian orang lain. Kita dapat mengamati dari dalam diri seseorang individu
fenomena yang menunjukkan jauh-dekatnya seseorang dari kepribadiannya sendiri,
yang dengan tiba-tiba kepribadiannya itu menjadi asing bagi dirinya sendiri.
Abad demokrasi telah merusak jarak sosial, namun dengan demikian penonjolan
jarak eksistensial menjadi lebih besar. Pengasingan diri sendiri yang terdapat
dalam situasi kultural tertentu merintangi penonjolan diri sendiri secara
individual.
Pengambilan
jarak adalah suatu faktor yang amat penting dalam mengubah struktur kekuasaan
menjadi pola mental dan kultural. Sejaraah telah menunjukkan bahwa perubahan
dalam gaya kultural berhubungan erat dengan perubahan dalaam struktur
kekuasaan. Sosiologi kultural membahas masalah ini secara terperinci dan telah
menemukan bagaimana organisasi kekuasaan dalam berbagai jenis perkembangan
sejarah berpengaruh terhadap berbagai bentuk jarak mental.
BAB 1V
ISOLASI
1.
FUNGSI SOSIAL DARI ISOLASI
Isolasi adalah situasi marjinak
kehidupan sosial. Situasi ini meniadakan kontak sosial. Bentuk isolasi yang
paling sederhana diciptakan oleh rintangan alam seperti
pegunungan,sungai,lautan,hutan,atau padang pasir. Rintangan alam sering
mempertahankan isolasi. Baik individu maupun kelompok dapat terisolasi, dan
akibat terpentingnya ialah timbulnya individualisasi dan perlambatan
perkembangan.
Setiap individu atau kelompok yang
terkecil dari hubungannya dengan individu atau dengan kelompok lain cenderung
berkembang menjadi individu atau sebuah komunitas yang menyimpang atau berbeda
dengan yang lain. Dikatakan demikian
karena individu atau kelompok itu hanya akan menyesuaikan diri mereka sendiri
dengan kondisi mereka yang khas itu saja tanpa saling mempengaruhi dan saling
memberi kesan kapada individu atau kelompok lain. Akibat dari ketiadaan kontak
dengan pihak lain itu maka individu atau kelompok yang bersangkutan tidak
mengetahui perubahan dan perkembangan yang terjadi pada individu atau pada unit
sosial yang lain. Suatu fenimena yang kita sebut `perubahan yang tidak
proporsional` muncul karena tak adanya kontak dengan pihak lain itu. Kontak
sosial berperan kurang lebih sama seperti kontak antara benda-benda fisik
dengan tingkat panas yang berbeda. Setiap benda sejenis yang kontak dengan
derajat panas tertentu yang sama, akan mendapat derajat panas yang sama pula.
Hal serupa dapat pula terjadi pada kelas-kelas sosial. Kontak yang sering
terjadi antara kelas bangsawan dengan kelas menengah cenderung menyebabkan
mereka dalam berbagai hal menjadi serupa atau paling sedikit mengurangi
ketidaksamaan yang ada diantara mereka. Sebaliknya isolasi dan pengambilan
jarak,meningkatkan perbedaan-perbedaan orisinil di antara mereka dan mengindividualisasikan
mereka. Kejadian seperti ini jelas terlihat dalam komunitas desa yang
diisolasikan oleh pegunungan atau oleh rawa yang luas. ini juga terjadi
terhadap individu yang mengasingkan diri dari pergaulan dengan orang lain dan
yang dikucilkan oleh orang lain. Individu atau kelompok yang mengalami hal
demikian akan menjadi individu atau kelompok yang “ asing” atau “aneh”.
Isolasi telah terjadi dalam proses
evolusi dunia binatang, dan memberikan sumbangan berharga terhadap terciptanya
berbagai spesis binatang. Adaptasi spesis-spesis seperti itu berhubungan erat
dengan adaptasi organisme tertentu terhadap berbagai kondisi geografis. Hal
serupa juga terlihat didalam kehidupan kelompok dan evolusi dan sosial. Sebagai
contoh, jika kelompok penggembara atau domaden dikumpulkan dan dimukimkan pada
suatu tempat tertentu. (sehingga sepintas lalu dapat dikatakan sebagai suatu
kesatuan kelompok) maka hasil yang terlihat dari hasil pemukiman itu adalah
bahwa masing-masing sub-kelompok memisahkan diri satu sama lain dan tanpa
mengadakan kontak untuk jangka waktu relatif lama, dan baik kebiasaan mereka
maupun logat bicara mereka tetap berbeda. Demikian itulah, dialek muncul,
sangat mirip dengan kemunculan-kemunculan spesis-spesis dan jenis-jenis dalam
kehidupan binatang. Jadi individualisasi dan spesialisasi merupakan salah satu
kemungkinan yang diakibatkan oleh isolasi.
Kemungkinan akibat isolasi yang lain
adalah perlambatan. Jelas sekali bahwa sejumlah pengisolasian tertentu
diperlukan untuk setiap jenis indidualisasi. Individu adakalanya mengasingkan
diri dari pergaulan masyarakat, mengundurkan diri kedalam dirinya sendiri, jika
keperibadiannya akan dipertahankan dari keretakan dan keterputusan dan hendak
dipelihara keutuhannya. Tetapi jika individu secara sempurna memisahkan diri
dari pergaulan masyarakat, maka perlambatan perubahan evolusinya dapat
diperkirakan akan terjadi.
Demikian pula pembentukan ras yang
berhasil atau mempertahankan jenis keturunan binatang tertentu memerlukan suatu
perselangselingan antara periode endogami, dalam periode dmana karakter
dibentuk, dan periode eksogami dalam dalam mana tenaga baru diturunkan.
Sekte-sekte yang bertahan hidup
ratusan tahun karena mengisolasikan diri dari orang dan kultur lain, adalah
suatu contoh dari kaidah bahwa isolasi mengembangkan kestabilan jenis.
Sebaliknya, percampur-adukan keturunan seperti yang terjadi di Amerika Utara,
memperlihatkan bahwa berkurangnya isolasi tertentu, menciptakan suatu
keanekaragaman yang besar dan ketidakstabilan jenis. Seperti di atas, inti
isolasi ialah pengurangan kontak. Dalam seksi 1 ini kita menyederhanakan
pembahasan terhadap bentuk-bentuk isolasi yang rumit itu pada batas
proses-prosesnya yang mendasar saja. Dalam analisa berikut ini akan dicoba
menemukan apa yang berbagai penyebab yang menciptakan isolasi dan menditeksi
apa akibat-akibat yang dapat ditimbulkan dari berbagai bentuk isolasi itu.
2. BERBAGAI JENIS ISOLASI SOSIAL
Ada dua jenis utama isolasi sosial:
isolasi ruang dan isolasi organik. Isolasi ruang, dapat dipaksakan dari luar
dengan meniadakan kontak seperti yang terjadi ketika seseorang dikucilkan dari
pergaulan komunitasnya atau dipenjarakan. Akibatnya,individu akan tercabut dari
perlindungan kelompoknya atau dalam kasus seekor binatang,akan terlepas dari
gerombolannya. Sangat menarik bahwa seekor binatang jantan pemimpin
gerombolannya jika terpisah dari sgerombolannya terkenal dikalangan pemburu
sebagai binatang buruan yang sangat ganas dan berbahaya. Ia menjadi lebih
agresif dan lebih ganas dari pada binatang yang tetap kontak dengan
gerombolannya. Hal yang agak mirip terjadi pada diri orang yang dikucilkan atau
dipenjarakan,dan hingga derajat tertentu juga terjadi pada orang asing yang
berada dalam suatu masyarakat yang bukan lingkingannya sendiri,memperlihatkan
kecenderungan lebih besar untuk bertingkahlaku anti sosial. Menarik
pula,dijerman istilah untuk menyatakan perasaan `tidak senang` atau
`menyedihkan`dan istilah untuk menyatakan `hidup diluar negeri` mempunyai akar
kata yang sama. Tingkahlaku anti sosial dan kadang-kadang juga kehausan untuk
membalas dendam adalah khas merupakan akibat mental dari hukuman penjara dalam
kurungan, yang merupakan bentuk ekstrim dari pengucilan yang dipaksakan. Banyak
orang yang berkemauan baik,yang dipengaruhi oleh tradisi,agama dan pandangan
moral di awal abad ke 19 mengira bahwa pemenjaraan dalam kurungan dan kesepian
yang ditimbulkannya, dapat memperbaiki karakter narapidana,dan akan memudahkan
upaya mengubah mereka menjadi orang-orang baik kembali. Padahal akibat
pemenjaraan itu jelas terlihat dalam sebagian besar kasus keadaan mental yang
murung,homosek,kadang-kadang juga halusinasi dan kebiasaan tingkahlaku anti
sosial.
Yang dimaksud dengan isolasi organik
ialah gejala keterasingan yang disebabkan bukan karena ketiadaan kontak yang
dipaksakan dari luar,melainkan karena ketiadaan kontak yang disebabkan karena
kecatatan individu seperti kebutaan dan ketulisan. Akibat penting kecatatan
seperti itu ialah kurangnya pengalaman bersama tertentu dengan semua orang
normal. Beet hoven mengatakan: `kecatatan saya memaksa saya hidup dalam
pengasingan`. Akibat kecatatan organik sangat mirip dengan kecatatan sosial
seperti perasaan malu yang berlebih-lebihan curiga,inferior atau superior dan
kesukaan menonjolkan kepintaran diri sendiri (kecatatan terakhir ini
selanjutnya disebut :keminter ). Penyimpangan sosial tersebut diatas baik
merupakan akibat maupun merupakan gejala dari isolasi sebelumnya dan ia
menciptakan isolasi sebagian. Akibat keterbatasan pengalaman serupa itu adalah
bahwa orang yang tuli,buta dan pemalu,jarang mendapatkan jawaban yang sempurna
dari orang yang normal. Mereka terhalang dalam setiap komunikasi umum. Mereka
dicurigai atau mencurigai,lekas marah dan dengan demikian mereka juga kurang
mempunyai kesempatan untuk mendapatkan teman dan sahabat yang sesuai dengan
mereka. Akibat selanjutnya dari keterbatasan pengalaman ini ialah sempitnya
pergaulan orang cacat itu,hanya sampai pada batas lingkungan orang tertentu
saja. Kesemuanya ini dapat mendorong orang kepada sikap pasrah: individu itu
mungkin menyerah saja kepada nasib untuk mendapatkan posisi yang normal atau
mungkin juga menjadi seorang yang patah hati dan patah semangat, yang menerima
peranannya dari bayangan perasaan inferior. Hasil lainnya yang sering terjadi
dari situasi demikian ialah `kompensasi` dan mungkin pula mengenbangkan
perasaan superrior-kompleks. Orang seperti itu mungkin merasakan bahwa `tak
seorangpun yang cukup baik terhadap saya`.
Kompleks-kompleks demikian
berhubungan erat dengan sifat suka menonjolkan ilmun atau kepintaran diri
sendiri. Orang keminter seperti itu adalah orang yang hanya merasa dirinya
sendiri sajalah yang aman karena ia berada dibawah perlindungan dan bimbingan
yang terandal. Keteraturan dan kebersihan bagi orang seperti itu dapat berarti
sebagai suatu proteksi terhadap perselisihan yang tak terduga,bentrokan dan
kritik. Keminter kebanyakan merupakan gejala yang menandakan rasa takut
terjerumus ke dalam situasi yang tidk diinginkan. Dengan demikian sang keminter
ini mencoba merumuskan setiap situasi menurut caranya sendiri. Ketelitiannya
sering dianggap sebagai suatu bentuk penyimpangan dari nilai kerjasama. Apa
yang menjadi keistimewaan si keminter ini ialah tekanan psikologis,kekacauan
berpikir dan kesenangan terhadap ketelitian.
Perasaan malu menurut pengertian
sosiologi adalah sejenis isolasi sebagian yang timbul dari ketidak-mampuan
menciptakan tanggapan yang memadai dalam bidang kehidupan tertentu. Perasaan
ini kebanyakan adalah akibat dari goncangan jiwa ini sering terjadi
kanak-kanak. Goncangan jiwa ini sering terjadi anak-anak mulai meninggalkan
pergaulan dengan lingkungan keluarga dan tetangganya dan memasuki dunia antar
hubungan sekunder. Sejenis kegoncangan jiwa (trauma) sebagai akibat dari
perubahan lingkungan pergaulan dari kelompok primer ke kelompok sekunder
demikian itu,dan gangguan kepribadian kronis sebenarnya dapat diteliti. Bibit
perasaan malu yang berkelebihan itu dapat dilihat melalui antara hubungan yang
akrab dengan anak-anak berusia sekitar 5 tahun.
Perasaan malu yang berlebih-lebihan
yang mula-mula hanya muncul kadang-kadang saja cenderung kemudian dibiasakan
dan dapat menciptakan seluruh gejala isolasi sebagian. Tahap awal gangguan
terhadap kemampuan sosial demikian dapat ditemukan pada anak-anak kecil dan
kemudian dapat muncul sebagai suatu kegelisahan yang lazim dalam menghadapi
setiap situasi baru. Perasaan demikian timbul,misalnya disaat akan menghadapi
ujian atau di dalam kelas ketika anak takut takkan dapat menjawab pertanyaan
yang tak terduga dari gurunya. Jika sikap ini di alihkan kepada tingkat
perkembangan anak selanjutnya,maka sikap ini dapat menyembunyikan bahkan
menghilangkan kepercayaan terhadap diri sendiri dan ketegasan yang wajar dari
individu. Seseorang yang mempunyai kepribadian tak seimbang, sering mencoba
mengkompensasikan dirinya dengan berbagai cara. Atau jika keluarganya menyokong
ketidak-munculannya,maka biasanya kompensasi itu muncul melalui peledakan
perasaan,kadang-kadang dengan mencari kelembutan, kasih sayang yang berlebihan
terhadap orang lain dan dengan pengungkapan emosi yang hebat lainnya yang
serupa.
Jenis lain isolasi sebagian itu
timbul ketika suatu kemampuan normal untuk mengadakn kontak sosial tak dapat
menemukan lingkungan sekitarnya yang cocok yang diperlukan untuk situasi
seseorang gadis tua atau perjaka tua yang kadang-kadang membujang sebagai
akibat sikap pemalunya yang berlebih-lebihan. Orang yang dalam situasi demikian
akan mencari suatu pemuasan bagi kerugian yang mungkin dialaminya dalam kehidupan
pribadiannya dan dalam kehidupan sosialnya dengan mencari suatu kegiatan sosial
yang bermanfaat,melalui persahabatan,latihan sepiritual bagi yang mampu
melaksanakannya atau mungkin melalui pemeliharan binatang dan mempertahankan
sentimental.
3. BENTUK-BENTUK KERAHASIAAN PRIBADI
Kerahasiaan pribadi (privacy) juga
mencerminkan tipe isolasi sebagian tertentu. Kerahasiaan pribadi secara tak
langsung menyatakan bahwa ruang lingkup inti pengalaman pribadi kita dilindungi
dari pengaruh kontak sosial. Orang moderen sering mencoba untuk menyembunyikan
sebagian dari kepribadiannya terhadap kontrol publik. Disini kita berbucara
tentang kerahasiaan pribadi kita sendiri.
Kita dapat melihat suatu
perkembangan yang serupa pada latar belakang sosial dan politki ketika kita
mengamati bagaimana negara liberal moderen menahan diri untuk tidak mencampuri
dan mengganggu urusan pribadi individu warganya,sejauh mungkin di pantangkan
mengatur dan mengendalikan keyakinan pribadi, kesadaran pribadi dan
perasaan-perasaan yang bersifat pribadi. Atau dalam kehidupan kota moderen kita
melihat perlindungan kehidupan pribadi warga kota dari penilaian publik.
Kehidupan masyarakat desa tak mengenal adanya baik privasi internal maupun
privasi eksternal demikian. Kehidupan masyarakat desa sebagai keseluruhan
biasanya menyangkut pula kehidupan rumah-tangga dan kehidupan perseorangan
petani. Kontrol publik menyelusup sampai jauh ke dalam setiap sudut yang
tersembunyi sekalipun dari kehidupan kekeluargaan individu. Kenapa demikian?
Yang jelas karena dalam komunitas primitif,jarak antara kegiatan seorang
individu berhubungan erat dengan bidang kegiatan keseluruhan komunitas.
Pemisahan sosial,penyembunyian kepribadian seorang dalam kehidupan kelompok
demikian itu teramat sulit. Gilda di kota-kota abad pertengahan sama-sama dapat
mengontrol sebagian besar aktivitas eksternal dari setiap individu yang menjadi
anggotanya,seperti pengungkapan kepercayaan agama,aktivitas
profesional,bentu-bentuk pergaulan,aktivitas artistik,upacara penguburan dan sebagainya
organisasi moderen seperti perserikatan profesionel (misalnya:korpri,IDI atau
perusahaan,hanya menyentuh sebagian bidang tertentu saja dari kehidupan
individu. Kemungkinan untuk menyembunyikan kerahasiaan pribadi dalam kehidupan
organisasi moderen ini jauh lebih besar dan dengan menyenbunyikan kan maka
manusia moderen berhasil mengisolir sebagian dari kepribadiannya. Isolasi ini
berarti memperkuat individualisasi.
Gerakan keagamaan seperti
protestantisme dan puritanisme,menampilkan suatu kecenderungan untuk mengubah
agama publik menjadi agama pribadi dan menjaga agar supaya bagian-bagian
tertentu dari kepribadian orang, aman dari campur tangan dari luar. Puritanisme
juga mencerminkan tendesi yang mengutuk pemberitaan dan meningkatkan penilaian
terhadap urusan pribadi dan pengalaman pribadi individu. Proses penciptaan
kerahasiaan pribadi ini bermula melalui perubahan-perubahan eksternal seperti
pemisahan urusan rumahtangga dari urusan dinas atau urusan kantor. Warga kota
di penghujung abad pertengahan atau di zaman Renaisan,karena makin kaya,mampu
menyediakan satu kamar untuk masing-masing anggota keluarganya dalam satu rumah
yang dipergunakan oleh masing-masing anggota keluarga itu untuk keperluannya
sendiri. Ruangan pribadi ini menjadi lingkungan eksternal pertama yang
menciptakan seperangkat sikap dan paresaan yang kini kita sebut privat itu dan
ini adalah satu bentuk individualisasi.
Di sini kita harus membedakan dengan
tegas antara sikap yang berhubungan erat dengan kontak primer, kontak-kontak
yang intim, dan sikap yang berhubungan erat dengan kerahasiaan pribadi.
Kerahasiaan pribadi adalah sejenis pengisolasian dalam dunua ke hidupan
keluarga atau di dalam kelompok primer yang lain. Ini merupakan suatu cara
melepaskan diri dari kelompok sosial di mana pengendalian kelompok sangat dekat
terhadap individu. Kerahasiaan pribadi sangat membantu dalam menciptakan
individualisasi. Kerahasiaan pribadi ini memelihara kecenderungan ke arah
individualisasi enternal. Salah satu akibat utama kerahasiaan pribadi ini ialah
terciptanya standar norma ganda dari kesadaran orang, baik norma hukum maupun
norma moral. Akibat lainnya ialah munculnya standar ganda dalam pengalaman
terhadap waktu. Pengertian waktu yang dimaksud di sini bukanlah perjalana waktu
secara kronologis yang dapat diukur dengan bantuan suatu skala obyektif, tetapi
ialah cara yang menyadarkan kita terhadap waktu di dalam inti pengalaman kita.
Inti pengalaman kita terhadap waktu,
sebagian besar diarahkan kepada pengalaman kolektif. Sejauh kita akrab dan
berhubungan erat dengan sesama manusia melalui tujuan-tujuan bersama,maka
ketegangan yang tertanam dalam perjuangan bersama itu membedakan waktu dalam
suatu cara kolektif bagi setiap peserta perjuangan bersama itu. Orang yang
bekerja bersama-sama untuk mencapai hasil bersama, mengukur waktu menurut
aktivitas bersama mereka. Artulasi dari peristiwa seperti juga waktu, mula-mula
diarahkan kepada tujuan bersama itu. Tetapi kerahasiaan pribadi memisahkan
pengalaman individu tertentu dari komunitas,dan inti pengalaman individu
menjadi terpisah dari dunia luar. Sebagai akibatnya, inti waktunya terpisah
dari waktu komunitas. Perlu di ingat bahwa evolusi yang tidak proporsional
menciptakan individualisasi dan pengalaman ditunjukkan ke dalm diri sendiri.
Oleh karena adanya kerahasiaan yang bersifat pribadi dan personal,maka keduanya
tidak sama dan sederajat. Diskriminasi yang teliti dari pengalaman yang
berhubungan erat dengan pemusatan perhatian dan pemikiran terhadap diri sendiri
menjadi sumbr dari puisi-puisi yang bersifat subyektif dan menjdi sumber
sunyektivisme pada umumnya.
Bahaya privasi yang berlebih-lebihan
ialah bahwa dalam keadaan demikian dapat mendorong kearah terbelahnya
kepribadian. Dunua kesadaran terdalam dari privasi dan dunia aktifitas bersama,
kehilangan hubungannya dan karena itu orang lalu hidup dalam dua dunia yang
saling terpisah. Kretschmer dan shelddon menyatakan bahwa gejala penyakit jiwa
dalm bentuk kesukaan mengasingkan diri (schizofrenia) ini sebagai salah satu
ciri dari aliran psikoanalisa mereka.
Privasi tentu saja juga mempunyai
makna produktif bagi kultur, jika ia tidak menampilkan isolasi absolut tetapi
hanya suatu isolasi sebagian. Aspek privasi yang bermanfaat ini telah di
selidiki oleh pemimpin suatu gerakan keagamaan. Hasilnya ternyata bahwa biara
bagi rahip-rahip merupakan suatu alat untuk menciptakan kondisi eksternal
tiruan yang dapat memelihara difasi mereka. Mereka yang hidup dalam biara
demikian biasanya adalah orang yang suka `menyendiri`. Peraturan dikalangan
biara ini mengandung anjuran untuk menghindarkan setiap kontak eksternal. Biara
dan peraturannya itu membantu menciptakan kesamaan bidang pengalaman bersama
yang bersifat tiruan. Tujuan yang sama dilanjutkan oleh peraturan biara yang
berhubungan dengan pekerjaan pada waktu senggang. Didalam biaralah kita dapat
menemukan suatu perasaan keagamaan subyektif yang murni. Perasaan seperti itu
merupakan salah satu bentuk awal dari individualisasi yang dibantu
perkembangannya oleh privasi.
BAB V
INDIVIDUALISASI
Kerahasiaan pribadi (privasi)
hanyalah satu bentuk individualisasi. Banyak jenis kekuatan sosial yang
membantu perkembangan individualisasi, yang dimaksud individualisasi ialah
proses sosial yang cenderung menyebabkan individu kurang lebih terlepas dari
kelompoknya dan yang menciptakan di dalam dirinya suatu kesadaran diri sendiri
mengenai miliknya diri sendiri.
Dalam menganalisa bagaimana proses
individualisasi berlangsung, maka dua kesalahan konsepsi perlu dikoreksi
terlebih dahulu. Pertama, bahwa individualisasi ialah proses yang semata-mata
dibantu oleh individu itu sendiri. Ini didasarkan atas asumsi bahwa seseorang
membebaskan atau kurang bebas sama sekali dari pengaruh kelompoknya, hanya
dengan menggunakan kualitas mental. Kekeliuruan konsepsi kedua didasarkan atas
asumsi bahwa individualisasi terutama adalah proses mental atau spiritual yang
tersebar melalui ide-ide umum dari satu periode waktu atau tempat tertentu.
Jika ahli sejarah misalnya berbicara mengenai Renaisan maka mereka mengumpulkan
kalimat-kalimat yang membuktikan bahwa suatu penilaian baru terhadap
individualitas telah muncul pada waktu tertentu dan kemudian menunjukkan bahwa
ide itu swcara berturut-turut diterima oleh kelompok lain dan oleh individu
lain. Upaya sosiolog tidak hanya sekedar mempelajari bahwa ide demikian itu ada
pada waktu tertentu tetapi berupaya pula menemukan bagaimana ide itu timbul.
Kita dapat bertanya kepada diri kita sendiri,kekuatan-kekuatan sosial apa saja
yang menimbulkannya di dalam lingkungan yang lebih sempit dan perangkat
pengaruh sosial yang bagaimana yang mempersiapkan kelompok manusia yang lebih
besar menerina ide-ide itu. Ide itu biasanya hanyalah merupakan ekspresi mental
belaka dari proses individualisasi,yang dasar-dasarnya telah dipersiapkan oleh
perubahan sosial yang cenderung mengarahkannya. Di tengah-tengah jaringan
sosial baru yang demikian itu diungkapkan ide-ide yang memperkuat dan yang
secara meyakinkan membentuk situasi baru tetapi ide-ide itu sendiri tidak
menciptakannya ketika saya mengatakan bahwa di setiap situasi sosial terdapat
seperangkat kekuatan sosial, di dalam situasi mana individualisasi cenderung
bekerja,saya menyadari bahwa periode waktu tertentu seperti Renaisan atau
periode Rasionalisme abad ke 18 dan liberalisme abak ke 19 membantu kelangsungan
proses individualisasi sedemikian besarnya dibandingkan dengan periode sejarah
lainnya.
Untuk menghindarkan kebingungan
terhadap berbagai jenis individualisasi,maka saya akan memulai dengan
menjelaskan perbedaan bentuknya dan mencoba menemukan kekuatan sosial yang
spesifik yang menunjang masing-masing bentuk tersebut.
Saya membedakan empat aspek utama
individualisasi,masing-masing sebenarnya masih dapat dipecah lagi menjadi
beberapa sub-aspek.
1. Individualisasi sebagai proses
menjadi berbeda dari orang lain.
2. Individualisasi pada tingkat bentuk
baru dari penghormatan terhadap sikap sendiri: baik melalui kesadaran terhadap
ke unukan dan kekhasan kepribadian orang lain maupun melalui jenis penilaian
baru terhadap diri sendiri atau pengaturan diri sendiri.
3. Individualisasi dari
keinginan-keinginan,yakni mengindividualisasikan hubungan dengan obyek.,
4. Individualisasi sebagai sejenis
perenungan ke dalam diri kita sendiri, yakni sejenis pemusatan perhatian dan
pemikiran terhadap diri sendiri (intriversi) yang secara tak langsung
menyatakan penerimaan pengalaman yang kita miliki sendiri dan meningkatkan
kekuatan individualisasi di sekitar dan di dalam diri kita sendiri. Ini juga
dapat dijelaskan sebagai tindakan tidak menyingkapkan dimensi yang terdalam
dari kehidupan seseorang.
Dengan demikian,keempat aspek utama
individualisasi itu adalah : menjadi berbeda ; munculnya jenis penilaian baru
terhadap kekhasan kepribadian diri sendiri ; individualisasi melalui obyek; dan
pemasukan kekuatan individualisasi. Keempatnya merupakan fenomena yang berbeda.
1. PROSES MENJADI BERBEDA.
Perbedaan eksternal dari tipe dan
individual menyebabkan terbentunya kelompok baru dimana ciri-ciri baru ini
biasanya di ungkapkan. Munculnya kelompok baru ini dipercepat oleh adanya
pembagian kerja dan dan pembagian fungsi. Pembagian fungsi ini menyebabkan
perkembangnya ciri-ciri profesional. Kelompok baru serupa itu sedikit banyak
memungkinkan individualitas dalam keanggotaannya menurut intensitas dan volume
organisasi dan peraturan internal. Bahkan misalnya perbedaan antara tenaga
kerja ahli dan tenaga kerja pelaksna dalam suatu pabrik. Tenaga kerja ahli
bekerja dengan ketrampilan teknik dan dengan peralatan tersendiri sehingga
dengan demikian menjadi lebij individualis. Dalam pabrik ada kecenderungan
pengaturan kerja secara impersonal. Faktor sosial berikutnya yang menimbulkan
tipe diferensiasi eksternal dan tipe individual adalah akibat dari keterbatasan
kontak,karena orang yang dalam keadaan demikian itu akhirnya terhalang untuk
menyesuaikan diri terhadap kondisi yang berubah.
Dalam masyarakat cina kuno, tindakan
orang dalam keseluruhan hubungannya telah ditetapkan secara pasti oleh ajaran
konghucu. Dalam kehidupan rumah tangga misalnya, peraturan tingkah laku seorang anak terhadap bapaknya
atau si isteri terhadap suaminya, atau seorang adik terhadap kakak
laki-lakinya, telah ditetapkan dengan pasti. Aturan tingkah laku ini terang
mempengaruhi kesempatan-kesempatan yang terbuka bagi anggota kelompok, dan dalam
kenyataan kehidupan yang sesungguhnya dari anggota kelompok. Sebaliknya,
demokratisasi dalam pengertian yang seluas-luasnya di bidang politik, ekonomi
dan pedagogik berperan sangat kuat dalam mengarahkan terciptanya tindakan yang
spontan dan tindakan yang tidak tradisional. Kompetisi secara bebas juga
mendorong individu menyesuaikan dirinya sendiri terhadap situasi khususnya
sendiri, untuk mengambil inisiatif dan tidak menunggu perintah atau tidak lebih
senang diperintah. Khususnya unit sosial yang kecil, jika diorganisir menurut
cara-cara demokratis dapat mendorong pertumbuhan kepribadian. Unit sosial yang
kecil seperti itu terdapat di wilayah Swiserlan bagian tengah, dalam komune
merdeka abad pertengahan dan dalam sekte-sekte keagamaan. Hal yang serupa juga
terdapat pada kelompok-kelompok pendidikan yang terorganisir secara demokratis
seperti universitas di abad pertengahan memudahkan upaya secara individual dan
upaya pengambilan keputusan.
Satu contoh yang nyata dari kulit
luar suatu situasi yang tidak berpola terlihat dalam kasus pionir atau pedagang
yang bertualang meninggalkan kampung halaman mereka dengan tujuan menaklukan
daerah baru, atau untuk menciptakan pasar baru, atau sama seperti pemuda atau
pemudi yang melepaskan diri mereka dari perlindungan keluarga mereka untuk
mencari sumber penghidupan di tempat baru. Tetapi kompetisi di dalam kehidupan
kelompok mendorong setiap orang untuk bertindak menurut kepentingan
individualnya dan untuk mengintegrasikan kembali situasi dirinya sendiri.
Perkembangan prises individualisasi
selanjutnya dibantu oleh peningkatan mobilitas sosial,terutama oleh mobilitas
sosial vertikal yang memungkinkan seseorang tampil pada skala sosial sebagai
individu,dan tidak hanya sebagai seorang anggota belaka dari kelompoknya. Di
dalam situasi demikian itu adalah perlu bagi keberhasilannya untuk membebaskan
dirinya sendiri dari prasangka kelompoknya,meskipun mungkin kemudian ia
menyesuaikan diri juga dengan prasangka kelompok lain. Mobilitas horizontal
terlihat misalnya dalam pengembaran individu, yang secara tak langsung
menyatakan keperluannya untuk membuang sudut pandangan kelompok kecilnya yang
sudah usang. Bagaimana, dalam kasus ini terdapat kemungkinan baginya untuk
mengenali sama sekali dirinya sendiri melalui kelompok baru dan melalui cara
ini ia di paksa untuk menemukan pandangannya sendiri secara bebas. Jika
seseorang menggabungkan diri dengan kelompok oposisi, maka orang itu akan
kehilangan pandangannya yang asli dan mencoba mempelajari dan menerima
pandangan orang lain.
Situasi seseorang sebagai `orang
asing`, apakah secara relatif atau secara mutlak mempunyai pengaruh
individualisasi yang serupa. Contoh keterasingan secara relatif demikian adalah
anak kecil yang diterlantarkan keluarganya atau pemimpin golongan minoritas di
dalam suatu kehidupan kelompok,sedangkan contoh ketersaingan secara absolut
adalah orang yang diusir atau dibuang dari lingkungan kelompoknya dan orang
asing yang tidak berasimilasi. Awal dari kehidupan Hitler, lenin, dan T rotsky
atau stalin memperlihatkan sejumlah situasi outsider demikian itu.
Situasi sosial terakhir yang
diperlihatkan dalam kaitannya dengan individualisasi sebagai suatu`proses
menjadi berbeda` adalah melarikan diri dari kontrol sosial satu kelompok kepada
kontrol sosial kelompok yang lain. Dalam setiap kelompok terdapat perbedaan
sesuatu yang disumbangkan yang dipelajari oleh orang yang sama,seperti halnya
orang yang berbeda membentuk jenis kelompok yang berbeda,keluarga,teman
sepermainan,klub,universitas,dan sebagainya. Dengan demikian lingkungan kontak
yang diperluas itu dapat memberikan anekaragam pengalaman yang makin luas pula
sehingga individualisasi dapat berkembang dengan fleksibelitas yang lebih
besar.
2. INDIVIDUALISASI (PENGHORMATAN
TERHADAP SIKAP SENDIRI)
Dilihat dari satu segi,kepribadian
individualistis terdiri dari semakin sadar terdapat kekhasan karakter kita
sendiri dan munculnya jenis penilaian baru terhadap diri sendiri. Dengan
demikian, pengorganisasian terhadap diri sendiri berlangsung sebagai bentuk kemunculan
penilaian terhadap diri sendiri. Contoh proses ini dapat ditemukan dalam
sejarah di mana pemujaan terhadap kepribadian yang kuat menciptakan suatu tipe
individualisasi tertentu. Prakondisi proses ini adalah suatu diferensiasi yang
ketat dan pengambilan jarak oleh elite pemimpin, pengorganisasian kelompok
sedemikian rupa sehingga menyediakan kesempatan bagi sekumpulan orang tertentu
untuk menjadi lalim (despotic);adanya lingkungan pergaulan istana yang tak
terjangkau oleh penilaian publik di mana
sang penguasa lalim itu dapat berilusi sebagai seorang yang `maha kuasa`. Ini
adalah prakondisi untuk terciptanya seorang penguasa yang kejam dan lalim yang
biasa disebut dengan satu kata `tirani` yang bersandar kepada kekuatan pisik
dan paksaan spiritual (biasanya berdasarkan sikap yang mengira ia memiliki
sejenis kekuatan gaib) bersama dengan kekuatan yang berasal dari pemilikan
tanah, uang dan harta kekayaan lainnya serta prestise dan kemegahan.
Proses serupa terlihat dalam bentuk
yang lebih moderat dan dalam lingkungan pergaulan yang lebih sempit,jika
seorang anak menjadi tirani dari suatu keluarga. Dalam kasus di atas terlihat
adanya impuls kecintaan terhadap diri sendiri pada si tiran atau pada si despot
itu, dan ini terima oleh kelompoknya.
Perasaan mengenai keunikan kehidupan
seseorang dan karakter yang dimilikinya, dapat ditemukan pada asal mula
pemujaan terhadap otobiografi: pemujaan ini berkembang di penghujung periode
kekaisaran Romawi yang berhubungan erat dengan timbulnya suatu perasaan bahwa
kehidupan dan karakter seseorang adalah unik. Namun asal mula perasaan demikian
ditemukan juga di permulaan kehancuran despotisme di dunia Timur. Di permulaan
tingkat perkembangan individualisasi ini, penilaian terhadap diri sendiri
dibangun dengan membiarkan orang lain menjadi mangsa ketakutan dan hormat
kepada kita sendiri. Contoh kemegahan diri sendiri serupa itu dapat ditemukan
dalam riwayat Assurbanipal (885-860 SM) yang menyatakan ; `Aku adalah
raja`.`Aku adalah Tuhan`.`Aku adalah yang maha agung`.`Aku adalah yang terbesar
,yang terkuat`. `Aku adalah yang termasyhur`. `Aku adalah
pangeran,bangsawan,panglima perang`. `Aku adalah seekor singa.......`Aku adalah
wakil Tuhan`. `Aku adalah senjata yang tak terkalahkan,yang membuat bumi musuh
menjadi puing`. `Aku menangkap mereka hidup-hidup, dan menenggelamkan mereka`.
`Aku mencat gunung dengan darah mereka`. `Aku menguliti mereka dan menutupi
dinding istanaku dengan kulit mereka`. `Aku mendirikan pilar istanaku dengan
batok kepala mereka. Dan diantara pilar-pilar itu aku menggantungi kepala
mereka dengan tanaman anggur.....`Aku menyiapkan gambar klosal tokoh-tokoh
keluarga kerajaanku dan menggoreskan kemauanku dan keagunganku padanya...sinar
wajahku terpancar pada puing-puing. Dalam melayani kemarahanku,aku menemukan
kepuasanku`.
Melalui periode terakhir kekaisaran
Romawi dan melalui otobiografi filosof Stoa serta melalui pernyataan
lainnya,kita dapat menunjukkan situasi sosial yang menyokong bertambah kuatnya
perasaan keunikan diri sendiri itu. Kita dapat menunjukkan kelemahan organisasi
masyarakat yang besar dan keadaan yang kacau dari kekaisaran,dan sehubungan
dengan itu kita dapat pula menunjukkan kemungkinan bagi individu untuk naik ke
tingkat yang lebih tinggi dalam skala sosial. Kelemahan organisasi yang besar
ialah bahwa kekuatan mengikat normanya hampir hilang sama sekali. Kita melihat
di sini pembubaran cita-cita yang terkandung di dalam negara-negara kota Yunani
(prolis) yang kecil-kecil itu.
3. INDIVIDUALISASI KEINGINAN MELALUI
OBYEK
Dalam membangun petunjuk arah dan
keteguhan perasaan terhadap obyek dan terhadap orang lain (apa yang oleh ahli
psikoanalisasi disebut penetapan libido atau kathexes) sikap tradisional dan
daya tahan kelompok primer adalah menentukan. Petani dan kaum ningrat yang
menguasai tanah pertanian,lebih terarah dan lebih teguh keimanannya dari pada
tipe orang kaya kota yang mudah bergerak (mobile). Kalangan petani dan ningrat
pemilik tanah, mencoba menetapkan jenis keinginan yang akan dipenuhinya sejauh
ia ingin membeli suatu barang tertentu tetapi ingin menyelang-nyelingi ke
mungkinan dalam keterbatasan kemampuan yang ada padanya. Jarak pilihannya
mungkin lebih luas dan pilihannya yang sebenarnya beraneka ragam. Berbagai
faktor meningkatkan keinginannya secara individual dan yang mendadak seperti
faktor kekayaan,yang menciptakan kemungkinan yang bervariasi atau yang
menciptakan proses produksi dan distribusi moderen yang mendorong kompetisi
individual dan orang yang pertama tampil membawa ide-ide baru. Bagaimanapun
juga, industri raksasa yang merangsang para pembeli melalui iklan misalnya juga
berusaha untuk menyeragamkan pilihan konsumen. Di samping itu terdapat
mobilitas sosial baik horizontal seperti migrasi maupun secara vertikal seperti
bergerak ke bawah dan ke atas skala sosial, yang cenderung mengikat individu
kepada keinginan-keinginan khusus .
Ada beberapa keinginan yang dimiliki
orang. Kita dapat menyederhanakannya menjadi dua macam. Pertama sikap untuk
memilih obyek tunggal dengan penetapan libido yang pasti. Kedua, penetapan
libido terhadap obyek yang abstrak, seperti uang dan persamaan derajat.
Selanjutnya terdapat dua jenis sikap yang menginginkan untuk menyeimbangkan
dalam hubungannya dengan pemilikan; pertama berusaha sekuat tenaga untuk
memiliki suatu obyek tertentu yang pasti, dan kedua berusaha keras untukn keras
untuk memiliki berbagai macam obyek. Dalam kasus terakhir ini libido yang
dipastikan terhadap sesuatu obyek,dalam ukuran tertentu adalah dialihkan dari
obyek itu kepada pilihan itu sendiri. Contoh libido yang dipastikan terhadap
obyek tertentu ialah berupa kesukaan seseorang petani terhadap pipa rokok
kesayangannya atau terhadap piring kesayangannya pada waktu makan atau terhadap
pemandangan alam di sekitar tempat ia mondar-mandir dan bermukim. Dalam keseluruhan
kasus di atas petani secara pribadi berhubungan erat dengan barang-barang yang
dimilikinya itu atau dengan situasi personalnya. Dalam kasus yang kedua,dimana
libido ditetapkan tidak begitu banyak terhadap obyek tetapi lebih banyak
terhadap pilihan itu sendiri, contohnya dapat diketengahkan tentang sikap orang
yang selalu mengikuti mode, sikap orang liberal atau sikap orang yang
individualis dalam masyarakat yang bercorak kompetitif. Tetapi orang yang
bersikap liberal dan anarkis juga dapat memiliki keinginan-keinginan yang
terikat kepada obyek khusus atau kepada orang tertentu.
Penetapan libido individu yang keras
terbentuk oleh keluarga kecil. Contohnya libido terhadap tokoh ibu atau tokoh
ayah adalah lebih besar dalam tipe keluarga tertentu daripada dalam tipe
keluarga yang lain. Dalam kelompok keluarga primitif, setiap anak mempunyai
beberapa orang ibu sekaligus karena dalam kelompok keluarga demikian seluruh
ibu-ibu yang setingkat usianya dipanggil ibu oleh semua anak-anak mereka. Dalam
keluarga kecil monogami, kepastiannya lebih besar dan disitu terlihat kasih
sayang yang sedemikian mendalam dari seorang ibu, dan dalam keluarga yang
beranak tunggal lebih mencolok lagi dibandingkan dengan keluarga yang
beranak,katakan lah sepuluh orang misalnya.
Salah satu sumber utama libido
individual yang mempengaruhi ide tentang keunikan perseorangan dan cinta yang
lebih ideal dapat ditemukan di sini. Cinta yang romantis hanya dapat di
terangkan dalam kaitannya dengan kesukaan memusatkan perhatian kepada diri sendiri
yang dikenal sebagai `introversi`.
4. INDIVIDUALISASI SEBAGAI INTROVERSAL
Melalui pengetahuan tentang
individualisasi,dapat diketahui kepribadian yang mendalam,yang disebut;
introyeksi. Tingkatnya dapat ditelusuri. Tingkat merenggang, menjadi terpencil
yang ditandai oleh kenyataan bahwa individu mengundurkan kekuatan libidonya ke
dalam dirinya sendiri. Gejala seperti ini sering ditemukan dalam kehidupan kota
besar di mana dirasakan kurangnya keeratan hubungan persahabatan dan
keramahtamahan dan kebingungan yang disebabkan karena pada umumnya komunitas
kehilangan kekuatan ekspresifnya, karena misalnya bentuk-bentuk pemujaan dan
upacara kehilangan makna kebersamaannya dan makna perseorangannya. Hilangnya
jarak aktivitas karena demikian sibuknya,keterbatasan kemungkinan untuk membagi
ekspresi emosional, kesemuanya itu memberikan andil terhadap merenggangnya
hubungan, introspeksi dan pengarahan perhatian ke dalam diri sendiri
(indwardness) dan memberikan andil terhadap sublimasi energi menuju kepada suatu
kesukaan memikirkan diri sendiri daripada memikirkan orang lain (introversion).
Proses ini, yang berkombinasi dengan munculnya kecintaan terhadap diri
sendiri,memungkinkan terbentuknya cinta romantis.
Kemudian berkembanglah suatu
penerimaan terhadap privasi dan isolasi sebagian sebagai suatu cara untuk
melarikan dari kontrol eksternal,sama halnya dengan bentuk lain dari
individualisasi berhubungan erat dengan introversi. Pengutamaan introversi
adalah salah satu bentuk individualisasi sejenis introversi ini. Selain dari
itu, dalam keadaan terjadinya mobilitas sosial dan kultural, ketika dengan
tiba-tiba diperlukan penilaian kembali yang lebih dalam,maka suasana batin yang
introspektif demikian itu biasanya muncuk terutama di kalangan orang yang banyak mempunyai waktu terluang untuk
bersenang-senang yang dikombinasikan dengan privasi. Perkembangan harmonis
keseluruhan kepribadian adalah bentuk individualisasi yang di senangi orang
demikian itu, yang memandang barang sesuatu tidak secara spesifik tetapi sebagai
yang memperlihatkan keseragaman dan kesatuan pengalaman sekaligus. Bagi orang
demikian itu, jarak sosial dari bidang pekerjaan dan perjuangan sosial
mengakibatkan berkurangnya ketundukan terhadap kekuasaan atau menyelesaikan
fakta-fakta eksternal. Seniman-seniman besar zaman Renaisan,sastrawan dan
ilmuwan abad ke 17 dan ke 18 dan beberapa orang ahli pikir inggris abad ke 20
memperlihatkan sikap serupa itu.
D. INDIVIDUALISASI DAN SOSIALISASI
Di
mana kesadaran terhadap diri sendiri adalah dominan maka di situ selalu
terdapat pengutamaan baik terhadap diri sendiri maupun pengutamaan diri kita
sendiri terhadap diri orang lain. Jika kita berbicara tentang seseorang yang
suka mementingkan diri sendiri atau yang memusatkan perhatian kepada dirinya
sendiri, maka kita berfikir mengenai dia sebagai orang yang kurang mampu
melihat barang sesuatu dalam hubungannya dengan sudut pandang orang lain. Orang
serupa itu belum secara keseluruhannya melewati fase awal dari kesadaran sosial
di dalam mana kita melihat barang sesuatu hanya dalam hubungannya dengan kita.
Sebagai contoh,anak yang tak mempunyai saudara kandung laki-laki atau
perempuan, sering sekali menjadi orang yang suka memusatkan perhatian kepada
diri sendiri (self centred). Orang yang demikian itu belum cukup di
sosialisasikan. Dengan sosialisasi kita maksudkan sebagai proses yang
berlawanan dengan individualisasi. Sosialisasi ialah proses pengembangan diri
sendiri. Pengembangan diri sendiri ini mengikuti garis tertentu yang dapat
disebut sebagai jalan sosial menuju pengembangan diri sendiri.
Para sosiolig telah menunjukkan
tentang adanya berbagai bentuk pengembangan diri dengan istilah simbolis
seperti berikut:
1. Spheric-self. Yakni orang yang tak
mau bekerjasama, terutama tak mau cocok dengan orang yang dekat hubungannya
dengannya.orang yang dijauhi oleh orang yang memiliki aspek kepribadian seperti
itu justru adalah orang yang sering memperhatikannya karena mereka sering
melihatnya,sebagai contoh,tetangganya dan pengasuhnya semasa kecil. Tetapi
buku-buku bacaan,perjalananya,kehidupan orang besar,dan stratifikasi sosial
dapat merentangkan radius aktivitas perseorangan dan dengan demikian tak
menguntungkan bagi pengembangan kepribadian yang tak mau bekerjasama ini.
2. Linier-self. Yakni kepribadiaan yang
tetap sejalan dengan garis keluarga. Kepribadian ini mendorong seseorang untuk
banyak berkorban agar tidak mencemarkan nama baik nenek monyangnya atau untuk
tidak menjadi halang-perintang bagi anak cucunya. Di sini perasaan kekeluargaan
menjadi saingan bagi perasaan sosial yang lebih luas.
3. Flat-self. Muncul jika perasaan
sosial hanya terbatas pada orang yang berasal dari setrata sosial tertentu di
mana ia menjadi salah seorang yang termasuk kedalamnya. Sosialisasi horisontal
demikian ini melemahkan rintangan perasaan iri yang muncul di kalangan
kehidupan bertentangan,jemaah dan di bidang wewenang, tetapi sebaliknya
menciptakan perasaan iri yang baru lainnya. Sementara permusuhan dalam
komunitas dapat menghindarkan kerusuhan dengan jalan saling menghilangkannya
satu sama lain, maka pemusuhan antara kelas sosial tak dapat menghindarkan
kontak-kontak sosial dan dengan demikian tak dapat melenyapkan
pergeseran-pergeseran atau friksi antara
kelas sosial itu.
4. Vein-self. Dalam kota-kota besar demokratis,
persaudaraan dan persahabatan cenderung mengikuti garis pekerjaan.
Contohnya,wartawan surat kabar saling mengenal satu sama lain dan saling
bertemu muka dengan sebagian besar wartawan surat kabar yang lain. Kenyataan
bahwa mereka saling berkompetisi, dikalahkan oleh adanya kepentingan bersama
yang terdapat pada mereka semuanya. Mereka yang tidak memcintai panggilan
dirinya sendiri dan mempunyai profesi yang terlalu banyak dapat mengikuti suatu
garis non-profesional dari kepentingan pribadinya.
5. Star-self. Pengenbangan
kepribadian,dalam beberapa hal akan mendapat simpati dari berbagai jenis orang
menurut lapisan yang berbeda.jadi akan timbul kepribadian teladan (star self)
yang memancar ke berbagai bidang. Contohnya dapat ditunjukkan pada kepribadian
Goethe, Albert Schweitzer, dan Betran Rusell.
Diperensiasi fungsional dan
kompleksitas kehidupan masyarakat kota, mendorong pengembangan kepribadian
teladan ini. Sejumlah besar persoalan yang memerlukan kerjasama (team work)
terutama didasarkan atas harga yang harus dibayar terhadap spheric-self
tersebit di atas.
Adalah menjadi tugas sosiolog dan
para pendidik di masa mendatang untuk meneliti situasi sosial yang mana yang
dapat membantu perkembangan dan perluasan kepribadian yang sesuai dengan tuntutan
kerjasama ini dan berbagai kelemahan sosial lainnya.
Bagaimana juga, adalah penting
ditekankan di sini bahwa pengertian-pengertian di atas hendaknya jangan
dihypothesakan sebagai kepribadian yang tepisah satu sama lain. Kelima
pengertian di atas mempunyai keterbatasan penggunaannya secara praktis bagi
sosiolog. Pertanyaan mendasar yang dapat timbul adalah: bagaimanakah sifat
dasar kepribadian yang telah mendapatkan sumbangan pengaruh dari proses
individualisasi dan proses sosialisasi itu
BAB VI
E. KOMPETISI DAN MONOPOLI
Salah satu kekuatan sosial
terpenting ialah kompetisi. Kita dapaat mengklasifikasikan kekuatan sosial
menjadi dua kelompok. Pertama, kekuatan sosial yang mendorong perkembangan
kerjasama, dan kedua kekuatan yang memaksa orang untuk bertidak bertentangan
dan beroposisi satu sama lain. Kekuatan sosial utama yang mendorong orang untuk
bertindak bertentangan satu sama lain adalah perjuangan. Prjuangan dapat
dirumuskan sebagai antar hubungan sosial di mana kita ingin memaksa orang lain
atau kelompok lain dengan kekuatan, agar supaya bertindak menurt kemauan
kita. Melalui perjuangan ini, perlawanan
dari orang lain itu diatasi. Kompetisi, sebaliknya dapat dianggap sebagai
sejenis perjuangan secara damai. Dengan demikian, dapat dirumuskan sebagai
suatu upaya secara damao dari beberapa individu atau kelompok untuk
mendapatakan barang sesuatu yang sama.
Kompetisi, seperti perjuangan,
adalah suatu kategori universal dari kehidupan. Dalam biologi kita berbicara
tentang : perjuangan untuk mempertahankan hidup dan ini adalah kategori
universal dari kehidupan sosial. Banyak orang yang percaya bahwa kompetisi
adalah suatu fenomena ekonomi murni, yang terutama dilambangkan oleh barter.
Namun tak ada yang lebih keliru daripada pemberian arti yang terbatas seperti
itu terhadap istilah kompetisi. prinsip kompetisi ialah samaa-sama bekerja
ketika sejenis perlombaan terjadi, tujuan bersama bagi setiap orang yang
berkompetisi adalah mencoba untuk mencapai tujuan paling dahulu daripada orang
lain. Tetapi adalah juga kompetisi, jika dua sekolah yang berbeda mencoba
menyelesaikan problema ilmiah yang sama,atau juka dua orang laki-laki ingin
merebut hati dan mengawini wanita yang sama. Ini penting untuk diperhatikan
bahea semua barang-barang yang berbeda itu kepunyaan bersama, dan kompetisi
bekerja dalam keseluruhan bidang itu. Kompetisi ekonomi termasuk ke dalam
lapangan yang sama dan dalam hubungan ini sekali lagi menjadi jelas bahwa ilmu
ekonomi berhubungan erat dengan sosiologi.
Melihat riwayat ide kompetisi,
adalah menarik dicatat bahwa prinsip kompetisi mula-mula diselidiki dalam ilmu
ekonomi, baru kemudian dialihkan ke bidang biologi. Adam smith dan para
penganut aliran physiocrat lainnya adalah orang yang mula-mula melakukan
analisa sistematis tentang kompetisi. Menurut mereka, kemerdekaan dan kompetisi
adalah elemen yang diperlukan dalam mencpai keselarasan kepentingan. Malthus
dalam karyanya Essay on the principle of population (1798) menyatakan suatu
pandangan yang mengecilkan hati tentang adanya suatu kecenderungan umum bahwa
pertambahan jumlah penduduk berlangsung menurut deret ukur sedangkan
pertambahan produksi bahan makanan hanya menurut deret hitung. Charles Darwin
adalah orang yang mula-mula mengalihkan ide tentang kompetisi kehidupan biologi
di tahun 1859. Ia menganggap kehidupan makhluk hidup sebagai suatu perjuangan
untuk memepertahankan hidup dan sampai kepada suatu kesimpulan bahwa perjuangan
ini mendorong organisme secara individual untuk menyesuaikan dirinya terhadap
situasi khususnya sendiri. Jadi Darwin yang dipengaruhi oleh esei Malthus,
mengembangkan prinsip mengenai seleksi alamiah melalui perjuangan
mempertahankan hidup.
Hendaknya jangan dilupakan bahwa
esei Malthus itu adalah suatu reaksi yang pesimis melawan optimisme teori
sosial yang diajukan oleh Godwin dan Condoret yang mempercayai tentang
kesempurnaan yang tak ada akhirnya dan persamaan alamiah umat manusia.
1.
FUNGSI KOMPETISI
Kita membedakan antara kompetisi perseorangan dan kompetisi antar kelompok.
Walaupun kompetisi didorong oleh tujuan-tujuan perseorangan tetapi kompetisi
itu melaksanakan fungsi sosial dari seleksi, terutama dalam menetapkan satu
tempat untuk setiap orang di dalam sistem sosial. Alternatif utama bagi
kompetisi sebagai suatu cara untuk menetapkan tempat bagi masing-masing
individu di dalam sistem sosial adalah sebagai berikut;
a)
Penetapan status sosial melalui
warisan turun menurun
b)
Penetapan prinsip senioritas
c)
Penetapan ukuran kemampuan melalui
bentuk-bentuk testing yang bertingkat.
Masyarakat yang merencanakan dan seluruh masyarakat lainnya
yang ingin menimalkan kompetisi, boleh memilih diantara alternatif di atas.
Sejumlah aktivitas yang berhubungan
dengan proses seleksi dalam setiap masyarakat adalah suatu indek dari
kompetisi. Di dalam masyarakat yang statis, di mana biasanya anak-anak
mengikuti pekerjaan orangtuanya; di mana posisi tertentu dipertahankan pleh
segelintir kasta, dimana sistem memilih
melalui suatu proses pemilihan tidak dikenal, maka orang hanya mengorbankan
sedikit tenaga untuk menemukan suatu tempat di dalam sistem sosial demikian.
Intensitas kompetisi berbeda-beda, sesuai dengan tingkat kemerdekaan
perseorangan, sesuai dengan tingkat perubahan sosial, dan berkebalikan dengan
sifat badan-badan selektif.
Semakin bebas individu dalam memilih
tingkat upah yang lebih baik, atau semakin jarang orang mengalami diskriminasi
rasial, keagamaan atau diskriminasi kelas, maka semakin tinggi tingkat kemajuan
umum yang dicapai oleh masyarakat yang bersangkutan.
Perubahan sosial membuaka kesempatan
baru banyak orang, yang dalam keadaan yang lain orang mungkin harus meyakinkan
dirinya sendiri bahwa mereka ditentukan untuk selama-lamanya. Contoh menarik
dari proses ini ialah pengaruh peningkatan industri mobil di Amerika Serikat,
yang mana selama 25 tahun menyerap tenaga kerja sejuta orang dan sangat sedikit
di antara mereka yang mewariskan pekerjaan mereka kepada anak mereka. Makin
baik badan-badan selektif makin ekonomis dan makin tepat penyaringan terhadap
orang-orang yang berkompetisi.
2.
AKIBAT KOMPETISI
Setiap orang yang berkompetisi akan mencoba menyesuaikan
diri mereka sendiri sebaik mungkin dengan kondisi khusus mereka sendiri agar
supaya menjadikannya sebagai orang yang terbaik, dan individualisasi adalah
suatu produk dari penyesuaian diri ini, di mana mentalitas perseorangan dari
seorang individu mencerminkan struktur dari situasi dan kekhasan dari orang
yang berkompetisi itu. Kompetisi mempertinggi keanekaragaman kepandaian,
kekenyalan dan mobilitas individu yang terlibat di dalamnya. Kompetisi dalam
sebagian besar kasus, berhubungan erat dengan mobilitas. Hanya jika saya dapat
maju menuju kemungkinan mencapai prestasi terbaiklah maka kompetisi mampu
mengembangkan potensi sosial saya. Bagaimana pun juga, kompetisi individual
adalah suatu perantara yang cenderung memecah solidaritas kelompok.
Pasar adalah tempat di mana kompetisi mula-mula
timbul,mula-mula terdapat di kawasan perbatasan suku, yakni ditempat mana
komunikasi antar suku berlangsung. Pandangan yang timbul di dalam situasi
marjinal ini kemudian menerobos ke tengah-tengah masyarakat dan dengan demikian
dimulailah transformasi ke arah situasi masyarakat yang serakah.
Secara psikologis,kompetisi cenderung menciptakan perasaan
inferior. Ini adalah konsekuensi dari cara-cara melalui mana kompetisi itu
berlangsung. Di sini dibedakan dua jenis perasaan inferior yang bersumber pada
kompetisi. Pertama, perasaan inferior yang menyebabkan individu menjadi
aktif,yang memaksanya untuk menyesuaikan dirinya sendiri dengan cara yang lebih
baik terhadap situasinya. Perasaan seperti ini menciptakan insentif baru dan
mendorong untuk menghormati kepribadian orang lain. Perasaan inferior kedua,
ialah yang melumpuhkan kekuatan individu dan memaksanya untuk menerima saja
perasaan inferiornya itu. Jenis pertama adalah potensial dan aktual dan dalam
kebanyakan kasus di sebabkan karena kompetisi yang benar-benar bebas. Sedangkan
jenis perasaan inferior kedua, terutama dibantu perkembangannya oleh
tingkahlaku yang otoriter dari mereka yang mendominasi individu yang berbeda
pada posisi yang lemah.
Pertanyaan yang timbul di sini adalah seperti berikut:
siapakah saingan kompetisi anda? Bagaimana acaranya anda mengkonpensasikan
perasaan inferior anda? Apakah kompetisi itu meningkatkan kekuatan anda
ataukaah situasi kompetisi demikian itu anda hadapi dengan menarik diri dan
lari ke dalam diri sendiri, sehingga anda menjadi seorang pendiam dan pelamun?
Apakah kompetisi itu membesarkan hati dan mendorong anda ataukah mengecilkan
dan menciutkan hati anda dalam berusaha?
Suatu perasaan inferior yang minimum sering perlu untuk
menemukan cara-cara penyesuaian diri yang baru, yang dibutuhkan dalam
menghadapi situasi baru. Perasaan inferiorlah yang menciptakan dalam diri
individu suatu desakan untuk mengkompensasikan perasaan inferiornya sendiri.
Mekanisme ini dapat mengubah penampilan yang buruk menjadi penampilan yang
lebih baik di sekolah, di tempat bekerja, dan sebagian. Tetapi sejumlah
perasaan inferior yang berlebih-lebihan melumpuhkan aktivitas individu,karena
perasaan demikian merusak keseimbangan kepribadiannya dan penilaiannya terhadap
dirinya sendiri.
Tentu saja juga ada metode untuk menghilangkan perasaan
inferior seseorang. Contohnya, pertama sebagai pengganti pengembangan kemampuan
diri kita sendiri, kita mencoba membatasi lawan berkompetisi kita seperti
ketika seorang pimpinan menengah dalam suatu birokrasi memilih para asistennya
dari kalangan orang yang tidak berbakat, dan dengan demikian menimbulkan
kemungkina untuk menguasai perasaan inferior itu. Atau kedua, dengan
mencemarkan ide-ide atau nama baik orang lain yang berkompetisi dengan kita.
Menurut cara ini, kebencian, iri hati, dan dendam kesumat di lawan dengan
kepahlawanan, dengan kekesatriaan. Atau ketika prestasi kita sedang
meningkat,kelompok lain yang kurang berefektif mungkin mencoba menghasut orang
lain untuk memusuhi kita yang lebih efisien dan yang lebih berhasil. Contohnya
kasus demikian ini dapat ditunjukkan ketika para bangsawan pemilik tanah
mencoba menciptakan perasaan permusuhan melawan pengusaha industri yang banyak
menghasilkan uang. Pencarian `kambing hitam` juga bukan suatu hal yang taklazim
dilakukan orang; kegagalan yang bersumber sebenarnya pada kelemahan kita
sendiri, kita lemparkan kesalahannya kepada orang lain sebagai biang keladinya.
3.
KETERBATASAN METODE KOMPETISI
Sepanjang kompetisi bekerja menurut cara-cara yang
konstruktif,maka ia akan memaksa individu untuk meningkatkan usaha
perseorangannya dan mendorongnya untuk berprestasi semaksimal mungkin. Karena
kompetisi berperan sangat efektif,maka sebagai akibatnya dimungkinkan untuk
memilih yang terbaik dri segi tipe manusianya yang paling menonjol dan dari
segi penampilannya yang terbaik dalam pekerjaan. Tetapi ada suatu kemungkinan
bahwa prinsip kompetisi yang sama,justru dapat menghasilkan akibat-akibat yang
berlawanan,dan menjadi alat dari cara-cara pemilihan yang bersifat negatif.
Karena itu kompetisi secara bebas harus selalu disertai dengan peraturan yang
mengikat dan standar yang di terima secara umum. Di sini, fenomena perlakuan
yang wajar terhadap semua orang (disebut: fair-play ) termasuk ke dalam nya.
Perlakuan yang wajar terhadap semua orang berarti bahwa baik
dalam keseluruhan masyarakat atau sekurang-kurangnya dalam salah satu stratanya,
suatu kontrol sosial tertentu berlaku dalam bentuk suatu standar tinhkahlaku
yang mempengaruhi mentalitas individu yang berkompetisi itu. Kejujuran seperti
itu dapat dimasukkan ke dalam situasi kompetisi di sekolah, di dalam dunia
usaha, dan di dalam bidang perjuangan politik. Kelompok harus menerima
sekurang-kurangnya harus ditegur oleh beberapa orang anggotanya,dan pemimpin
harus pula menerima suatu standar sosial yang menentukan, yang menjamin
kewajaran dan kejujuran terlaksana di kalansgan orang yang berkompetisi. C.H.
Cooley adalah orang yang pertama yang menyadari arti penting prinsip fair-play
ini.
BAB
VII
MANUSIA,
SAINS, DAN SENI
A.
HAKIKAT DAN MAKN SAINS, TEKNOLOGI, DAN SENI BAGI MANUSIA
Selama
perjalanan sejarah, umat manusia sudah berhasil menciptakan berbagai ragam
kebudayaan. Berbagai macam atau ragam kebudayaan, tersaebut hanya meliputi
tujuh buah kebudayaan. Ketujuh unsur kebudayaan tersebut merupakan unsur-unsur
pokok yang selalu Vada pada pokok kebudayaan. masyarakat yang ada dibelahan
dunia ini. Menurut Kluchkhon sebagaimana dikutip Koenjaraningrat (1996), bahwa
ketujuh unsur pokok kebudayaan tersebut meliputi peralatan hidup (teknologi),
sistem mata pencaharian hidup (ekonomi), sistem kemasyarakatan (organisasi
sosial), sistem bahasa, kesenian (seni), sistem pengetahua ( ilmu
pengetahuan/sains), serta sistem kepercayaan (religi).
Ketujuh unsur budaya tersebut
merupakan unsur-unsur budaya pokok yang pasti ada atau kita ketemukan apabila
kita meneliti atau mempelajari setiap kehidupan masyarakat mana pun di dunia
ini. Karena ada pada setiap kehidupan masyarakat didunia, maka ketujuh unsur
pokok dari kebudayaan yang ada di dunia itu sering kali dikatakan sebagai unsur
– unsur budaya yang bersifat universal, atau unsur-unsur kebudayaan universal.
Ilmu pengetahuan (sains), peralatan
hidup (teknologi), serta kesenian (seni), atau yang disingkat Ipteks, termasuk
bagian dari unsur-unsur pokok dari kebudayaan universal tersebut. Maka dapat
dipastikan Ipteks akan kita jumpai pada setiap kehidupan masyarakat manusia
dimana pun berada, baik yang telah maju, sedang berkembang, sampai pada
masyarakat yang masih sangat rendah tingkat peradabannya. Bahkan, pada
kehidupan masyarakat purba atau pada zaman prasejarah sekalipun, ketujuh
unsur-unsur budaya universal tersebu telah ada, termasuk Ipteks, meskipun
tentunya pada tingkatan yang sangat sederhana atau primitif sekali.
Salah satu bukti bahwa pada zaman
purba telah muncul ketujuh unsur-unsur budaya universal adalah pada zaman itu manusia telah mengenal
adanya peralatan hidup atau teknologi berupa alat-alat sederhana yang terbuat
dari batu maupan dari tulang yang diginakan untuk mencari makanan (berburu,
meramu makanan, atau bercocok tanam secara sederhana atau berladang). Kemudian,
pada saat itu manusia purba juga telah mengenal adanya sistem kepercayaan yang
sekaligus menunjukkan adanya nilai seni serta sistem mata pencaharian hidup
manusia purba, yakni sebagaimana terpotret pada gambar gambar mistis berupa
lukisan telapak tanganserta lukisan babi rusa yang terkena panah pada bagian
perutnya, yang ditemukan di gua-gua tempat tinggal mereka. Pad zaman purba,
ternyata juga telah dikenal adanya sistem pengetahuan dalam pelayaran yang
menggunakan sandaran pengetahuan pada perbintangan.
Demikianlah pada masa-masa
sesudahnya, pelan tetapi pasti Ipteks terus berkembang semakin maju sejalan
dengan kemajuan penalaran yang telah dicapai oleh umat manusia. Bahkan, kini
Ipteks yang pada awal perkembangannya berasal dari embrio filsafat, sekarang
pertumbuhannya telah bercabang-cabang menjadi puluhan, bahkan ratusan disiplin
ilmu ataupun teknologi yang masing-masing memiliki karakteristik serta dasar
keilmiahannya sendiri-sendiri.
Salah satu fungsi utama ilmu
pengetahuan dan teknologi adalah untuk sarana bagi kehidupan manusia, yakni
untuk membantu manusia agar aktivitas kehidupannya menjadi lebih mudah, lancar,
efisien, dan efektif,sehingga kehidupannya menjadi lebih bermakna dan
produktif. Oleh karena itu, khususnya dalam ilmu antropologi, istilah atau pengertian
ilmu pengetahuan sering dipakai untuk merujuk pada keterkaitan antar manusia,
lingkungan, dan kebudayaan. Hal ini dikarenakan dalam berinteraksi menghadapi
lingkungannya, manusia mau tidak mau pasti akan berusaha menggunakan
sarana-sarana berupa pengetahuan yang dimiliki serta menciptakan peralatan
hidup untuk membantu kehidupannya. Dengan demikian, Iptek bagi manusia selalu
berkaitan dengan usaha manusia untuk menciptakan taraf kehidupannya yang lebih
baik.
Dalam definisi lain (terutama
berdasarkan kajian filsafat ilmu) istilah Iptek (ilmu,pengetahuan, dan
teknologi) juga sering dibedakan secara terpisah atau sendiri-sendiri, karena
masing-masing dari ketiga istilah itu dianggap memiliki bobot keilmiahan yang
berbeda-beda. Menurut pengertian ini, pengetahuan merupakan pengalaman yang
bermakna dalam diri tiap orang yang tumbuh sejak ia dilahirkan. Oleh karena
itu, manusia yang normal, sekolah atau tidak sekolah, sudah pasti dianggap
memiliki pengetahuan. Pengetahuan dapat dikembangkan manusia karena dua hal. Pertama, manusia mempunyai bahasa yang
dapat mengomunikasikan informasi dan jalan pikiran yang melatarbelakangi
informasi tersebut. Kedua, manusia
mempunyai kemampuan berpikir menurut suatu alur pikir tertentu yang merupakan
kemampuan menalar. Penalaran merupakan suatu proses berpikir dalam menarik
suatu kesimpulan yang berupa pengetahuan.
Namun begitu, yang namanya
pengetahuan sifatnya acak, dan bagi kita (manusia), pengetahuan tersebut sangat
potensial. Hanya saja, dalam kehidupan yang makin berkembang, kompleks, serta
penuh tantangan ini, pengetahuan yang sifatnya acak tersebut nilai
fungsionalnya tidak sampai mencapai tingkatan yang optimum guna menghadapi
tantangan serta memecahkan masalah yang makin rumit. Oleh karena itu,
pengetahuan yang sifatnya acak tadi perlu ditingkatkan derajat atau bobot
keilmiahannya sehingga berubah menjadi ilmu. Dengan demikian, pengetahuan yang
bersifat acak serta terbuka itu dengan melalui proses yang cukup anjang, dapat
diorganisasikan dan disusun menjadi bidang bidang seperti filsafat, humaniora,
serta ilmu.
Selanjutnya dalam kaitannya dengan
ilmu. Ilmu itu sendiri secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi dua buah
golongan besar, yakni ilmu eksak dan noneksak, atau ilmu pengetahuan alam (IPA
) serta ilmu pengetahuan sosial (IPS ). Jika dilihat dari ciri-cirinya serta
dibandingkan dengan pengetahuan yang acak dan terbuka lainnya, terletak pada
adanya unsur sistematika, obkek kajian, ruang lingkup kajian, serta metode yang
diterapkan serta dikembangkannya. Jadi, ilmu sesungguhnya merupakan pengetahuan
yang sudah mencapai taraf tertentu yang telah memenuhi sistematika, memiliki
objek kajian, dan metode pembahasan akan kajian tersebut.
Ilmu dapat diartikan sebagai
pengetahuan yang tersusun secara sistematis dengan menggunakan kekuatan
pemikiran, dimana pengetahuan tersebut selalu dapat dikontrol oleh setiap orang
yang ingin mengetahuinya. Berpijak dari pengertian ini, maka ilmu memiliki
kandungan unsur-unsur pokok sebagai berikut.
1.
Berisi pengetahuan (knowledge)
2.
Tersusun secara sistematis.
3.
Menggunakan penalaran.
4.
Dapat dikontrol secara kritis oleh
orang lain.
Ilmu pengetahuan bersifat fungsional dalam kehidupan manusia
sehari-hari. Dengan pengetahuan, maka pemanfaatan benda, alat, senjata, dan
hewan, menjadi lebh mudah serta terarah guna mencapai hasil atau apa yang
diinginkannya. Apalagi setelah pengetahuan itu tersusun menjadi sebuah ilmu
(ilmu pengetahuan), maka fungsi dan penerapannya dalam rangka memanfaatkan
sebuah benda, alat, senjata, atau hewan tadi akan menjadi lebih baik lagi.
Sementara itu, lebih khusus lagi
jika pengetahuan dan ilmu pengetahuan tadi diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari dalam rangka untuk menampilkan sesuatu, maka akan menghasilkan
kemampuan apa yang kemudian disebut teknologi.
Oleh karena itu, sebagaimana dikatakan Brown (1980), bahwa teknologi pada
hakikatnya merupakan penerapan pengetahuan oleh manusia guna mengerjakan suatu
tugas yang dikehendakinya. Dengan kata lain, teknologi pada hakikatnya
merupakan penerapan praktis pengetahuan untuk mengerjakan sesuatu yang kita
inginkan. Pengertian senada juga pernah ditegaskan oleh Marwah Daud Ibrahim,
yang menyatakan bahwa ilmu pengetahuan pada hakikatnya adalah suatu jawaban
sistematis atas kata atau pertanyaan “mengapa”, sedangkan teknologi adalah
jawaban praktis dari pertanyaan “bagaimana”. Selanjutnya, dengan teknologi itu
orang lalu dapat memanfaatkan gejala alam, bahkan bisa mengubahnya.
Sebenarnya masih banyak lagi
definisi lain yang dibuat oleh para ahli tentang ilmu, teknologi, serta seni
yang dibuat oleh para ahli. Berbagai defenisi itu telah diberikan oleh para
filsuf, ilmuwan serta budayawan, yang mana masing masing seolah membuat defensi
sesuai dengan apa yang mereka kehendaki. Misalnya saja yang paling sederhana
mengatakan bahwa sains atau ilmu pengetahuan yang sistematis. Sedangkan
pengertian yang lebih luas dikatakan bahwa yang disebut sainsadalah himpunan
pengetahuan manusia yang dikumpulkan melalui suatu proses pengkajian dan dapat
diterima secara rasio. Jadi, dalam pengertian yang lebih luas ini sains
dikatakanya sebagai suatu himpunan rasionalitas kolektif insani. Seacara
etimologis, kata sains sendiri berasala dari bahasa Latin, yaitu scire, yang berarti mengetahui atau
belajar. Sedangkan sebagaimana sudah kita pahami bersama bahwa kata sains
sendiri dalam pengertian atau terjemahan bahasa Indonesia berarti ilmu
pengetahuan.
Sebagaimana juga pernah disinggung
sebelumnya, jika dilihat dari segi filsafat ilmu antara pengetahuan dan sains
adalah berbeda (memilki makna berbeda). Pengetahuan adalah segala sesuatu yang
diketahui oleh manusia melalui tangkapan panca indera, intuisi, serta firasat,
sedangkan ilmu pengetahuan yang sudah diklasifikasi, diorganisasi,
disistemisasi, serta diinterprestasikan sehingga menghasilkan kebenaran yang
objektif, sudah teruji kebenarannya, serta dapat diulang secara imiah. Dalam
sudut pandang filsafat imu, istilah
sains juga telah dipahami oleh masyarakat Indonesia menjadi suatu istilah baku,
yaitu ilmu pengetahuan.
Lalu, timbul pertanyaan kapanatu
bilamana kira-kira suatu pngetahuan itu dapat dikategorikan sebagai suatu ilmu
(sains/ilmu pengetahuan). Dalam kajian filasafat ilmu, suatu pengetahuan dapat
dikatakan sebagai suatu ilmu apabila memenuhi tiga kriteria pokok sebagai
berikut.
1.
Adanya aspek ontologis, artinya bidang studi yang bersangkutan telah memiliki
objek studi/kajian yang jelas. Dalam hal ini, bahwa yang nama nya objek suatu
studi itu haruslah yang jelas, artinya dapat diindentifikasikan, dapat diberi
batasan, serta dapat diuraikan sifat nya yang esensial. Objek studi suatu ilmu
itu sendiri terdapat dua macam, yaitu objek material serta objek formal.
2.
Adanya aspek epistemologi, yang artinya bahwa bidang studi yang bersangkutan telah
memiliki metode kerja yang lebih jelas. Dalam hal ini terdapat tiga metode
kerja suatu bidang studi, yaitu deduksi, induksi, serta eduksi.
3.
Adanya aspek aksiologi, yang artinya bahwa bidang studi yang bersangkutan memiliki
nilai guna. Misalnya, bidang studi tersebut dapat menunjukkan adanya nilai
teoritis, hukum, generalisasi, kecenderungan umum, konsep, serta kesimpulan
yang logis, sistematis, dan koheren. Selain itu, bahwa dalam teori serta konsep
tersebut tidak menunjukkan adanya kerancuan, perentangan kontradiktif diantara
satu sama lainnya.
Dalam filsafat ilmu, setiap ilmu membatasi diri pada salah
satu bidang kajian. Oleh karena itu, ada seseorang yang hanya mendalami bidang
ilmu tertentu dalam masyarakat, yang kemudian disebut sebagai spesialis, dan ada pula seseorang yang
banyak tahu dalam bidang ilmu, namun tidak sampai mendalam, atau yang kemudian
disebut generalis. Namun, karena
keterbatasan manusia maka sangat jarang ditemukan adanya seseorang dalam
masyarakat yang menguasai beberapa ilmu secara mendalam.
Setelah kita mengetahui tentang pengertian sains (ilmu
pengetahuan) dan teknologi, kemudian perbedaan serta hubungannya masing-masing,
lalu muncul pertanyaan lagi, yaitu bagaimana hubungannya dengan seni dalam
kehidupan manusia ? Nah, untuk dapat menjawab pertanyaan ini, berikut akan kita
uraikan sedikit tentang bagaimana keterkaitan di antara unsur-unsur Ipteks itu
dalam kaitannya dengan kehidupan manusia di alam semesta ini.
Dalam pemikiran Barat, sains emiliki tiga karakteristik
pokok, yaitu bersifat obyektif, netral, serta bebas nilai. Karakteristik sebuah
ilmu pengetahuan bersifat obyektif dan netral itu sudah jelas, namun apakah
benar bahwa sains itu juga harus bebas nilai ? tampaknya disinilah permulaan
yang akan kita bahas didalam menghubungkan antara pengetahuan, sains,
teknologi, serta seni dalam kehidupan manusia. Menurut sebagian ahli, bahwa
sekalipun diakui berpijak dari sistem nilai, namun sains tetap bebas dari
pertimbangan-pertimbangan nilai. Akan tetapi, mereka mengakui bahwa sains tetap
berpijak pada sistem nilai. Karena dalam pandangan mereka, hubungan langsug
diantara fakta dan bukan fakta, sedangkan pertimbangan-pertimbangan nilai
menurut mereka bukanlah wewenang dari sains. Namun perlu juga diketahui bahwa
fakta itu sangat tergantung pada sains, dan tergantung pula
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh para ilmuwan sendiri, karena memang
dialah yang menentukan fakta mana saja yang lebih relevan dan apa saja yang
dapat dikatakan sebagai fakta ilmiah.
Jadi, dalam pengertian tersebut bahwa fakta itu jelas sangat
tergantung pada jiwa seseorang dalam memilih pertanyaan yang diformulasikan dan
yang tergabung dalam aksioma serta pemilihan aksioma tadi. Jadi, bukanlah
pilihan pertanyaan dan aksioma terlepas dari pilihan serta pertimbangan nilai
nilai ? meskipun memang benar dikatakan bahwa nilai itu tidak akan bisa
langsung keluar dari fakta, namun sebuah fakta hanya akan menjadi relevan dan
signifikan apabila melalui sebuah sistem niali. Karena disini yang dikatakan
fakta hanya akan timbul karena daya sains yang bersifat objektif dan tanpa
pamrih.
Sedangkan pada sisi lainnya,
dikatakan bahwa meskipun teori pada sains juga dibangun diatas fakta, tetapi
laporan tentang fakta itu sendiri juga tidak luput dari interprestasi. Oleh
karena itu, dikatakan bahwa sains terbentuk karena adanya pertemuan dua orde
pengalaman, yakni orde observasi dan orde konsepsional. Orde observasi
didasarkan pada hasil observasi fakta, sedangkan orde konsepsi didasarkan pada
hasil pemahaman manusia mengenai alam semesta, karena itu sifatnya menjadi
sangat subjektif. Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa sains, tidak bisa bebas
dari nilai-nilai. Jadi, sesuai dengan sifat sains itu sendiri yang kebenaranya
bersifat tidak mutlak.
Sedangkan berbicara masalah
teknologi, dimana istilah teknologi itu sendiri sebenarnya sudah mengandung
pengertian sains dan teknik atau engineering, sebab produk teknologi tidaklah
mungkin ada tanpa didasari adanya sains. Sementara itu, dalam sudut pandang
budaya, teknologi merupakan salah satu unsur budaya sebagai hasil penerapan
praktis dari sains. Walaupun pada dasarnya teknologi juga memiliki
karakteristik objektif dan netral, namun dalam kenyataannya teknologi tidak
bisa netral seluruhnya karena memerlukan juga sentuhan estetika yang bersifat
objektif.
Pada titik ini kita berbicara
tentang seni. Seni berasal dari bahasa Latin, yaitu ars yang berarti kemahiran. Secara etimologis, seni (art)
diformulasikan sebagai suatu kemahiran dalam membuat barang atau mengerjakan
sesuatu. Pengertian seni merupakan kebalikan dari alam, yaitu sebagai hasil
campur tangan (sentuhan) manusia. Seni merupakan pengolahan budi manusia secara
tekun untuk mengubah suatu benda bagi kepentingan rohani dan jasmani manusia.
Seni merupakan ekspresi jiwa seseorang yang hasil ekspresi tersebut berkembang
menjadi bagian dari budaya manusia. Seni dan keindahan yang tercipta merupakan
dua sisi yang tidak bisa dipisahkan. Dengan seni, cipta dan karya manusia,
termasuk teknologi, di dalamnya mendapat sentuhan keindahan atau estetika.
Dari uraian
di atas, seni diartikan sebagai kegiatan manusia (human activity), yaitu proses kegiatan manusia dalam menciptakan
benda-benda yang bernilai estetik. Jadi, dengan sentuhan seni, teknologi
sebagai hasil karya ilmu pengetahuan
manusia tidak sekadar menjadi alat, tetapi juga bernilai indah. Contohnya,
pesawat terbang sebagai karya teknologi tidak hanya berkembaang dari sisi
kualitas, kemampuan mesin, dan ketahanannya, tetapi juga berkembang semakin
estetik, baik dalam hal bangunan bodi, model, interior pesawat, warna, dan
sebagainya. Selain itu, seni juga berarti hasil karya seni itu sendiri. Pesawat
adalah teknologi hasil karya dan juga hasil seni dari manusia.
Ilmu
pengetahuan merupakan usaha manusia untuk memahami gejala dan fakta alam, lalu
melestarikan pengetahuan tersebut secara konsepsional dan sistematis. Sedangkan
teknologi adalah usaha manusia untuk memanfaatkan ilmu pengetahuan itu untuk
kepentingan dan kesejahteraan. Karena hubungan tersebut, maka perkembangan ilmu
pengetahuan selalu terkait dengan perkembangan teknologi, demikiann pula
sebaliknya.
Sains dan
teknologi saling membutuhkan, karena sains tanpa teknologi bagaikan pohon tak
berakar (science without technology has
no fruit, technology without science has no root). Sains hanya mampu
mengajarkan fakta dan nonfakta pada manusia, ia tidak mampu mengajarkan apa
yang harus atau tidak boleh dilakukan oleh manusia. Jadi, fungsi sains di sini
hanyalah mengoordinasikan semua pengalaman manusia dan menempatkannya ke dalam
suatu sistem yang logis, sedangkan fungsi seni sebagai pemberi persepsi
mengenai suatu keberaturan dalam hidup dengan menempatkan suatu keberaturan
padanya. Tujuan sains dan teknologi adalah untuk memudahkan manusia dalam
menjalani kehidupannya. Sedangkan seni memberi sentuhan estetik sebagai hasil
budaya yang indah dari manusia.
B.
DAMPAK PENYALAHGUNAAN
IPTEKS PADA KEHIDUPAN
Manusia
dengan potensi akalnya, telah diberi kebebasan untuk memilih dan mengembangkan
mana yang benar dan mana yang salah. Sedangkan dengan potensinya pula manusia
dapat menggali dan mengembangkan rahasia alam semesta ini sehingga lahirlah apa
yang kemudian disebut sains, teknologi, dan
seni (disingkat Ipteks). Pada saat
ini, perkembangan Ipteks sudah
sedemikian pesatnya, bahkan telah berpengaruh baik secara langsung
maupun tidak langsung bagi kehidupan manusia, dan pengaruh tersebut menyangkut pola pikir, pola kerja,
pola hidup, maupun tingkah lakunya. Semestinya, semakin tinggi penguasaan terhadap Ipteks, harusnya manusia semakin
kritis dalam berpikir, semakin disiplin dalam bekerja, dan semakin efisien
dalam bertindak. Akan tetapi, pada kenyatannya kebanyakan manusia justru
semakin merasa dibuai dengan semua fasilitas dan produk yang dihasilkan oleh
Ipteks tersebut.
Dalam
kehidupan modern, hampir tidak ada orang yang hidup tanpa menggunakan jasa
Iptek. Semakin tinggi orang yang menggunakan jasa Iptek, semakin tinggi pula
tingkat ketergantungannya kepada alat-alat tersebut. Dampak langsung dari
kemajuan Iptek adalah kemudahan-kemudahan dalam beraktivitas. Memang Iptek
diciptakan dengan tujuan untuk memberikan berbagai kemudahan dan memperingan
beban pekerjaan manusia yang tadinya sangat melelahkan menjadi ringan. Namun,
dampak negatif dari kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, dapat
mengakibatkan masyarakat semakin terbuai, karena mereka hampir tidak sadar
bahwa ternyata dirinya telah berada dalam situasi pola hidup konsumtif,
hedonistik, dan materialistik.
Perkembangan
Iptek yang demikian pesat mampu menciptakan perubahan-perubahan yang
berpengaruh langsung pada kehidupan masyarakat, khususnya dalam
elemen-elemen sebagai berikut.
1.
Perubahan di bidang intelektual;
masyarakat meninggalkan kebiasaan lama atau kepercayaan tradisional, mereka
mulai mengambil kebiasaan serta kepercayaan baru, setidaknya mereka telah
melakukan reaktualisasi.
2.
Perubahan dalam organisasi sosial
yang mengarah pada kehidupan politik.
3.
Perubahan dan benturan-benturan
terhadap tata nilai dan tata lingkungannya.
4.
Perubahan di bidanng industri dan
kemampuan di medan perang.
Keempat
persoalan di atas kini secara langsung telah menyentuh sendi-sendi kehidupan
manusia yang menuntut keterlibatan semua
pihak, yang pada akhirnya ikut menentukan pula kelangsungan hidup umat manusia
di muka bumi ini.
Dalam
pemikiran teologis, ada suatu pernyataan yang seolah-olah tabu untuk dipersoalkan,
yaitu “Kapan kira-kira kiamat itu akan terjadi?”. Di sini jawabannya sangat
normatif, yaitu hanya Tuhanlah yang tahu karena Dia-lah yang menentukan kapan
kiamat itu akan tiba. Sedangkan dalam pemikiran saintifik, pertanyaan semacam
itu ternyata bisa dikembangkan, yaitu bahwa kiamat akan terjaadi apabila alam
semesta ini sudah kehilangan keseimbangannya, dan yang menjaga keseimbangan
alam itu adalah salah satu tugas manusia. Jadi, apabila pengembangan Iptek
(oleh manusia) sampai tidak memedulikan keseimbangan dan kelestarian (yang juga
menjadi salah satu tugas manusia), maka kiamat akan segera tiba. Dengan
demikian, peristiwa kiamat dalam pandangan saintifik sangat tergantung pada
ulah manusia, yakni sejauh mana manusia di muka bumi ini dapat menjaga dan
melestarikan alam ini. Oleh karena itulah, menjadi tugas manusia sebagai
makhluk yang telah diangkat oleh Tuhan menjadi khalifah di muka bumi ini untuk
menjaga kelestarian alam ini dengan
memanfaatkan serta menerapkan hasil karya Ipteks dengan cara yang tepat.
Seperti
sudah menjadi hukum alam, di samping ada sisi positif juga muncul sisi negatif
dari kemajuan Iptek. Selain yang sudah disebutkandi atas, contoh dampak negatif
Ipteks di antaranya adalah perlombaan senjata nuklir, pelanggaran norma
kesusilaan, kriminalitas, penurunan kesehatan, dan pencemaran lingkungan hidup.
Adanya sisi
positif dan negatif dari Ipteks maka sering dikatakan bahwa kemajuan Ipteks
bermata dua atau bersifat dilematis. Di satu sisi, Iptek secara positif telah
mendatangkan rahmat, dalam arti dapat meningkatkan kesejahteraan hidup manusia.
Oleh karena itu, ada pihak yang menyatakan bahwa Iptek menjadi “tulang punggung
kesejahteraan”. Namun di sisi lain, seperti dapat kita amati dalam kehidupan,
penerapan dan pemanfaatan Ipteks itu juga telah membawa dampak negatif atau
membawa laknat dalam bentuk munculnya masalah lingkungan, seperti pencemaran,
kekeringan, banjir, tanah longsor, dan kenaikan susu udara global. Oleh karena
itu, kita sebagai umat manusia tentunya harus penuh kewaspadaan dan
kehati-hatian dalam menerapkan dan memanfaatkan Iptek, yakni yang sesuai dengan
asas-asas keserasian, keseimbangan, maupun kelestarian. Dengan demikian,
kehidupan di bumi ini akan tetap berjalan secara seimbang dan lestari.
Bukan hanya
sampai disitu, pada saat ini perkembangan Iptek juga telah merambah ke bidang
teknologi informasi dan komunikasi. Sebagaimana kita dengar atau lihat di
berbagai media massa, semenjak runtuhnya komunisme dan dilanjutkan dengan
munculnya keterbukaan, dunia seakan dilanda arus informasi dan globalisasi.
Akibat kemajuan di bidang teknologi informasi yang ditandai dengan munculnya
berbagai media komunikasi canggih, seperti pesawat telepon, komputer,
faksimili, internet, dan lain-lain, maka arus informasi semakin cepat, dan
akibat lebih lanjutnya ialah dunia seakan-akan menjadi semakin transparan
(terbuka) dan sempit. Akan tetapi, pemanfaatan dan penerapan teknologi di
bidang informasi dan komunikasi juga mengandung suatu dilema atau bermata dua,
yakni rahmat dan laknat. Di bidang komunikasi, rahmat Iptek dapat Anda amati
dan hayati, yang bukan hanya telah mengglobal, melainkan juga telah mengangkasa
luar. Bahkan, satelit komunikasi juga semakin memacu derasnya informasi.
Derasnya arus informasi ini sebagaimana dilakukan stasiun-stasiun televisi yang
telah memanfaatkan berbagai penyiaran globalnya melalui satelit-satelit
komunikasi tersebut.
Sedangkan
dampak negatif yang membawa laknat juga telah mengglobal. Berbagai pencemaran
yang berpengaruh terhadap kesehatan fisik biologis dan mental psikologis pun
telah mengglobal. Dampak negatif dari perkembangan kemajuan serta penerapan
Iptek yang telah menghasilkan berbagai ketimpangan itu oleh Alvin Toffler
(1976) disebut sebagai guncangan hari esok (future
shock), yang tidak saja telah menimbulkan guncangan fisik (physical shock), melainkan juga
guncangan kejiwaan (psychological shock).
Sekarang cobalah Anda lihat dan amati sendiri, bagaimana telah mengglobalnya
berbagai penyakit yang timbul di masyarakat pada saat ini. Mulai dari ketegangan
urat sraf, darah tinggi, sadisme, kriminalitas, mabuk, teler,dan sebagainya,
adalah berbagai macam penyakit ataupun gangguan-gangguan fisik-biologis maupun
mental-psikologis, yang tidak hanya terjadi di negara-negara tertentu saja,
melainkan juga telah meluas ke berbagai negara di penjuru dunia. Dalam kaitan
ini, maka perkembangan kemajuan Iptek di bidang komunikasi dan informasi itulah
yang dianggap menjadi salah satu sarana penyebarannya. Di sinilah kiranya letak
tuntutan bagi dunia pendidikan pada khususnya, serta masyarakat dan pemerintah
pada umumnya, bagaimana caranya menciptakan kiat-kiat khusus guna mengatasi
dampak negatif Iptek terhadap guncangan fisik serta psikologis tadi.
C.
PROBLEMATIKA PEMANFAATAN IPTEKS DI INDONESIA
Ipteks
dimanfaatkan oleh manusia terutama dalam memudahkan pemenuhan kebutuhan hidup.
Contoh sederhana adalah dengan dikembangkannya sarana transportasi, manusia
bisa bergerak dan melakukan mobilisasi dengan cepat. Kemajuan yang dicapai
manusia melalui Ipteks telah memberikan dampak positif dalam hidupnya. Ipteks
memberi rahmat dalam arti memicu kemajuan dan kesejahteraan. Namun demikian,
pemanfaatan Ipteks oleh manusia dapat pula berdampak buruk bagi kehidupan dan
lingkungan hidup manusia itu sendiri. Gejala negatif itu sebagai akibat dari penyalahgunaan dalam
hal pemanfaatannya, berlebihan dalam penggunaannya, ataupun tidak mempunyai
manusia dalam mengendalikan kekuatan teknologi itu sendirii.
Pengembangan
ilmu pengetahuan berjalan aktif di segala bidang, yaitu kesehatan, pertaniian,
ilmu ekonomi, ilmu sosial, ilmu pengetahuan alam, dan sebagainya. Akan tetapi,
jika diamati lebih teliti ada empat bidang ilmu pengetahuan dan teknologi
strategis yang akan menentukan masa depan dunia, yaitu material, energi,
mikroelektronik, dan bioteknologi (Rahardi Ramelan, 2004). Dari bidang-bidang
tersebut menghasilkan pula empat macam teknologi, yaitu teknologi bahan,
teknologi energi, teknologi mikroelektronika, dan teknologi hayati.
Teknologi bahan adalah teknologi yang
memanfaatkan material, terutama logam seperti besi dan baja untuk pemenuhan
kebutuhan manusia yang menggunakan bahan material tersebut. Dewasa ini, inovasi
penciptaan material baru terus berkembang dan tidak lagi mengandalkan logam
atau komponen baku yang sudah dibentuk alam (konvensional). Berbagai komposisi
baru atau pemurnian dilakukan untuk memanfaatkan material organik dan anorganik
sebagai structural material, tool
material, atau electronic/electromagnetic
materials. Pembentukan material komposit yang semula hanya menggunakan
jenis-jenis polimer sebagai serat
penguat/matriks juga digunakan pada struktur pesawat terbang, printed circuit board, dan lain-lainnya,
telah berkembang dan akan terus berkembang dengan menggunakan bahan-bahan serat
lainnya, seperti kaca/gelas, karbon, logam, ataupun keramik.
Teknologi
energi adalah
teknologi dengan memanfaatkan sumber-sumber energi. Sumber energi konvensional
di dunia adalah minyak, gas alam, batu bara, tenaga air,geothermal, dan kayu.
Sumber dan teknologi modern sudah mulai dikembangkan, termasuk tenaga nuklir,
gambut, tenaga surya, gelombang laut, tenaga panas laut, angin, dan sebagainya.
Teknologi
mikroelektronika atau
yang berkembang sekarang ini sebagai teknologi informasiatau informatika.
Teknologi informasi ialah teknologi yang digunakan untuk menyimpan,
menghasilkan, mengolah, dan menyebarluaskan informasi. Informasi yang dimaksud
mencakup numerik, seperti angka, audio, teks, dan citra seperti gambar dan
sandi. Teknologi informasi merupakan salah satu jenis teknologi yang
dikembangkan dari ilmu-ilmu dasar, seperti matematika, fisika, dan sebagainya.
Pengembangan dan pemanfaatan teknologi informasi ini menghasilkan ciptaan baru
berupa komputer, internet, rekayasa perangkat lunak (program), termasuk kecerdasan
buatan. Perkembangan teknologi informasi atau dengan istilah lain teknologi
telematika mendapat perhatian luar biasa dari banyak negara, termasuk
Indonesia. Perkembangan teknologi informasi ini diyakini menjadi faktor penting munculnya globalisasi.
Teknologi
hayati atau bioteknologi adaalah
teknologi yang berusaha secara sistematis menggunakan serta mengarahkan sistem atau komune
biologis, terutama organisme kecil, untuk menghasilkan barang atau jasa secara
efisien. Untuk memengaruhi dan mengarahkan itu, kini digunakan berbagai teknik
dan alat yang dikembangkan di cabang-cabang ilmu pengetahuan dan teknologi
lainnya, seperti mikrobiologi, bioengineering,
gentic engineering, dan sebagainya.
Bangsa Indonesia dari dulu sudah
menyadari akan pentingnya peranan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam
pembangunan. Faktor yang paling menentukan dalam hal penguasaan ilmu
pengetahuan dan teknologi adalah manusia, yaitu para pelaku yang menggeluti
bidang penelitian dan pengembangan serta rancang bangun dan perekayasaan.
Pembinaan terhadap para pelaku seperti perguruan tinggi dan lembaga penelitian,
bahkan pembinaan kemampuan di sektor industri mulai dilakukan. Misalkan dengan
dibentuknya berbagai wadah seperti Kantor Menteri Negara Riset dan Teknologi,
Dewan Riset nasional, Dewan Standarisasi Nasional, Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia, dan Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia.
Di era
sekarang ini, perhatian terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
tampak pada dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)
2004-2009, khususnya pada bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Disadari oleh
bangsa Indonesia bahwa pembangunan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) pada
hakikatnya ditujukan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat dalam rangka membangun peradaban manusia.
Sejalan dengan paradigma baru di era globalisasi, yaitu tekno-ekonomi (techno-economy paradigm), teknologi
menjadi faktor yang memberikan kontribusi signifikan dalam peningkatan kualitas
hidup suatu bangsa. Pembangunan Iptek merupakan
sumber terbentuknya iklim inovasi yang menjadi landasan bagi tumbuhnya
kreativitas sumber daya manusia (SDM), yang pada gilirannya dapat menjadi
sumber pertumbuhan dan daya saing ekonomi. Selain itu, Iptek menentukan tingkat
efektivitas dan efisiensi proses transformasi sumber daya menjadi sumber daya
baru yang lebih bernilai. Dengan demikian, peningkatan kemampuan Iptek sangat
diperlukan untuk meningkatkan standar kehidupan bangsa dan negara, serta
kemandirian dan daya saing bangsa Indonesia di mata dunia.
Namun demikian, masalah yang dihadapi bangsa Indonesia
terkait dengan pemanfaatan dan kemampuan Iptek ini dapat didefinisikasi sebagai
berikut (RPJMN 2004-2009).
1.
Rendahnya kemampuan Iptek nasional
dalam menghadapi perkembangan global. Hal ini ditunjukkan dengan Indeks
Pencapaian Teknologi (IPT) dalam laporan UNDP tahun 2001 menunjukkan tingkat
pencapaian teknologi Indonesia masih berada pada urutan ke-60 dari 72 negara.
2.
Rendahnya kontribusi Iptek nasional
di sektor produksi. Hal ini antara lain ditunjukkan oleh efisiensi dan
rendahnya produktivitasnya, serta minimnya kandungan teknologi dalam kegiatan
ekspor.
3.
Belum optimalnya mekanisme
intermediasi Iptek yang menjembatani interaksi antara kapasitas penyedia iptek
dengan kebutuhan pengguna. Masalah ini dapat terilihat dari belum tertatanya
infrastruktur Iptek, antara lain institusi yang mengolah dan menerjemahkan
hasil penggembangan Iptek menjadi preskripsi teknologi yang siap pakai untuk
difungsikan dalam sisitem produksi.
4.
Lamahnya sinergi kebijakan Iptek,
sehingga kegiatan Iptek belum sanggup memberikan hasil yang signifikan.
5.
Masih terbatasnya sumber daya Iptek,
yang tercermin dari rendahnya kualitas SDM dan kesenjangan pendidikan di bidang
Iptek. Rasio tenaga peneliti Indonesia pada tahun 2001 adalah 4,7 peneliti per
10.000 penduduk, jauh lebih kecil dibandingkan Jepang sebesar 70,7.
6.
Belum berkembangnya budaya Iptek di
kalangan masyarakat. Budaya bangsa secara umum masih belum mencerminkan
nilai-nilai Iptek yang mempunyai penalaran objektif, rasional, maju, unggul,
dan mandiri. Pola pikir masyarakat belum berkembang kea rah yang lebih suka mencipta daripada sekedar memakai,
lebih suka membuat daripada sekadar
membeli, serta lebih suka belajar dan berkreasi daripada sekadar menggunakan
teknologi yang ada.
7.
Belum optimalnya peran Iptek dalam
mengatasi degradasi fungsi lingkungan hidup. Kemajuan iptek berakibat pula pada
munculnya permasalahan lingkungan. Hal tersebut antara lain disebabkan oleh
belum berkembangnya system menajeman dan teknologi pelestarian fungsi
lingkungan hidup.
8.
Masih lemahnya peran Iptek dalam
mengantisipasi dan menanggulangi bencana alam. Wilayah Indonesia dalam konteks
ilmu kebumian global meruapakan wilayah
yang rawan bencana. Banyaknya korban akibat bencana alam merupakan indikator
bahwa pembangunan Indonesia belum berwawasan bencana. Kemampuan Iptek nasional
belum optimal dalam memberikan antisipasi dan solusi strategis terhadap
berbagai permasalahan bencana alam, seperti pemanasan global, anomali iklim,
kebakaran hutan, banjir, longsor, gempa bumi, dan tsunami.
BAB VIII
MANUSIA DAN LINGKUNGAN
Lingkungan (milleu) memiliki
hubungan dengan manusia. Lingkungan memengaruhi sikap dan perilaku manusia,
demikian pula kehidupan manusia akan memengaruhi lingkungan tempat hidupnya.
Hubungan antara lingkungan dan kehidupan manusia sudah diakui para pemikir dan
tokoh dunia sejak dahulu.
Aristoteles mengatakan manusia
dipengaruhi oleh aspek goegrafi dan lembaga politik. Montesquieu menyatakan
bahwa iklim memengaruhi perilaku iklim memengaruhi perilaku politik dan
semangat manusia. Arnold Toynbee menyatakan peradaban manusia akan tumbuh pada
lingkungan yang sukar dan penuh tantangan sehingga melahirkan elan vital. Henry
Thomas Bucle menyatakan bahwa iklim, tanaman, dan tanah saling berkaitan dalam
memengaruhi karakter dan sifat manusia.
Dari beberapa pendapat diatas, dapat
diambil kesimpulan bahwa faktor lingkungan (tanah, iklim, topografi, sumber
daya alam) dapat menjadi prakondisi bagi sifat dan perilaku manusia. Lingkungan
menjadi salah satu variabel yang memengaruhi kehiduapan manusia. Manusia pun
dapat memengaruhi lingkungan demi kemajuan dan kesejahteraan hidupnya.
Bab ini mengkaji masalah lingkungan
hidup dan menusia serta hubungan timbal balik antara keduanya. Uraiannya
mencakup: hakikat dan makna lingkungan bagi manusia; kualitas penduduk dan
lingkungan terhadap kesejahteraan; problematika lingkungan sosial budaya yang
dihadapi masyarakat; dan isu-isu penting persoalan lintas budaya dan bangsa.
A.
HAKIKAT DAN MAKNA LINGKUNGAN BAGI MANUSIA
Manusia
hidup pasti mempunyai hubungan dengan lingkungan hidupnya. Pada mulanya,
manusia mencoba mengenal lingkungan hidupnya, kemudian barulah manusia berusaha
menyesesuaikan dirinya. Lebih dari itu, manusia telah berusaha pula mengubah
lingkungan hidupnya demi kebutuhan dan kesejahteraan. Dari sinilah lahir
peradaban –istilah Toynbee-senagai akibat dari kemampuan manusia mengatasi
lingkungan agar lingkungan mendukung kehidupannya. Misalnya, manusia
menciptakan jembatan agar bisa melewati sungai yang membatasinya.
Lingkungan adalah suatu media di mana makhluk hidup tinggal,
mencari, dan memiliki karakter seta fungsi yang khas yang mana terkait secara
timbal balik dengan keberadaan makhluk hidup yang menempatinya, terutama
manusia yang memiliki peranan yang lebih kompleks dan riil (Elly
M.Setiadi,2006). Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda,
daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk didalamnya manusia dan perilakunya.
Menurut Pasal Undang-Undang No.23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup, dinyatakan bahwa lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua
benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang
memengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk
hidup lain.
Komponen hidup tidak bisa dipisahkan dari ekosistem atau
sistem ekologi. Ekosistem adalah satuan kehidupan yang terdiri atas sesuatu
komunitas makhluk hidup (dari berbagai jenis) dengan berbagai benda mati yang
membentuk suatu sistem. Lingkungan hidup pada dasarnya adalah sistem kehidupan
dimana terdapat campur tangan manusia terhadap tatanan ekosistem. Manusia
adalah bagian dari ekosistem.
Komponen lingkungan terdiri dari faktor abiotik (tanah, air,
udara,cuaca, suhu) dan faktor biotik (tumbuhan, hewan, dan manusia). Lingkungan
bisa terdiri atas lingkungan alam dan lingkungan buatan. Lingkungan alam adalah
keadaan yang diciptakan Tuhan untuk manusia. Lingkungan alam terbentuk karena
kejadian alam. Jenis lingkungan alam antara lain air, tanah, pohon, udara,
sungai, dan lain-lain. Lingkungan buatan dibuat oleh manusia. Misalnya
jembatan, jalan, bangunan rumah, taman kota, dan lain-lain. Ada pula lingkungan
alam, tetapi sudah merupakan hasil peradaban manusia. Artinya, lingkungan alam
itu sudah mendapat sentuhan tangan manusia. Contohnya, persawahan yang
berundak-undak, pegunungan di California AS yang dipahat menjadi beberapa tokoh
presiden.
Lingkungan dapat pula berbentuk lingkungan fisik dan
nonfisik. Lingkungan alam dan buatan adalah lingkungan fisik. Sedangkan
lingkungan nonfisik adalah lingkungan sosial budaya di mana manusia itu berada.
Lingkungan sosial adalah wilayah tempat berlangsungnya berbagai kegiatan, yaitu
interaksi sosial antara berbagai kelompok beserta pranatanya dengan simbol dan
nilai, serta terkait dengan ekosistem (sebagai komponen lingkungan alam) dan
tata ruang atau peruntukan ruang (sebagai bagian dari lingkungan binaan/buatan)
Lingkungan amat penting bagi kehidupan manusia. Segala yang
ada pada lingkungan dapat dimanfaatkan oleh manusia untuk mencukupi kebutuhan
hidup manusia, karena lingkungan memiliki daya dukung, yaitu kemampuan
lingkungan untuk mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya.
Arti penting lingkungan bagi manusia adalah sebagai berikut.
1.
Lingkungan merupakan tempat hidup
manusia, berada, tumbuh, dan berkembang di atas bumi sebagai lingkungan.
2.
Lingkungan memberi sumber-sumber
penghidupan manusia.
3.
Lingkungan memengaruhi sifat,
karakter, dan perilaku manusia yang mendiaminya.
4.
Lingkungan memberi tantangan bagi
kemajuan peradaban manusia.
5.
Manusia memperbaiki, mengubah,
bahkan menciptakan lingkungan untuk kebutuhan dan kebahagiaan hidup.
Pentingnya lingkungan hidup ini telah didasari oleh
masyarakat internasional. Hal ini tercermin dari adanya Hari Lingkungan Hidup
Sedunia, yang selalu diperingati oleh masyarakat, khususnya para pemerhati dan
pecinta lingkungan. Hari Lingkungan Hidup Sedunia diperingati setiap tanggal 5
Juni. Peringatan Lingkungan Hidup Sedunia dimaksudkan untuk menggugah
kepedulian manusia dan masyarakat pada lingkungan hidup yang cenderung semakin
rusak.
Hari Lingkungan Hidup Sedunia pertama kali dicetuskan pada
tahun 1972 sebagai rangkaian kegiatan lingkungan dari dua tahun sebelumnya
ketika seorang senator Amerika Serikat, Gaylord Nelson menyaksikan betapa kotor
dan cemarnya bumi oleh ulah manusia. Selanjutnya, ia mangambil prakarsa bersama
dengan LSM untuk mencurahkan satu hari bagi usaha penyelamatan bumi dari
kerusakan. Pada tanggal 22 April 1970, Gaylord Nelson memproklamasikan Hari
Bumi (Earth Day), sehingga tanggal
tersebut diperingati sebagai Hari Bumi (Earth
Day). Secara prinsip, tidak ada perbedaan antara Hari Bumi dan Hari
Lingkungan, hanya saja sejarahnya yang berbeda. Hari Bumi diprakarsai oleh masyarakat
dan diperingati terutama LSM maupun organisasi yang berorientasi kepada
pelestarian lingkungan hidup, sedangkan Hari Lingkungan didasarkan dari
Konferensi PBB mengenai lingkungan hidup yang diselenggarakan pada tanggal 5
Juni 1972 di Stockholm, Swedia. Tanggal 5 Juni tersebut ditetapkan sebagai Hari
Lingkungan Hidup Sedunia.
Bangsa Indonesia memiliki pandangan tentang pentingnya
lingkungan hidup bagi manusia. Bahwa lingkungan hidup Indonesia yang dipandang
sebagai karunia dan rahmat Tuhan Yang Maha Esa kepada rakyat dan bangsa
Indonesia merupakan ruang bagi kehidupan dalam segala aspek dan mantranya yang
sesuai dengan Wawasan Nusantara. Oleh karena itu, lingkungan hidup indonesia
wajib dilestarikan dan dikembangkan kemampuannya agar dapat tetap menjadi
sumber dan penunjang hidup bagi rakyat dan bangsa Indonesia serta makhluk hidup
lainnya demi kelangsungan dan peningkatan kualitas hidup itu sendiri. Pancasila
sebagai dasar dan filsafah negara serta sebagai kesatuanyang bulat dan utuh,
memberikan keyakinan kepada rakyat dan bangsa Indonesia bahwa kebahagiaan hidup
akan tercapai jika didasarkan atas keselarasan, keserasian, dan keseimbangan,
baik dalam hubungan manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa maupun manusia dengan
manusia, manusia dengan alam, dan manusia sebagai pribadi, dalam rangka
mencapai kemajuan lahir dan kebahagiaan batin. Antara manusia, masyarakat, dan
lingkungan hidup terdapat hubungan timbal balik, yang selalu harus dibina dan
dikembangkan agar dapat tetap dalam keselarasan, keserasian, dan keseimbangan
yang dinamis.
Berkaitan dengan itu, maka lingkungan hidup perlu dikelola
secara baik dan benar demi kemajuan dan kesejahteraan rakyat Indonesia.
Pengelolaan lingkungan hidup Indonesia telah dimuat dalam peraturan
perundang-undangan, yaitu Undang-Undang No.23 tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup. Pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya terpadu untuk
melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan penataan,
pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan, dan
pengendalian lingkungan hidup.
Pengelolaan lingkungan hidup yang diselenggarakan dengan
asas tanggung jawab negara, asas kelanjutan, dan asas manfaat bertujuan untuk
mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup dalam
rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dalam rangka pembangunan
masyarakat Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Warga atau masyarakat dapat berperan serta dalam pengelolaan
lingkungan hidup. Kesempatan berperan serta itu dapat dilakukan melalui cara
sebagai berikut.
1.
Meningkatkan kemandirian,
keberdayaan masyarakat, dan kemitraan.
2.
Menumbuhkan kembangkan kemampuan dan
kepeloporan masyarakat.
3.
Menumbuhkan ketanggapsegeraan
masyarakat untuk melakukan pengawasan sosial.
4.
Memberikan saran dan pendapat.
5.
Menyampaikan informasi dan/atau
menyampaikan laporan.
Dalam implementasinya, para warga yang berperan serta dalam
pelestarian fungsi lingkungan hidup mendapat penghargaan dari negara.
Contohnya, para perintis, penyelamat, dan pengabdi lingkungan meraih
penghargaan Kalpataru; para walikota dan bupati menerima penghargaan Adipura
sebagai kota atau kabupaten terbersih; para kepala sekolah yang meneriam
penghargaan Adhiwijaya atas keberhasilannya dalam menjadikan sekolah berbudaya
lingkungan.
Di tingkat internasional, ditandai dengan pemberian
penghargaan kepada perorangan ataupun kelompok atas sumbangan praktis mereka
yang berharga bagi pelestarian lingkungan atau perbaikan lingkungan hidup di
tingkat lokal, nasional, dan internasional. Penghargaan ini di beri nama Global
500 yang diprakarsai Program Lingkungan PBB (UNEP=United Nation Environment Program).
B. KUALITAS
LINGKUNGAN DAN PENDUDUK TERHADAP KESEJAHTERAAN
1. Hubungan
Lingkungan dengan Kesejahteraan
Berdasarkan uraian sebelumya, dapat
diambil kesimpulan bahwa ada hubungan erat antara lingkungan dengan manusia.
Lingkungan memberikan makna atau arti penting bagi manusia dalam rangka
memenuhi kebutuhan hidupnya. Lingkungan dapat memberikan sumber kehidupan agar
manusia dapat hidup sejahtera. Lingkungan hidup menjadi sumber dan penunjang
hidup. Dengan demikian, lingkungan mampu memberikan kesejahteraan dalam hidup
manusia.
Sudah sejak dulu manusia mencari
lingkungan yang memiliki daya dukung yang baik bagi kehidupannya. Contohnya,
manusia menempati daerah yang memiliki sumber mata air, misalnya menempati
daerah sekitar sungai, tepi raw, lereng gunung, dan sebagainya. Kota-kota kuno
atau peradaban lama banyak menempati daerah yang dekat dengan sungai, misalnya
peradaban kuno di tepi Sungai Nil. Kota-kota besar di Indonesia juga banyak
yang berada di tepi pantai atau dekat dengan laut, misalnya jakarta, Surabaya,
dan Makassar.
Pada masa sekarang, manusia tetap menginginkan lingkungan
sebagai tempat maupun sumber kehidupannya yang dapat mendukung kesejahteraan
hidup. Melalui ilmu pengetahuandan teknologi, manusia mengusahakan lingkungan
yang sebelumnya tidak memiliki daya dukung serta lingkungan yang tidak dapat
untuk hidup (unhabitable) menjadi
lingkungan yang memiliki daya dukung yang baik dan bersifat habitable. Contoh sederhana, manusia
membangun bendungan, dam, atau waduk guna menampung air. Air tersebut digunakan
untuk cadangan jika terjadi kamarau panjang, air bendungan digunakan untuk
mengairi sawah-sawah warga. Air juga digunakan sebagai penggerak untuk
pembangkit listrik. Daerah-daerah yang sebelumnya gersang, seperti daerah guru
di Arab sekarang ini sudah bisa ditanami pepohonan. Manusia membuat saluran
khusus untuk menyalurkan air sungai ke wilayah tersebut. Bahkan, dalam waktu
tertentu dibuat hujan buatan.
Dewasa ini, manusia dengan kemampuan ilmu pengetahuan yang
maju dan teknologi modern dapat mengatasi keterbatasan lingkungan, terutama
yang bersifat fisik atau lingkungan alam. Daerah-daerah yang pada masa lalu
dianggap tidak mungkin dapat digunakan sebagai tempat hidup, sekarang ini
dimungkinkan. Daerak itu sekarang mampu memberi kesejahteraan bagi hidup
manusia berkat penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi. Ilmu pengetahuan dan
teknologi telah meningkatkan kualitas hidup manusia melalui penciptaan
lingkungan hidup yang mendukungnya.
Manusia mengusahakan agar lingkungan mempunyai daya dukung
lingkungan hidup dan daya tampung lingkungan hidup secara baik. Daya dukung
lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung
perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Daya tampung lingkungan hidup
adalah kemampuan lingkungan hidup untuk menyerap zat, energi, dan/atau komponen
lain yang masuk kedalamnya.
Untuk menciptakan day dukung dan day tampung lingkungan
hidup, diperlukan pengelolaan dan pelestarian lingkungan hidup. Pengelolaan
lingkungan hidup adalah upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan
hidup yang meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan, pengembangan,
pemeliharaan, pemulihan, pengawasan, dan pengendalikan lingkungan hidup.
Pelestarian lingkungan hidup mencakup pelestarian daya dukung lingkungan hidup
dan pelestarian daya tampung lingkungan hidup. Pelestarian daya dukung
lingkungan hidup adalah rangkaian upaya untuk melindungi kemampuan lingkungan
hidup terhadap tekanan perubahan dan/atau dampak negatif yang ditimbulkan oleh
suatu kegiatan agar tetap mampu mendukung perikehidupan manusia dan makhluk
hidup lain. Pelestarian daya tampung lingkungan hidup adalah rangkaian upaya
untuk melindungi kemampuan lingkungan hidup untuk menyerap zat, energi,
dan/atau komponen lain yang dibuang ke dalamnya.
Pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya terpadu dalam
pemanfaatan, penataan, pemeliharaan, pengawasan, pengendalian, pemulihan, dan
pengembangan lingkungan hidup. Pengelolaan lingkungan memiliki tujuan sebagai
berikut:
a.
Mencapai kelsestarian hubungan
manusia dengan lingkungan hidup sebagai tujuan membangun manusia seutuhnya.
b.
Mengendalikan pemanfaatan sumber
daya secara bijaksana.
c.
Mewujudkan manusia sebagai pembina
lingkungan hidup.
d.
Melaksanakan pembangunan berwawasan
lingkungan untuk kepentingan generasi sekarang dan yang akan datang.
e.
Melindungi negara terhadap dampak
kegiatan diluar wilayah Negara yang menyebabkan kerusakan dan pencemaran
lingkungan.
Hakikat pengelolaan lingkungan hiduop oleh manusia adalah
bagaimana manusia melakukan berbagai upaya agar kualitas manusia meningkat
sementara kualitas lingkungan juga semakin baik. Lingkungan yang berkualitas
pada akhirnya akan memberikan manfaat bagi manusia yaitu meningkatkan
kesejahteraan.
Pengelolaan lingkungan yang berhasil akan memberi manfaat
atau nilai bagi manusia. Terdapat nilai ekonomi, nilai mental, nilai ilmiah,
dan nilai budaya dari lingkungan. Nilai
ekonomi, yaitu menambah penghasilan dari hasil alam, menambah devisa,
memperluas lapangan kerja, dan lain-lain. Nilai
mental , yaitu lingkungan yang bisa menambah rasa estetika, rasa keagungan
dan mendekatkan diri kepada Tuhan. Nilai
ilmiah, yaitu lingkungan bisa dijadikan objek penelitian, pengembangan
sains, botani, proteksi tanaman, budidaya tanaman. Nilai budaya, adalah bahwa lingkungan yang khas akan memberikan
kebanggaan tersendiri bagi warganya. Misalnya, bangga Indonesia dikenal sebagai
zamrud khatulistiwa.
Undang-undang No.23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup yang mengatur hak, kewajiban, dan peran warga negar perihal
pengelolaan ini. Hak,kewajiban dan peran itu sebagai berikut :
a. Setiap orang mempunyai hak yang sama
atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
b. Setiap orang mempunyai ha katas
informasi yang berkaitan dengan peran dalam pengelolaan lingkungan hidup.
Setiap orang mempunyai hak untuk berperan dalam rangka pengelolaan lingkungan
hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
c. Setiap orang berkewajiban memelihara
kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mencegah dan menanggulangi pencemaran
dan perusakan lingkungan hidup.
d. Setiap orang yang melakukan usaha
atau kegiatan berkewajiban memberikan informasi yang benar dan akurat mengenai
pengelolaan lingkungan hidup.
e. Masyarakat mempunyai kesempatan yang
sama dan seluas-luasnya untuk berperan dalam pengelolaan lingkungan hidup.
2. Hubungan Penduduk dengan
Lingkungan dan Kesejahteraan
Sejak awal, manusia merupakan subjek sekaligus
objek dalam perjalanan hidupnya guna mendapatkan kesejahteraan. Manusia
membuat, menciptakan, mengerjakan, dan memperbaiki berbagai hal yang ditujukan
untuk kepentingan hidupnya. Penduduk pada dasarnya adalah orang-orang yang
tinggal disuatu tempat yang secara bersama-sama menyelenggarakan kehidupannya. Penduduk
Negara adalah orang orang yang bertempat tinggal disuatu wilayah Negara, tunduk
pada kekuasaan politik Negara dan menjalani kehidupannya dibawah tata aturan
Negara yang bersangkutan.
Dinegara, penduduk merupakan salah
satu modal dasar pembanguna. Sebagai modal dasar atau asset pembangunan,
penduduk tidak hanya sebagai sasaran pembangunan, tetapi juga merupakan pelaku
pembanguna. Mereka adalah subjek dan objek dari pembangunan Negara. Pembangunan
pada dasarnya dilakukan oleh penduduk Negara dan ditujukan untuk pemenuhan
kebutuhan dan kesejahteraan penduduk yang bersangkutan.
Hal yang bersangkutan dengan
penduduk Negara meliputi :
a.
Aspek kualitas penduduk mencakup
tingkat pendidikan, keterampilan, etos kerja, dan kepribadian.
b.
Aspek kuantitas penduduk yang
mencakup jumlah penduduk, pertumbuhan, persebaran, perataan, dan perimbangan
penduduk ditiap wilayah Negara.
c.
Dewasa ini, kualita penduduk
merupakan aspek yang penting bagi kesejahteraan hidup. Kesejahteraan hidup
Dewasa ini, kualitas penduduk merupakan aspek yang penting
bagi kesejahteraan hidup. Kesejahteraan hidup penduduk Negara sangat ditentukan
oleh kualitas penduduk yang bersangkutan. Kualitas penduduk mencerminkan
kualitas insani dan sumber daya tersebut dipengaruhi beberapa factor, antara
lain tingkat pendidikan, keterampilan, kesehatan, etos kerja, dan karakter atau
kepribadian.
Dari segi lingkungan, masalah pemukiman merupakan masalah
penduduk (Soerjani, 1987). Ketika jumlah penduduk kecil dan hidup bersahaja,
maka cara hidup dan bermukimnya lingkungan hidup. Namun, seiring dengan
bertambahnya jumlah penduduk dan majunya peradaban, maka cara hidup dan
bermukimnya penduduk tidak lagidiserasikan dengan lingkungan. Justru
sebaliknya, lingkungan diubah dan dicocokkan dengan cara hidup dan pemukiman
manusia.
Lingkungan alam seperti tanah, dirombak untuk menampung
berbagai fasilitas kebutuhan manusia. Misalnya perumahan dan fasilitas lain
seperti pelayanan kesehatan, perndidikan, hiburan, pasar, jalan, saluran. Air
tidak hanya dimanfaatkan untuk kebutuhan sehari-hari. Air juga untuk pembangkit
listrik.Pertumbuhan penduduk akan selalu berkaitan dengan masalah lingkungan
hidup. Penduduk dengan segala aktivitasnya akan memberikan dampak terhadap
lingkungan. Demikian pula makin meningkatnya upaya pembangunan menyebabkan
makin meningkata dampak terhadap lingkungan hidup. Dampak lingkungan hidup
adalah pengarauh perubahan pada lingkungan hidup yang diakibatkan oleh suatu
usaha atau kegiatan. Lingkungan hidup bisa berdampak positif dan negative bagi
kesejahteraan penduduk.
Perubahan positif akibat kegiatan manusia terhadap
lingkungan, misalnya dengan pembangunan jalan-jalan raya yang bisa
menghubungkan daerah-daerah yang sebelumnya terisolir. Pembuatan saluran air,
taman kota, penghijauan, penanaman turus jalan, pembuatan bendungan, adalah
contoh-contoh kegiatan yang menjadikan lingkungan memberi dapak positif bagi
manusia. Perubahan yang positif dari lingkungan tersebut tentu saja dapat
memberikan keuntungan dan sumber kesejahteraan bagi penduduk.
Perubahan lingkungan sebagai akibat tindakan manusia tidak
jarang memberikan dampak negative, yaitu kerusakan lingkungan hidup. Kerusakan
lingkungan hidup tidak hanya meniadakan daya dukung lingkungan itu sendiri,
tetapi juag memberikan resiko bagi kehidupan manusia. Kerusakan lingkungan
hidup merupakan problema besar yang dialami umat manusia sekarang ini.
Beberapa problema lingkungan hidup dewasa ini antara lain :
1. Pencemaran (polusi) lingkungan, yang
mencakup pencemaran udara, pencemaran air, pencemaran tanah, dan pencemaran
suara.
2. Masalah kehutanan, seperti
penggundulan hutan, pembalakan hutan, dan kebakaran hutan.
3. Erosi dan banjir.
4. Tanah longsor, kekeringan, dan
abrasi pantai.
5. Menipisnya lapisan ozon dan efek
rumah kaca.
6. Penyakit yang disebabkan oleh lingkungan yang
buruk, seperti gatal-gatal, batuk, batuk, infeksi saluran pernapasan, diare,
dan tipes.
Di
Indonesia berhasil diidentifikasikanberbagai kerusakan sumber daya alam dan
lingkungan hidup. Kerusakan sumber daya alam dan lingkungan hidup tersebut
dikhawatirkan akan berdampak besar bagi kehidupan makhluk bumi, terutama
manusia yang populasinya semakin besar. Beberapa masalah tersebut antara lain :
a. Terus
menurunnya kondisi hutan Indonesia. Indonesia merupakan Negara ASEAN terbesar hutannya. Laju
deforestrasi p[ada periode 1985-1997 adalah sekitar 1,6 juta hektar per tahun
meningkat menjadi 2,1 juta hektar per tahun pada periode 1997-2001.
b. Kerusakan DAS (Daerah Aliran Sungai).
Praktik penebangan liar dan konversi
lahan menimbulkan dampak yang luas, yaitu kerusakan ekosistem dalam tatanan
DAS.
c. Habitat
ekosistem pesisisr dan laut semakin rusak.kerusakan habitat ekosistem diwilayah pesisir dan laut
semakin meningkat, khususnya diwilayah padat kegiatan seperti pantai utara
Pulau Jawa dan Pantai timur Pulau Sumatra.
d. Citra pertambangan yang merusak
lingkungan.
Sifat usaha pertambangan, khusus nya tambang terbuka (open pit mining), selalu
mengubah bentang alam sehingga memengaruhi ekosistem dan habitat aslinya. Dalam
skala besar akan mengganggu keseimbangan fungsi lingkungan hidup dan berdampak
buruk bagi kehidupan manusia. Dengan citra semacam ini, usaha pertambangan
cenderung ditolak masyarakat.
e. Tingginya
ancaman terhadap keanekaragaman hayati (biodiversity). Sampai saat ini, 90 jenis flora dan
176 fauna di Pulau Sumatera terancam punah. Populasi orang utan di Kalimantan
menyusut tajam. Kerusakan ekosistem dan perburuan liar yang dilator belakangi
rendahnya kesadaran masyarakat, menjadi ancaman utama bagi keanekaragaman
hayati di Indonesia.
f. Pencemaran
air semakin meningkat. Kualitas
air permukaan danau, situ dan perairan umum lainnya juga menunjukkan kondisi
yang memprihatinkan. Umumnya disebabkan karena tumbuhnya fitoplankton secara
berlebihan sehingga menyebabkan terjadinya timbunan senyawa fosfat yang
berlebihan.
g. Kualitas udara semakin menurun,
khususnya dikota-kota besar.
Kualitas udara di 10 kota besar Indonesia cukup mengkhawatirkan, dan di enam
kota diantaranya, yaitu Jakarta, Surabaya, Bandung, medan, jambi, dan Pekanbaru
dalam satu tahun hanya dinikmati udara bersih selama 22 sampai 62 hari saja.
Kerusakan lingkungan hidup memberi efek yang besar bagi
kelangsungan hidup manusia itu sendiri. Lingkungan sangat berkaitan dengan
masalah ketahanan hidup (survival) manusia. Ketahanan hidup amat bergantung
pada hubungan yang saling menopang dari lingkungan yang terdiri atas berbagai
system yang menunjang kehidupan itu ataupun yang saling menyayanginya. Bagi
manusia, problema lingkungan pada dasar timbunya kalau terjadi
ketidakseimbangan antarmanusia dengan sumber-sumber yang ada dalam
lingkungannya. Pemanfaatan yang berlebihan oleh manusia menyebabkan daya dukung
lingkungan berkurang sehingga keseimbangan tidaak terjadi lagi. Oleh karena
itu, pengelolaan lingkungan pada hakikatnya adalah menciptakan keseimbangan
hubungan antara manusia dengan lingkungan itu sendiri.
Masalah kependudukan tidak hanya menciptakan masalah pemukiman dan
problema lingkungan. Pertambahan penduduk berpengaruh terhadap tingkat
pendidikan. Dinegar-negara yang anggaran pendidikannya rendah biasanya
menunjukkan angka kelahiran yang tinggi. Pertambahan penduduk yang cepat juga menghambat
perimbangan pendidikan.
Pertumbuhan penduduk juga
berpengaruh terhadap tingkat konsumsi penduduk. Penduduk yang besar jelas
membutuhkan konsumsi dalam jumlah yang besar pula. Pemenuhan konsumsi yang
besar,umumnya tidak diimbangi dengan kandungan gizi yang layak. Tidak
terpenuhinya konsumsi pangan penduduk berakibat pada kelaparan. Demikian pula
gizi yang kurang dapat berakibat pada timbulnya penyakit seperti busung lapar
dan cacat mental pada anak.
Seiring dengan tidak tercukupinya
kebutuhan pangan, maka akan muncul keterbelakangan dan kemiskinan.
Keterbelakangan dan Kemiskinan
ibaratnya adalah saudara kembar. Keterbelakangan dan kemiskinan merupakan
“penyakit” yang bisa melemahkan fisik dan mental manusia dan juga berpengaruh
negatif terhadap lingkupan.
C. PROBLEMATIKA LINGKUNGAN SOSIAL
BUDAYA YANG DIHADAPI MASYARAKAT
Lingkungan sosial adalah wilayah tempat berlangsungnya
berbagai kegiatan dan interaksi sosial antar berbagai kelompok beserta
pranatanya dengan simbol dan nilai serta terkait dengan ekosistem (sebagai
komponen lingkungan alam) dan tata ruang atau peruntukan ruang (sebagai bagian
dari lingkungan binaan/buatan). Manusia hidup berkaitan dengan lingkungan, baik
lingkungan fisik (alam dan buatan) maupun lingkungan sosial.
Lingkungan sosial seseorang manusia (individu) pada dasarnya
adalah individu lain atau kelompok individu dengan segala aktivitas dan pranata
yang dibentuknya. Seorang manusia pastilah akan hidup ditengah-tengah manusia
lain. Manusia hidup dalam lingkungan sosial mereka. Kehidupan dalam lingkungan
sosial manusia ditandai dengan adanya beragam aktivitas, aneka ragam interaksi,
berbagai pranata yang dibentuk, serta berada dalam suatu lingkungan alam dan
buatan sebagai tempat kehidupannya.
1.
Interaksi dalam Lingkungan Sosial
Interaksi
sosial merupakan hubungan sosial yang dinamis, yang menyangkut hubungan timbal
balik anatar perorangan, antara kelompok manusia, maupun antara perorangan
dengan kelompok manusia dalam bentuk akomodasi kerja sama, persaingan, dan
pertikaian.
Interaksi sosial berbentuk hubungan
pengaruh yang tampak dalam kehidupan bersama. Tanpa interaksi sosial tidak
mungkin ada kehidupan masyarakat. Interaksi sosial terjadi antara seseorang
dengan orang lain, antara seseorang dengan kelompok sosial antara kelompok
sosial dengan kelompok sosial lainnya.
Interaksi sosial tersebut bisa dalam
situasi persahabatan ataupun permusuhan (kerjasama atau konflik), bisa dengan
tutur kata, jabat tangan, bahasa isyarat, atau bahkan tanpa kontak fisik.
Bahkan, hanya dengan bau keringat sudah terjadi interaksi sosial karena telah
mengubah perasaan atau syaraf orang yang bersangkutan untuk menentukan
tindakan. Interaksi sosial hanya dapat berlangsung antara pihak-pihak apabila
terjadi reaksi dari kedua belah pihak.
Interaksi sosial dapat terjadi apabila
ada kontak sosial dan komunikasi. Kontak sosial merupakan usaha pendekatan
pertemuan fisik dan mental. Kontak sosial dapat bersifat primer (face to face) dan dapat berbentuk
sekunder (melalui media perantara, koran, radio, tv, dan lain-lain). Komunikasi
merupakan usaha penyampaian informasi kepada manusia lain.tanpa komunikasi
tidak mungkin terjadi interaksi sosial. Komunikasi bisa berbentuk lisan,
tulisan, atau simbol lainnya.
Bentuk-bentuk interaksi sosial dapat
berupa kerja sama (cooperation), akomodasi(accomodation), ersaingan
(competition), dan pertikaian (conflict). Kerja sama sebagai segala bentuk
usaha guna mencapai tujuan bersama. Akomodasi digunakan dalam dua arti, yaitu
pada suatu keadaan dan sebagai suatu proses. Akomodasi sebagai keadaan menunjukkan
keyataan adanya keseimbangan dalam interaksi sosial. Akomodasi sebagai proses
menunjukkan pada usaha manusia untuk meredakan peretentangan, yaitu usaha
mencapai kestabilan. Persaingan merupakan proses sosial dimana seseorang atau
kelompok sosial bersaing memperebutkan nilai atau keuntungan dalam kehidupan
melalui cara-cara menarik perhatian publik. Pertikaian merupakan interaksi
sosial dimana seseorang atau kelompok sosial berusaha memenuhi kebutuhannya
dengan jalan menantang lawannya dengan ancaman atau kekerasan.
2. Pranata dalam lingkungan Sosial
Pranata
sosial ( dalam bahasa inggris nya istilahnya institution ) menunjuk
pada sistem pola-pola resmi yang dianut suatu warga masyarakat dalam
berinteraksi. Pranata adalah suatu sistem norma khusus yang menata rangkaian
tindakan berpola mantap guna memenuhi keperluan yang khusus dalam kehidupan
masyarakat. Sistem norma khusus dimaksudkan sebagai aturan , artinya perilaku
itu berdasarkan pada aturan-aturan yang telah ditetapkan.
Kehidupan masyarakat memiliki
berbagai pranata. Makin besar dan kompleks kehidupan masyarakat makin banyak
jumlah pranata yang ada. Penggolongan pranata berdasarkan fungsinya untuk
memenuhi kebutuhan hidup manusia. Beberapa ragam pranata tersebut sebagai
berikut :
a)
Pranata-pranata untuk memenuhi
kebutuhan kehidupan kekerabatan. Misalnya perkawinan, pengasuhan anak,
pergaulan antarkerabat, dan sistem istilah kekerabatan.
b)
Pranata-pranata ekonomi, antara lain
pertanian, barter, industri, dan perbankan.
c)
Pranata-pranata pendidikan, misalnya
model pendidikan, jenjang pendidikan, pers, pemberantasan buta aksara, dan
perpustakaan.
d)
Pranata-pranata ilmiah, antara lain
metodologi imiah, penelitian, dan pengukuran.
e)
Pranata-pranata untuk memenuhi
kebutuhan akan keindahan dan seni, seperti olahraga, berbagai kesenian, dan
kesusastraan.
f)
Pranata-pranata keagamaan sebagai
kebutuhan manusia untuk berhubungan dengan Tuhan atau alam gaib.
g)
Pranata-pranata untuk menjaga dan
mengatur kekuasaan dimasyarakat, serta kepolisian, kehakiman, pemerintah,
demokrasi, tentara.
h)
Pranata-pranata untuk memenuhi
kebutuhan akan kenyamanan hidup, seperti pemeliharaan kecantikan, kebugaran,
kesehatan, dan kedokteran.
Dalam kehidupan sehari-hari, istilah pranata sering tumpah
tindih atau dikacaukan penggunaannya dengan istilah lembaga. Istilah
social-institusion, ada yang diterjemahkan sebagai pranata sosial atau sebagai
lembaga sosial. Koentjaraningrat menganjurkan agar dibedakan secara tegas
antara oranata sosial dan lembaga sosial. Pranata sosial adalah sistem norma
atau aturan yang menyangkut suatu aktivitas masyarakat yang bersifat khusus.
Sedangkan lembaga sosial adalah badan atau organisasi yang melaksanakannya.
Lembaga sosial merupakan suatu bentuk kelompok atau perkumpulan sosial yang
khusus. Lembaga dan pranata sosial mungkin tidak bisa dipisahkan, karena
didalam lembaga sosial terdapat pranata sosial, dan pranata sosial berjalan
dalam suatu lembaga sosial sebagai wadahnya.
Lembaga sosial bertujuan memenuhi
kebutuhan pokok manusia. Lembaga sosial memiliki beberapa fungsi. Pertama, memberi pedoman pada anggota
masyarakat bagaimana mereka harus
bertingkah laku dalam menghadapi masalah. Kedua, menjaga keutuhan masyarakat
yang bersangkutan. Ketiga, memberi pegangan kepada masyarakat untuk mengadakan
sistem pengendalian sosial.
3.
Problema dalam Kehidupan Sosial
Problema
sosial merupakan persoalan karena menyangkut tata kelakuan yang abnormal,
amoral, berlawanan dengan hukum, dan bersifat merusak. Problema sosial
menyangkut nilai-nilai sosial dan moral yang menyimpang sehingga perlu
diteliti, ditelaah, diperbaiki, bahkan mungkin untuk dihilangkan.
Problema-problema sosial timbul dari
kekurangan dalam diri manusia atau kelompok manusia yang bersumber dari faktor
ekonomi, biologis, biopsikologis, dan kebudayaan. Setiap masyarakat memiliki
sejumlah dan penyesuaian terhadap lingkungan sosial. Penyimpanagan terhadap
norma-norma tersebut memunculkan gejala abnormal yang mengarah pada terciptanya
problema sosial.
Problema sosial yang terjadi dan
dihadapi msyarakat banyak ragamnya. Sesuai dengan faktor-faktor penyebabnya,
maka problema sosial dapat diklafikasikan sebagai berikut :
a.
Problema sosial karena faktor
ekonomi, seperti kemiskinan, kelaparan, dan pengangguran.
b.
Problema sosial karena faktor
biologis, seperti wabah penyakit.
c.
Problema sosial karena faktor
psikologis, seperti bunuh diri, sakit jiwa, dan disorganisasi.
d.
Problema sosial karena faktor
kebudayaan, seperti perceraian, kejahatan, kenakalan remaja, konflik ras, dan
konflik keagamaan.
Sering kali suatu problema sosial dapat digolongkan lebih
dari satu kategori. Kemiskinan misalnya, mungkin sebagai akibat dari penyakit
paru-paru sehingga tidak bisa mencari nafkah, atau karena sakit jiwa, atau
dapat pula bersumber dari faktor budaya, yaitu tidak adanya pekerjaan atau ditolak
bekerja.
Sosiologi berusaha menentukan kriteria apakah suatu
permasalahan dapat dikatakan problema sosial atau tidak. Ukuran atau kriteria
untuk menentukan tersebut adalah sebagai berikut :
a.
Kriteria utama untuk menentukan
suatu problema sosial adalah tidak adanya persesuaian antara ukuran atau nilai
sosial dengan kenyataan serta tindakan sosial yang terjadi.
b.
Sumber-sumber sosial dari problema
sosial. Sebab dari problema sosial haruslah bersifat sosial. Berdasarkan hal
ini maka kejadian-kejadian menyimpang (abnormal) yang tidak bersumber dari
perbuatan manusia bukanlah merupakan problema sosial. Gejala seperti gempa
bumi, angin topan, dan gunung meletus yang disebabkan alam bukanlah problema
sosial.
c.
Pihak-pihak yang menetapkan apakah
suatu kepincangan merupakan problema sosial. Ukuran diatas sebenarnya bersifat
relatif. Mungkin banyak orang yang harus mengatakan atau sekelompok orang yang
berkuasa yang mengatakan. Dalam suatu wilayah misalnya, masyarakat didaerah
tersebutlah yang menyatakan apakah suatu gejala merupakan problema sosial atau
tidak.
d.
Manifest social problems dari latent
social problems
Perlu dibedakan
antara manifest social problems dan latens social problems. Manifest
social problems adalah problema sosial yang timbul sebagai akibat terjadinya
kepincangan dalam masyarakat karena tidak sesuainya tindakan dengan norma atau
nilai dimasyarakat. Masyarakat umumnya tidak menyukai tindakan itu. Latent
social problems merupakan problema sosial yang juga menyangkut hal-hal yang
berlawanan dengan nilai-nilai masyarakat, tetapi diterima juga. Manifest social
problems diyakini dapat diperbaiki, dibatasi, bahkan dihilangkan. Sedangkan
latent social problems sulit diatasi, karena walaupun masyarakat tidak
menyukainya, tetapi merasa tidak berdaya untuk mengatasinya.
Keserasian adalah kesesuaian
hubungan timbal balik antara komponen serta berbagai aspek dalam lingkungan
tersebut. Keserasian lingkungan sosial adalah kesesuaian pola tindakan manusia
dalam suatu sistem hubungan timbal balik antara berbagai aspek kehidupan sosial
dan jaringan unsur-unsur pokok yang ada dalam masyarakat yang memengaruhi
sistem sosial, nilai, sikap dan pola perilaku individu serta kelompok nya, proses
sosial, struktur sosial, dan perubahan sosial.
Keserasian antarorang atau kelompok
akan memengaruhi daya tampung lingkungan sosial. Sebaliknya, daya tampung
lingkungan sosial akan memengaruhi keserasian hubungan antara orang dan
kelompok sosial. Daya tampung lingkungan sosial adalah kemampuan manusia dan
kelompok penduduk yang berbeda-beda itu untuk hidup bersama-sama sebagai suatu
masyarakat secara serasi, selaras, seimbang, rukun, tertib, dan aman.
D. ISU-ISU PENTING PERSOALAN LINTAS
BUDAYA DAN BANGSA
Isu-isu
penting menjadi persoalan lintas budaya dan bangsa pada umumnya merupakan isu
global yang menjadi keprihatinan umat manusia sedunia. Merupakan isu global
karena persoalan ini tidak hanya dihadapi umat manusia dalam suatu negara atau
wilayah tertentu, tetapi melanda ke berbagai belahan dunia.
Berikut ini akan kita ketengahkan
isu-isu global yang terdiri atas isu mengenai lingkungan dan isu mengenai
kemanusiaan. Isu tentang lingkungan antara lain mencakup kekurangan pangan,
kekurangan sumber air bersih, polusi dan perubahan iklim. Isu tentang
kemanusiaan antara lain mencakup kemiskinan, konflik, dan wabah penyakit.
1.
Isu Tentang Lingkungan
a.
Kekurangan Pangan
Pangan
merupakan komoditi penting dan strategis, mengingat pangan adalah kebutuhan
pokok manusia yang hakiki. Kebutuhan pangan disetiap pemukiman perlu tersedia
dalam jumlah yang cukup, mutu yang layak, aman dikonsumsi, dan dengan harga
yang terjangkau oleh masyarakat. Problema kekurangan pangan masih saja
menghantui umat manusia,kendati tingkat pertumbuhan ekonomi dunia meningkat.
Hal ini disebabkan pertumbuhan penduduk dunia yang cepat tidak seimbang dengan
produksi pangan. Selain itu,masalah keadilan dan distribusi sumber-sumber
pangan yang tidak merata
Kekurangan pangan menciptakan
kekwatiran berbagai pihak. Dunia pun diliputi kekwatiran itu,karena pertambahan
penduduk yang tinggi, terutama di negara-negara berkembang. Menurut FAO,saat
ini didunia terdapat sekitar 200 juta orang yang kekurangan pangan.penduduk
indonesia pada tahun 2035 di perkirakan akan bertambah menjadi dua kali lipat
dari jumlahnya sekarang,menjadi sekitar 400 juta jiwa.
Kekurangan pangan menciptakan gejala
serius berupa kelaparan. Mantan sekretaris jendral Perserikatan Bangsa-Bangsa(PBB),Kofi
Annan pernah menegaskan,walaupun saat ini ada kemajuan yang luar biasa dibidang
teknologi dan pertanian, namun penderitaan yang paling tua dan paling mendasar
yaitu kelaparan,masih saja ada. Setiap hari setidaknya 840 juta orang tidak
punya bahan pangan untuk dimakan.
Di Afrika Selatan, satu dalam setiap
empat orang mengalami kelaparan. Di Afrika Sahara proporsinya lebih tinggi
lagi, satu dalam setiap tiga orang. Sedangkan jumlah penduduk yang kekurangan
pangan diwilayah asia pasifik sekita 525 juta.
b.
Kekurangan Sumber Air Bersih
Sejak
dulu air di akui sebagai sumber kehidupan.Air,khususnya air bersih banyak
dimanfaatkan manusia untuk berbagai keperluan,terutama sekali untuk minum.
Dengan demikian,ketersediaan air bersih merupakan keharusan bagi penduduk
disuatu wilayah. Sumber-sumber air bersih didapatkan dari mata air, atau sungai
yang telah dilakukan proses penyulingan.
Dengan semakin bertambahnya jumlah
penduduk dunia,kebutuhan air bersih juga meningkat tajam. Seiring dengan
itu,sumber-sumber air bersih mejadi berkurang atau justru semakin habis. Dewasa
ini,penduduk dunia dilanda kekurangan air bersih. Padahal masalah kekurangan
air langsung berdampak terhadap kesehatan dan kelangsungan hidup manusia.
Kurangnya ketersediaan air bersih
berarti telah terjadi kelangkaan air sebagai sumber kehidupan. Kelangkaan air
bersih menyebabkan orang terpaksa bergantung pada sumber air yang mungkin tidak
aman. Tidak tersedianya air bersih dapat memicu timbulnya berbagai
penyakit,seperti kolera,tifus,malaria,demam berdarah,dan penyakit lain yang
menular.kelangkaan air juga dapat menjadikan orang kehabisan waktu dan dana
untuk mendapatkan air bersih.
Perubahan iklim, kekeringan, dan
banjir yang sering kali terjadi, ditenagarai berpengaruh terhadap ketersediaan
air bersih. Contohnya, kekeringan pada sebagian sungai-sungai besar didunia.
Indonesia juga dilaporkan mulai terancam kekurangan air bersih.
C. Polusi Atau Pencemaran
Polusi
atau pencemaran lingkungan hidup adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk
hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh
kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ketingkat tertentu yang
menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukkan
nya.
Menurut tempat terjadinya,
pencemaran dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu pencemaran udara, air, tanah.
Polusi air dapat disebabkan oleh beberapa jenis pencemar, antara lain
pembuangan limbah industri, sisa insektida, dan pembuangan sampah domestik,
sampah organik, dan fosfat. Pencemaran tanah disebabkan oleh beberapa jenis
pencemar, seperti sampah-sampah plastik
yang sukar hancur, botol, karet sintetis pecahan kaca, dan kaleng.
Polusi suara disebabkan oleh suara bising kendaraan bermotor, kapal terbang, deru
mesin pabrik, radio/tape recorder yang berbunyi keras sehingga mengganggu
pendengaran.
Salah satu penyebab polusi udara di
Indonesia saat ini adalah seringnya terjadi kebakaran hutan. Kebakaran hutan
merupakan bencana yang setiap tahun terus terjadi. Kebakaran hutan skala besar
adalah fenomena yang menjadi sebuah kecenderungan yang rutin dalam 20 tahun
terakhir.
Dampak buruk kebakaran hutan amat
terasa. Polusi udara melanda di kota-kota sekitar hutan. Kebakaran hutan di
Riau menebabkan pendudknya mulai merasakan mata perih dan berkurang nya jarak
pandang karena kabut asap. Polusi udara akibat kebakaran hutan di Indonesia
juga berdampak bagi masyarakat luar.
D. Perubahan Iklim
Sumber
energi fosil(minyak bumi, batu bara, dan gas alam) yang dihasilkan oleh banyak
pembangkit energi membangkitkan terjadinya pencemaran udara. Hal ini karena
pembangkit tersebut mengeluarkan gas dan zat-zat pencemar, seperti gas (SO2)
dan gasgas rumah kaca (GRK), seperti karbondioksida (CO2). Banyak
penelitian menyebutkan bahwa GRK telah memicu terjadinya pemanasan global
akibat adanya efek rumah kaca.
Efek rumah kaca terjadi akibat GRK
yang terkumpul diatmosfer membentuk selubung yang menghalangi radiasi panas
matahari yang dipantulkan bumi sehingga tidak dapat lepas keatmosfer. Panas
terperangkap dalam lapisan troposfer dan menimbulkan fenomena pemanasan global.
Lebih lanjut, pemanasan global telah
memicu terjadinya perubahan iklim (climate
change). Perubahan iklim mengakibatkan adanya perubahan-perubahan yang
tidak terkirakan sebelumnya, seperti peningkatan suhu, melelehnya gunung es,
permukaan air laut naik, banyaknya banjir dan badai, serta musim panas yang
semakin panjang. Puahan-perubahan iklim yang ekstrem ini dapat engancam
kehidupan manusi di bumi. Ancaman tersebut antara lain :
1.
Panasnya suhu menimbulkan makin
banyak nya wabah penyakit endemik seperti leptospirosis, demam berdarah, diare,
dan malaria.
2.
Wilayah-wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil terancam tenggelam oleh naiknya air laut.
3.
Maraknya banjir dan badai topan yang
sewaktu-waktu melanda pemukiman manusia.
4.
Berkurang nya ketersediaan air
bersih karena kekeringan dalam jangka waktu lama.
5.
Kegagalan panen karena cuaca yang
tidak mendukung.
2. Isu Tentang Kemanusiaan
a.
kemiskinan
Kemiskinan
meruakan masalah global yang sering dihubungkan dengan kebutuhan, kesulitan,
dan kekurangan diberbagai keadaan hidup. Kemiskinan dipahami dalam berbagai
cara. Pemahamannya mencakup :
1)
Gambaran akan kekurangan materi,
yang biasanya mencakup kebutuhan pangan sehari-hari, sandang, perumahan, dan
pelayanan kesehatan. Kemiskinan dalam arti ini dipahami sebagai situasi
kelangkaan barang-barang dan pelayanan dasar.
2)
Gambaran tentang kebutuhan sosial,
termasuk keterkucilan sosial, ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk
berpartisipasi dalam masyarakat. Halini termasuk pendidikan dan informasi.
Keterkucilan sosial biasanya dibedakan dari kemiskinan, karena hal ini mencakup
masalah-masalah politik dan moral, dan tidak dibatasi pada bidang ekonomi.
3)
Gambaran tentang kurangnya
penghasilan dan kekayaan yang memadai. Makna “memadai” disini sangat
berbeda-beda, melintasi bagian-bagian politik dan ekonomi diseluruh dunia.
Kemiskinan penduduk dunia kebanyakan terdapat
dinegara-negara berkembang. Istilah negara berkembang biasanya digunakan untuk
merujuk ke negara-negara yang “miskin”. Indonesia sebagai negara berkembang
tidak luput pula dari ancaman kemiskinan. Meskipun presentase penduduk miskin
semakin berkurang setiap tahun, namun jumlah penduduk semakin besar karena
semakin bertambahnya jumlah penduduk Indonesia.
b.
Konflik atau Perang
Konflik
berasal dari bahasa Latin, yaitu configere
yang berarti saling memukul. Secara sosisologis, konflik diartikan sebagai
suatu proses sosial antara dua orang atau lebh (bisa juga kelompok) dimana
salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkan atau
membuatnya tidak berdaya.
Konflik dilatarbelakangi oleh
perbedaan ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi. Perbedaan-perbedaan
tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan,
adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Selain itu, konflik juga dapat
disebabkan oleh perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk
pribadi-pribadi yang berbeda kepentingan antar individu atau kelompok.
Konflik dalam pengertian luas
mencakup konflik secara fisik dan nonfisik. Konflik dalam derajat yang longgar
atau lemah, misalanya perbedaan ide dan pendapat. Konflik dalam derajat yang
tinggi, seperti pertentangan fisik, kerusakan, revolusi, bahkan perang. Konflik
sering kali diterima secara negatif karena dianggap merusak keteraturan dan
ketertiban dalam masyarakat. Namun, konflik dalam derajat yang longgar dapat
memicu kemajuan. Oleh karena itu, konflik tidak harus dipersepsikan hal yang
buruk.
Konflik sosial (termasuk konflik politik) adalah sebuah
fenomena sosial penting yang memerlukan penyelesaian konflik. Konflik sosial
juga merupakan fenomena yang memengaruhi pembuatan keputusan. Semakin hebat
koflik, semakin sulit membuat keputusan yang mengikat semua pihak.
Konflik dalam derajat tinggi, yaitu perang antarmanusia
itulah yang mengancam sendi-sendi kehidupan manusia. Perang hanya menyisakan
beragam penderitaan, kesengsaraan, kehancuran, dan kehilangan segalanya. Namun,
anehnya kehidupan umat manusia sejak masa lalu sampai sekarang tidak pernah
sepi dari kasus-kasus peperangan.
c.
Wabah Penyakit
Wabah adalah kejadian berjangkitnya
suatu penyakit menular dalam masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat
secara nyata, melebihi dari keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu
serta dapat menimbulkan malapetaka. Sumber penyakit dapat berasal dari manusia,
hewan,tumbuhan dan benda-benda yang mengandung atau tercemar bibit penyakit,
serta yang dapat menimbulkan wabah.
Penyakit yang mewabah sekarang ini
dengan cepat sekali menyebar menembus batas-batas wilayah dan negara. Penyakit
yang sebelumnya hanya melanda sebuah negara atau suatu kawasan dengan cepat
menyebar ke negara dan kawasan lain dibumi. Tepat kiranya jika sekarang ini
terdapat istilah globalisasi penyakit. Globalisasi penyakit merupakan dampak
negatif dari semakin cepatnya pergerakan manusia, hewan, tumbuhan dan
barang-barang yang dibawa. Wabah penyakit menyebar sedemikian cepat.
Penyakit yang menyebar sekarang ini
makin banyak dan beragam. Jika dulu orang hanya mengenal sakit malaria,
sekarang telah muncul virus poli, SARS,AIDS, dan sebagainya. Selain penyakit
infeksi diatas, penyakit modern yang muncul akibat perubahan gaya hidup yang
kini juga menjadi penyakit yang mengglobal. Sama seperti penyakit infeksi,
penyakit gaya hidup juga tidak mengenal batasan negara atau batasan status
ekonomi. Penyakit gaya hidup, contohnya serangan jantung, darah tinggi,
depresi, stroke, obesitas. Penyakit gaya hidup pada mulanya muncul di
negara-negara maju. akan tetapi sekarang ini penyakit tersebut melanda pula
negara-negara industri baru di Asia.
Wabah penyakit yang menimbulkan
malapetaka yang menimpa umat manusia dari dulu sampai sekarang maupun masa
mendatang tetap merupakan ancaman terhadap kelangsungan hidup dan kehidupan.
Selain wabah membahayakan kesehatan masyarakat karena dapat mengakibatkan
sakit, cacat, dan kematian, wabah juga akan mengakibatkan hambatan dalam
pelaksanaan pembangunan nasional. Penyakit dapat menurunkan tingkat
produktivitas manusia dalam bekerja yang bisa berpengaruh terhadap pendapatan
mereka. Banyak produktivitas yang hilang akibat serangan penyakit. Disisi lain,
pendapatan yang diperoleh banyak dikeluarkan untuk biaya pengobatan. Pada
akhirnya, timbulnya penyakit bisa berpengaruh terhadap tingkat ekonomi
masyarakat.
10 comments:
Thanks , This is very useful :)
Kak... aku mau nanya nih. Kalau boleh tahu ini sumbernya dari buku penerbit dan penulis/penyusun siapa ya kak?
Kak...mau tanya. Kalau boleh tahu ini sumbernya dari buku penerbit apa dan penyusun siapa ya kak?
Kak.. mau nanya ya...kalau boleh tahu ini sumbernya dari buku penerbit dan penyusun siapa kak?
found it... nuhun gan
sumbernya dari mana nih min?
thanks sangat bermanfaat
My blog
terima kasih infonya
kenalkan nama saya tia monika dari ISB Atmaluhur
Post a Comment