BAB IX
Latar Belakang berdirinya
Muhammadiyah
1. Faktor subyektif
Faktor Subyektif yang sangat kuat, bahkan dikatakan sbagai faktor utama dan faktor penentu yang mendorong berdirinya Muhammadiyah adalah hasil pendalaman KHA. Dahlan terhadap Al Qur'an dalam menelaah, membahas dan meneliti dan mengkaji kandungan isinya. Sikap KHA. Dahlan seperti ini sesungguhnya dalam rangka melaksanakan firman Allah sebagaimana yang tersimpul dalam dalam surat An-Nisa ayat 82 dan surat MUhammad ayat 24 yaitu melakukan taddabur atau memperhatikan dan mencermati dengan penuh ketelitian terhadap apa yang tersirat dalam ayat. Sikap seperti ini pulalah yang dilakukan KHA. Dahlan ketika menatap surat Ali Imran ayat 104 :
"Dan hendaklah ada diantara kamu sekalian segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung ".
Memahami seruan diatas, KHA. Dahlan tergerak hatinya untuk membangan sebuah perkumpulan, organisasi atau persyarikatan yang teratur dan rapi yang tugasnya berkhidmad pada melaksanakan misi dakwah Islam amar Makruf Nahi Munkar di tengah masyarakat kita.
Faktor Subyektif yang sangat kuat, bahkan dikatakan sbagai faktor utama dan faktor penentu yang mendorong berdirinya Muhammadiyah adalah hasil pendalaman KHA. Dahlan terhadap Al Qur'an dalam menelaah, membahas dan meneliti dan mengkaji kandungan isinya. Sikap KHA. Dahlan seperti ini sesungguhnya dalam rangka melaksanakan firman Allah sebagaimana yang tersimpul dalam dalam surat An-Nisa ayat 82 dan surat MUhammad ayat 24 yaitu melakukan taddabur atau memperhatikan dan mencermati dengan penuh ketelitian terhadap apa yang tersirat dalam ayat. Sikap seperti ini pulalah yang dilakukan KHA. Dahlan ketika menatap surat Ali Imran ayat 104 :
"Dan hendaklah ada diantara kamu sekalian segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung ".
Memahami seruan diatas, KHA. Dahlan tergerak hatinya untuk membangan sebuah perkumpulan, organisasi atau persyarikatan yang teratur dan rapi yang tugasnya berkhidmad pada melaksanakan misi dakwah Islam amar Makruf Nahi Munkar di tengah masyarakat kita.
2. Faktor Obyektif
Ada beberapa sebab yang bersifat objektif yang melatarbelakangi berdirinya Muhammadiyah, yang sebagian dapat dikelompokkan dalam faktor internal, yaitu faktor-faktor penyebab yang muncul di tengah-tengah kehidupan masyarakat Islam Indonesia, dan sebagiannya dapat dimasukkan ke dalam faktor eksternal, yaitu faktor-faktor penyebab yang ada di luar tubuh masyarakat Islam Indonesia.
Faktor obyektif yang bersifat internal
a. Ketidakmurnian amalan Islam akibat tidak dijadikannya Al-Quran dan as-Sunnah sebagai satu-satunya rujukan oleh sebagian besar umat Islam Indonesia
b. Lembaga pendidikan yang dimiliki umat Islam belum mampu menyiapkan generasi yang siap mengemban misi selaku ”Khalifah Allah di atas bumi”
Faktor obyektif yang bersifat eksternal
a. Semakin meningkatnya Gerakan Kristenisasi di tengah-tengah masyarakat Indonesia
b. Penetrasi Bangsa-bangsa Eropa, terutama Bangsa Belanda ke Indonesia
c. Pengaruh dari Gerakan Pembaharuan dalam Dunia Islam.
A.
Riwayat Hidup K.H. Ahmad Dahlan
Ahmad Dahlan lahir di Kauman
Yogyakarta pada tahun 1868 dan meninggal pada tanggal 1923 M. Sewaktu kecil ia
diberi nama Muhammad Darwis. Ia berasal dari keluarga yang terkenal ‘alim dalam
ilmu agama. Ayahnya bernama K.H. Abu Bakar, seorang imam dan khatib masjid
besar Kraton Yogyakarta. Sementara ibunya bernama Siti Aminah putri K.H.
Ibrahim yang pernah menjabat sebagai penghulu di Kraton Yogyakarta.[3]
Sejak
kecil Ahmad Dahlan dididik oleh ayahnya K.H. Abu Bakar seorang imam dan khatib
masjid besar Kraton Yogyakarta. Menurut Ramayulis dan Samsul Nizar pendidikan
dasarnya dimulai dengan belajar membaca dan menulis, mengaji Al-Qur an dan
kitab-kitab agama. Kemudian, beliau juga belajar dengan K.H. Muhammad Saleh
(ilmu Fiqh), K.H. Muhsin (ilmu Nahwu), KH. R. Dahlan (ilmu falak), K.H. Mahfuz
dan Syekh Khayyat Sattokh (ilmu hadis), Syekh Amin dan Sayyid Bakri (qiraat
al-Qur an) serta beberapa guru lainnya.
Selanjutnya
Ramayulis dan Samsul Nizar mengungkapkan, setelah beberapa tahun belajar dengan
gurunya beliau berangkat ke tanah suci pada tahun 1890 dan bermukim di sana
selama setahun. Merasa tidak puas dengan kunjungannya itu, pada tahun 1903 ia
berangkat kembali dan menetap di sana selama dua tahun. Selama berada di Mekkah
ini ia banyak bertemu dan bermuzakarah dengan sejumlah ulama Indonesia yang
bermukim disana, di antaranya Syekh Muhammad Khatib Al-Minangakabawi, Kiyai
Nawawi al-Banteni, Kiyai Mas Abdullah dan Kiyai Fakih Kembang. Pada saat itu
pula ia mulai berkenalan dengan ide-ide pembaharuan yang dilakukan melalui
penganalisaan kitab-kitab yang dikarang oleh refomer Islam seperti Ibn
Taimiyah, Ibn Qoyyim al-Jauziyah, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha dan lain
sebagainya. Melalui penganalisaan kitab-kitab yang dikarang oleh ulama reformer
tersebut telah membuka wawasan Dahlan tentang universalitas Islam. Ide-ide
reinterpretasi Islam dengan gagasan kembali kepada Al-Qur an dan Sunnah.
Ide
pembaharuan yang berhembus di Timur Tengah sangat menggelitik hatinya, apalagi
bila melihat kondisi umat Islam di Indonesia yang sngat stagnan. Untuk itu,
atas saran beberapa orang murid dan anggota Budi Utomo, maka Dahlan merasa
perlu merealisasikan ide-ide pembaharuannya. Untuk itu, pada tanggal 18
November 1912 beliau mendirikan organisasi Muhammadiyah di Yogyakarta. Di
samping Muhammadiyah, K.H. Ahmad Dahlan juga mendirikan organisasi wanita yaitu
’Aisyiyah pada tahun 1917. Organisasi ini merupakan wadah untuk kegiatan
perempuan dalam memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran Islam secara murni
dan konsekwen. Berdirinya organisasi ini diawali dengan sejumlah pengajaran
yang dilakukan oleh Ahmad Dahlan mengenai perintah agama. Kursus tersebut
diadakan dalam perkumpulan ”Sopo Tresno” pada tahun 1914. Perkumpulan inilah
nanti yang berganti nama dengan ’Aisyiyah.
Secara
garis besar ada dua faktor yang mempengaruhi kelahiran Muhammadiyah, faktor
subjektif yaitu ingin melaksanakan hasil pemahaman K.H.Ahmad Dahlan terhadap
frrman Allah surat An-Nisa’ ayat 82 dan surat Muhammad ayat 24 serta surat Ali
Imran ayat 104. Faktor objektif yang bersifat internal dan eksternal. Faktor
objektif internal yaitu kondisi kehidupan masyarakat Indonesia antara lain;
ketidakmurnian pengamalan Islam akibat tidak dijadikan Al-Qur an dan as-Sunnah
sebagai satu-satunya rujukan oleh sebagian besar umat Islam Indonesia.
Kemudian, lembaga pendidikan yang dimiliki umat Islam belum mampu menyiapkan
generasi yang siap mengemban misi selaku Khalifah Allah di atas bumi. . Karena
itu, Muhammadiyah menitik beratkan gerakannya kepada sosial keagamaan dan
pendidikan.
Adapun
faktor objektif yang bersifat eksternal antara lain, semakin meningkatnya
Gerakan Kristenisasi di tengah-tengah masyarakat Indonesia, dan penetrasi
bangsa-bangsa Eropah, terutama bangsa Belanda ke Indonesia.
Di
samping itu, politik kolonialis Belanda mempunyai kepentingan terhadap
penyebaran agama Kristen di Indonesia. Dengan program ini akan didapat nilai
ganda yaitu di samping bernilai keagamaan dalam arti telah dapat menyelamatkan
domba-domba yang hilang, juga bernilai politis, karena betapa eratnya hubungan
agama (Kristen) dengan pemerintahan (Hindia Belanda) setelah penduduk bumi
putra masuk Kristen akan menjadi warga-warga yang loyal lahir dan batin bagi
pemerintah.
K.H.
Sahlan Rosidi secara rinci menyebutkan faktor-faktor yang mendorong K.H.Ahmad
Dahlan mendirikan organisasi Muhammadiyah, ialah: taklid yang begitu membudaya
dalam masyarakat Islam, khurafat dan syirik telah bercampur dengan akidah,
sehingga kemurnian akidah sudah tidak tampak lagi, bid’ah yang terdapat pada
pengamalan ibadah, kejumudan berfikir dan kebodohan umat, sistem pendidikan
yang sudah tidak relevan, timbulnya kelas elit intelek yang bersikap sinis
terhadap Islam dan orang Islam, rasa rendah diri di kalangan umat Islam, tidak
ada program perjuangan umat Islam yang teratur dan terencana khususnya dalam
pelaksanaan dakwah Islam, tidak ada persatuan umat Islam, kemiskinan umat bila
dibiarkan akan membahayakan karena mudah dirongrong oleh golongan kafir yang kuat
ekonominya, politik kolonialisme Belanda yang menekan dan menghambat hidup dan
kehidupan umat Islam di Indonesia, politik kolonialisme Belanda menunjang
kristenisasi di Indonesia. Berdasarkan faktor-faktor tersebut, dan dorongan
orang-orang Budi Utomo dan Syekh Ahmad Syurkati K.H.Ahmad Dahlan dengan dibantu
oleh murid-muridnya, mendirikan organisasi yang diberi nama Muhammadiyah.
Menurut catatan Alfian, ada sembilan orang tokoh pendiri Muhammadiyah yaitu;
K.H. Ahmad Dahlan, H. Abdullah Siradj, Raden Ketib Cendana Haji Ahmad, Haji
Abdurrahman, R. H. Sarkawi, H. Muhammad, R. H. Djaelani, H. Anis, dan H.
Muhammad Fakih.
Organisasi
Muhammadiyah sampai tahun 1917 belum membuat pembagian kerja yang jelas. Hal
ini disebabkan wilayah kerjanya hanya Yogyakarta saja. Dalam kurun ini K.H.
Ahmad Dahlan sendiri aktif berdakwah, mengajar di sekolah Muhammadiyah dan
memberikan bimbingan kepada masyarakat seperti shalat dan bantuan kepada fakir
miskin
Kemudian,
pada tahun-tahun berikut, Muhammadiyah mengembangkan sayap operasi, bahkan pada
tahun 1921 telah meliputi seluruh Indonesia, Cabang utama dan pertama yang
berdiri di luar pulau Jawa adalah Minangkabau sekitar tahun 1923, Bengkulu,
Banjarmasin dan Amuntai sekitar tahun 1927 dan Aceh bersamaan dengan Makasar
sekitar tahun 1929.
Dalam
melaksanakan roda organisasi K.H. Ahmad Dahlan tidak bekerja sendirian, ia
dibantu oleh kawan-kawannya dari Kauman, seperti H. Sijak, H. Fakhruddin, H.
Tamim, H. Syarkawi, dan H. Abdul Gani. Sedangkan anggota Budi Utomo yang keras
mendukung segera mendirikan sekolah agama yang bersifat moderen adalah Mas
Rasyidi dan R. Sosrosugondo. Kemudian, setelah organisasi Muhammadiyah
didirikan dan melaksanakan amal usahanya di bidang pendidikan, dan sosial
sampai tahun meninggalnya K.H. Ahmad Dahlan yaitu tanggal 23 Februari 1923.
3.
Sejarah
Muhammadiyah
Muhammadiyah didirikan di Kampung
Kauman Yogyakarta, pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H/18 Nopember 1912 oleh
seorang yang bernama Muhammad Darwis, kemudian dikenal dengan K.H.AAhmad Dahlan
.
Beliau
adalah pegawai kesultanan Kraton Yogyakarta sebagai seorang Khatib dan sebagai
pedagang. Melihat keadaan ummat Islam pada waktu itu dalam keadaan jumud, beku
dan penuh dengan amalan-amalan yang bersifat mistik, beliau tergerak hatinya
untuk mengajak mereka kembali kepada ajaran Islam yang sebenarnya berdasarkan
Qur`an dan Hadist. Oleh karena itu beliau memberikan pengertian keagamaan
dirumahnya ditengah kesibukannya sebagai Khatib dan para pedagang.
Mula-mula
ajaran ini ditolak, namun berkat ketekunan dan kesabarannya, akhirnya mendapat
sambutan dari keluarga dan teman dekatnya. Profesinya sebagai pedagang sangat
mendukung ajakan beliau, sehingga dalam waktu singkat ajakannya menyebar ke
luar kampung Kauman bahkan sampai ke luar daerah dan ke luar pulau Jawa. Untuk
mengorganisir kegiatan tersebut maka didirikan Persyarikatan Muhammadiyah. Dan
kini Muhammadiyah telah ada diseluruh pelosok tanah air.
Disamping
memberikan pelajaran/pengetahuannya kepada laki-laki, beliau juga memberi
pelajaran kepada kaum Ibu muda dalam forum pengajian yang disebut
"Sidratul Muntaha". Pada siang hari pelajaran untuk anak-anak
laki-laki dan perempuan. Pada malam hari untuk anak-anak yang telah dewasa.
KH
A Dahlan memimpin Muhammadiyah dari tahun 1912 hingga tahun 1922 dimana saat
itu masih menggunakan sistem permusyawaratan rapat tahunan. Pada rapat tahun ke
11, Pemimpin Muhammadiyah dipegang oleh KH Ibrahim yang kemudian memegang
Muhammadiyah hingga tahun 1934.Rapat Tahunan itu sendiri kemudian berubah
menjadi Konggres Tahunan pada tahun 1926 yang di kemudian hari berubah menjadi
Muktamar tiga tahunan dan seperti saat ini Menjadi Muktamar 5 tahunan.
4. Profil Muhammadiyah dan
Data Persyarikatan
Nama
Organisasi
|
:
|
Muhammadiyah
|
Berdiri
|
:
|
18
Nopember 1912 M
8
Dzulhijah 1330 H
|
Pendiri
|
:
|
K.H.
Ahmad Dahlan
|
Ketua
Umum (2010-2015)
|
:
|
Prof.
Dr. H.M. Sirajuddin Syamsuddin, MA
|
Lokasi Awal
Berdiri
|
:
|
Kampung
Kauman, Yogyakarta
|
Alamat
Kantor Pimpinan Pusat Muhammdiyah
|
:
|
Yogyakarta:
Kantor
Pimpinan Pusat Muhammadiyah
Jl.
Cik Ditiro No. 23 Yogyakarta 55262 Telp. +62 274 553132 Fax.(+62 274 553137
Website: www.muhammadiyah.or.id
E-mail
: pp_muhammadiyah@yahoo.com
Jakarta:
Gedung
Dakwah Muhammadiyah,
Jl.
Menteng Raya No.62 Jakarta 10340 Telp. +62 21 3903021 Fax. +62 21 3903024
Website: www.muhammadiyah.or.id
Email
: pp_muhammadiyah@yahoo.com
|
Jaringan
Muhammadiyah
1. Pimmpinan Wilayah (PWM)
2. Pimpinan Daerah (PDM)
3. Pimpinan Cabang (PCM)
4. Pimpinan Ranting (PRM)
|
:
:
:
:
|
33
Wilayah (Propinsi)
417
Daerah (Kabupaten/Kota)
3.221
Cabang (Kecamatan)
8.107
Ranting (Desa/Kelurahan)
|
Majelis-Majelis
|
:
|
1. Majelis Tarjih dan Tadjid
2. Majelis Tabligh
3. Majelis Pendidikan Tinggi (MPT)
4. Majelis Pembina Kesehatan Umum
(MPKU)
5. Majelis Pendidikan Kader (MPK)
6. Majelis Pustaka dan Informasi (MPI)
7. Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan
(MEK)
8. Majelis Lingkungan Hidup (MLH)
9. Majelis Pemberdayaan Masyarakat
(MPM)
10. Majelis Pelayanan Sosial (MPS)
11. Majelis Hukum dan Hak Asasi Manusia
(MH-HAM)
12. Majelis Pendidikan Dasar dan
Menengah (Dikdasmen)
13. Majelis Wakaf dan Kehartabendaan
(MWK)
|
Lembaga-Lembaga
|
:
|
1. Lembaga Amal Zakat Infaq dan
Shodaqqoh (LAZIS)
2. Lembaga Hubungan dan Kerjasama
International
3. Lembaga Pengawas Pengelolaan
Keuangan
4. Lembaga Pengembangan Cabang dan
Ranting
5. Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik
6. Lembaga Penanganan Bencana
7. Lembaga Seni Budaya dan Olahraga
|
Organisasi
Otonom
|
:
|
1. Aisyiyah
2. Pemud Muhammadiyah
3. Nasyiyatul Aisyiyah
4. Ikatan Mahasiswa Muhamamdiyah
5. Ikatan Pelajar Muhammadiyah
6. Hizbul Wathan
7. Tapak Suci
|
Muktamar
Muhammadiyah (1912 – 2010)
|
:
|
|
Jumlah
Ketua Umum (1912 – 2010)
|
:
|
5. Data Amal Usaha Muhammadiyah
No
|
Jenis
Amal Usaha
|
Jumlah
|
1
|
Sekolah
Dasar (SD)
|
1.176
|
2
|
Madrasah
Ibtidaiyah/Diniyah (MI/MD)
|
1.428
|
3
|
Sekolah
Menengah Pertama (SMP)
|
1.188
|
4
|
Madrasah
Tsanawiyah (MTs)
|
534
|
5
|
Sekolah
Menengah Atas (SMA)
|
515
|
6
|
Sekolah
Menengah Kejuruan (SMK)
|
278
|
7
|
Madrasah
Aliyah (MA)
|
172
|
8
|
Pondok
Pesantren
|
67
|
9
|
Akademi
|
19
|
10
|
Politeknik
|
4
|
11
|
Sekolah
Tinggi
|
88
|
12
|
Universitas
|
40
|
Jumlah
total Perguruan tinggi Muhammadiyah
|
151
|
|
13
|
Perguruan
Tinggi Aisyiyah
|
11
|
14
|
Rumah
Sakit, Rumah Bersalin, BKIA, BP, dll
|
457
|
15
|
Panti
Asuhan, Santunan, Asuhan Keluarga, dll.
|
318
|
16
|
Panti
jompo *
|
54
|
17
|
Rehabilitasi
Cacat *
|
82
|
18
|
TK
Aisyiyah Bustanul Athfal *
|
2.289
|
19
|
Sekolah
Luar Biasa (SLB) *
|
71
|
20
|
Masjid
*
|
6.118
|
21
|
Musholla
*
|
5.080
|
22
|
Tanah
*
|
20.945.504 M²
|
6. Ciri Khas
Nama Organisasi
|
:
|
Muhammadiyah
|
Lambang Organisasi
|
:
|
Bentuk Lambang
Lambang persyarikatan berbentuk matahari yang
memancarkan duabelas
sinar yang mengarah ke segala penjuru dengan sinarnya yang putih bersih
bercahaya. Di tengah-tengah matahari terdapat tulisan dengan huruf Arab :
Muhammadiyah. Pada lingkaran yang mengelilingi tulisan huruf Arab berwujud
kalimat syahadat tauhid : asyhadu
anal ila,ha illa Allah (saya
bersaksi bahwasannya tidak ada Tuhan kecuali Allah); di lingkaran sebelah
atas dan pada lingkaran bagian bawah tertulis kalimat syahadat Rasul : wa
asyhadu anna Muhammaddar Rasulullah (dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah
utusan Allah). Seluruh Gambar matahari dengan atributnya berwarna putih dan
terletak di atas warna dasar hijau daun.
Arti Lambang
Matahari
merupakan titik pusat dalam tata surya dan merupakan sumber kekuatan semua
makhluk hidup yang ada di bumi. Jika matahari menjadi kekuatan cikal bakal
biologis, Muhammadiyah diharapkan dapat menjadi sumber kekuatan spiritual
dengan nilai-nilai Islam yang berintikan dua kalimat syahadat.
Duabelas sinar
matahari yang memancar ke seluruh penjuru diibaratkan sebagai tekad dan semagat
warga Muhammadiyah dalam memperjuangkan Islam, semangat yang pantang mundur
dan pantang menyerah seperti kaum Hawari (sahabat nabi Isa yang berjumlah 12)
Warna Putih pada
seluruh gambar matahari melambangkan kesucian dan keikhlasan
Warna Hijau yang
menjadi warna dasar melambangkan kedamaian dan dan kesejahteraan.
|
Warna Organisasi
|
:
|
Hijau Daun
|
Lagu
|
:
|
Mars Sang Surya
|
7. Ciri Perjuangan Muhammadiyah
Dengan melihat sejarah
pertumbuhan dan perkembangan persyarikatan Muhammadiyah sejak kelahirannya,
memperhatikan faktor-faktor yang melatarbelakangi berdirinya, aspirasi, motif,
dan cita-citanya serta amal usaha dan gerakannya, nyata sekali bahwa didalammya
terdapat ciri-ciri khusus yang menjadi identitas dari hakikat atau jati diri
Persyarikatan Muhammadiyah. Secara jelas dapat diamati dengan mudah oleh
siapapun yang secara sepintas mau memperhatikan ciri-ciri perjuangan
Muhammdiyah itu adalah sebagai berikut:
1.
Muhammadiyah adalah gerakan Islam
2.
Muhammadiyah adalah gerakan dakwah Islam amar ma’ruf nahi munkar
3.
Muhammadiyah adalah gerakan tajdid
A.
Muhammdiyah sebagai Gerakan Islam
Telah diuraikan dalam bab
terdahulu bahwa Persyarikatan Muhammadiyah dibangun oleh KH Ahmad Dahlan sebagi
hasil kongkrit dari telaah dan pendalaman (tadabbur) terhadap Alquranul Karim.
Faktor inilah yang sebenarnya paling utama yang mendorong berdirinya
Muhammadiyah, sedang faktor-faktor lainnya dapat dikatakan sebagai faktor
penunjang atau faktor perangsang semata. Dengan ketelitiannya yang sangat memadai
pada setiap mengkaji ayat-ayat Alquran, khususnya ketika menelaah surat Ali
Imran, ayat:104, maka akhirnya dilahirkan amalan kongkret, yaitu lahirnya
Persyarikatan Muhammadiyah. Kajian serupa ini telah dikembangkan sehingga dari
hasil kajian ayat-ayat tersebut oleh KHR Hadjid dinamakan “Ajaran KH Ahmad
Dahlan dengan kelompok 17, kelompok ayat-ayat Alquran”, yang didalammya
tergambar secara jelas asal-usul ruh, jiwa, nafas, semangat Muhammadiyah dalam
pengabdiyannya kepada Allah SWT.
Dari
latar belakang berdirinya Muhammadiyah seperti di atas jelaslah bahwa
sesungguhnya kelahiran Muhammadiyah itu tidak lain karena diilhami, dimotivasi,
dan disemangati oleh ajaran-ajaran Al-Qur’an karena itupula seluruh gerakannya
tidak ada motif lain kecuali semata-mata untuk merealisasikan prinsip-prinsip
ajaran Islam. Segala yang dilakukan Muhammadiyah, baik dalam bidang pendidikan
dan pengajaran, kemasyarakatan, kerumahtanggaan, perekonomian, dan sebagainya
tidak dapat dilepaskan dari usaha untuk mewujudkan dan melaksankan ajaran
Islam. Tegasnya gerakan Muhammadiyah hendak berusaha untuk menampilkan wajah
Islam dalam wujud yang riil, kongkret, dan nyata, yang dapat dihayati,
dirasakan, dan dinikmati oleh umat sebagai rahmatan lil’alamin.
B.
Muhammadiyah sebagai Gerakan Dakwah Islam
Ciri
kedua dari gerakan Muhammadiyah dikenal sebagai gerakan dakwah Islamiyah. Ciri
yang kedua ini muncul sejak dari kelahirannya dan tetap melekat tidak
terpisahkan dalam jati diri Muahammadiyah. Sebagaimana telah diuraikan dalam
bab terdahulu bahwa faktor utama yang mendorong berdirinya Persyarikatan
Muhammadiyah berasal dari pendalaman KHA Dahlan terdapat ayat-ayat Alquran
Alkarim, terutama sekali surat Ali Imran, Ayat:104. Berdasarkan Surat Ali
Imran, ayat : 104 inilah Muhammadiyah meletakkan khittah atau strategi dasar
perjuangannya, yaitu dakwah (menyeru, mengajak) Islam, amar ma’ruf nahi munkar
dengan masyarakat sebagai medan juangnya. Gerakan Muhammadiyah berkiprah di
tengah-tengah masyarakat bangsa Indonesia dengan membangun berbagai ragam amal
usaha yang benar-benar dapat menyentuh hajat orang banyak seperti berbagai
ragam lembaga pendidikan sejak taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi,
membangun sekian banyak rumah sakit, panti-panti asuhan dan sebagainya. Semua
amal usaha Muhammadiyah seperti itu tidak lain merupakan suatu manifestasi
dakwah islamiyah. Semua amal usaha diadakan dengan niat dan tujuan tunggal,
yaitu untuk dijadikan sarana dan wahana dakwah Islamiyah.
C.
Muhammadiyah sebagi Gerakan Tajdid
Ciri ke tiga yang melekat pada
Persyarikatan Muhammadiyah adalah sebagai Gerakan Tajdid atau Gerakan
Reformasi. Muhammadiyah sejak semula menempatkan diri sebagai salah satu
organisasi yang berkhidmat menyebarluaskan ajaran Agama Islam sebagaimana yang
tercantum dalam Alquran dan Assunah, sekaligus memebersihkan berbagai amalan
umat yang terang-trangan menyimpang dari ajaran Islam, baik berupa khurafat,
syirik, maupun bid’ah lewat gerakan dakwah. Muhammadiyah sebagai salah satu
mata rantai dari gerakan tajdid yang diawali oleh ulama besar Ibnu Taimiyah
sudah barang tentu ada kesamaaan nafas, yaitu memerangi secara total berbagai
penyimpangan ajaran Islam seperti syirik, khurafat, bid’ah dan tajdid, sbab
semua itu merupakan benalu yang dapat merusak akidah dan ibadah seseorang.
Sifat Tajdid yang dikenakan pada
gerakan Muhammadiyah sebenarnya tidak hanya sebatas pengertian upaya memurnikan
ajaran Islam dari berbagai kotoran yang menempel pada tubuhnya, melainkan juga
termasuk upaya Muhammadiyah melakukan berbagai pembaharuan cara-cara
pelaksanaan Islam dalam kehidupan bermasyarakat, semacam memperbaharui cara
penyelenggaraan pendidikan, cara penyantunan terhadap fakir miskin dan anak
yatim, cara pengelolaan zakat fitrah dan zakat harta benda, cara pengelolaan rumah
sakit, pelaksanaan sholat Id dan pelaksanaan kurba dan sebagainya.
Untuk membedakan antara keduanya
maka tajdid dalam pengertian pemurnian dapat disebut purifikasi (purification)
dan tajdid dalam pembaharuan dapat disebut reformasi (reformation). Dalam
hubungan dengan salah satu ciri Muhammadiyah sebagai gerakan tajdid, maka
Muhammadiyah dapat dinyatakan sebagai Gerakan Purifikasi dan Gerakan Reformasi.
D. ORGANISASI MUHAMMADIYAH
§ Pimpinan
Pusat
§ Pimpinaan
Wilayah
§ Pimpinaan
Daerah
§ Pimpinan
Cabang
§ Pimpinan
Ranting
§ Jama'ah
Muhammadiyah
§ Majelis
Tarjih dan Tajdid
§ Majelis
Tabligh
§ Majelis
Pendidikan Tinggi
§ Majelis
Pendidikan Dasar dan Menengah
§ Majelis
Pendidikan Kader
§ Majelis
Pelayanan Sosial
§ Majelis
Ekonomi dan Kewirausahaan
§ Majelis
Pemberdayaan Masyarakat
§ Majelis
Pembina Kesehatan Umum
§ Majelis
Pustaka dan Informasi
§ Majelis
Lingkungan Hidup
§ Majelis
Hukum Dan Hak Asasi Manusia
§ Majelis
Wakaf dan Kehartabendaan
§ Lembaga
Pengembangan Cabang dan Ranting
§ Lembaga
Pembina dan Pengawasan Keuangan
§ Lembaga
Penelitian dan Pengembangan
§ Lembaga
Penanganan Bencana
§ Lembaga
Zakat Infaq dan Shodaqqoh
§ Lembaga
Hikmah dan Kebijakan Publik
§ Lembaga
Seni Budaya dan Olahraga
§ Lembaga
Hubungan dan Kerjasama International
§ Aisyiyah
§ Pemuda
Muhammadiyah
§ Nasyiyatul
Aisyiyah
§ Ikatan
Pelajar Muhammadiyah
§ Ikatan
Mahasiswa Muhammadiyah
§ Hizbul
Wathan
§ Tapak
Suci
E. Matan Keyakinan dan Cita-cita
Hidup Muhammadiyah
1. Muhammadiyah adalah Gerakan Islam
dan Dakwah Amar Ma'ruf Nahi Munkar, beraqidah Islam dan bersumber pada
Al-Qur'an dan Sunnah, bercita-cita dan bekerja untuk terwujudnya masyarakat
utama, adil, makmur yang diridhai Allah SWT, untuk malaksanakan fungsi dan misi
manusia sebagai hamba dan khalifah Allah di muka bumi.
2. Muhammdiyah berkeyakinan bahwa
Islam adalah Agama Allah yang diwahyukan kepada Rasul-Nya, sejak Nabi Adam,
Nuh, Ibrahim, Musa, Isa dan seterusnya sampai kepada Nabi penutup Muhammad SAW,
sebagai hidayah dan rahmat Allah kepada umat manusia sepanjang masa, dan
menjamin kesejahteraan hidup materil dan spritual, duniawi dan ukhrawi.
3. Muhammadiyah dalam mengamalkan Islam
berdasarkan:
a. Al-Qur'an: Kitab Allah yang
diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW;
b. Sunnah Rasul: Penjelasan dan
palaksanaan ajaran-ajaran Al-Qur'an yang diberikan oleh Nabi Muhammad SAW
dengan menggunakan akal fikiran sesuai dengan jiwa ajaran Islam.
4. Muhammadiyah bekerja untuk
terlaksananya ajaran-ajaran Islam yang meliputi bidang-bidang:
a. 'Aqidah
5. Muhammadiyah bekerja untuk
tegaknya aqidah Islam yang murni, bersih dari gejala-gejala kemusyrikan, bid'ah
dan khufarat, tanpa mengabaikan prinsip toleransi menurut ajaran Islam.
a. Akhlak
6. Muhammadiyah bekerja untuk
tegaknya nilai-nilai akhlak mulia dengan berpedoman kepada ajaran-ajaran
Al-Qur'an dan Sunnah rasul, tidak bersendi kepada nilai-nilai ciptaan manusia
a. Ibadah
7. Muhammadiyah bekerja untuk
tegaknya ibadah yang dituntunkan oleh Rasulullah SAW, tanpa tambahan dan
perubahan dari manusia.
a. Mu’amalah Duniawiyah
8. Muhammadiyah bekerja untuk
terlaksananya mu'amalat duniawiyah (pengolahan dunia dan pembinaan masyarakat)
dengan berdasarkan ajaran Agama serta menjadi semua kegiatan dalam bidang ini
sebagai ibadah kepada Allah SWT.
9. Muhammadiyah mengajak segenap
lapisan bangsa Indonesia yang telah mendapat karunia Allah berupa tanah air
yang mempunyai sumber-sumber kekayaan, kemerdekaan bangsa dan Negara Republik
Indonesia yang berdasar pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, untuk
berusaha bersama-sama menjadikan suatu negara yang adil dan makmur dan diridhoi
Allah SWT:
F.
K.H.
Ahmad Dahlan sebagai tokoh Pendiri Muhammadiyah; Pemikiran serta ita-cita
Perjuangan dan Ajarannya
Ahmad Dahlan adalah seorang yang
sangat hati-hati dalam kehidupan sehari-harinya. Ada sebuah nasehat yang
ditulisnya dalam bahasa Arab untuk dirinya sendiri:
“Wahai
Dahlan, sungguh di depanmu ada bahaya besar dan peristiwa-peristiwa yang akan
mengejutkan engkau, yang pasti harus engkau lewati. Mungkin engkau mampu
melewatinya dengan selamat, tetapi mungkin juga engkau akan binasa karenanya.
Wahai Dahlan, coba engkau bayangkan seolah-olah engkau berada seorang diri
bersama Allah, sedangkan engkau menghadapi kematian, pengadilan, hisab, surga,
dan neraka. Dan dari sekalian yang engkau hadapi itu, renungkanlah yang
terdekat kepadamu, dan tinggalkanlah lainnya (diterjemahkan oleh Djarnawi
Hadikusumo).
Dari pesan itu tersirat sebuah
semangat dan keyakinan yang besar tentang kehidupan akhirat. Dan untuk mencapai
kehidupan akhirat yang baik, maka Dahlan berpikir bahwa setiap orang harus
mencari bekal untuk kehidupan akhirat itu dengan memperbanyak ibadah, amal
saleh, menyiarkan dan membela agama Allah, serta memimpin ummat ke jalan yang
benar dan membimbing mereka pada amal dan perjuangan menegakkan kalimah Allah.
Dengan demikian, untuk mencari bekal mencapai kehidupan akhirat yang baik harus
mempunyai kesadaran kolektif, artinya bahwa upaya-upaya tersebut harus
diserukan (dakwah) kepada seluruh ummat manusia melalui upaya-upaya yang
sistematis dan kolektif.
Kesadaran
seperti itulah yang menyebabkan Dahlan sangat merasakan kemunduran ummat Islam
di tanah air. Hal ini merisaukan hatinya. Ia merasa bertanggung jawab untuk
membangunkan, menggerakkan dan memajukan mereka. Dahlan sadar bahwa kewajiban
itu tidak mungkin dilaksanakan seorang diri, tetapi harus dilaksanakan oleh
beberapa orang yang diatur secara seksama. Kerjasama antara beberapa orang itu
tidak mungkin tanpa organisasi.
Untuk
membangun upaya dakwah (seruan kepada ummat manusia) tersebut, Dahlan gigih
membina angkatan muda untuk turut bersama-sama melaksanakan upaya dakwah
tersebut, dan juga untuk meneruskan dan melangsungkan cita-citanya membangun
dan memajukan bangsa ini dengan membangkitkan kesadaran akan ketertindasan dan
ketertinggalan ummat Islam di Indonesia.
Strategi
yang dipilihnya untuk mempercepat dan memperluas gagasannya tentang gerakan
dakwah Muhammadiyah ialah dengan mendidik para calon pamongpraja (calon
pejabat) yang belajar di OSVIA Magelang dan para calon guru yang belajar di
Kweekschool Jetis Yogyakarta, karena ia sendiri diizinkan oleh pemerintah
kolonial untuk mengajarkan agama Islam di kedua sekolah tersebut.
Dengan
mendidik para calon pamongpraja tersebut diharapkan akan dengan segera
memperluas gagasannya tersebut, karena mereka akan menjadi orang yang mempunyai
pengaruh luas di tengah masyarakat. Demikian juga dengan mendidik para calon
guru yang diharapkan akan segera mempercepat proses transformasi ide tentang
gerakan dakwah Muhammadiyah, karena mereka akan mempunyai murid yang banyak.
Oleh karena itu, Dahlan juga mendirikan sekolah guru yang kemudian dikenal
dengan Madrasah Mu’allimin (Kweekschool Muhammadiyah) dan Madrasah Mu’allimat
(Kweekschool Putri Muhammadiyah). Dahlan mengajarkan agama Islam dan tidak lupa
menyebarkan cita-cita pembaharuannya.
Di
samping aktif dalam menggulirkan gagasannya tentang gerakan dakwah Muhammadiyah,
ia juga tidak lupa akan tugasnya sebagai pribadi yang mempunyai tanggung jawab
pada keluarganya. Di samping itu, ia juga dikenal sebagai seorang wirausahawan
yang cukup berhasil dengan berdagang batik yang saat itu merupakan profesi
entrepreneurship yang cukup menggejala di masyarakat.
Sebagai
seorang yang aktif dalam kegiatan bermasyarakat dan mempunyai gagasan-gagasan
cemerlang, Dahlan juga dengan mudah diterima dan dihormati di tengah kalangan
masyarakat, sehingga ia juga dengan cepat mendapatkan tempat di organisasi
Jam’iyatul Khair, Budi Utomo, Syarikat Islam, dan Comite Pembela Kanjeng Nabi
Muhammad Saw.
Gagasan
pendirian Muhammadiyah oleh Ahmad Dahlan ini juga mendapatkan resistensi, baik
dari keluarga maupun dari masyarakat sekitarnya. Berbagai fitnahan, tuduhan dan
hasutan datang bertubi-tubi kepadanya. Ia dituduh hendak mendirikan agama baru
yang menyalahi agama Islam. Ada yang menuduhnya kiai palsu, karena sudah
meniru-niru bangsa Belanda yang Kristen dan macam-macam tuduhan lain. Bahkan
ada pula orang yang hendak membunuhnya. Namun rintangan-rintangan tersebut
dihadapinya dengan sabar. Keteguhan hatinya untuk melanjutkan cita-cita dan
perjuangan pembaharuan Islam di tanah air bisa mengatasi semua rintangan
tersebut.
Pada
tanggal 20 Desember 1912, Ahmad Dahlan mengajukan permohonan kepada Pemerintah
Hindia Belanda untuk mendapatkan badan hukum. Permohonan itu baru dikabulkan
pada tahun 1914, dengan Surat Ketetapan Pemerintah No. 81 tanggal 22 Agustus
1914. Izin itu hanya berlaku untuk daerah Yogyakarta dan organisasi ini hanya
boleh bergerak di daerah Yogyakarta. Dari Pemerintah Hindia Belanda timbul
kekhawatiran akan perkembangan organisasi ini. Itulah sebabnya kegiatannya
dibatasi.
Walaupun
Muhammadiyah dibatasi, tetapi di daerah lain seperti Srandakan, Wonosari,
Imogiri dan lain-lain tempat telah berdiri Cabang Muhammadiyah. Hal ini jelas
bertentangan dengan dengan keinginan pemerintah Hindia Belanda. Untuk mengatasinya,
maka K.H. Ahmad Dahlan menyiasatinya dengan menganjurkan agar Cabang
Muhammadiyah di luar Yogyakarta memakai nama lain, misalnya Nurul Islam di
Pekalongan, Al-Munir di Makassar, dan di Garut dengan nama Ahmadiyah. Sedangkan
di Solo berdiri perkumpulan Sidiq Amanah Tabligh Fathonah (SATF) yang mendapat
pimpinan dari Cabang Muhammadiyah.
Di
dalam kota Yogyakarta sendiri, Ahmad Dahlan menganjurkan adanya jama’ah dan
perkumpulan untuk mengadakan pengajian dan menjalankan kepentingan Islam.
Perkumpulan-perkumpulan dan Jamaah-jamaah ini mendapat bimbingan dari
Muhammadiyah, yang di antaranya ialah Ikhwanul Muslimin, Taqwimuddin, Cahaya
Muda, Hambudi-Suci, Khayatul Qulub, Priya Utama, Dewan Islam, Thaharatul Qulub,
Thaharatul-Aba, Ta’awanu alal birri, Ta’ruf bima kanu wal-Fajri, Wal-Ashri,
Jamiyatul Muslimin, Syahratul Mubtadi (Kutojo dan Safwan, 1991: 33).
Gagasan pembaharuan Muhammadiyah
disebarluaskan oleh Ahmad Dahlan dengan mengadakan tabligh ke berbagai kota, di
samping juga melalui relasi-relasi dagang yang dimilikinya. Gagasan ini ternyata
mendapatkan sambutan yang besar dari masyarakat di berbagai kota di Indonesia.
Ulama-ulama dari berbagai daerah lain berdatangan kepadanya untuk menyatakan
dukungan terhadap Muhammadiyah. Muhammadiyah makin lama makin berkembang hampir
di seluruh Indonesia. Oleh karena itu, pada tanggal 7 Mei 1921 Ahmad Dahlan
mengajukan permohonan kepada pemerintah Hindia Belanda untuk mendirikan
cabang-cabang Muhammadiyah di seluruh Indonesia. Permohonan ini dikabulkan oleh
pemerintah Hindia Belanda pada tanggal 2 September 1921.
Dalam
bulan Oktober 1922, Ahmad Dahlan memimpin delegasi Muhammadiyah dalam kongres
Al-Islam di Cirebon. Kongres ini diselenggarakan oleh Sarikat Islam (SI) guna
mencari aksi baru untuk konsolidasi persatuan ummat Islam. Dalam kongres tersebut,
Muhammadiyah dan Al-Irsyad (perkumpulan golongan Arab yang berhaluan maju di
bawah pimpinan Syeikh Ahmad Syurkati) terlibat perdebatan yang tajam dengan
kaum Islam ortodoks dari Surabaya dan Kudus. Muhammadiyah dipersalahkan
menyerang aliran yang telah mapan (tradisionalis-konservatif) dan dianggap
membangun mazhab baru di luar mazhab empat yang telah ada dan mapan.
Muhammadiyah
juga dituduh hendak mengadakan tafsir Qur’an baru, yang menurut kaum
ortodoks-tradisional merupakan perbuatan terlarang. Menanggapi serangan
tersebut, Ahmad Dahlan menjawabnya dengan argumentasi: “Muhammadiyah berusaha
bercita-cita mengangkat agama Islam dari keadaan terbekelakang. Banyak penganut
Islam yang menjunjung tinggi tafsir para ulama dari pada Qur’an dan Hadis. Umat
Islam harus kembali kepada Qur’an dan Hadis. Harus mempelajari langsung dari
sumbernya, dan tidak hanya melalui kitab-kitab tafsir”.
Sebagai
seorang demokrat dalam melaksanakan aktivitas gerakan dakwah Muhammadiyah,
Dahlan memfasilitasi para anggota Muhammadiyah untuk proses evaluasi kerja dan
pemilihan pemimpin dalam Muhammadiyah. Selama hidupnya dalam aktivitas gerakan
dakwah Muhammadiyah, telah diselenggarakan duabelas kali pertemuan anggota
(sekali dalam setahun), yang saat itu dipakai istilah Algemeene Vergadering
(persidangan umum).
Atas
jasa-jasa K.H. Ahmad Dahlan dalam membangkitkan kesadaran bangsa ini melalui
pembaharuan Islam dan pendidikan, maka Pemerintah Republik Indonesia
menetapkannya sebagai Pahlawan Nasional dengan surat Keputusan Presiden no. 657
tahun 1961. Dasar-dasar penetapan itu ialah sebagai berikut :
1.
K.H. Ahmad Dahlan
telah memelopori kebangkitan ummat Islam untuk menyadari nasibnya sebagai
bangsa terjajah yang masih harus belajar dan berbuat.
2.
Dengan organisasi
Muhammadiyah yang didirikannya, telah banyak memberikan ajaran Islam yang murni
kepada bangsanya. Ajaran yang menuntut kemajuan, kecerdasan, dan beramal bagi
masyarakat dan ummat, dengan dasar iman dan Islam.
3.
Dengan
organisasinya, Muhammadiyah telah mempelopori amal usaha sosial dan pendidikan
yang amat diperlukan bagi kebangkitan dan kemajuan bangsa, dengan jiwa ajaran
Islam.
4.
Dengan
organisasinya, Muhammadiyah bagian wanita (Aisyiyah) telah mempelopori
kebangkitan wanita Indonesia untuk mengecap pendidikan dan berfungsi sosial,
setingkat dengan kaum pria.
No comments:
Post a Comment