MAKALAH SUMBER – SUMBER AJARAN ISLAM
1. Bayan Tafsir
Yaitu menerangkan ayat-ayat yang sangat umum, mujmal dan musytarak. Seperti hadits : “Shallu kamaa ro-aitumuni ushalli” (Shalatlah kamu sebagaimana kamu melihatku shalat) adalah merupakan tafsiran daripada ayat Al-Qur’an yang umum, yaitu : “Aqimush-shalah” (Kerjakan shalat). Demikian pula hadits: “Khudzu ‘anni manasikakum” (Ambillah dariku perbuatan hajiku) adalah tafsir dari ayat Al-Qur’an “Waatimmulhajja” ( Dan sempurnakanlah hajimu ).
2. Bayan Taqrir
Yaitu Al-Sunnah berfungsi untuk memperkokoh dan memperkuat pernyataan Al-Qur’an. Seperti hadits yang berbunyi: “Shoumu liru’yatihiwafthiru liru’yatihi” (Berpuasalah karena melihat bulan dan berbukalah karena melihatnya) adalah memperkokoh ayat Al-Qur’an dalam surat Al-Baqarah : 185.
3. Bayan Taudhih,
Yaitu menerangkan maksud dan tujuan sesuatu ayat Al-Qur’an, seperti pernyataan Nabi : “Allah tidak mewajibkan zakat melainkan supaya menjadi baik harta-hartamu yang sudah dizakati”, adalah taudhih (penjelasan) terhadap ayat Al-Qur’an dalam surat at-Taubah: 34, yang artinya sebagai berikut : “Dan orang-orang yang menyimpan mas dan perak kemudian tidak membelanjakannya dijalan Allah maka gembirakanlah mereka dengan azab yang pedih”. Pada waktu ayat ini turun banyak para sahabat yang merasa berat untuk melaksanakan perintah ini, maka mereka bertanya kepada Nabi yang kemudian dijawab dengan hadits tersebut.
BAB V
SUMBER – SUMBER AJARAN ISLAM
A.
Al-quran
Al-Qur’an adalah kitab suci umat
Islam. Bagi Muslim, Al-Quran merupakan firman Allah yang diwahyukan kepada Nabi
Muhammad SAW melalui malaikat Jibril dengan lafaldan maknanya. Al-Qur’an
merupakan mukjizat Nabi Muhammad SAW yang sangat berharga bagi umat Islam
hingga saat ini. Di dalamnya terkandung petunjuk dan pedoman bagi umat manusia
dalam mencapai kebahagiaan hidup baik di dunia maupun akhirat.
Jumlah surat yang terdapat dalam Al
Qur’an ada 114; nama-namanya dan batas-batas tiap-tiap surat, susunan
ayat-ayatnya adalah menurut ketentuan yang ditetapkan dan diajarkan oleh
Rasulullah sendiri (tauqifi).
Agama Islam, agama yang kita anut
dan dianut oleh ratusan juta kaum Muslim di seluruh dunia, merupakan way of
life yang menjamin kebahagiaan hidup pemeluknya di dunia dan di akhirat kelak.
Ia mempunyai satu sendi utama yang esensial: berfungsi memberi petunjuk ke
jalan yang sebaik-baiknya. Allah berfirman, Sesungguhnya Al-Quran ini
memberi petunjuk menuju jalan yang sebaik-baiknya (QS, 17:9).
Al-Quran memberikan petunjuk dalam
persoalan-persoalan akidah, syariah, dan akhlak, dengan jalan meletakkan
dasar-dasar prinsip mengenai persoalan-persoalan tersebut; dan Allah SWT
menugaskan Rasul saw., untuk memberikan keterangan yang lengkap mengenai
dasar-dasar itu: Kami telah turunkan kepadamu Al-Dzikr (Al-Quran) untuk
kamu terangkan kepada manusia apa-apa yang diturunkan kepada mereka agar mereka
berpikir(QS 16:44).
Disamping keterangan yang diberikan
oleh Rasulullah saw., Allah memerintahkan pula kepada umat manusia seluruhnya
agar memperhatikan dan mempelajari Al-Quran: Tidaklah mereka memperhatikan
isi Al-Quran, bahkan ataukah hati mereka tertutup (QS 47:24).
Mempelajari Al-Quran adalah
kewajiban. Berikut ini beberapa prinsip dasar untuk memahaminya, khusus dari
segi hubungan Al-Quran dengan ilmu pengetahuan. Atau, dengan kata lain,
mengenai “memahami Al-Quran dalam Hubungannya dengan Ilmu Pengetahuan.”(
Persoalan ini sangat penting, terutama pada masa-masa sekarang ini, dimana
perkembangan ilmu pengetahuan demikian pesat dan meliputi seluruh aspek
kehidupan.
Kekaburan mengenai hal ini dapat
menimbulkan ekses-ekses yang mempengaruhi perkembangan pemikiran kita dewasa
ini dan generasi-generasi yang akan datang. Dalam bukunya, Science and the
Modern World, A.N. Whitehead menulis: “Bila kita menyadari betapa pentingnya
agama bagi manusia dan betapa pentingnya ilmu pengetahuan, maka tidaklah
berlebihan bila dikatakan bahwa sejarah kita yang akan datang bergantung pada
putusan generasi sekarang mengenai hubungan antara keduanya.
Tulisan Whithead ini berdasarkan apa
yang terjadi di Eropa pada abad ke-18, yang ketika itu, gereja/pendeta di satu
pihak dan para ilmuwan di pihak lain, tidak dapat mencapai kata sepakat tentang
hubungan antara Kitab Suci dan ilmu pengetahuan; tetapi agama yang
dimaksudkannya dapat mencakup segenap keyakinan yang dianut manusia.
Demikian pula halnya bagi umat
Islam, pengertian kita terhadap hubungan antara Al-Quran dan ilmu pengetahuan
akan memberi pengaruh yang tidak kecil terhadap perkembangan agama dan sejarah
perkembangan manusia pada generasi-generasi yang akan datang.
1.
Bagian-bagian
Al-Qur’an
2.
Al-Qur’an mempunyai 114 surat,
dengan surat terpanjang terdiri atas 286 ayat, yaitu Al Baqarah, dan terpendek
terdiri dari 3 ayat, yaitu Al-’Ashr, Al-Kautsar, dan An-Nashr. Sebagian ulama
menyatakan jumlah ayat di Al-Qur’an adalah 6.236, sebagian lagi menyatakan
6.666. Perbedaan jumlah ayat ini disebabkan karena perbedaan pandangan tentang
kalimat Basmalah pada setiap awal surat (kecuali At-Taubah), kemudian tentang
kata-kata pembuka surat yang terdiri dari susunan huruf-huruf seperti Yaa Siin,
Alif Lam Miim, Ha Mim dll. Ada yang memasukkannya sebagai ayat, ada yang tidak
mengikutsertakannya sebagai ayat.
Untuk memudahkan pembacaan dan
penghafalan, para ulama membagi Al-Qur’an dalam 30 juz yang sama panjang, dan
dalam 60 hizb (biasanya ditulis di bagian pinggir Al-Qur’an). Masing-masing
hizb dibagi lagi menjadi empat dengan tanda-tanda ar-rub’ (seperempat), an-nisf
(seperdua), dan as-salasah (tiga perempat).
Selanjutnya Al-Qur’an dibagi pula
dalam 554 ruku’, yaitu bagian yang terdiri atas beberapa ayat. Setiap
satu ruku’ ditandai dengan huruf ‘ain di sebelah pinggirnya. Surat yang panjang
berisi beberapa ruku’, sedang surat yang pendek hanya berisi satu ruku’.
Nisf Al-Qur’an (tanda pertengahan Al-Qur’an), terdapat pada surat Al-Kahfi ayat 19 pada lafal walyatalattaf yang artinya: “hendaklah ia berlaku lemah lembut”.
Nisf Al-Qur’an (tanda pertengahan Al-Qur’an), terdapat pada surat Al-Kahfi ayat 19 pada lafal walyatalattaf yang artinya: “hendaklah ia berlaku lemah lembut”.
3. Masa Turunnya Al-Quran
Ayat-ayat Al-quran yang diterima
Nabi Muhammad SAW. diterima secara berangsur-angsur selama kurang lebih 22
tahun, atau tepatnya 22 tahun, 2 bulan, 22hari, yakni sejak ia berusia 40 tahun
sampai belau wafat
Al-Quran Al-Karim yang terdiri dari
114 surah dan susunannya ditentukan oleh Allah SWT. dengan cara tawqifi, tidak
menggunakan metode sebagaimana metode-metode penyusunan buku-buku ilmiah.
Buku-buku ilmiah yang membahas satu masalah, selalu menggunakan satu metode
tertentu dan dibagi dalam bab-bab dan pasal-pasal. Metode ini tidak terdapat di
dalam Al-Quran Al-Karim, yang di dalamnya banyak persoalan induk silih-berganti
diterangkan.
Persoalan akidah terkadang
bergandengan dengan persoalan hukum dan kritik; sejarah umat-umat yang lalu
disatukan dengan nasihat, ultimatum, dorongan atau tanda-tanda kebesaran Allah
yang ada di alam semesta. Terkadang pula, ada suatu persoalan atau hukum yang
sedang diterangkan tiba-tiba timbul persoalan lain yang pada pandangan pertama
tidak ada hubungan antara satu dengan yang lainnya. Misalnya, apa yang terdapat
dalam surah Al-Baqarah ayat 216-221, yang mengatur hukum perang dalam asyhur
al-hurum berurutan dengan hukum minuman keras, perjudian, persoalan anak yatim,
dan perkawinan dengan orang-orang musyrik.
Yang demikian itu dimaksudkan agar memberikan
kesan bahwa ajaran-ajaran Al-Quran dan hukum-hukum yang tercakup didalamnya
merupakan satu kesatuan yang harus ditaati oleh penganut-penganutnya secara
keseluruhan tanpa ada pemisahan antara satu dengan yang lainnya. Dalam
menerangkan masalah-masalah filsafat dan metafisika, Al-Quran tidak menggunakan
istilah filsafat dan logika. Juga dalam bidang politik, ekonomi, sosial dan
kebudayaan. Yang demikian ini membuktikan bahwa Al-Quran tidak dapat
dipersamakan dengan kitab-kitab yang dikenal manusia.
Tujuan Al-Quran juga berbeda dengan
tujuan kitab-kitab ilmiah. Untuk memahaminya, terlebih dahulu harus diketahui
periode turunnya Al-Quran. Dengan mengetahui periode-periode tersebut,
tujuan-tujuan Al-Quran akan lebih jelas.
Setiap kali mendapat wahyu, Nabi SAW
lalu menghafalkannya. Beliau dapat mengulangi wahyu yang diterima tepat seperti
apa yang telah disampaikan Jibril kepadanya. Hafalan Nabi SAW ini selalu
dikontrol oleh Malaikat Jibril.
Adapun masa/ periode turunnya
Al-Qur’an dapat dibagi menjadi dua sebagai berikut :
- Periode Mekah, yaitu saat Nabi SAW bermukim di Mekah selama 12 tahun 5 bulan 13 hari (610-622 M) sampai Nabi SAW melakukan hijrah. Ayat-ayat yang diturunkan pada masa itu disebut ayat-ayat Makkiyah, yang berjumlah 4.726 ayat, meliputi 89 surat.
- Periode Madinah, yaitu masa setelah Nabi SAW hijrah ke Madinah selama 9 tahun 9 bulan 9 hari (622-632 M). Ayat-ayat yang turun dalam periode ini dinamakan ayat-ayat Madaniyyah, meliputi 1.510 ayat dan mencakup 25 surat.
Ayat-ayat Makiyah maupun Madaniyah
yang terdapat dalam Al Qur’an memiliki beberapa perbedaan yang menjadi ciri
khas. Berikut ini adalah ciri-ciri yang terdapat pada kedua kategori ayat
tersebut.
Ciri-Ciri Ayat-Ayat Makkiyah dan
Madaniyyah
Makkiyah
•Ayat-ayatnya pendek.
•Ayat-ayatnya pendek.
• Ayatnya dimulai dengan lafdz
: Ya ayuhannas artinya, wahai manusia.
• Kebanyakan mengandung masalah
tauhid, iman kepada Allah Swt., masalah surga dan neraka, dan masalah-masalah
yang menyangkut kehidupan akhirat (ukhrawi).
Madaniyah
Madaniyah
• Ayat-ayatnya panjang.
• Ayatnya dimulai dengan lafadz
: ya ayyuhalladzina amanu artinya, wahai orang-orang
yang beriman.
• Kebanyakan tentang hukum-hukum
agama (syariat), orang-orang yang berhijrah (muhajirin) dan kaum penolong
(anshar), kaum munafik, serta ahli kitab.
Wahyu yang pertama turun adalah 5
ayat pertama surah Al-‘alaq (surah ke-96) di Gowa Hira (terletak di Jabal Nur,
beberapa kilometer di sebelah Utara Mekkah) pada malam Qadar, 17 Ramadhan 610 M
(13 S.M.).
Diketahui bahwa Muhammad saw., pada
awal turunnya wahyu pertama (Al-’alaq), belum dilantik menjadi Rasul. Dengan
wahyu pertama itu, beliau baru merupakan seorang nabi yang tidak ditugaskan
untuk menyampaikan apa yang diterima. Baru setelah turun wahyu kedualah beliau
ditugaskan untuk menyampaikan wahyu-wahyu yang diterimanya, dengan adanya
firman Allah: “Wahai yang berselimut, bangkit dan berilah peringatan” (QS
74:1-2).
Masa turunnya wahyu dinyatakan
berakhir setelah Nabi menerima wahyu terakhir yaitu surat Al-Maidah ayat 3 yang
diturunkan saat Nabi berada di padang Arafah guna melaksanakan haji
wada’ (haji perpisahan) pada tanggal 9 Dzulhijjah
tahun 10 H. (633 M).
Seperti berikut : …… Pada hari ini
telah Ku sempurnakan untukmu agamamu dan telah Ku cukupkan
nikmatKu, serta Ku ridho’i Islam sebagai agamamu….” (QS.
Al-Maidah :3)
Surat Al-Maidah,
ayat ketiga ini secara jelas menunjukkan jaminan Allah bahwa
Islam telah di nyatakan sempurna, isinya
merangkum semua persolan hidup manusia, sehingga orang yang berpegang
kepada Islam, akan memperoleh nikmat yang sempurna pula dan Allah juga
telah meridho’i Islam sebagai agama umat manusia.
3.
Urutan
Turunnya Wahyu Al-Quran
Urutan
Turun
|
No.
Surat
|
Nama
|
Surat
|
Jumlah
Ayat
|
Tempat
Turun
|
1
|
96
|
Al-’Alaq
|
19
|
Makkiyah
|
|
2
|
68
|
Al-Qalam
|
52
|
Makkiyah
|
|
3
|
73
|
Al-Muzzammil
|
20
|
Makkiyah
|
|
4
|
74
|
Al-Muddatstsir
|
56
|
Makkiyah
|
|
5
|
1
|
Al-Faatihah
|
7
|
Makkiyah
|
|
6
|
111
|
Al-lahab
|
5
|
Makkiyah
|
|
7
|
81
|
At-Takwiir
|
29
|
Makkiyah
|
|
8
|
87
|
Al-A’laa
|
19
|
Makkiyah
|
|
9
|
92
|
Al-Lail
|
21
|
Makkiyah
|
|
10
|
89
|
Al-Fajr
|
30
|
Makkiyah
|
|
11
|
93
|
Adh-Duhaa
|
11
|
Makkiyah
|
|
12
|
94
|
Al-insyirah
|
8
|
Makkiyah
|
|
13
|
103
|
Al-’Ashr
|
3
|
Makkiyah
|
|
14
|
100
|
Al-’Aadiyaat
|
11
|
Makkiyah
|
|
15
|
108
|
Al-Kautsar
|
3
|
Makkiyah
|
|
16
|
102
|
At-Takaatsur
|
8
|
Makkiyah
|
|
17
|
107
|
Al-Maa’uun
|
7
|
Makkiyah
|
|
18
|
109
|
Al-Kaafiruun
|
6
|
Makkiyah
|
|
19
|
105
|
Al-Fiil
|
5
|
Makkiyah
|
|
20
|
113
|
Al-Falaq
|
5
|
Makkiyah
|
|
21
|
114
|
An-Naas
|
6
|
Makkiyah
|
|
22
|
112
|
Al-Ikhlas
|
4
|
Makkiyah
|
|
23
|
53
|
An-Najm
|
62
|
Makkiyah
|
|
24
|
80
|
Abasa
|
42
|
Makkiyah
|
|
25
|
97
|
Al-Qadr
|
5
|
Makkiyah
|
|
26
|
91
|
Asy-Syams
|
15
|
Makkiyah
|
|
27
|
85
|
Al-Buruuj
|
22
|
Makkiyah
|
|
28
|
95
|
At-Tiin
|
8
|
Makkiyah
|
|
29
|
106
|
Quraisy
|
4
|
Makkiyah
|
|
30
|
101
|
Al-Qaari’ah
|
11
|
Makkiyah
|
|
31
|
75
|
Al-Qiyaamah
|
40
|
Makkiyah
|
|
32
|
104
|
Al-Humazah
|
9
|
Makkiyah
|
|
33
|
77
|
Al-Mursalaat
|
50
|
Makkiyah
|
|
34
|
50
|
Qaaf
|
45
|
Makkiyah
|
|
35
|
90
|
Al-Balad
|
20
|
Makkiyah
|
|
36
|
86
|
Ath-Thaariq
|
17
|
Makkiyah
|
|
37
|
54
|
Al-Qamar
|
55
|
Makkiyah
|
|
38
|
38
|
Shaad
|
88
|
Makkiyah
|
|
39
|
7
|
Al-A’raaf
|
206
|
Makkiyah
|
|
40
|
72
|
Al-Jin
|
28
|
Makkiyah
|
|
41
|
36
|
Yaasiin
|
83
|
Makkiyah
|
|
42
|
25
|
Al-Furqaan
|
77
|
Makkiyah
|
|
43
|
35
|
Faathir
|
45
|
Makkiyah
|
|
44
|
19
|
Maryam
|
98
|
Makkiyah
|
|
45
|
20
|
Thaahaa
|
135
|
Makkiyah
|
|
46
|
56
|
Al-Waaqi’ah
|
96
|
Makkiyah
|
|
47
|
26
|
Asy-Syu’araa’
|
227
|
Makkiyah
|
|
48
|
27
|
An-Naml
|
93
|
Makkiyah
|
|
49
|
28
|
Al-Qashash
|
88
|
Makkiyah
|
|
50
|
17
|
Al-Israa’
|
111
|
Makkiyah
|
|
51
|
10
|
Yunus
|
109
|
Makkiyah
|
|
52
|
11
|
Huud
|
123
|
Makkiyah
|
|
53
|
12
|
Yusuf
|
111
|
Makkiyah
|
|
54
|
15
|
Al-Hijr
|
99
|
Makkiyah
|
|
55
|
6
|
Al-An’am
|
165
|
Makkiyah
|
|
56
|
37
|
Ash-Shaaffat
|
182
|
Makkiyah
|
|
57
|
31
|
Luqman
|
34
|
Makkiyah
|
|
58
|
34
|
Saba
‘
|
54
|
Makkiyah
|
|
59
|
39
|
Az-Zumar
|
75
|
Makkiyah
|
|
60
|
40
|
Al-Mu’min
|
85
|
Makkiyah
|
|
61
|
41
|
Fushshilat
|
54
|
Makkiyah
|
|
62
|
42
|
Asy-Syuura
|
53
|
Makkiyah
|
|
63
|
43
|
Az-Zukhruf
|
89
|
Makkiyah
|
|
64
|
44
|
Ad-Dukhaan
|
59
|
Makkiyah
|
|
65
|
45
|
Al-Jatsiyaah
|
37
|
Makkiyah
|
|
66
|
46
|
Al-Ahqaaf
|
35
|
Makkiyah
|
|
67
|
51
|
Adz-Dzariyaat
|
60
|
Makkiyah
|
|
68
|
88
|
Al-Ghaasyiyah
|
26
|
Makkiyah
|
|
69
|
18
|
Al-Kahfi
|
110
|
Makkiyah
|
|
70
|
16
|
An-Nahl
|
128
|
Makkiyah
|
|
71
|
71
|
Nuh
|
28
|
Makkiyah
|
|
72
|
14
|
Ibrahim
|
52
|
Makkiyah
|
|
73
|
21
|
Al-Anbiyaa’
|
112
|
Makkiyah
|
|
74
|
23
|
Al-Mu’minuun
|
118
|
Makkiyah
|
|
75
|
32
|
As-Sajdah
|
30
|
Makkiyah
|
|
76
|
52
|
At-Thuur
|
49
|
Makkiyah
|
|
77
|
67
|
Al-Mulk
|
30
|
Makkiyah
|
|
78
|
69
|
Al-Haaqqah
|
52
|
Makkiyah
|
|
79
|
70
|
Al-Ma’aarij
|
44
|
Makkiyah
|
|
80
|
78
|
An-Naba’
|
40
|
Makkiyah
|
|
81
|
79
|
An-Nazi’at
|
46
|
Makkiyah
|
|
82
|
82
|
Al-Infithaar
|
19
|
Makkiyah
|
|
83
|
84
|
Al-Insyiqaaq
|
25
|
Makkiyah
|
|
84
|
30
|
Ar-Ruum
|
60
|
Makkiyah
|
|
85
|
29
|
Al-’Ankabuut
|
69
|
Makkiyah
|
|
86
|
83
|
Al-Muthaffifiin
|
36
|
Makkiyah
|
|
87
|
2
|
Al-Baqarah
|
286
|
Madaniyah
|
|
88
|
8
|
Al-Anfaal
|
75
|
Madaniyah
|
|
89
|
3
|
Ali
‘Imran
|
200
|
Madaniyah
|
|
90
|
33
|
Al-Ahzab
|
73
|
Madaniyah
|
|
91
|
60
|
Al-Mumtahanah
|
13
|
Madaniyah
|
|
92
|
4
|
An-Nisaa’
|
176
|
Madaniyah
|
|
93
|
99
|
Al-Zalzalah
|
8
|
Madaniyah
|
|
94
|
57
|
Al-Hadiid
|
29
|
Madaniyah
|
|
95
|
47
|
Muhammad
|
38
|
Madaniyah
|
|
96
|
13
|
Ar-Ra’du
|
43
|
Makkiyah
|
|
97
|
55
|
Ar-Rahmaan
|
78
|
Makkiyah
|
|
98
|
76
|
Al-Insaan
|
31
|
Madaniyah
|
|
99
|
65
|
Ath-Thalaaq
|
12
|
Madaniyah
|
|
100
|
98
|
Al-Bayyinah
|
8
|
Madaniyah
|
|
101
|
59
|
Al-Hasyr
|
24
|
Madaniyah
|
|
102
|
24
|
An-Nuur
|
64
|
Madaniyah
|
|
103
|
22
|
Al-Hajj
|
78
|
Madaniyah
|
|
104
|
63
|
Al-Munaafiquun
|
11
|
Madaniyah
|
|
105
|
58
|
Al-Mujaadilah
|
22
|
Madaniyah
|
|
106
|
49
|
Al-Hujuraat
|
18
|
Madaniyah
|
|
107
|
66
|
At-Tahriim
|
12
|
Madaniyah
|
|
108
|
64
|
At-Taghaabun
|
18
|
Madaniyah
|
|
109
|
61
|
Ash-Shaff
|
14
|
Madaniyah
|
|
110
|
62
|
Al-Jumu’ah
|
11
|
Madaniyah
|
|
111
|
48
|
Al-Fath
|
29
|
Madaniyah
|
|
112
|
5
|
Al-Maa-idah
|
120
|
Madaniyah
|
|
113
|
9
|
At-Taubah
|
129
|
Madaniyah
|
|
114
|
110
|
An-Nashr
|
3
|
Madaniyah
|
4.
Hikmah
Diturunkannya Al-Quran Secara Berangsur-Angsur
Al Qur’an diturunkan secara
beransur-ansur dalam masa 22 tahun 2 bulan 22 hari. Kurang lebih 13 tahun di
Mekkah dan kurang lebih 10 tahun di Madinah. mulai dari
malam 17 Ramadhan tahun 41 dari kelahiran Nabi SAW
hingga 9 Dzulhijjah tahun ke-10 Hijriyah (633 M).Hikmah Al
Qur’an diturunkan secara beransur-ansur itu ialah:
1. Agar lebih mudah difahami dan
dilaksanakan. Orang tidak akan melaksanakan suruhan, dan larangan sekiranya
suruhan dan larangan itu diturunkan sekaligus banyak. Hal ini disebutkan oleh
Bukhari dan riwayat ‘Aisyah r.a.
2. Di antara ayat-ayat itu ada yang
nasikh dan ada yang mansukh, sesuai dengan permasalahan pada waktu itu. Ini
tidak dapat dilakukan sekiranya Al Qur’an diturunkan sekaligus. (ini menurut
pendapat yang mengatakan adanya nasikh dan mansukh).
3. Turunnya sesuatu ayat sesuai
dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi akan lebih mengesankan dan lebih berpengaruh
di hati.
4. Memudahkan penghafalan.
Orang-orang musyrik yang telah menayakan mengapa Al Qur’an tidak diturunkan
sekaligus. sebagaimana tersebut dalam Al Qur’an ayat (25) Al Furqaan ayat 32,
yaitu: mengapakah Al Qur’an tidak diturunkan kepadanya sekaligus ?. Kemudian
dijawab di dalam ayat itu sendiri: demikianlah, dengan (cara) begitu Kami
hendak menetapkan hatimu
5. Di antara ayat-ayat ada yang
merupakan jawaban daripada pertanyaan atau penolakan suatu pendapat atau
perbuatan, sebagai dikatakan oleh lbnu ‘Abbas r.a. Hal ini tidak dapat
terlaksana kalau Al Qur’an diturunkan sekaligus.
Kedudukan Hadist
sebagai sumber ajaran Islam selain didasarkan pada keterangan ayat-ayat Alquran
dan Hadist juga didasarkan kepada
pendapat kesepakatan para sahabat. Yakni seluruh sahabat sepakat untuk
menetapkan tentang wajib mengikuti hadis, baik pada masa Rasulullah masih hidup
maupun setelah beliau wafat.
Menurut bahasa Hadist
artinya jalan hidup yang dibiasakan terkadang jalan tersebut ada yang baik dan
ada pula yang buruk. Pengertian Hadist
seperti ini sejalan dengan makna hadis Nabi yang artinya : ”Barang siapa yang
membuat sunnah (kebiasaan) yang terpuji, maka pahala bagi yang membuat sunnah
itu dan pahala bagi orang yang mengerjakanny; dan barang siapa yang membuat
sunnah yang buruk, maka dosa bagi yang membuat sunnah yang buruk itu dan dosa
bagi orang yang mengerjakannya.
Sementara itu Jumhurul Ulama atau
kebanyakan para ulama ahli hadis mengartikan Al-Hadis, Al-Sunnah, Al-Khabar dan
Al-Atsar sama saja, yaitu segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad
Saw, baik dalam bentuk ucapan, perbuatan maupun ketetapan. Sementara itu ulama Ushul
mengartikan bahwa Al-Sunnah adalah sesuatu yang berasal dari Nabi Muhammad
dalam bentuk ucapan, perbuatan dan persetujuan beliau yang berkaitan dengan
hukum.
Sebagai sumber ajaran Islam kedua, setelah
Alquran, Hadist
memiliki fungsi yang pada intinya sejalan dengan alquran. Keberadaan Al-Sunnah
tidak dapat dilepaskan dari adanya sebagian ayat Alquran :
- Yang bersifat global (garis besar) yang memerlukan perincian;
- Yang bersifat umum (menyeluruh) yang menghendaki pengecualian;
- Yang bersifat mutlak (tanpa batas) yang menghendaki pembatasan; dan ada pula
- Isyarat Alquran yang mengandung makna lebih dari satu (musytarak) yang
- menghendaki penetapan makna yang akan dipakai dari dua makna tersebut; bahkan terdapat sesuatu yang secara khusus tidak dijumpai keterangannya di dalam Alquran yang selanjutnya diserahkan kepada hadis nabi.
Seluruh umat Islam telah sepakat
bahwa Hadis Rasul merupakan sumber dan dasar hukum Islam al-Quran,dan umat
Islam diwajibkan mengikuti hadis sebagaimana diwajibkan mengikuti al-Quran.
Karena tanpakeduanya orang islam tidak mungkin dapat memahami islam secara
mendalam. Seorang mujahid danseorang alim tidak diperbolehkan hanya mengambil
dari salah satu dari keduanya.Banyak ayat al Quran dan Hadis yang memberikan pengertian
bahwa hadis itu merupakan sumber hukumIslam selain al Quran yang wajib diikuti,
baik dalam bentuk perintah maupun larangannya.
Di bawah inimerupakan paparan
tentang kedudukan hadis sebagai sumber hukum Islam dengan melihat beberapa
dalil, baik naqli maupun aqli.
- Dalil al-QuranBanyak ayat al-Quran
yang menerangkan tentang kewajiban mempercayai dan menerima segala
yangdisampaikan oleh Rasul kepada ummatnya untuk dijadikan pedoman hidup. Ayat
yang dimaksud adalah:Firman Allah SWT:
Allah sekali-kali tidak akan
membiarkan orang-orang yang beriman dalam keadaan kamu sekarang ini,sehingga
Dia menyisihkan yang buruk (munafiq) dari yang baik (mukmin). Dan Allah
sekali-kali tidak akanmemperlihatkan kepada kamu hal-hal yang gaib, akan tetapi
Allah memilih siapa yang dikehendakiNyadiantara Rasul-rasul-Nya. Karena itu
berimanlah kepada Allah dan Rasul-rasul-Nya, dan jika kamu barimandan bertaqwa,
maka bagimu pahala yang besar. (QS. Ali’Imran 3:179
Dalam ayat tersebut Allah memisahkan
antara orang-orang mukmin dengan orang-orang munafiq, dan akanmemperbaiki
keadaan orang-orang mukmin dan memperkuat iman mereka. Oleh karena itu orang
mukmindituntut agar tetap beriman kepada Allah dan Rasul-nya. Selain Allah
memerintahkan umat Islam agar percaya kepada Rasul SAW, juga
menyerukan agar menaati segala bentuk perundang-undangan dan peraturan
yang dibawanya, baik berupa perintah maupun larangan. Tuntutan taat dan patuh
kepada RasulSAW. Ini sama halnya tuntutan taat dan patuh kepada Allah SWT. Ayat
yang berkenaan dengan masalah iniialah:Firman Allah SWT:
“Katakanlah! Taatlah kalian Allah
dan Rasu-nya, jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang kafir”. (QS. Ali ‘Imran 3:32)
- Dalil al-HadisDalam salah satu
pesan Rasulullah SAW. Berkenaan dengan keharusan menjadikan hadis sebagai
pedomanhidup, disamping al-Quran sebagai pedoman utamanya, beliau bersabda:)
)“Aku tinggalkan dua pusaka untukmu sekalian, yang kalian tidak akan tersesat
selagi kamu berpeganganteguh pada keduanya, yaituberupa kitab Allah dan Sunnah
Rasul-Nya:. (HR. Malik)- Kesepakatan Ulama (ijma’)Umat islam telah sepakat
menjadikan hadis sebagai salah satu dasar hukum beramal, karena sesuai
denganyang dikehendaki oleh Allah. Penerimaan mereka terhadap hadis sama
seperti penerimaan al-Quran, karenakeduanya sama-sama dijadikan sebagai sumber
hukum Islam.Kesepakatan umat Muslimin dalam mempercayai, menerima dan
mengamalkan segala ketentuan yangterkandung di dalam hadis ternyata sejak
Rasullah masih hidup. Sepeninggaln beliau, semenjak masakhulafa Al- Rasydin
hingga masa-masa selanjutnya, tidak ada yang mengingkarinya. Banyak
diantaramereka yang tidak hanya memahami dan mengamalkan isi kandungan-Nya,
akan tetapi bahkan merekamenghafal, memelihara, dan menyebarluaskan kepada
generasi-generasi selanjutnya.
Fungsi Hadis Terhadap Al-Quran
Al-Quran sebagai sumber ajaran
pertama memuat ajaran-ajaran yang bersifat umum, yang perlu dijelaskanlebih
lanjut dan terperinci. Disinila hadis menduduki dan menempati fungsinya sebagai
sumber ajaran yangkedua, ia menjadi penjelas (mubayyin) isi Al-Quran hal ini
sesuai dengan firman Allah SWT. keterangan-keterangan (mukjizat) dan
kitab-kitab. Dan Kami turunkan kepadamu Al Qur'an, agar kamumenerangkan kepada
umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya
merekamemikirkan,(Q.S. An-Nahl : 44)
Dalam
hubungan dengan Al-Qur’an, maka Al-Sunnah berfungsi sebagai penafsir,
pensyarah, dan penjelas daripada ayat-ayat tertentu. Apabila disimpulkan
tentang fungsi Al-Sunnah dalam hubungan dengan Al-Qur’an itu adalah sebagai
berikut :
1. Bayan Tafsir
Yaitu menerangkan ayat-ayat yang sangat umum, mujmal dan musytarak. Seperti hadits : “Shallu kamaa ro-aitumuni ushalli” (Shalatlah kamu sebagaimana kamu melihatku shalat) adalah merupakan tafsiran daripada ayat Al-Qur’an yang umum, yaitu : “Aqimush-shalah” (Kerjakan shalat). Demikian pula hadits: “Khudzu ‘anni manasikakum” (Ambillah dariku perbuatan hajiku) adalah tafsir dari ayat Al-Qur’an “Waatimmulhajja” ( Dan sempurnakanlah hajimu ).
2. Bayan Taqrir
Yaitu Al-Sunnah berfungsi untuk memperkokoh dan memperkuat pernyataan Al-Qur’an. Seperti hadits yang berbunyi: “Shoumu liru’yatihiwafthiru liru’yatihi” (Berpuasalah karena melihat bulan dan berbukalah karena melihatnya) adalah memperkokoh ayat Al-Qur’an dalam surat Al-Baqarah : 185.
3. Bayan Taudhih,
Yaitu menerangkan maksud dan tujuan sesuatu ayat Al-Qur’an, seperti pernyataan Nabi : “Allah tidak mewajibkan zakat melainkan supaya menjadi baik harta-hartamu yang sudah dizakati”, adalah taudhih (penjelasan) terhadap ayat Al-Qur’an dalam surat at-Taubah: 34, yang artinya sebagai berikut : “Dan orang-orang yang menyimpan mas dan perak kemudian tidak membelanjakannya dijalan Allah maka gembirakanlah mereka dengan azab yang pedih”. Pada waktu ayat ini turun banyak para sahabat yang merasa berat untuk melaksanakan perintah ini, maka mereka bertanya kepada Nabi yang kemudian dijawab dengan hadits tersebut.
Fungsi Al – Sunnah
Sebagai sumber ajaran Islam kedua, setelah Alquran, Al-Sunnah memiliki fungsi yang diantaranya adalah :
- Untuk memperkuat Al-qur’an
- Menjelaskan isi Al-qur’an (bayan tafsir)
Dalam kaitan ini, hadist berfungsi memerinci petunjuk dan isyarat Al-qur’an yang bersifat global, sebagai pengecuali terhadap isyarat Al-qur’an yang bersifat umum, sebagai pembatas terhadap ayat Alquran yang bersifat mutlak dan sebagai pemberi informasi terhadap suatu kasus yang tidak di jumpai dalam Al-qur’an.
Sebagai sumber ajaran Islam kedua, setelah Alquran, Al-Sunnah memiliki fungsi yang diantaranya adalah :
- Untuk memperkuat Al-qur’an
- Menjelaskan isi Al-qur’an (bayan tafsir)
Dalam kaitan ini, hadist berfungsi memerinci petunjuk dan isyarat Al-qur’an yang bersifat global, sebagai pengecuali terhadap isyarat Al-qur’an yang bersifat umum, sebagai pembatas terhadap ayat Alquran yang bersifat mutlak dan sebagai pemberi informasi terhadap suatu kasus yang tidak di jumpai dalam Al-qur’an.
Macam – macam Al – Sunnah
a. Ucapan
Al Hadist Qauliyah adalah perkataan Nabi Muhammad SAW dalam berbagai bidang seperti, hukum, akhlak, dan lain-lain.
Contohnya : “Bahwasanya amal-amal perbuatan itu dengan niat, dan hanya bagi setiap orang itu memperoleh apa yang ia niatkan dan seterusnya” HR. Bukhari dan Muslim
b. Perbuatan
Al Hadist Fi’liyah adalah perbutan Nabi Muhammad SAW yang mrupakan penjelasan dari peraturan syari’ah yang belum jelas pelaksanaannya. Cara bersembahyang dan cara menghadap kiblat dalam sembahyang sunat.
c. Penetapan dan PembiaranArti Taqriri ialah menetapkan, mendiamkan, yakni tidak mengadakan sanggahan atau menyetujui apa yang telah dilakukan atau dikatakan oleh para sahabat dihadapan Nabi Muhammad. Contoh Taqrir Nabi Muhammad SAW tentang perbuatan sahabat yang dilakukan dihadapannya dalam salah satu jamuan makan dirumah Khalid Bin Walid yang menyajikan daging biawak. Nabi Muhammad menyaksikan dan tidak menyanggahnya tetapi beliau enggan memakannya karena jijik.
d. Sifat, keadaan, dan Himmah Rasulullah
- Sifat dan Keadaan beliau yang termasuk unsur Al – Sunnah “Rasulullah SAW itu adalah sebaik-baik manusia mengenai paras mukanya dan bentuk tubuhnya. Beliau bukan orang tinggi dan bukan pula orang pendek” HR. Bukhari dan Muslim
- Silsilah, Nama dan tahun Kelahiran Nabi Muhammad SAW telah ditetapkan oleh para sahabat dan ahli tarikh
- Himmah (hasrat/cita-cita) beliau yang belum sempat direalisasikan. Misalnya hasrat beliau untuk berpuasa pada tanggal 9 Asyura.
a. Ucapan
Al Hadist Qauliyah adalah perkataan Nabi Muhammad SAW dalam berbagai bidang seperti, hukum, akhlak, dan lain-lain.
Contohnya : “Bahwasanya amal-amal perbuatan itu dengan niat, dan hanya bagi setiap orang itu memperoleh apa yang ia niatkan dan seterusnya” HR. Bukhari dan Muslim
b. Perbuatan
Al Hadist Fi’liyah adalah perbutan Nabi Muhammad SAW yang mrupakan penjelasan dari peraturan syari’ah yang belum jelas pelaksanaannya. Cara bersembahyang dan cara menghadap kiblat dalam sembahyang sunat.
c. Penetapan dan PembiaranArti Taqriri ialah menetapkan, mendiamkan, yakni tidak mengadakan sanggahan atau menyetujui apa yang telah dilakukan atau dikatakan oleh para sahabat dihadapan Nabi Muhammad. Contoh Taqrir Nabi Muhammad SAW tentang perbuatan sahabat yang dilakukan dihadapannya dalam salah satu jamuan makan dirumah Khalid Bin Walid yang menyajikan daging biawak. Nabi Muhammad menyaksikan dan tidak menyanggahnya tetapi beliau enggan memakannya karena jijik.
d. Sifat, keadaan, dan Himmah Rasulullah
- Sifat dan Keadaan beliau yang termasuk unsur Al – Sunnah “Rasulullah SAW itu adalah sebaik-baik manusia mengenai paras mukanya dan bentuk tubuhnya. Beliau bukan orang tinggi dan bukan pula orang pendek” HR. Bukhari dan Muslim
- Silsilah, Nama dan tahun Kelahiran Nabi Muhammad SAW telah ditetapkan oleh para sahabat dan ahli tarikh
- Himmah (hasrat/cita-cita) beliau yang belum sempat direalisasikan. Misalnya hasrat beliau untuk berpuasa pada tanggal 9 Asyura.
Hubungan antara Al-Quran dan Al-Sunnah
• Al-Sunnah menguatkan hukum yang ditetapkan Al-Quran.
Al-Sunnah memperkokoh hukum yang dinyatakan oleh Al-Quran, misalnya Al-Quran menetapkan hukum puasa dalam firman-Nya :
“Hai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa.” (QS. Al-Baqarah ayat 183) Ayat al-quran tersebut dikuatkan oleh As Sunnah yakni :
“ Islam didirikan atas 5 perkara : Persaksikan bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rasulullah, mendirikan shalat, membayar zakat, puasa pada bulan ramadhan dan naik haji ke Baitullah” HR Bukhari Muslim
• Al-Sunnah memberikan rincian terhadap pernyataaan Al-Quran yang bersifat Misalnya Al-Quran menyatakan perintah shalat dalam firman-Nya :
“Dan dirikanlah oleh kamu shalat dan bayarkanlah zakat …” (QS. Al-Baqarah ayat 110). Shalat dalam ayat diatas masih bersifat umum. As-Sunnah merincinya secara operasional misalnya shalat mana saja yang hukumnya wajib dan yang mana yang sunnat.
• Al-Sunnah memberikan pengecualian terhadap pernyataan Al-Quran yang bersifat umum.
Misalnya Al-Quran mengharamkan memakan bangkai dan darah dalam firman-Nya :
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, daging yang disembelih atas nama selain Allah, yang dicekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, yang dimakan binatang buas kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan yang disembelih untuk berhala. Dan diharamkan pula bagimu mengundi nasib dengan anak panah, karena itu sebagian kefasikan.” (QS. Al-Maidah ayat 3).
• Al-Sunnah menetapkan hukum yang tidak ditetapkan oleh Al-Quran.
Al-Quran yang bersifat global, banyak hal yang tidak ditetapkan hukumnya secara pasti oleh Al-Quran. Dalam hal iniAs-Sunnah berperan menetapkan hukum yang belum ditetapkan oleh Al-Quran, seperti sabda Nabi SAW :
“Rasulullah SAW melarang semua mempunyai taring dari binatang dan semua burung yang bercakar. (HR. Muslim)
• Al-Sunnah menguatkan hukum yang ditetapkan Al-Quran.
Al-Sunnah memperkokoh hukum yang dinyatakan oleh Al-Quran, misalnya Al-Quran menetapkan hukum puasa dalam firman-Nya :
“Hai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa.” (QS. Al-Baqarah ayat 183) Ayat al-quran tersebut dikuatkan oleh As Sunnah yakni :
“ Islam didirikan atas 5 perkara : Persaksikan bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rasulullah, mendirikan shalat, membayar zakat, puasa pada bulan ramadhan dan naik haji ke Baitullah” HR Bukhari Muslim
• Al-Sunnah memberikan rincian terhadap pernyataaan Al-Quran yang bersifat Misalnya Al-Quran menyatakan perintah shalat dalam firman-Nya :
“Dan dirikanlah oleh kamu shalat dan bayarkanlah zakat …” (QS. Al-Baqarah ayat 110). Shalat dalam ayat diatas masih bersifat umum. As-Sunnah merincinya secara operasional misalnya shalat mana saja yang hukumnya wajib dan yang mana yang sunnat.
• Al-Sunnah memberikan pengecualian terhadap pernyataan Al-Quran yang bersifat umum.
Misalnya Al-Quran mengharamkan memakan bangkai dan darah dalam firman-Nya :
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, daging yang disembelih atas nama selain Allah, yang dicekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, yang dimakan binatang buas kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan yang disembelih untuk berhala. Dan diharamkan pula bagimu mengundi nasib dengan anak panah, karena itu sebagian kefasikan.” (QS. Al-Maidah ayat 3).
• Al-Sunnah menetapkan hukum yang tidak ditetapkan oleh Al-Quran.
Al-Quran yang bersifat global, banyak hal yang tidak ditetapkan hukumnya secara pasti oleh Al-Quran. Dalam hal iniAs-Sunnah berperan menetapkan hukum yang belum ditetapkan oleh Al-Quran, seperti sabda Nabi SAW :
“Rasulullah SAW melarang semua mempunyai taring dari binatang dan semua burung yang bercakar. (HR. Muslim)
Perbedaan Al-Qur’an dan Al-Sunnah
Sekalipun al-Qur’an dan al-Sunnah sama-sama sebagai sumber hukum Islam, namun diantara keduanya terdapat perbedaan-perbedaan yang cukup prinsipil, antara lain sebagai berikut :
1. a. Al-Qur’an bersifat Qath’i ( mutlak ) kebenarannya.
b. Al-Sunnah bersifat Dzhanni ( relatif ), kecuali Hadits Mutawatir.
2. a. Seluruh ayat al-Qur’an mesti dijadikan sebagai pedoman hidup.
b. Tidak seluruh Hadits dapat dijadikan pedoman hidup karena disamping ada Hadits Shahih, ada pula Hadits yang Dhaif
3. a. Al-Qur’an sudah pasti autentik lafadz dan maknanya.
b. Al-Sunnah belum tentu autentik lafadz dan maknanya.
4. a. Apabila al-Qur’an berbicara tentang masalah-masalah aqidah atau hal-hal yang ghaib, maka setiap muslim wajib mengimaninya.
b. Apabila al-Sunnah berbicara tentang masalah-masalah aqidah atau hal-hal yang ghaib, maka setiap muslim tidak diharuskan mengimaninya seperti halnya mengimani al-Qur’an.
5. Berdasarkan perbedaan tersebut, maka :
a. Penerimaan seorang muslim terhadap al-Qur’an hendaknya didasarkan pada keyakinan yang kuat, sedangkan;
b. Penerimaan seorang muslim terhadap as-Sunnah harus didasarkan atas keragu-raguan ( dugaan-dugaan ) yang kuat. Hal ini bukan berarti ragu kepada Nabi, tetapi ragu apakah Hadits itu benar-benar berasal dari Nabi atau tidak karena adanya proses sejarah kodifikasi hadits yang tidak cukup memberikan jaminan keyakinan sebagaimana jaminan keyakinan terhadap al-Qur’an.
Sekalipun al-Qur’an dan al-Sunnah sama-sama sebagai sumber hukum Islam, namun diantara keduanya terdapat perbedaan-perbedaan yang cukup prinsipil, antara lain sebagai berikut :
1. a. Al-Qur’an bersifat Qath’i ( mutlak ) kebenarannya.
b. Al-Sunnah bersifat Dzhanni ( relatif ), kecuali Hadits Mutawatir.
2. a. Seluruh ayat al-Qur’an mesti dijadikan sebagai pedoman hidup.
b. Tidak seluruh Hadits dapat dijadikan pedoman hidup karena disamping ada Hadits Shahih, ada pula Hadits yang Dhaif
3. a. Al-Qur’an sudah pasti autentik lafadz dan maknanya.
b. Al-Sunnah belum tentu autentik lafadz dan maknanya.
4. a. Apabila al-Qur’an berbicara tentang masalah-masalah aqidah atau hal-hal yang ghaib, maka setiap muslim wajib mengimaninya.
b. Apabila al-Sunnah berbicara tentang masalah-masalah aqidah atau hal-hal yang ghaib, maka setiap muslim tidak diharuskan mengimaninya seperti halnya mengimani al-Qur’an.
5. Berdasarkan perbedaan tersebut, maka :
a. Penerimaan seorang muslim terhadap al-Qur’an hendaknya didasarkan pada keyakinan yang kuat, sedangkan;
b. Penerimaan seorang muslim terhadap as-Sunnah harus didasarkan atas keragu-raguan ( dugaan-dugaan ) yang kuat. Hal ini bukan berarti ragu kepada Nabi, tetapi ragu apakah Hadits itu benar-benar berasal dari Nabi atau tidak karena adanya proses sejarah kodifikasi hadits yang tidak cukup memberikan jaminan keyakinan sebagaimana jaminan keyakinan terhadap al-Qur’an.
No comments:
Post a Comment