BAB II
MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK BUDAYA
TUJUAN
PEMBELAJARAN
setelah
melaksanakan pembelajaran ini, mahasiswa diarapkan mampu :
1. menganalisis manusia sebagai makhluk
berbudaya
2. menjelaskan hakekat kemanusiaan dan
kebudayaan
3. membedakan antara etika dan estetika
berbudaya
4. menunjukkan sikap hormat dan
menghargai sesama manusia
5. memberikan contoh problema
kebudayaan dewasa ini
MATERI
PEMBELAJARAN
1. hakikat manusia sebagai makhluk
budaya
2. apresiasi terhadap kemanusiaan dan
kebudayaan
3. etika dan estetika berbudaya
4. memanusiakan manusia
5. problematika kebudayaan
KATA
KUNCI
akal
budi, budaya, kebudayaan, etika,estetika.
bab ini membahas tentang manusia
sebagai makhluk budaya yang berkemampuan menciptakan kebaikan,
kebenaran,keadilan, dan bertanggung jawab. sebagai makhluk berbudaya, manusia
mendayakan akal dan pikirannya untuk menciptakan kebahagiaan baik bagi dirinya
maupun bagi masyarakat demi kesempurnaan hidupnya. sebagian makhluk berbudaya,
manusia menciptakan kebudayaannya.
dalam bab ini akan dibahas mengenai
hakikat manusia sebagai makhluk budaya, apresiasi terhadap kemanusiaan dan kebudayaan,
etika dan estetika berbudaya, memanusiakan manusia, dan problematika
kebudayaan.
A. HAKIKAT MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK BUDAYA
Manusia
adalah salah satu makhluk tuhan di dunia. makhluk tuhan di alam fana ini ada
empat macam, yaitu alam,tumbuhan, binatang, dan manusia, sifat-sifat yang
dimiliki ke empat makhluk ini sebagai berikut :
1. alam memiliki sifat wujud
2. tumbuhan memiliki sifat wujud dan
hidup
3. binatang memiliki sifat wujud,hidup
dan dibekali nafsu
4. manusia memiliki sifat wujud,hidup,
dibekali nafsu serta akal budi.
akal
budu merupakan pemberian sekaligus potensi dalam diri manusia yang tidak dimiliki makhluk lain.
kelebihan manusia disbanding mekhluk lain terletak pada akal budi. anugrah
tuhan akan akal budilah yng membedakan manusia dengan makhluk lain. akal adalah
kemampuan berfikir manusia sebagai kodrat alami yang dimiliki. berpikir
merupakan kegiatan operasional dari akal yang mendorong untuk aktif berbuat
demi kepentingan dan peningkatan hidup manusia. jadi, fungsi dari akal adalah
berfikir. karena manusia di anugerahi akal maka manusia dapat berfikir.
kemampuan berfikir manusia juga digunakan untuk memecahkan masalah-masalah
hidup yang dihadapinya.
budi berarti juga akal. budi menurit
kamus lengkap bahasa Indonesia adalah bahian dari kata hati yang berupa paduan
akal dan perasaan dan yang dapat membedakan baik-buruk sesuatu. budi dapat pula
berarti tabiat atau perangai dan akhlak. sultan takdir alisyabanha
mengungkapkan bahwa budilah yang menyebabkan manusia mengembangkan suatu
hubungan yang bermakna dengan alam sekitarnya dengan jalan memberikan penilaian
objektif terhadap objek atau kejadian. dengan akal budinya, manusia mampu
menciptakan,mengkreasikan, memperlakukan, memperbaharui, memperbaiki,
mengembangkan dan meningkatkan sesuatu yang ada untuk kepentingan hidup
manusia. contohnya, manusia bisa membengun rumah , membuat aneka masakan,
menciptakan beragam jenis pakaian, membuat alat transportasi,sarana komunikasi,
dan lain-lain. binatangpun bisa membuat rumah dan mencari makan. akan tetapi,
rumah atau makanan jenis suatu binatang tidak akan pernah berubah ataupun
berkembang. rumah burung, atau sarang burung dari dulu sampai sekarang tetap
saja wujudnya, tidak ada pembaharuan dan peningkatan. manusia dengan kemampuan
akal budinya bisa memperbaharui dan mengembangkan sesuatu untuk kepentingan
hidup.
kepentingan hidup manusia adalah
dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan hidup. secara umum, kebutuhan manusia
dalam kehidupan dapat dibedakan menjadi 2. pertama, kebutuhan yang bersifat
kebendaan(sarana-prasarana), atau badani / ragawi/ jasmani/rohani. contohnya
adalah makan,minum, bernafas,istirahat dan seterusnya. kedua, kebutuhan yang
bersifat rohani, atau mental dan psikologi. contohnya adalah kasih
saying,pujian,perasaan aman, kebebasan dan lain sebagainya.
Abraham maslow seorang ahlu
psikologi berpendapat, bahwa kebutuhan manusia dalam hidup dibagi menjadi 5
tingkatan. kelima tingkatan tersebut adalah sebagi berikut :
1. kebutuhan fisiologis
2. kebutuhan akan rasa aman dan
perlindungan
3. kebutuhan social
4. kebutuhan akan penghargaan
5. kebutuhan akan aktualisasi diri
meurut maslow, kebutuhan manusia awalnya diawali dengan
kebutuhan fisiologis atau paling mendesak, kemudian ecara bertahap beralih pada
tingkat kebutuhan diatasnya sampai tingkatan tertinggi, yaitu kebutuhan
aktualisasi diri. beliau menjelaskan bahwa kita tidak dapat memenuhi kebutuhan
yang lebih tinggi kalau kebutuhan yang lebih rendah belum terpenuhi. itu
berarti kebutuhan nomor 5 akan diupayakan pemenuhannya kalau kita sudah
memenuhi kebutuhan-kebutuhan sebelumnya. jadi, kebutuhan manusia bertingkat dan
membentuk hierarki.
dengan akal budi, manusia tidak hanya untuk memenuhi
kebutuhan hidup, tetapi juga mampu mempertahankan juga meningkatkan derajadnya
sebagai makhluk yang tinggi bila disbanding makhluk lain. ,manusia tidak
sekedar homo tetapi human (manusia yang manusiawi). dengan demikian manusia
mempu mengembangkan sisi kemanusiaanya.
dengan akal budi, manusia mampu menciptakan kebudayaan.
kebudayaan pada dasarnya adalah hasil akal budi manusia dalam interaksinya,
baik dengan alam maupun alam sekitarnya. manusia merupakan makhluk yang
berbudaya. manusia adalah pencipta kebudayaan.
B. APRESIASI TERHADAP KEMANUSIAAN DAN KEBUDAYAAN
1. manusia dan kemanusiaan
istilah kemanusiaan berasal dari kata manusia mendapat
tambahan awalan ke dan akhiran-an sehingga menjadikan kata benda abstrak.
manusia menunjuk pada kata benda konkret, sedangkan kemanusiaan kata benda
abstrak. dengan demikian kemanusiaan tidak dapat dipisahkan dari manusia.
manusia adalah homo sedangkan kemanusiaan adalah human.
kemanusiaan berarti hakekat dan sifat-sifat khas manusia
sebagai makhluk yang tinggi harkat dan martabatnya. kemanusiaan menggambarkan
ungkapan akan hakikat dan sifat yang
seharusnya dimiliki oleh makhluk yang bernama manusia. kemanusiaan merupakan
prinsip atau nilai yang berisi keharusan/tuntutan/ untuk berkesesuaian dengan
hakikat dari manusia.
hakikat manusia bisa dipandang secara segmental atau dalam
arti parsial, misalkan, manusia dikatakan sebagai homo economicus, homo faber,
homo socius,homo homini lupus, zoon politicon dan sebagainya. namun pandangan
demikian tidak bisa menjelaskan hakikat manusia scara utuh
hakikat manusia berdasarkan pancasila sering dikenal dengan
sebutan hakikat kodrat mono prulalis, hakikat manusia terdiri atas ;
1. mono dualis, susunan kodrat manusia
dari segi aspek keragaan.meliputi wujud materi anorganis banda mati, vegetative,
dan animalis serta aspek kejiwaan meliputi cipta, rasa dan karsa.
2. monodualis sifat kodrat manusia
terdiri dari segi individu dan segi social.
3. monodualis kedudukan kodrat meliputi
segi keberadaan manusia sebagai makhluk yang berkepribadian merdeka (berdiri
sendirii) sekaligus juga menunjukan keterbatasannya sebagai makhluk tuhan.
hakikat manusia harus dipandang secara utuh, manusia
merupakan makhluk tuhan yang paling sempurna, karena ia dibekali akal budi.
manusia memiliki harkat dan derajad yag tinggi. harkat adalah nilai sedangkan
derajat adalah kedudukan. pandangan demikian
berlandaskan pada ajaran agama yang diyakini oleh manusia sendiri .
contoh dalam ajaran agama islam surah at-tin ayat 4 dikatakan ‘sesungguhnya
kami (allah) telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.
karena manusia memiliki harkat dan derajat yang tinggi maka
manusia hendaknya mempertahankan hal tersebut. dalam upaya mempertahankan dan
meningkatkan hal tersebut, maka prinsip kemanusiaan berbicara, prinsip
kemanusiaan mangandung arti adanya penghargaan dan penghormatan terhadap harkat
dan martabat manusia yang luhur itu, semua manusia adalah luhur, karena itu
manusia tidak harus dibedakan perlakuannya hanya karea perbedaan suku,ras,keyakinan,status
social ekonomi, asal usul dan sebagainya.
ada ungkapan bahwa the makind is one (kemanusiaan adalah
satu). dengan demikian, sudah sewajarnya antar semua manusia tidaksaling
mennindas, tapi saling menghargai dan menghormati dengan pijakan prinsip kemanusiaan.prinsip
kemanusiaan yang ada pada diri manusia menjadi penggerak manusia untuk
berperilaku yang seharusnya sebagai manusia.
dalam pancasila sila kedua terdapat konsep kemanusiaan yang
adil dan beradap. kemanusiaan yang adil dan beradab berarti sikap dan perbuatan
manusia yang sesuai dengan kodrat hakikat manusia yang sopan dan susila yang
berdasarkan atas nilai dan norma moral. kemanusiaan yang adil dan beradab
adalah kesadaran akan sikap dan perbuatan yang didasarkan pada budi murni
manusia yang dihubungkan dengan norma-norma, baik terhadap diri sendiri, sesame
manusia, maupun terhadap lingkungannya..
2. manusia dan dan kebudayaannya
kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta, yaitu budhayah
yang merupakan bentuk jamak dari budhi (budhi atau akal) diartikan sebagai
hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal. ada pendapat lain mengetakan
budaya berasal dari kata budi dan daya. budi merupakan unsure rohani,
sedangkan daya adalah unsure jasmani
manusia. dengan demikian, budaya merupakan hasil budi dan daya dari manusia.
dalam bahasa inggris, kebudayaan disebut culture, yang
berasal dari kata lain colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. dalam bahasa
belanda, cultur berarti sama dengan culture, cultur atau culture bisa diartikan
juga sebagai mengolah tanah atau bertani. dengan demikian kata budaya ada
hubungannya dengn kemampuan manusia dalam mengelola sumber-sumber kehidupan,
dalam hal ini pertanian. kata culture juga terkadang diterjemahkan sebagai
kultur dalam bahasa Indonesia.
kebudayaan sebagai system pengetahuan yang meliputi system
idea tau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan
sehari-hari, kebudayaan bersifat abstrak. sedangkan perwujudan kebudayaan
adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya,
berupa prilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola
perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi social,religi,seni, dan
lain-lain, yang kesemuannya ditujukan untuk membentu manusia dalam
melangsungkan kehidupan bermasyarakatnya.
C. ETIKA DAN ESTETIKA BERBUDAYA
1. etika manusia dalam berbudaya
kataetika
berasal dari bahasa yunani, yaitu etos, secara etimologis etika adalah ajaran
tentang baik-buruk, yang diterima umum tentang sikap,perbuatan,kewajiban dan sebagainya.
etika bisa disamakan artinya dengan moral (mores dalam bahasa latin), akhlak
atau kesusilaan. etika berkaitan dengan masalah nilai, karena etika pada
pokoknya membicarakan masalah-masalah yang berkaitan dengan predikat nilai
susila, atau tidak susila, baik dan buruk. dalam hal ini , etika termasuk dalam
kawasan nilai, sedangkan nilai etika itu sendiri berkaitan dengan baik-buruk
perbuatan manusia.
namun, etika memiliki makna yang
bervariasi, bertens menyebutkan ada tiga jenis makna etika sebagai berikut.
a. etika dalam arti nilai-nilai atau
norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau kelompok orang dalam mengatur
tingkah laku.
b. etika dalam arti kumpulan asas atau
nilai moral (yang dimaksud di sini adalah kode etik)
c. etika dalam arti ilmu atau ajaran
tentang baik dan buruk. disini etika sama artinya dengan filsafat moral
etika
sebagai nilai dan dan norma etik atau moral berhubungan denganmakna etika yang
pertama . nilai-nilai etik adalah nilai tentang bik buruk kelakuan manusia.
nilai etik diwujudkan kedalam norma etik, norma moral atau norma kesusilaan.
norma etik berhubungan dengan manusia sebagai individu
karena menyangkut kehidupan pribadi. pendukung norma etik adalah nurani
individu dan bukan manusiasebagai makhluk social atau sebagai anggota
masyarakat yang terorganisir.norma ini dapat melengkapi ketidakseimbangan hidup
pribadi dan mencegah kegelisahan diri sendiri.
norma etik ditujukan kepada umat manusia agar terbetuk
kebaikan akhlak pribadi guna pnyempurnaan bentuk manusia dan melarang manusia
melakukan perbuatan jahat. membunuh,berzinah,mencuri dan sebagainya, tetapi
dirasakan juga sebagai bertentangan dengan norma kesusilaan dalam setiap hati
nurani manusia. orma etik hanya membebani manusia dengan kewajiban-kewajiban
saja.
asal atau sumber norma etik adalah dari manusia sendiri yang
bersifat otonom dan tidak ditujukan kepada sikap lahir. tetapi ditunjukan
kepada sikap batin manusia. batinnya sendirilah yang mengancam perbuatan yang
melanggar norma kesusilaan dengan sanksi itu. kalau terjadi pelanggaran norma
etik, misalnya pencurian atau penipuan, maka akan timbullah dalam hati nurani
si pelanggar itu penyesalan, rasa malu, takut, dan merasa bersalah.
daerah berlakunya norma etik relative universal, meskipun
tetap dipengaruhi oleh ideology masyarakat pendukungnya. prilaku membunuh
adalah prilaku yang amoral,asusila, atau tidak etis. pandangan ini bisa
diterima oleh dimana saja atau universal. namun, dalam hal tertentu, perlaku
seks bebas bagi masyarakat penganut kebebasan kemungkinan bukan perilaku
amoral. etika masyarakat timu mungkin berbeda dengan etika masyarakat barat.
norma etik atau norma moral menjadi acuan manusia dalam
berprilaku. dengan norma etik, manusia bisa membedakan mana perilaku yang baik
dan mana perilaku yang buruk. norma etik menjadi semacam das-sollen untuk
berperilaku baik. manusia yang beretika berarti perilaku manusia itu baik
sesuai dengan norma-norma etik.
budaya atau kebudayaan adalah hasil cipta,rasa dan karsa
manusia. manusia yang beretika akan menghasilkan budaya yang memiliki
nilai-nilai etik pula. etika berbudaya mengandung tuntutan/keharusan bahwa
budaya yang dicptakan manusia mengandung nili-nilai rtik yang kurang lebih
bersifat universal atau diterima sebagian besar orang. budaya yang memiliki
nilai-nilai etik adalah budaya yang mampu menjaga, mempertahankan, bahkan mampu
meningkatkan harkat dan martabat manusia itu sendiri. sebaliknya, budaya yang
tidak beretika adalah kebudayaan yang akan merendahkan atau bahkan
menghancurkan martabat kemanusiaan.
namun demikian, menentukan apakah suatu budaya yang
dihasilkan manusia itu memenuhi nilai-nilai etik ataukah menyimpang dari nilai
etika adalah bergantug dari paham atau ideology yang diyakini masyarakat
pendukung kebudayaan. hal ini dikarenakan berlakunya nilai-nilai etik bersifat
universal, namun amat dipengeruhi oleh ideology masyarakatnya.
contohnya, budaya perilaku berduaan di jalan antara sepasang
muda mudi, bahkan bermesraan di depan umum. masyarakat individu menyatakan
demikian bukanlah perilaku tidak etis, tetapi aka nada sebagiano orang atau
masyarakat yang berpandangan hal tersebut merupakan penyimpangan etik.
2. estetika manusia dalam berbudaya
etika
dapat dikatakan sebagai teori tentang keindahan atau seni. estetika berkaitan
dengan nilai-nilai jelek (tidak indah). nilai estetikaberarti nilai tentang
keindahan. keindahan dapat diberi makna secara luas, secara sempit dan estetik
murni.
a. secara luas, keindahan mengandung
nilai kebaikan. bahwa segala sesuatu yang baik termasuk yang abstrak maupun
nyata yang mengandung ide kebaikan adalah indah. keindahan dalam arti luas
meliputi banyak hal ,seperti watak yang indah, hukum yang indah, ilmu yang
indahdan kebajikan yang indah. indah dalam arti luas mencakup hampir seluruh yang
ada.apakah merupakan hasil seni, alam moral, dan intelektual.
b. secara sempit, yaitu indah yang
terbatas pada lingkup presepsi penglihatan (bentuk dan warna)
c. secara estetik murni, menyangkut
pengalaman estetik seseorang dalam hubungannya dengan segala sesuatu yang
diresapinya melalui penglihatan, pendengaran,peradapan, dan perasaan, yang
semuanya dapat menimbulkan presepsi (anggapan) indah.
jika estetika dibandingkan dengan etika, maka etika
berkaitan dengan nilai yang berkitan dengan baik-buruk, sedangkan estetika yang
berkaitan dengan indah jelek. sesuatu yang estetik berarti memenuhi unsure
keindahan (secaraestetik murni maupun secara sempit, baik dalam bentuk warna ,
garismkata, ataupun nada). budaya yang estetik berarti budaya itu memiliki
unsure keindahan.
apabilai nilai etik bersifatrelativuniversal, dalam arti
bisa diterima banyak orang, namun nilai estetik amat subjektif dan particular.
sesuatu yang indah bagi seseorang belum tentu indah bagi orang lain. misalkan
dua orang memandang sebuah lukisan, orang pertama akan mengakui keindahan yang
terkandung di dalam luksan tersebut, namun bisa jadi orang kedua sama sekali
tidak menemukan keindahan di lukisan tersebut.
oleh karena subjektif, nilai estetik tidak bisa dipaksakan
pada orang lain. kita tidak bisa memaksa seseorang untuk mengakui keindahan
sebuah lukisan sebagaimana pandangan kita, nilai-nilai estetik lebih bersifat
perasaan, bukan pernyataan.
budaya sebagai hasil karya mausia sesungguhnya diupayakan
untuk memenuhi unsure keindahan. manusia sendiri memang suka akan keindahan.
disinilah manusia berusaha berestetika dalam berbudaya. semua budaya pastilah
dipandang memiliki nilai-nilai estetik bagi masyarakat pendukung budaya
tersebut. hal-halyang indah dan kesukaannya pada keindahan diwujudkan dengan
menciptakan aneka ragam budaya.
namun sekali lagi, bahwa suatu produk budaya yang di pandang
indah oleh masyarakat pemiliknya belum tentu indah bagi masyarakat budaya lain.
contohnya, budaya suku-suku bangsa di Indonesia. tarian suatu suku berikut
penari mungkin dilihat tidak ada nilai estetikanya, bahkan dipandang aneh oleh
warga dari suku lain, demikian pula sebaliknya.
oleh karena itu, estetika berbudaya tidak semata-mata dalam
berbudaya harus memenuhi nilai-nilai keindahan. lebih dari itu estetika
berbudaya menyiratkan perlunya manusia untuk menghargai keindahan budayayang
dihasilkan oleh manusia lainnya.keindahan adalah subjektif. tetapi kita akan
dapat melepas subjektivitas kita untuk melihat adanya estetik.
5. BIMBINGAN SOSIAL TERHADAP
KEKUATAN PSIKISNYA
Menurut pandangan aliran
psikoanalisa kesenian, kesusasteraan, dan 9segala jenis idealisme sosial dan
politik muncul dari kenyataan bahwa kekuatan psikis yang dapat ditanamkan di
dalam obyek-obyek yang secara sosial dapat diterima, memberiknnya suatu nilai
yang tegas dan pasti. Masalah besar yang
dihadapi sosiologi dewasa ini ialah menemukan cara-cara untuk mempergunakan
kekuatan psikis ini sehingga bermanfaat secara kemasyarakatan.
Telah kita pahami bahwa idealisasi
dan sublimasi adalah bentuk-bentuk khusus dari apa yang kita sebut secara lebih
umum dengan ‘pemindahan kekuatan psikis’, menggunakan kekuatan psikis yang sama
dengan yang digunakan dalam kasus neorosa atau rasionalisasi atau pembentukan
reaksi, namun dengan akibat yang sungguh berbeda. Apakah kekuatan psikis itu
ditanamkan di dalam obyek-obyek yang secara kemasyarakatan dapat diterima,
tentu saja tergantung kepada kepribadian individual, namun demikina mungkin
pula tergantung kepada sifat dari bimbingan kekuatan-kekuatan yang bekerja di
dalam masyarakat dimana individu yang bersangkutan hidup.
Kita kini hidup dalam suatu periode
dimana ide perencanaan sosial tidaak lagi merupakan konsepsi yang asing sama
sekali. Mungkin sekali bimbingan terhadap kekiatan psikis kita, cepat atau
lambat akan dianggap sebagai suatu masalah sosial yang penting. Bimbingan
demikian tentu saja bukan berarti bahwa kita dapat atau menghendaki untuk
mengatur perkembangan individual kita secara mekanik atau kita harus mencoba
meramalkan perkembangan evolusi dari individdu tertentu. Peramalan evolusi dari
individu demikian itu adalah suatu hal yang tak mungkin dan tak perlu; namun
ada kemungkinan bahwa faktor-faktor umum cenderung membentuk perilaku manusia
dan kondisi pemanfaatan kekuatan psikis yang berlebih-lebihan mungkin ditampung
dan dibimbing karena mempengaruhi kebanyakan orang kearah tingkat tertentu dan
kedalam aturan tertentu. Dalam hal ini orang harus membedakan dua hal. Pertama,
kondisi individual tertentu dalam keadaan sebelum ditentukan, yakni sebelum
mendapatkan bantuan dari institusi tertentu yang menghasilkan tipe khusus
individu. Sekiranya ada orang yang mempercayai terbentuknya kepribadian
individu menurut cara ini, maka orang itu tentu berasumsi bahwa perkembangan
masyarakat secara berangsur-angsur dapat diramalkan, dan merupakan suatu yang
tak dapat dielakkan. Tetapi ini sama sekali bukan pendirian kita. Kita
berasumsi bahwa kondisi tertentulah yang menyebabkan timbulnya beberapa
pengaruh dengan derajat kemungkinan statistik tertentu. Namun kebebasan
berkembang diluar tipe itu adalah sesuatu yang esensial terhadap perkembangan
yang lebih banyak bersifat tentatif dan yang mudah disesuaikan ini.
Bimbingan terhadap kekuatan psikis
dan emosional dalam masyarakat yang lebih sederhana, pertama terdiri dari
penyesuaian kekuatan aktif menurut kebutuhan masyarakat yang lebih sederhana
seperti yang lahir dari proses pembagian kerja dalam masyarakat, dan kedua
dalaam menyelaraskan kekuatan yang berlebihan dengan merangsang pertumbuhan
pola sublimasi dengan mempengaruhi aktivitas yang menyenangkan dan sebagainya.
Kita harus mempelajari dengan sangat hati-hati bagaimana proses sublimasi dan
pemindahan kekuatan psikis dan emosional itu mendapatkan bimbingannya dalam
masyarakat yang lebih kuno.
6.
PENETAPAN OBYEK DAN PEMINDAHAN LIBIDO
Kemungkinan untuk membimbing
kekuatan emosionla disediakan oleh kenyataan fundamental bahwa emosi manusia
tidak seluruhnya ditentukan pada waktu lahir kepada obyek tertentu, dan malahan
sering kali situasi sosial yang menghubungkannya dengan obyek-obyek tertentu.
Sekali emosi dihubungkan dengan suatu obyek tertentu, maka kita berbicara
tentang ‘penentuan obyek’ atau disebut juga kathexis. Penetapatn obyek seperti
itu misalnya kecintaan anak terhadap orang tuanya dan sebaliknya, kecintaan
anak terhadap saudara-saudaranya, kecintaan murid terhadap gurunya san
sebaliknya, kecintaan anak terhadap teman sepermainannya dan sebagainya.
Disamping itu, dapat pula mencakup kecintaan terhadap rumah atau kecintaan
terhadap kegiatan-kegiatan seperti terhadap pekerjaan dan terhadap
simbol-simbol keagamaan atau politik, atau kepercayaan. Sekali penetapan obyek
telah terjadi maka ikatannya menjadi terkunci dengan era, namun demikian dalam
hal ini masih terdapat kemungkinan pergeseran libido dari satu obyek ke obyek
yang lain.
Seperti terjadi dalam proses evolusi
kehidupan anak-anak dimana terdapat model umum peniruan, yang dimulai dari
orang yang paling dekat hubungannya dengan si anak, kemudian mengarah kepada
orang yang lebih jauh hubungannya dengannya, dan dari contoh-contoh yang lebih
konkrit menuju kepada yang lebih abstrak, demikian pula proses pemindahan emosi
itu terjadi, dimulai dari ibunya dan anggota keluarganya yang lain menjurus
kepada anggota komunitas diluar anggota keluarganya, dan akhirnya terhadap
ide-ide abstra komunitas itu sendiri. Selanjutnya karena situasi dasar pada
setiap jenis kemampuan sosialisasi manusia ditemukan kenyataan bahwa anak
manusia lebih tergantung dibandingkan dengan anak binatang, dengan demikian
maka nasib libido ditentukan oleh situasi fundamental yang sama. Selama periode
menyusu dan pemeliharaan yang intensif, anak manusia mengembangkan perasaan
ketergantungan terhadap orang lain yang mendorong kearah pengembangan
kecenderungan yang bersifat libido dan kecenderungan emosional demikian itu
disatukan dan diaraahkan kepada seseorang, yang biasanya adalah ibunya. Karena
penetapan obyek emosional yang mula-mula terjadi selama masa bayi, maka pola
keluarga yang mula-mula itu sangat penting bagi individu dalam membantu
menciptakan sikap-sikapnya yang mendasar. Lasswell menekankan pada kenyataan
bahwa pemikiran orang dewasa hanyalah sebagian saja yang benar2benar
diperolehnya dalam masa dewasanya, dan karena itu obyek dan model-model yang
diperkenalkan semasa bayinya mempengaruhi perilaku orang dewasa dalam situasi
sosial. Kita sering melihat pertumbuhan tingkah laku anak-anak mencerminkan
sikap ibunya. Perasaan gelisah, pola kepercayaan tahyul dan tabu dari seseorang
mungkin sekali berasal dari sikap orangtuanya, dan terus berpengaruh setelah
anak itu menjadi dewasa. Karena itu setiap keluarga yang memperlihatkan pola
sikap dan pola perilaku tertentu, besar kemungkinan berasal dari lingkungan
eluarga si ayah dan si ibunya sendiri. Kenyataan ini sebagian menerangkan
kelambatan perkembangan masyarakat sekalipun dalam periode dinamis atau periode
revolusioner. Kelambatan perkembangan ini bukan karena kenyataan bahwa individu
tidak dapat diubah, melainkan karena kenyataan bahwa unit pembentuk kepribadian
yang fundamental yakni keluarga, telah bekerja dalam waktu yang lama dan dengan
cara yang sama, sekalipun lingkungan sosialnya telah berubah. Bukan warisan
biologis dan warisan mental yang menjadi alasan kenapa pola mental tertentu
direproduksi dari satu generasi ke generasi berikutnya tetapi adalah kenyataaan
bahwa perubahan-perubahan dalam kehidupan publik hanya merembes dengan sangat
lambat ke dalam kehidupan keluarga.
Seorang anak, sekali ia telah
dibentuk oleh keluarganya, hanya dapat dengan secara bertahap mengubah pola
utama sikap dan perilakunya itu. Namun demikian, terdapat suatu periode dalam
perkembangan anak-anak ketika pemindahan bagian penting penetapan libido
terjadi. Inilah yang dikenal sebagai periode pubertas atau periode remaja. Fase
pertumbuhan biologis ini bertepatan dengan kontak-kontak sosial baru dan
kebutuhan-kebutuhan sosial yang baru pula. Suatu konflik peranan dapat terjadi,
dan pada umumnya jika tak terselesaikan dengan baik, pemindahan fiksasi
emosional dapat terjadi. Terdapat suatu masalah remaja di dalam masyarakat kita
(Barat) dimana aspirasi kalangan remaja yang menuntut adanya kebebasan dan
desakan para orangtua terhadap keterikatan, bertentangan satu sama lain.
Menarik sekali bahwa masyarakat primitif mempunyai perencanaan dan
menginstitusionalisasikan fase transisi ini di dalam adat-istiadatnya yang
dihubungkan dengan upacara pelantikan atau pembayaran paraa remajanya menjadi
orang dewasa yang dikenal dengan istilah ‘initiation rites’.
Dalam suatu simposium yang membahas
penelitian sosiologi tentang masalah remaja, Margaret Mead, E.B. Reuter, dan
R.G. Foster mengemukakan aspek-aspek yang berbeda dari masalah ini. Menurut
Reuter, keremajaan tidak harus di definisikan dalam pengertian kematangan anak
secara psikis. Jika kita menganalisanya sebagai suatu pengalaman sosial, maka
keremajaan bermula ketika masyarakat tidak lagi memandang seseorang sebagai
anak kecil tetapi menilainya telah mengambil alih beberapa tanggung jawab orang
dewasa. Sedangkan usia pengambil alihan tanggung jawab itu terjadi, tergantung
kepada faktor-faktor sosial, bukan kepada faktor biologis. Kelompok keagamaan
menyerahkan tanggung jawab orang dewasa kepada anak-anak yang berusia antara
12-14 tahun. Dengan demikian, kelompok keagamaan itu mengesahkan anak-anak
dalam usia tersebut sebagai orang dewasa. Di Inggris, usia dewasa dalam soal
seksual adalah 16 tahun; usia untuk diizinkan minum alkohol 18 tahun.
Masyarakat modern cenderung menetapkan suatu periode transisi yang panjang
antara masa kanak-kanak dan masa dewasa, sementara itu anak remaja biasanya
menganggap dirinya sendiri sebagai orang dewasa, dan mendesak dengan satu dan
lain cara bahwa keluarga serta masyarakat tidak perlu lagi memperlakukan mereka
sebagai anak kecil.
Secara biologis keremajaan adalah
suatu tingkat perkembngan sosial dan suatu keadaan mental atau keadaan berpikir
tertentu. Keremajaan melambangkan suatu periode lanjutan dari sikap yang tidak
terpengaruh seorang pemuda dari pengendalian keluarga. Ini adalah suatu tanda
ketergantungan terhadap kelompok umurnya sebelum ia mencapai kebebasan secara
individual dalam membuat keputusan-keputusan yang menandai status kedewasaan
penuh. Banyak orang dewasa secara psikologis, yang sebenarnya tak pernah
melebihi sikap dan perasaan orang yang kita sebut remaja.
Sebagian besar tergantung kepada
jenis pola perilaku dan sikap yang ditawarkan kepada pemuda dalam fase kritis
dari pertumbuhannya. Jika suatu masyarakat dapa menentukan apa yang setepatnya
dilakukan dalam merencanakan pengaruh yang penting, dan dapat secara meyakinkan
mempengaruhi kedua fase fundamental, dari perkembangan manusia- yakni fase
anak-anak dan fase pubertas- sekalipun perbedaan secara individual masih akan
timbul tetapi suatu bimbingan yang lebih besar terhadap masyarakat akan
dimungkinkan. Memang setelah fase pubertas itupun kita tak henti-hentinya
mengubah sikap kita. Namun dasar kebersamaannya yang berasal dari lingkungan
keluarga akaan lebih besar peranannya. Saya yakin bahwa kita berada diambang
pintu suatu situasi masyarakat dimana akan memerlukan bimbingan yang lebih
besar lagi.
Dalam tingkat poerkembangan sosial
yang lebih kemudian, transformasi terus-menerus dan pemindahan libido diperlihatkan
oleh kenyataan bahwa masyarakat yang revolusioner ditandai oleh banyak
kelonggaran dari libido yang sebelumnya telah dikukuhkan. Ketegangan besar
dalam masyarakat seperti itu lahir dari kenyataan bahwa disana terfdapat
sejumlah kekuatan libido yang muncul tanpa suatu pengukuhan sedang mencari
integrasi baru. Dalam masyarakaty tradisional yang konservatif, kekuatan
emosional dikukuhkan dan dipelihara berdasrkan ata keluarga, pertemanan,
keanggotaan kelompok tradisional darimana seseorang dilahirkan, atas dasar
cita-cita yang dihargai dalam kelompok tersebut, dan dalam beberapa kasus
tertentu mendorong individu untuk mencoba melahirkannya di dalam skala sosial
tertentu. Pada waktu bersamaan, nilai emosional dari ide-ide keagamaan,
adat-istiadat dan sopan santun tradisional masih sangat kuat.
Tetapi sekali terjadi pergeseran
umum dalam struktur masyarakat, maka banyak orang yang melepaskan cita-cita
sosial dan politik, cita-cita keagamaan, kebiasaan rekreasi dan ambisi pribadi
yang tertanam di dalam perasaan mereka masing-masing. Sebagai akibatnya,
terdapat sejumlah kekuatan psikis yang terlantar yang dapat dimanfaatkan untuk
tujuan-tujuan baru.
Penciptaan agama baru yang hanya
dimungkinkan dalam situasi dimana suatu generasi baru telah melepaskan ikatan
emosionalnya yang lama dan jika kelompok pemimpinnya menyadari bahwa mereka
harus menciptakan fiksasi perasaan bersama yang baru yang dapat dipertalikan
dengan loyalitas menuju tatanan sosial baru. Fiksasi libido dalam periode
revolusi atau dalam masa-masa reformasi sosial biasanya dihasilkan oleh proses
demikian itu.
Makna sosiologis dari pemindahan
libido ini harus diakui sangat penting karena sama caranya dengan pemindahan
motif-motif individual dari obyek keluarga kepada obyek publik yang merupakan
bentuk normal dari perkembangan individual. Dengan demikian, perasaan-perasaan
kebanggaan dari kesetiaan yang dirasakan sseseorang anak terhadap orangtuanya
kemudian dapat dialihkan kepada tokoh pemimpin rakyat atau kepada tanah air.
Sebaliknya rasa kebencian terhadap seorang atau terhadap kedua orangtuanya
sebelumnya, mungkin kemudian dapat dibelokkan kearah penentangan terhadapa
kekuasaan raja, kelas kapitalis, atau terhadap penguasa lain. Seperti
dikemukakan Lasswell, seorang dewasa yang merasa bahwa ia tidak dapat lagi
mencintai ‘umat manusia ‘ ini. Ia tak dapat mencintai Tuhan namun ia dapat
mencintai bangsanya. Atau ia mungkin merasa tak mampu mencintai tanah airnya
dan malahan menjadikan kelasnya atau partainya sebagai obyek kecintaan dan
pemujaan.
Persoalan yang timbul disini ialah
apakah dan seberapa jauh psikologi bermanfaat dalam analisa politik. Menurut
saya analisa politik tanpa bantuan psikologi sendiri sebenarnya tidak mencukupi
karena ia mengandung keterbatasan yang sangat penting. Psikologi cenderung
memotong faktor-faktor sosial seperti perkembangan institusi dan mengabaikan
pengaruh tekanan ekonomi dan kebutuhan-kebutuhan serta pengaruh yang timbul
dari strategi dan faktor-faktor militer yang diperlihatkan dalam suatu
masyarakat.
7.
SOSIOLOGI TENTANG TIPE PERILAKU
i. Sikap dan Keinginan.
Sedemikian jauh telah dibicarakan
tentang proses yang paling mendasar yang menyatukan, melarutkan, menyatukan
kembali, menetapkan, dan memindahkan kekuatan psikis yang bersifat libido.
Perkembangan ini termasuk ke dalam
bahasan sosiologi umum (sistematika sosiologi) karena setiap masyarakat baik
yang paling primitif maupun yang paling maju atau yang paling rumit susunannya
didasarkan atas mekanisme ini. Sebaliknya sosiologi historis mempelajari bentuk-bentuk yang lebih
individual dari penetapan dan pemindahan libido seperti: sifat dari perasaan
kekeluargaan dalam periode historis tertentu atau tentang perasaan konsep
kasih-sayang dalam periode kekesatriaan atau tentang perasaan nasionalisme
diantara kelompok-kelompok sosial yang terdapat didalam suatu negara seperti
Jerman misalnya atau tentang sejarah pemindahan libido di dalam kehidupan
kelompok yang berbeda.
Diantara kedua tingkat sosiologi
ini, yakni antara sistematika sosiologidan sosiologi historis, terdapat suatu
tingkat perantara. Dalam tingkat perantara ini kita mempelajari tipe-tipe umum
tertentu dengan cukup nyata menandai keseluruhan tipe mental dan yang mungkin
kita untuk menerapkan pernyataan umum di dalam lingkungan historis yang lebih konkrit.
Contoh analisa seperti itu, disumbangkan oleh W.I. Thomas seorang sosiolog dan
ahli psikologi sosial Amerika yang menyusun tipe-tipe kelompok dan menyebutnya
dengan’empat keinginan’. Thomas mengakui bahwa jika kita mencoba menganalisa
sekelompok orang tertentu dan kita ingin menguraikan tidak hanya sekedar
aktivitas mereka dan penyesuaian tujuan bersama mereka, tetapi juga perubahan
kehidupan batin, (inner life) mereke, sikap, keinginan dan perasaan mereka,
maka kita membutuhkan suatu klasifikasi mana sebagian besar orang dapat
disesuaikan. Ini berarti bahwa klasifikasi itu dapat menampung secara utuh satu
tipe – yang mana ini jarang terjadi- atau klasifikasi itu menggambarkan suatu
campuran dari dua atau lebih tipe-tipe. Thomas mengakui bahwa keinginan-keinginan
manusia mempunyai perbedaan bentuk yang sangat besar tetapi menurutnya pula,
keinginan yang berbeda-beda itu dapat di klasifikasikan menjadi empat tipe
dengan beberapa keuntungan. Masing-masing tipe adalah sebagai berikut:
Ø Keinginan
untuk memperoleh pengalaman baru
Ø Keinginan
untuk memperoleh keamanan
Ø Keinginan
untuk memperoleh tanggapan
Ø Keinginan
untuk memperoleh penghargaan.
Thomas
mengira dan saya pun sependapat bahwa kompleks sikap berasal dari kecenderungan
mendasar, rangsangan atau apa yang disebut dengan naluriah. Thomas mencoba
meredusir keempat tipe keinginan tersebut menjadi pola sikap yang paling
mendasar yang telah dapat ditemukan pada kehidupan bayi dan pada tingkat
primitif dari evolusi sosial. Kiranya ada baiknya direkapitulasi di sini, baik
uraiannya tentang keinginan-keinginan fundamental maupun upayanya dalam
meredusir keinginan-keinginan manusia itu menjadi keinginan yang lebih
sederhana.
Ø Keinginan
Untuk Memperoleh Pengalaman Baru
Seluruh
pengalaman yang lazim dikejar seperti terbang, menangkap, meloloskan diri dari
pengejaran atau dari kematian adalah pengalaman yang menarik dan mengasyikkan.
Thomas membicarakan tentang pengalaman disini yang menandai kehidupan manusia
yang lebih kuno. Ada suatu informasi yamg lambat dari pola yang asli dan
sederhana ke pola yang disublimasikan secara lengkap dan ruwet. Sekarangpun
kita masih dapat mengenal sesuatu yang disebut: ‘pola pemburuan ‘kepentingan’.
Petualangan merupakan perubahan utama dari pola ini. Sensasi yang diberitaakan
di dalam koran merupakan jenis lain dari transformasi itu. Kegiatan individual
seperti yang diberitakan dikoran itu dan pengalaman seperti ketika
bercumbu-cumbuan juga merupakan suatu elemen yang dikejar. Dalaam setiap
penemuan ilmiah yang murni juga terdapat pola pemburuan terhadap pekerjaan dan
praktek yang sama juga terjadi dalam penyelesaian teka-teki atau suatu masalah.
Ø Keinginan
Untuk Memperoleh Keamanan
Keinginan
ini terutama didasarkan atas rasa takut yang bergandengan dengan kemungkinan
timbulnya penderitaan pisik atau kematian, daan mengekspresikan dirinya sendiri
dalam perasaan takut dan melarikan diri. Individu yang mendominasi oleh
keinginan untuk memperoleh keamanan biasanya sangat berhati-hati dan
konservatif, cenderung kepada kebiasaan yaang teratur, bekerja secara
sistematis dan suka mengumpulkan kekayaan. Polaritas sosial antara
pemberontakan dan orang yang tradisional berkaitan erat dengan ke dua tipe
pertama keinginan tersebut diatas.
Ø Keingin
Untuk Memperoleh Tanggapan
Keinginan
ini di kembangkan dari kecenderungan untuk mencintai, mencari dan memberi
tanda-tanda apresiasi. Kecenderungan ini terlihat dalam kesayangan seorang ibu
terhadap anaknya dan dalam tanggapan seorang anak terhadap kasih-sayang ibunya.
Namun keinginan ini juga bekerja pada derajat yang lain dalam keinginan untuk
mendapatkan tanggapan dari lawan jenis. Masa bercumbu-cumbuan yang penuh gairah
misalnya penuh dengan janji-janji muluk dan daya tarik demi untuk mendapatkan
tanggapan yang serupa itu pula kembali. Kecemburuan adalah suatu ekspresi dari
rasa takut, dalam hal mana tanggapan ditujukan kepada orang lain. Tetapi
sukse-sukses kemasyarakatan sering mengurangi keinginan untuk memenuhi
tanggapan secara personal.
Ø Keinginan
Untuk Memperoleh Penghargaan
Keinginan
ini diekspresikan dalam perjuangan perseorangan untuk memperoleh posisi atau
pengaruh dan prestisedalam kelompok sosial mereka sendiri. Ini kita namakan
keinginan untuk memperoleh status sosial. Contoh nyatanya ditemuukan dalam kasus
politisi atau kapten industri yang berjuang untuk memperoleh sukses. Seorang
laki-laki atau wanita, mungkin memancing tanggapan dan memperoleh perhatian
atau penghargaan melalui tindakan berpura-pura sakit. Sedangkan orang lainnya
mungkin memperoleh penghargaan dengan menampilkan sikap dan tindakan yang
berpura-pura atau dengan kerendahan hati yang sungguh-sungguh, dengan
mengorbankan kepentingan dirinya sendiri, dengan kesholehan dan dengan mati
syahid. Tendensi serupa itu mungkin bermanfaat secara kemasyarakatan dalam satu
hal tertentu dan berbahaya dalam hal yang lain. Motif-motif yang berkaitan
dengan suatu daya tarik untuk memperoleh pengahargaan melalui sikap yang
mementingkan diri sendiri dan kesukaan memamerkan disebut: sombong sedangkan aktivitas kreatif yang berkaitan dengan keinginan
yang serupa disebut: ambisi.
Kita boleh menggeser dari satu
kategori ke kategori yang lain dan menemukan obyek baru untuk kategori yang
sama. Terakhir, keinginan-keinginan yang berbeda mungkin dapat di gabungkan ke
dalam kepribadian seorang individu.
Seorang imigran ke Amerika misalnya
mungkin sekali ingin melihat dunia baru, untuk mencari keuntungan, untuk
mencari taraf hidup yang tinggi atau untuk memenuhi sejumlah keinginan yang
lain yang tercakup dalam keempat tipe keinginan tersebut diatas.
Wataak dapat dipandang sebagai suatu
ekspresi dari kesatuan keinginan-keinginan dasar yang dihasilkan dari saling
pengaruh-mempengaruhi antara temperamen dan pengalaman. Keinginan adalah titik
tolak dari aktivitas dan tekanan-tekanan terhadapnya dpat mempengaruhi perilaku
manusia.
ii. Kepentingan
Sedemikian jauh kita telah
menganggap penting unsur-unsur yang tidak disadari dan yang irrasional dari
kehidupan manusia. Meskipun kehidupan sosial tanpa terelakkan dibimbing sedemikian
luasnya oleh faktor-faktor ketidaaksadaran dan emosi, namun adalah suatu
kekeliruan besar bila diabaikan peranan yang dimainkan oleh kepentingan
rasional.
Kita akan membedakan dua ide tentang
‘kepentingan’. Pertama, kepentingan dalam arti luas. Contohnya seperti: yang
berkepentingan atau berminat terhadap rakyat, terhadap kesenian, atau terhadap
filsafat. Kepentingan demikian ini adalah murni dalam pengertian psikologi.
Kedua, di sebut kepentingan rasional.
Kepentingan dalam arti luas adalah
pasangan dari sikap. Menurut MacIver, sikap adalah keadaan berpikir secara
subyektif, mencakup kecenderungan bertindak menurut cara-cara yang khas, kapan
saja suatu stimuli timbul. Sikap seperti itu misalnya sikap cemburu, iri-hati,
benci, jijik, pemujaan, keyakinan atau ketidakyakinan. Seluruh sikap secara tak
langsung menyatakan obyek tertentu, ke arah mana sikap itu di tujukan, tetapi
obyek ini menyatakan keadaan pikiran, bukan obyek seperti yang ditunjukkan
dengan istilah ‘sikap’/
Sebaliknya, jika kita mengalihkan
perhatian kita dari subyek kepada obyek, maka kita akan berbicara tentang obyek
dari kepentingan. Seorang politisi misalnya, adalah obyek kepentingan dari
banyak orang walaupun sikap orang itu terhadapnya mungkin sangat berbeda-beda.
Kita dapat memulai dengan mengingat
suatu obyek kepentingan dari sudut pandangan elemen subyektif. Sekali
kepentingan saya dipusatkan kepada obyek itu maka hubungan obyektif antara
obyek itu dengan saya mejadi semakin penting. Dalam arti luas ini kita dapat
membicarakan tentang kepentingan terhadap obyek kultural seperti terhadap
filsafat. Dalam hal ini kepentingan berarti suatu obyek yang mendapatkan
perhatian kita.
Dari kepentingan dalam arti ‘saya
berminat terhadap sesuatu’, maka kita harus membedakannya dari kepentingan yang
mempunyai implikasi khusus terhadap keuntungan personal yang kadang-kadang kita
sebut ‘kepentingan sendiri’. Sebagai contohnya, saya mungkin menginginkan untuk
mencapai sejumlah terbesar kemungkinan dalam bidang kekuasaan, prestise atau
keuntungan ekonomi. Keinginan utama untuk memperoleh keuntungan, mendorong saya
untuk melakukan kegiatan. Ini berarti bahwa kepentingan memaksa saya untuk
mengorganisir tingakah laku saya untuk mencapai tujuan tertentu dan dalam hal
ini kita berbicara tentang makna kedua dari kepentingan yang kita bicarakan,
yakni kepentingan rasional. Kepentingan rasional ini secara tak langsung
enyatakan adanya perhitungan dan perjuangan untuk mencapai tujuan tertentu itu,
dan bentuk-bentuk yang kompleks dari penyesuaian diri, karena perhitungan
secara tak langsung berarti memilih cara-cara yang paling efektif dan jalan
yang paling singkat untuk mencapai tujuan itu serta dengan upaya ekonomi yang
paling besar. Ini secara tak langsung menyatakan pula adanya suatu kontrol
positif terhadap sumber daya dan dana yang diperlukan untuk mencapai tujuan
itu; kontrol positif terhadap pemilihan alat-alat dan cara-cara untuk memuaskan
keinginan-keinginan dan melatih kekuatan berpikir terutama inisiatif serta
mencerminkan kebutuhan terhadap kehati-hatian dan kebijaksanaan melihat jauh ke
depan.
Sebagai contoh, sementara kelompok
berdasarkan atas hubungan darah (keluarga atau suku) maka individu demikian
kuatnya dibatasi oleh keluarganya atau oleh sukunya sehingga individu itu tak
mampu membebaskan diri dari peraturan bersama dan tabu. Dalam kasus ini
individu tak dapat mengarahkan aktivitasnya menurut kepentingan dirinya
sendiri, tetapi menurut interpretasi kelompok terhadap situasi, kecuali jika
individu itu mencapai kepentingan persoalannya didalam kerangka kepentingan
kelompoknya itu. Tradisi sangat menetukan dala situasi seperti itu, sebagai
mana ditunjukkan oleh Malinowski dalam penelitiannya terhadap kehidupan ekonomi
penduduk di Kepulauan Koral, dimana harga tidak mengikuti hukum permintaan dan
penawaran, melainkan menurut tradisi.
Jika saya sedang berjuang untuk
mencapai sesuatu yang baik, dimana orang lain juga ingin mencapainya,
masing-masing untuk dirinya sendiri, maka kita berbicara tentang kepentingan yang sama (like interest).
Jika dua orang atau lebih mengejar suatu tujuan yang mana masing-masing orang
tetap merupakan unit-unit dari kesemuanya dan mereka menyadari sebagai suatu
keseluruhan, maka kita berbicara tentang kepentingan
bersama (commo interest). Kepentingan yang sama mendorong terjadinya
kompetisi untuk mendapatkan barang sesuatu yang sama, sedangkan kepentingan
bersama mendorong terciptanya kerjasama. Satu masalah terpenting dalam
menciptakan keharmonisan masyarakat ialah bagaimana mengubah kepentingan yang
sama menjadi kepentingan bersama, bagaimana mengubah kompetisi menjadi
kooperasi atau kerjasama. Masalah ini menyangkut bimbingan terhadap pemindahan
libido.
Perbedaan penting lainnya ialah
antara kepentingan jangka panjang dan jangka pendek. Jika seseorang mempunyai
kebiasaan mengubah-ubah keinginan dan keppentingan maka ia takkan mampu
mengorganisir perilakunya sejalan dengan tujuan jangka panjang. Contoh perilaku
serupa itu ditunjukkan oleh kemanjaan seorang anak yang selalu menuntut dan
menerima pemenuhan keinginannya dalam waktu singkat atau seseorang pengembara
yang tidak mempunyai tujuan yang jelas dalam hidupnya. Satu syarat terpenting
untuk pertumbuhan aktivitas yang terorganisir dan syarat terpenting untuk semua
epentingan-kepentingan jangka panjang, dan kekayaan pribadi telah menjadi
kekuatan yang sangat berarti sepanjang sejarah dalam menciptakan kepentingan
jangka panjang bagi individu. Setiap sistem produksi yang kompleks atau
organisasi sosial yang kompleks, memerlukan aktivitas jangka panjang dan bagi kelompok
pemimpin aktivitas itu kebanyakan diciptakan melaui kekayaan pribadi. Tetapi
aktivitas jangka panjang itu juga dapat diciptakan dengan mengorganisir
kepentingan bersama yang didasarkan atas kesadaran terhadap kekayaan bersama
atau dengan mengutamakan hasil usaha bersama yang terbesar. Contohnya dapat
ditemukan dalam sikap kesetiaan terhadap hukum atau terhadap cita-cita ideal di
Inggris yang terlihat di kalangan tentara, olahragawan, pegawai pemerintah, dan
juga terlihat di Uni Soviet dalam kesuksesan apa yang disebut ‘kompetisi
sosialis’. Pemaksaan mendatangkan akibat-akibat buruk, dan perbudakan adalah
paling menyedihkan. Kekayaan pribadi dan usaha yang didasarkan atas intensif
berupa penghargaan atau keuntungan, memberikan hasil yang jauh lebih baik.
Kekayaan pribadi, menekankan kepada perhitungan jangka panjang
dan pada gilirannya mengorganisir perilku individu. Wujud yang tepat dari
kepentingan dan pengorganisasian perilaku, berbeda-beda menurut jenis kekayaan yang dimiliki. Kepentingan terhadap
tanah sebagai contoh, menciptakan fiksasi libido yang jauh lebih besar terhadap
obyek yang konkrit dibandingkan dengan kepentingan terhadap uang yang
menciptakan suatu tipe abstrak fiksasi libido. Kepentingan terhadap tanah
sebaliknya mendorong munculnya perasaan kemengangan hidup dari kesuburan tanah
melalui perjuangan pribadi dan melalui pemahaman terhadap bumi dan penduduk
yang mengolahnya.
Penciptaan perilaku yang tidak
disenangi dalam masyarakat adalah masalah yang amat penting yang akan
merepotkan kita terus-menerus. Ini dirangsang oleh kenyataan bahwa terdapat
suatu mata rantai yang panjang yang menghubungkan antara langkah pertama dan
yang terakhir dari aktivitas kita. Orang yang termasuk anggota partai sosialis
misalnya, mungkin tidak pernah mempunyai kesempaatan untuk melihat atau
memahami tujuan-tujuan dari gerakan yang mana
ia termasuk salah seoraang diantara yang ingin mencapainya selama
hayatnya. Dengan demikian bukan hanya kekayaan pribadi, tetapi setiap jenis
kerjasama dan pembagian kerja meningkatkan kesempatan bagi perilaku yang
abstrak, mengembangkan kapasitas untuk memperpanjang ketegaangan antara
keinginan-keinginan dan pemenuhannya.
Integrasi sosial dari keinginan dan
sikap sangat besar perbedaannya daripada pengintegrasian kepentingan.
Pengintegrasian kepentingan itu sebgaian besar terbentuk melalui kompromi, yang
berarti bahwa orang yang mempunyai kepentingan yang serupa misalnya yang
berkompetisi untuk mendapatkan suatu keuntungan, melepaskan sebagian dari
keuntungan mereka atas dasar persetujuan rasional. Keseluruhan pertukaran
secara barter dilakukan dalam suatu penolakan terhadap keuntungan yang
diharaapkan dalam setiap jenis perserikatan adalah merupakan hasil dari
pengintegrasian kepentingan.
Pengintegrasian sikap sebaliknya terbentuk
atas dasar identifikasi secara langsung. Ini berarti bahwa kita
mengidentifikasikan diri kita sendiri dengan anggota lainnya dari komunitas dan
juga antara komunitas yang satu dengan yang lain. Masyarakat modern membentuk
kepentingan jangka panjang, cenderung menekan elemen libido dari bidang
kegiatan publik dan dari pekerjaan, dan ini mungkin merupakan suatu handikap
yang serius dalam aktivitas sosial tertentu dan dalam situasi sosial tertentu.
No comments:
Post a Comment