20 Feb 2014

LATAR BELAKANG BERDIRINYA MUHAMMADIYAH



BAB IX

Latar Belakang berdirinya Muhammadiyah



1. Faktor subyektif
            Faktor Subyektif yang sangat kuat, bahkan dikatakan sbagai faktor utama dan faktor penentu yang mendorong berdirinya Muhammadiyah adalah hasil pendalaman KHA. Dahlan terhadap Al Qur'an dalam menelaah, membahas dan meneliti dan mengkaji kandungan isinya. Sikap KHA. Dahlan seperti ini sesungguhnya dalam rangka melaksanakan firman Allah sebagaimana yang tersimpul dalam dalam surat An-Nisa ayat 82 dan surat MUhammad ayat 24 yaitu melakukan taddabur atau memperhatikan dan mencermati dengan penuh ketelitian terhadap apa yang tersirat dalam ayat. Sikap seperti ini pulalah yang dilakukan KHA. Dahlan ketika menatap surat Ali Imran ayat 104 :
"Dan hendaklah ada diantara kamu sekalian segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung ".
Memahami seruan diatas, KHA. Dahlan tergerak hatinya untuk membangan sebuah perkumpulan, organisasi atau persyarikatan yang teratur dan rapi yang tugasnya berkhidmad pada melaksanakan misi dakwah Islam amar Makruf Nahi Munkar di tengah masyarakat kita.

2. Faktor Obyektif
            Ada beberapa sebab yang bersifat objektif yang melatarbelakangi berdirinya Muhammadiyah, yang sebagian dapat dikelompokkan dalam faktor internal, yaitu faktor-faktor penyebab yang muncul di tengah-tengah kehidupan masyarakat Islam Indonesia, dan sebagiannya dapat dimasukkan ke dalam faktor eksternal, yaitu faktor-faktor penyebab yang ada di luar tubuh masyarakat Islam Indonesia.
Faktor obyektif yang bersifat internal
a. Ketidakmurnian amalan Islam akibat tidak dijadikannya Al-Quran dan as-Sunnah sebagai satu-satunya rujukan oleh sebagian besar umat Islam Indonesia
b. Lembaga pendidikan yang dimiliki umat Islam belum mampu menyiapkan generasi yang siap mengemban misi selaku ”Khalifah Allah di atas bumi”
Faktor obyektif yang bersifat eksternal
a. Semakin meningkatnya Gerakan Kristenisasi di tengah-tengah masyarakat Indonesia
b. Penetrasi Bangsa-bangsa Eropa, terutama Bangsa Belanda ke Indonesia
c. Pengaruh dari Gerakan Pembaharuan dalam Dunia Islam.



A. Riwayat Hidup K.H. Ahmad Dahlan
Ahmad Dahlan lahir di Kauman Yogyakarta pada tahun 1868 dan meninggal pada tanggal 1923 M. Sewaktu kecil ia diberi nama Muhammad Darwis. Ia berasal dari keluarga yang terkenal ‘alim dalam ilmu agama. Ayahnya bernama K.H. Abu Bakar, seorang imam dan khatib masjid besar Kraton Yogyakarta. Sementara ibunya bernama Siti Aminah putri K.H. Ibrahim yang pernah menjabat sebagai penghulu di Kraton Yogyakarta.[3]
Sejak kecil Ahmad Dahlan dididik oleh ayahnya K.H. Abu Bakar seorang imam dan khatib masjid besar Kraton Yogyakarta. Menurut Ramayulis dan Samsul Nizar pendidikan dasarnya dimulai dengan belajar membaca dan menulis, mengaji Al-Qur an dan kitab-kitab agama. Kemudian, beliau juga belajar dengan K.H. Muhammad Saleh (ilmu Fiqh), K.H. Muhsin (ilmu Nahwu), KH. R. Dahlan (ilmu falak), K.H. Mahfuz dan Syekh Khayyat Sattokh (ilmu hadis), Syekh Amin dan Sayyid Bakri (qiraat al-Qur an) serta beberapa guru lainnya.
Selanjutnya Ramayulis dan Samsul Nizar mengungkapkan, setelah beberapa tahun belajar dengan gurunya beliau berangkat ke tanah suci pada tahun 1890 dan bermukim di sana selama setahun. Merasa tidak puas dengan kunjungannya itu, pada tahun 1903 ia berangkat kembali dan menetap di sana selama dua tahun. Selama berada di Mekkah ini ia banyak bertemu dan bermuzakarah dengan sejumlah ulama Indonesia yang bermukim disana, di antaranya Syekh Muhammad Khatib Al-Minangakabawi, Kiyai Nawawi al-Banteni, Kiyai Mas Abdullah dan Kiyai Fakih Kembang. Pada saat itu pula ia mulai berkenalan dengan ide-ide pembaharuan yang dilakukan melalui penganalisaan kitab-kitab yang dikarang oleh refomer Islam seperti Ibn Taimiyah, Ibn Qoyyim al-Jauziyah, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha dan lain sebagainya. Melalui penganalisaan kitab-kitab yang dikarang oleh ulama reformer tersebut telah membuka wawasan Dahlan tentang universalitas Islam. Ide-ide reinterpretasi Islam dengan gagasan kembali kepada Al-Qur an dan Sunnah.
Ide pembaharuan yang berhembus di Timur Tengah sangat menggelitik hatinya, apalagi bila melihat kondisi umat Islam di Indonesia yang sngat stagnan. Untuk itu, atas saran beberapa orang murid dan anggota Budi Utomo, maka Dahlan merasa perlu merealisasikan ide-ide pembaharuannya. Untuk itu, pada tanggal 18 November 1912 beliau mendirikan organisasi Muhammadiyah di Yogyakarta. Di samping Muhammadiyah, K.H. Ahmad Dahlan juga mendirikan organisasi wanita yaitu ’Aisyiyah pada tahun 1917. Organisasi ini merupakan wadah untuk kegiatan perempuan dalam memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran Islam secara murni dan konsekwen. Berdirinya organisasi ini diawali dengan sejumlah pengajaran yang dilakukan oleh Ahmad Dahlan mengenai perintah agama. Kursus tersebut diadakan dalam perkumpulan ”Sopo Tresno” pada tahun 1914. Perkumpulan inilah nanti yang berganti nama dengan ’Aisyiyah.
Secara garis besar ada dua faktor yang mempengaruhi kelahiran Muhammadiyah, faktor subjektif yaitu ingin melaksanakan hasil pemahaman K.H.Ahmad Dahlan terhadap frrman Allah surat An-Nisa’ ayat 82 dan surat Muhammad ayat 24 serta surat Ali Imran ayat 104. Faktor objektif yang bersifat internal dan eksternal. Faktor objektif internal yaitu kondisi kehidupan masyarakat Indonesia antara lain; ketidakmurnian pengamalan Islam akibat tidak dijadikan Al-Qur an dan as-Sunnah sebagai satu-satunya rujukan oleh sebagian besar umat Islam Indonesia. Kemudian, lembaga pendidikan yang dimiliki umat Islam belum mampu menyiapkan generasi yang siap mengemban misi selaku Khalifah Allah di atas bumi. . Karena itu, Muhammadiyah menitik beratkan gerakannya kepada sosial keagamaan dan pendidikan.
Adapun faktor objektif yang bersifat eksternal antara lain, semakin meningkatnya Gerakan Kristenisasi di tengah-tengah masyarakat Indonesia, dan penetrasi bangsa-bangsa Eropah, terutama bangsa Belanda ke Indonesia.
Di samping itu, politik kolonialis Belanda mempunyai kepentingan terhadap penyebaran agama Kristen di Indonesia. Dengan program ini akan didapat nilai ganda yaitu di samping bernilai keagamaan dalam arti telah dapat menyelamatkan domba-domba yang hilang, juga bernilai politis, karena betapa eratnya hubungan agama (Kristen) dengan pemerintahan (Hindia Belanda) setelah penduduk bumi putra masuk Kristen akan menjadi warga-warga yang loyal lahir dan batin bagi pemerintah.
K.H. Sahlan Rosidi secara rinci menyebutkan faktor-faktor yang mendorong K.H.Ahmad Dahlan mendirikan organisasi Muhammadiyah, ialah: taklid yang begitu membudaya dalam masyarakat Islam, khurafat dan syirik telah bercampur dengan akidah, sehingga kemurnian akidah sudah tidak tampak lagi, bid’ah yang terdapat pada pengamalan ibadah, kejumudan berfikir dan kebodohan umat, sistem pendidikan yang sudah tidak relevan, timbulnya kelas elit intelek yang bersikap sinis terhadap Islam dan orang Islam, rasa rendah diri di kalangan umat Islam, tidak ada program perjuangan umat Islam yang teratur dan terencana khususnya dalam pelaksanaan dakwah Islam, tidak ada persatuan umat Islam, kemiskinan umat bila dibiarkan akan membahayakan karena mudah dirongrong oleh golongan kafir yang kuat ekonominya, politik kolonialisme Belanda yang menekan dan menghambat hidup dan kehidupan umat Islam di Indonesia, politik kolonialisme Belanda menunjang kristenisasi di Indonesia. Berdasarkan faktor-faktor tersebut, dan dorongan orang-orang Budi Utomo dan Syekh Ahmad Syurkati K.H.Ahmad Dahlan dengan dibantu oleh murid-muridnya, mendirikan organisasi yang diberi nama Muhammadiyah. Menurut catatan Alfian, ada sembilan orang tokoh pendiri Muhammadiyah yaitu; K.H. Ahmad Dahlan, H. Abdullah Siradj, Raden Ketib Cendana Haji Ahmad, Haji Abdurrahman, R. H. Sarkawi, H. Muhammad, R. H. Djaelani, H. Anis, dan H. Muhammad Fakih.
Organisasi Muhammadiyah sampai tahun 1917 belum membuat pembagian kerja yang jelas. Hal ini disebabkan wilayah kerjanya hanya Yogyakarta saja. Dalam kurun ini K.H. Ahmad Dahlan sendiri aktif berdakwah, mengajar di sekolah Muhammadiyah dan memberikan bimbingan kepada masyarakat seperti shalat dan bantuan kepada fakir miskin
Kemudian, pada tahun-tahun berikut, Muhammadiyah mengembangkan sayap operasi, bahkan pada tahun 1921 telah meliputi seluruh Indonesia, Cabang utama dan pertama yang berdiri di luar pulau Jawa adalah Minangkabau sekitar tahun 1923, Bengkulu, Banjarmasin dan Amuntai sekitar tahun 1927 dan Aceh bersamaan dengan Makasar sekitar tahun 1929.
Dalam melaksanakan roda organisasi K.H. Ahmad Dahlan tidak bekerja sendirian, ia dibantu oleh kawan-kawannya dari Kauman, seperti H. Sijak, H. Fakhruddin, H. Tamim, H. Syarkawi, dan H. Abdul Gani. Sedangkan anggota Budi Utomo yang keras mendukung segera mendirikan sekolah agama yang bersifat moderen adalah Mas Rasyidi dan R. Sosrosugondo. Kemudian, setelah organisasi Muhammadiyah didirikan dan melaksanakan amal usahanya di bidang pendidikan, dan sosial sampai tahun meninggalnya K.H. Ahmad Dahlan yaitu tanggal 23 Februari 1923.

3.        Sejarah Muhammadiyah
Muhammadiyah didirikan di Kampung Kauman Yogyakarta, pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H/18 Nopember 1912 oleh seorang yang bernama Muhammad Darwis, kemudian dikenal dengan K.H.AAhmad Dahlan .
Beliau adalah pegawai kesultanan Kraton Yogyakarta sebagai seorang Khatib dan sebagai pedagang. Melihat keadaan ummat Islam pada waktu itu dalam keadaan jumud, beku dan penuh dengan amalan-amalan yang bersifat mistik, beliau tergerak hatinya untuk mengajak mereka kembali kepada ajaran Islam yang sebenarnya berdasarkan Qur`an dan Hadist. Oleh karena itu beliau memberikan pengertian keagamaan dirumahnya ditengah kesibukannya sebagai Khatib dan para pedagang.
Mula-mula ajaran ini ditolak, namun berkat ketekunan dan kesabarannya, akhirnya mendapat sambutan dari keluarga dan teman dekatnya. Profesinya sebagai pedagang sangat mendukung ajakan beliau, sehingga dalam waktu singkat ajakannya menyebar ke luar kampung Kauman bahkan sampai ke luar daerah dan ke luar pulau Jawa. Untuk mengorganisir kegiatan tersebut maka didirikan Persyarikatan Muhammadiyah. Dan kini Muhammadiyah telah ada diseluruh pelosok tanah air.
Disamping memberikan pelajaran/pengetahuannya kepada laki-laki, beliau juga memberi pelajaran kepada kaum Ibu muda dalam forum pengajian yang disebut "Sidratul Muntaha". Pada siang hari pelajaran untuk anak-anak laki-laki dan perempuan. Pada malam hari untuk anak-anak yang telah dewasa.
KH A Dahlan memimpin Muhammadiyah dari tahun 1912 hingga tahun 1922 dimana saat itu masih menggunakan sistem permusyawaratan rapat tahunan. Pada rapat tahun ke 11, Pemimpin Muhammadiyah dipegang oleh KH Ibrahim yang kemudian memegang Muhammadiyah hingga tahun 1934.Rapat Tahunan itu sendiri kemudian berubah menjadi Konggres Tahunan pada tahun 1926 yang di kemudian hari berubah menjadi Muktamar tiga tahunan dan seperti saat ini Menjadi Muktamar 5 tahunan.

4.    Profil Muhammadiyah dan Data Persyarikatan
Nama Organisasi
:
Muhammadiyah
Berdiri
:
18 Nopember 1912 M
8 Dzulhijah 1330 H
Pendiri
:
K.H. Ahmad Dahlan
Ketua Umum (2010-2015)
:
Prof. Dr. H.M. Sirajuddin Syamsuddin, MA
Lokasi Awal Berdiri
:
Kampung Kauman, Yogyakarta
Alamat Kantor Pimpinan Pusat Muhammdiyah
:
Yogyakarta:
Kantor Pimpinan Pusat Muhammadiyah
Jl. Cik Ditiro No. 23 Yogyakarta 55262 Telp. +62 274 553132 Fax.(+62 274 553137

Jakarta:
Gedung Dakwah Muhammadiyah,
Jl. Menteng Raya No.62 Jakarta 10340 Telp. +62 21 3903021 Fax. +62 21 3903024
Jaringan Muhammadiyah
1.   Pimmpinan Wilayah (PWM)
2.   Pimpinan Daerah (PDM)
3.   Pimpinan Cabang (PCM)
4.   Pimpinan Ranting (PRM)

:
:
:
:

33 Wilayah (Propinsi)
417 Daerah (Kabupaten/Kota)
3.221 Cabang (Kecamatan)
8.107 Ranting (Desa/Kelurahan)
Majelis-Majelis
:
1.       Majelis Tarjih dan Tadjid
2.       Majelis Tabligh
3.       Majelis Pendidikan Tinggi (MPT)
4.       Majelis Pembina  Kesehatan Umum (MPKU)
5.       Majelis Pendidikan Kader (MPK)
6.       Majelis Pustaka dan Informasi (MPI)
7.       Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan (MEK)
8.       Majelis Lingkungan Hidup (MLH)
9.       Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM)
10.   Majelis Pelayanan Sosial (MPS)
11.   Majelis Hukum dan Hak Asasi Manusia (MH-HAM)

12.   Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen)
13.   Majelis Wakaf dan Kehartabendaan (MWK)
Lembaga-Lembaga
:
1.       Lembaga Amal Zakat Infaq dan Shodaqqoh (LAZIS)
2.       Lembaga Hubungan dan Kerjasama International
3.       Lembaga Pengawas Pengelolaan Keuangan
4.       Lembaga Pengembangan Cabang dan Ranting
5.       Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik
6.       Lembaga Penanganan Bencana
7.       Lembaga Seni Budaya dan Olahraga
Organisasi Otonom
:
1.       Aisyiyah
2.       Pemud Muhammadiyah
3.       Nasyiyatul Aisyiyah
4.       Ikatan Mahasiswa Muhamamdiyah
5.       Ikatan Pelajar Muhammadiyah
6.       Hizbul Wathan
7.       Tapak Suci
Muktamar Muhammadiyah (1912 – 2010)
:

Jumlah Ketua Umum (1912 – 2010)
:


5.      Data Amal Usaha Muhammadiyah

No
Jenis Amal Usaha
Jumlah
1
Sekolah Dasar (SD)
1.176
2
Madrasah Ibtidaiyah/Diniyah (MI/MD)
1.428
3
Sekolah Menengah Pertama (SMP)
1.188
4
Madrasah Tsanawiyah (MTs)
534
5
Sekolah Menengah Atas (SMA)
515
6
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)
278
7
Madrasah Aliyah (MA)
172
8
Pondok Pesantren
67
9
Akademi
19
10
Politeknik
4
11
Sekolah Tinggi
88
12
Universitas
40

Jumlah total Perguruan tinggi Muhammadiyah
151
13
Perguruan Tinggi Aisyiyah
11
14
Rumah Sakit, Rumah Bersalin, BKIA, BP, dll
457
15
Panti Asuhan, Santunan, Asuhan Keluarga, dll.
318
16
Panti jompo *
54
17
Rehabilitasi Cacat *
82
18
TK Aisyiyah Bustanul Athfal *
2.289
19
Sekolah Luar Biasa (SLB) *
71
20
Masjid *
6.118
21
Musholla *
5.080
22
Tanah *
20.945.504   










6.    Ciri Khas
Nama Organisasi
:
Muhammadiyah
Lambang Organisasi








:
Bentuk Lambang
Lambang persyarikatan berbentuk matahari yang memancarkan  duabelas sinar yang mengarah ke segala penjuru dengan sinarnya yang putih bersih bercahaya. Di tengah-tengah matahari terdapat tulisan dengan huruf Arab : Muhammadiyah. Pada lingkaran yang mengelilingi tulisan huruf Arab berwujud kalimat syahadat tauhid : asyhadu anal ila,ha illa Allah (saya bersaksi bahwasannya tidak ada Tuhan kecuali Allah); di lingkaran sebelah atas dan pada lingkaran bagian bawah tertulis kalimat syahadat Rasul : wa asyhadu anna Muhammaddar Rasulullah (dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah). Seluruh Gambar matahari dengan atributnya berwarna putih dan terletak di atas warna dasar hijau daun.
Arti Lambang
Matahari merupakan titik pusat dalam tata surya dan merupakan sumber kekuatan semua makhluk hidup yang ada di bumi. Jika matahari menjadi kekuatan cikal bakal biologis, Muhammadiyah diharapkan dapat menjadi sumber kekuatan spiritual dengan nilai-nilai Islam yang berintikan dua kalimat syahadat.
Duabelas sinar matahari yang memancar ke seluruh penjuru diibaratkan sebagai tekad dan semagat warga Muhammadiyah dalam memperjuangkan Islam, semangat yang pantang mundur dan pantang menyerah seperti kaum Hawari (sahabat nabi Isa yang berjumlah 12)
Warna Putih pada seluruh gambar matahari melambangkan kesucian dan keikhlasan
Warna Hijau yang menjadi warna dasar melambangkan kedamaian dan dan kesejahteraan.
Warna Organisasi
:
Hijau Daun
Lagu
:
Mars Sang Surya


7.    Ciri Perjuangan Muhammadiyah
Dengan melihat sejarah pertumbuhan dan perkembangan persyarikatan Muhammadiyah sejak kelahirannya, memperhatikan faktor-faktor yang melatarbelakangi berdirinya, aspirasi, motif, dan cita-citanya serta amal usaha dan gerakannya, nyata sekali bahwa didalammya terdapat ciri-ciri khusus yang menjadi identitas dari hakikat atau jati diri Persyarikatan Muhammadiyah. Secara jelas dapat diamati dengan mudah oleh siapapun yang secara sepintas mau memperhatikan ciri-ciri perjuangan Muhammdiyah itu adalah sebagai berikut:
1.      Muhammadiyah adalah gerakan Islam
2.      Muhammadiyah adalah gerakan dakwah Islam amar ma’ruf nahi munkar
3.      Muhammadiyah adalah gerakan tajdid

A.     Muhammdiyah sebagai Gerakan Islam
Telah diuraikan dalam bab terdahulu bahwa Persyarikatan Muhammadiyah dibangun oleh KH Ahmad Dahlan sebagi hasil kongkrit dari telaah dan pendalaman (tadabbur) terhadap Alquranul Karim. Faktor inilah yang sebenarnya paling utama yang mendorong berdirinya Muhammadiyah, sedang faktor-faktor lainnya dapat dikatakan sebagai faktor penunjang atau faktor perangsang semata. Dengan ketelitiannya yang sangat memadai pada setiap mengkaji ayat-ayat Alquran, khususnya ketika menelaah surat Ali Imran, ayat:104, maka akhirnya dilahirkan amalan kongkret, yaitu lahirnya Persyarikatan Muhammadiyah. Kajian serupa ini telah dikembangkan sehingga dari hasil kajian ayat-ayat tersebut oleh KHR Hadjid dinamakan “Ajaran KH Ahmad Dahlan dengan kelompok 17, kelompok ayat-ayat Alquran”, yang didalammya tergambar secara jelas asal-usul ruh, jiwa, nafas, semangat Muhammadiyah dalam pengabdiyannya kepada Allah SWT.
Dari latar belakang berdirinya Muhammadiyah seperti di atas jelaslah bahwa sesungguhnya kelahiran Muhammadiyah itu tidak lain karena diilhami, dimotivasi, dan disemangati oleh ajaran-ajaran Al-Qur’an karena itupula seluruh gerakannya tidak ada motif lain kecuali semata-mata untuk merealisasikan prinsip-prinsip ajaran Islam. Segala yang dilakukan Muhammadiyah, baik dalam bidang pendidikan dan pengajaran, kemasyarakatan, kerumahtanggaan, perekonomian, dan sebagainya tidak dapat dilepaskan dari usaha untuk mewujudkan dan melaksankan ajaran Islam. Tegasnya gerakan Muhammadiyah hendak berusaha untuk menampilkan wajah Islam dalam wujud yang riil, kongkret, dan nyata, yang dapat dihayati, dirasakan, dan dinikmati oleh umat sebagai rahmatan lil’alamin.

B.      Muhammadiyah sebagai Gerakan Dakwah Islam
Ciri kedua dari gerakan Muhammadiyah dikenal sebagai gerakan dakwah Islamiyah. Ciri yang kedua ini muncul sejak dari kelahirannya dan tetap melekat tidak terpisahkan dalam jati diri Muahammadiyah. Sebagaimana telah diuraikan dalam bab terdahulu bahwa faktor utama yang mendorong berdirinya Persyarikatan Muhammadiyah berasal dari pendalaman KHA Dahlan terdapat ayat-ayat Alquran Alkarim, terutama sekali surat Ali Imran, Ayat:104. Berdasarkan Surat Ali Imran, ayat : 104 inilah Muhammadiyah meletakkan khittah atau strategi dasar perjuangannya, yaitu dakwah (menyeru, mengajak) Islam, amar ma’ruf nahi munkar dengan masyarakat sebagai medan juangnya. Gerakan Muhammadiyah berkiprah di tengah-tengah masyarakat bangsa Indonesia dengan membangun berbagai ragam amal usaha yang benar-benar dapat menyentuh hajat orang banyak seperti berbagai ragam lembaga pendidikan sejak taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi, membangun sekian banyak rumah sakit, panti-panti asuhan dan sebagainya. Semua amal usaha Muhammadiyah seperti itu tidak lain merupakan suatu manifestasi dakwah islamiyah. Semua amal usaha diadakan dengan niat dan tujuan tunggal, yaitu untuk dijadikan sarana dan wahana dakwah Islamiyah.

C.      Muhammadiyah sebagi Gerakan Tajdid
Ciri ke tiga yang melekat pada Persyarikatan Muhammadiyah adalah sebagai Gerakan Tajdid atau Gerakan Reformasi. Muhammadiyah sejak semula menempatkan diri sebagai salah satu organisasi yang berkhidmat menyebarluaskan ajaran Agama Islam sebagaimana yang tercantum dalam Alquran dan Assunah, sekaligus memebersihkan berbagai amalan umat yang terang-trangan menyimpang dari ajaran Islam, baik berupa khurafat, syirik, maupun bid’ah lewat gerakan dakwah. Muhammadiyah sebagai salah satu mata rantai dari gerakan tajdid yang diawali oleh ulama besar Ibnu Taimiyah sudah barang tentu ada kesamaaan nafas, yaitu memerangi secara total berbagai penyimpangan ajaran Islam seperti syirik, khurafat, bid’ah dan tajdid, sbab semua itu merupakan benalu yang dapat merusak akidah dan ibadah seseorang.
Sifat Tajdid yang dikenakan pada gerakan Muhammadiyah sebenarnya tidak hanya sebatas pengertian upaya memurnikan ajaran Islam dari berbagai kotoran yang menempel pada tubuhnya, melainkan juga termasuk upaya Muhammadiyah melakukan berbagai pembaharuan cara-cara pelaksanaan Islam dalam kehidupan bermasyarakat, semacam memperbaharui cara penyelenggaraan pendidikan, cara penyantunan terhadap fakir miskin dan anak yatim, cara pengelolaan zakat fitrah dan zakat harta benda, cara pengelolaan rumah sakit, pelaksanaan sholat Id dan pelaksanaan kurba dan sebagainya.
Untuk membedakan antara keduanya maka tajdid dalam pengertian pemurnian dapat disebut purifikasi (purification) dan tajdid dalam pembaharuan dapat disebut reformasi (reformation). Dalam hubungan dengan salah satu ciri Muhammadiyah sebagai gerakan tajdid, maka Muhammadiyah dapat dinyatakan sebagai Gerakan Purifikasi dan Gerakan Reformasi.

D.     ORGANISASI MUHAMMADIYAH
§  Pimpinan Pusat
§  Pimpinaan Wilayah
§  Pimpinaan Daerah
§  Pimpinan Cabang
§  Pimpinan Ranting
§  Jama'ah Muhammadiyah

§  Majelis
§  Majelis Tarjih dan Tajdid
§  Majelis Tabligh
§  Majelis Pendidikan Tinggi
§  Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah
§  Majelis Pendidikan Kader
§  Majelis Pelayanan Sosial
§  Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan
§  Majelis Pemberdayaan Masyarakat
§  Majelis Pembina Kesehatan Umum
§  Majelis Pustaka dan Informasi
§  Majelis Lingkungan Hidup
§  Majelis Hukum Dan Hak Asasi Manusia
§  Majelis Wakaf dan Kehartabendaan

§  Lembaga
§  Lembaga Pengembangan Cabang dan Ranting
§  Lembaga Pembina dan Pengawasan Keuangan
§  Lembaga Penelitian dan Pengembangan
§  Lembaga Penanganan Bencana
§  Lembaga Zakat Infaq dan Shodaqqoh
§  Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik
§  Lembaga Seni Budaya dan Olahraga
§  Lembaga Hubungan dan Kerjasama International

3.      Organisasi Otonom
§  Aisyiyah
§  Pemuda Muhammadiyah
§  Nasyiyatul Aisyiyah
§  Ikatan Pelajar Muhammadiyah
§  Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah
§  Hizbul Wathan
§  Tapak Suci

E.   Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah
1.    Muhammadiyah adalah Gerakan Islam dan Dakwah Amar Ma'ruf Nahi Munkar, beraqidah Islam dan bersumber pada Al-Qur'an dan Sunnah, bercita-cita dan bekerja untuk terwujudnya masyarakat utama, adil, makmur yang diridhai Allah SWT, untuk malaksanakan fungsi dan misi manusia sebagai hamba dan khalifah Allah di muka bumi.
2.    Muhammdiyah berkeyakinan bahwa Islam adalah Agama Allah yang diwahyukan kepada Rasul-Nya, sejak Nabi Adam, Nuh, Ibrahim, Musa, Isa dan seterusnya sampai kepada Nabi penutup Muhammad SAW, sebagai hidayah dan rahmat Allah kepada umat manusia sepanjang masa, dan menjamin kesejahteraan hidup materil dan spritual, duniawi dan ukhrawi.
3.    Muhammadiyah dalam mengamalkan Islam berdasarkan:
a.    Al-Qur'an: Kitab Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW;
b.    Sunnah Rasul: Penjelasan dan palaksanaan ajaran-ajaran Al-Qur'an yang diberikan oleh Nabi Muhammad SAW dengan menggunakan akal fikiran sesuai dengan jiwa ajaran Islam.
4.    Muhammadiyah bekerja untuk terlaksananya ajaran-ajaran Islam yang meliputi bidang-bidang:
a.    'Aqidah
5.    Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya aqidah Islam yang murni, bersih dari gejala-gejala kemusyrikan, bid'ah dan khufarat, tanpa mengabaikan prinsip toleransi menurut ajaran Islam.
a.    Akhlak
6.    Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya nilai-nilai akhlak mulia dengan berpedoman kepada ajaran-ajaran Al-Qur'an dan Sunnah rasul, tidak bersendi kepada nilai-nilai ciptaan manusia
a.    Ibadah
7.    Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya ibadah yang dituntunkan oleh Rasulullah SAW, tanpa tambahan dan perubahan dari manusia.
a.    Mu’amalah Duniawiyah
8.    Muhammadiyah bekerja untuk terlaksananya mu'amalat duniawiyah (pengolahan dunia dan pembinaan masyarakat) dengan berdasarkan ajaran Agama serta menjadi semua kegiatan dalam bidang ini sebagai ibadah kepada Allah SWT.

9.    Muhammadiyah mengajak segenap lapisan bangsa Indonesia yang telah mendapat karunia Allah berupa tanah air yang mempunyai sumber-sumber kekayaan, kemerdekaan bangsa dan Negara Republik Indonesia yang berdasar pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, untuk berusaha bersama-sama menjadikan suatu negara yang adil dan makmur dan diridhoi Allah SWT:


F.  K.H. Ahmad Dahlan sebagai tokoh Pendiri Muhammadiyah; Pemikiran serta ita-cita Perjuangan dan Ajarannya
Ahmad Dahlan adalah seorang yang sangat hati-hati dalam kehidupan sehari-harinya. Ada sebuah nasehat yang ditulisnya dalam bahasa Arab untuk dirinya sendiri:
Wahai Dahlan, sungguh di depanmu ada bahaya besar dan peristiwa-peristiwa yang akan mengejutkan engkau, yang pasti harus engkau lewati. Mungkin engkau mampu melewatinya dengan selamat, tetapi mungkin juga engkau akan binasa karenanya. Wahai Dahlan, coba engkau bayangkan seolah-olah engkau berada seorang diri bersama Allah, sedangkan engkau menghadapi kematian, pengadilan, hisab, surga, dan neraka. Dan dari sekalian yang engkau hadapi itu, renungkanlah yang terdekat kepadamu, dan tinggalkanlah lainnya (diterjemahkan oleh Djarnawi Hadikusumo).
Dari pesan itu tersirat sebuah semangat dan keyakinan yang besar tentang kehidupan akhirat. Dan untuk mencapai kehidupan akhirat yang baik, maka Dahlan berpikir bahwa setiap orang harus mencari bekal untuk kehidupan akhirat itu dengan memperbanyak ibadah, amal saleh, menyiarkan dan membela agama Allah, serta memimpin ummat ke jalan yang benar dan membimbing mereka pada amal dan perjuangan menegakkan kalimah Allah. Dengan demikian, untuk mencari bekal mencapai kehidupan akhirat yang baik harus mempunyai kesadaran kolektif, artinya bahwa upaya-upaya tersebut harus diserukan (dakwah) kepada seluruh ummat manusia melalui upaya-upaya yang sistematis dan kolektif.
Kesadaran seperti itulah yang menyebabkan Dahlan sangat merasakan kemunduran ummat Islam di tanah air. Hal ini merisaukan hatinya. Ia merasa bertanggung jawab untuk membangunkan, menggerakkan dan memajukan mereka. Dahlan sadar bahwa kewajiban itu tidak mungkin dilaksanakan seorang diri, tetapi harus dilaksanakan oleh beberapa orang yang diatur secara seksama. Kerjasama antara beberapa orang itu tidak mungkin tanpa organisasi.
Untuk membangun upaya dakwah (seruan kepada ummat manusia) tersebut, Dahlan gigih membina angkatan muda untuk turut bersama-sama melaksanakan upaya dakwah tersebut, dan juga untuk meneruskan dan melangsungkan cita-citanya membangun dan memajukan bangsa ini dengan membangkitkan kesadaran akan ketertindasan dan ketertinggalan ummat Islam di Indonesia.
Strategi yang dipilihnya untuk mempercepat dan memperluas gagasannya tentang gerakan dakwah Muhammadiyah ialah dengan mendidik para calon pamongpraja (calon pejabat) yang belajar di OSVIA Magelang dan para calon guru yang belajar di Kweekschool Jetis Yogyakarta, karena ia sendiri diizinkan oleh pemerintah kolonial untuk meng­ajarkan agama Islam di kedua sekolah tersebut.
Dengan mendidik para calon pamongpraja tersebut diharapkan akan dengan segera memperluas gagasannya tersebut, karena mereka akan menjadi orang yang mempunyai pengaruh luas di tengah masyarakat. Demikian juga dengan mendidik para calon guru yang diharapkan akan segera mempercepat proses transformasi ide tentang gerakan dakwah Muhammadiyah, karena mereka akan mempunyai murid yang banyak. Oleh karena itu, Dahlan juga mendirikan sekolah guru yang kemudian dikenal dengan Madrasah Mu’allimin (Kweekschool Muhammadiyah) dan Madrasah Mu’allimat (Kweekschool Putri Muhammadiyah). Dahlan mengajarkan agama Islam dan tidak lupa menyebarkan cita-cita pembaharuannya.
Di samping aktif dalam menggulirkan gagasannya tentang gerakan dakwah Muham­madiyah, ia juga tidak lupa akan tugasnya sebagai pribadi yang mempunyai tanggung jawab pada keluarganya. Di samping itu, ia juga dikenal sebagai seorang wirausahawan yang cukup berhasil dengan berdagang batik yang saat itu merupakan profesi entrepreneurship yang cukup menggejala di masyarakat.
Sebagai seorang yang aktif dalam kegiatan bermasyarakat dan mempunyai gagasan-gagasan cemerlang, Dahlan juga dengan mudah diterima dan dihormati di tengah kalangan masyarakat, sehingga ia juga dengan cepat mendapatkan tempat di organisasi Jam’iyatul Khair, Budi Utomo, Syarikat Islam, dan Comite Pembela Kanjeng Nabi Muhammad Saw.
Gagasan pendirian Muhammadiyah oleh Ahmad Dahlan ini juga mendapatkan resistensi, baik dari keluarga maupun dari masyarakat sekitarnya. Berbagai fitnahan, tuduhan dan hasutan datang bertubi-tubi kepadanya. Ia dituduh hendak mendirikan agama baru yang menyalahi agama Islam. Ada yang menuduhnya kiai palsu, karena sudah meniru-niru bangsa Belanda yang Kristen dan macam-macam tuduhan lain. Bahkan ada pula orang yang hendak membunuhnya. Namun rintangan-rintangan tersebut dihadapinya dengan sabar. Keteguhan hatinya untuk melanjutkan cita-cita dan perjuangan pembaharuan Islam di tanah air bisa mengatasi semua rintangan tersebut.
Pada tanggal 20 Desember 1912, Ahmad Dahlan mengajukan permohonan kepada Pemerintah Hindia Belanda untuk mendapatkan badan hukum. Permohonan itu baru dikabulkan pada tahun 1914, dengan Surat Ketetapan Pemerintah No. 81 tanggal 22 Agustus 1914. Izin itu hanya berlaku untuk daerah Yogyakarta dan organisasi ini hanya boleh bergerak di daerah Yogyakarta. Dari Pemerintah Hindia Belanda timbul kekhawatiran akan perkembangan organisasi ini. Itulah sebabnya kegiatannya dibatasi.
Walaupun Muhammadiyah dibatasi, tetapi di daerah lain seperti Srandakan, Wonosari, Imogiri dan lain-lain tempat telah berdiri Cabang Muham­madiyah. Hal ini jelas bertentangan dengan dengan keinginan pemerintah Hindia Belanda. Untuk meng­atasinya, maka K.H. Ahmad Dahlan menyiasa­tinya dengan menganjurkan agar Cabang Muhammadiyah di luar Yogyakarta memakai nama lain, misalnya Nurul Islam di Pekalongan, Al-Munir di Makassar, dan di Garut dengan nama Ahmadiyah. Sedangkan di Solo berdiri perkumpulan Sidiq Amanah Tabligh Fathonah (SATF) yang mendapat pimpinan dari Cabang Muhammadiyah.
Di dalam kota Yogyakarta sendiri, Ahmad Dahlan menganjurkan adanya jama’ah dan perkumpulan untuk mengadakan pengajian dan menjalankan kepentingan Islam. Perkumpulan-perkumpulan dan Jamaah-jamaah ini mendapat bimbingan dari Muhammadiyah, yang di antaranya ialah Ikhwanul Muslimin, Taqwimuddin, Cahaya Muda, Hambudi-Suci, Khayatul Qulub, Priya Utama, Dewan Islam, Thaharatul Qulub, Thaharatul-Aba, Ta’awanu alal birri, Ta’ruf bima kanu wal-Fajri, Wal-Ashri, Jamiyatul Muslimin, Syahratul Mubtadi (Kutojo dan Safwan, 1991: 33).
Gagasan pembaharuan Muhammadiyah disebarluaskan oleh Ahmad Dahlan dengan mengadakan tabligh ke berbagai kota, di samping juga melalui relasi-relasi dagang yang dimilikinya. Gagasan ini ternyata mendapatkan sambutan yang besar dari masyarakat di berbagai kota di Indonesia. Ulama-ulama dari berbagai daerah lain berdatangan kepadanya untuk menyatakan dukungan terhadap Muhammadiyah. Muhammadiyah makin lama makin berkembang hampir di seluruh Indonesia. Oleh karena itu, pada tanggal 7 Mei 1921 Ahmad Dahlan mengajukan permohonan kepada pemerintah Hindia Belanda untuk mendirikan cabang-cabang Muhammadiyah di seluruh Indonesia. Permohonan ini dikabulkan oleh pemerintah Hindia Belanda pada tanggal 2 September 1921.
Dalam bulan Oktober 1922, Ahmad Dahlan memimpin delegasi Muhammadiyah dalam kongres Al-Islam di Cirebon. Kongres ini diselenggarakan oleh Sarikat Islam (SI) guna mencari aksi baru untuk konsolidasi persatuan ummat Islam. Dalam kongres tersebut, Muhammadiyah dan Al-Irsyad (perkum­pulan golongan Arab yang berhaluan maju di bawah pimpinan Syeikh Ahmad Syurkati) terlibat perdebatan yang tajam dengan kaum Islam ortodoks dari Surabaya dan Kudus. Muhammadiyah dipersa­lahkan menyerang aliran yang telah mapan (tradisionalis-konservatif) dan dianggap memba­ngun mazhab baru di luar mazhab empat yang telah ada dan mapan.
Muhammadiyah juga dituduh hendak mengada­kan tafsir Qur’an baru, yang menurut kaum ortodoks-tradisional merupakan perbuatan terlarang. Menanggapi serangan tersebut, Ahmad Dahlan menjawabnya dengan argumentasi: “Muhammadiyah berusaha bercita-cita mengangkat agama Islam dari keadaan terbekelakang. Banyak penganut Islam yang menjunjung tinggi tafsir para ulama dari pada Qur’an dan Hadis. Umat Islam harus kembali kepada Qur’an dan Hadis. Harus mempelajari langsung dari sumbernya, dan tidak hanya melalui kitab-kitab tafsir”.
Sebagai seorang demokrat dalam melaksanakan aktivitas gerakan dakwah Muhammadiyah, Dahlan memfasilitasi para anggota Muhammadiyah untuk proses evaluasi kerja dan pemilihan pemimpin dalam Muhammadiyah. Selama hidupnya dalam aktivitas gerakan dakwah Muhammadiyah, telah diselenggarakan duabelas kali pertemuan anggota (sekali dalam setahun), yang saat itu dipakai istilah Algemeene Vergadering (persidangan umum).
Atas jasa-jasa K.H. Ahmad Dahlan dalam membangkitkan kesadaran bangsa ini melalui pembaharuan Islam dan pendidikan, maka Pemerintah Republik Indonesia menetapkannya sebagai Pahlawan Nasional dengan surat Keputusan Presiden no. 657 tahun 1961. Dasar-dasar penetapan itu ialah sebagai berikut :
1.      K.H. Ahmad Dahlan telah memelopori kebangkitan ummat Islam untuk menyadari nasibnya sebagai bangsa terjajah yang masih harus belajar dan berbuat.
2.      Dengan organisasi Muhammadiyah yang didirikannya, telah banyak memberikan ajaran Islam yang murni kepada bangsanya. Ajaran yang menuntut kemajuan, kecerdasan, dan beramal bagi masyarakat dan ummat, dengan dasar iman dan Islam.
3.      Dengan organisasinya, Muhammadiyah telah mempelopori amal usaha sosial dan pendidikan yang amat diperlukan bagi kebangkitan dan kemajuan bangsa, dengan jiwa ajaran Islam.
4.      Dengan organisasinya, Muhammadiyah bagian wanita (Aisyiyah) telah mempelopori kebangkitan wanita Indonesia untuk mengecap pendidikan dan berfungsi sosial, setingkat dengan kaum pria.



No comments:

Translate