20 Feb 2014

SUMBER – SUMBER AJARAN ISLAM

MAKALAH SUMBER – SUMBER AJARAN ISLAM


BAB V 
SUMBER – SUMBER AJARAN ISLAM
                                                                            

A.    Al-quran

Al-Qur’an adalah kitab suci umat Islam. Bagi Muslim, Al-Quran merupakan firman Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW melalui malaikat Jibril dengan lafaldan maknanya. Al-Qur’an merupakan mukjizat Nabi Muhammad SAW yang sangat berharga bagi umat Islam hingga saat ini. Di dalamnya terkandung petunjuk dan pedoman bagi umat manusia dalam mencapai kebahagiaan hidup baik di dunia maupun akhirat.
Jumlah surat yang terdapat dalam Al Qur’an ada 114; nama-namanya dan batas-batas tiap-tiap surat, susunan ayat-ayatnya adalah menurut ketentuan yang ditetapkan dan diajarkan oleh Rasulullah sendiri (tauqifi).

Agama Islam, agama yang kita anut dan dianut oleh ratusan juta kaum Muslim di seluruh dunia, merupakan way of life yang menjamin kebahagiaan hidup pemeluknya di dunia dan di akhirat kelak. Ia mempunyai satu sendi utama yang esensial: berfungsi memberi petunjuk ke jalan yang sebaik-baiknya. Allah berfirman, Sesungguhnya Al-Quran ini memberi petunjuk menuju jalan yang sebaik-baiknya (QS, 17:9).
Al-Quran memberikan petunjuk dalam persoalan-persoalan akidah, syariah, dan akhlak, dengan jalan meletakkan dasar-dasar prinsip mengenai persoalan-persoalan tersebut; dan Allah SWT menugaskan Rasul saw., untuk memberikan keterangan yang lengkap mengenai dasar-dasar itu: Kami telah turunkan kepadamu Al-Dzikr (Al-Quran) untuk kamu terangkan kepada manusia apa-apa yang diturunkan kepada mereka agar mereka berpikir(QS 16:44).
Disamping keterangan yang diberikan oleh Rasulullah saw., Allah memerintahkan pula kepada umat manusia seluruhnya agar memperhatikan dan mempelajari Al-Quran: Tidaklah mereka memperhatikan isi Al-Quran, bahkan ataukah hati mereka tertutup (QS 47:24).

Mempelajari Al-Quran adalah kewajiban. Berikut ini beberapa prinsip dasar untuk memahaminya, khusus dari segi hubungan Al-Quran dengan ilmu pengetahuan. Atau, dengan kata lain, mengenai “memahami Al-Quran dalam Hubungannya dengan Ilmu Pengetahuan.”( Persoalan ini sangat penting, terutama pada masa-masa sekarang ini, dimana perkembangan ilmu pengetahuan demikian pesat dan meliputi seluruh aspek kehidupan.
Kekaburan mengenai hal ini dapat menimbulkan ekses-ekses yang mempengaruhi perkembangan pemikiran kita dewasa ini dan generasi-generasi yang akan datang. Dalam bukunya, Science and the Modern World, A.N. Whitehead menulis: “Bila kita menyadari betapa pentingnya agama bagi manusia dan betapa pentingnya ilmu pengetahuan, maka tidaklah berlebihan bila dikatakan bahwa sejarah kita yang akan datang bergantung pada putusan generasi sekarang mengenai hubungan antara keduanya.

Tulisan Whithead ini berdasarkan apa yang terjadi di Eropa pada abad ke-18, yang ketika itu, gereja/pendeta di satu pihak dan para ilmuwan di pihak lain, tidak dapat mencapai kata sepakat tentang hubungan antara Kitab Suci dan ilmu pengetahuan; tetapi agama yang dimaksudkannya dapat mencakup segenap keyakinan yang dianut manusia.
Demikian pula halnya bagi umat Islam, pengertian kita terhadap hubungan antara Al-Quran dan ilmu pengetahuan akan memberi pengaruh yang tidak kecil terhadap perkembangan agama dan sejarah perkembangan manusia pada generasi-generasi yang akan datang.

1.      Bagian-bagian Al-Qur’an
2.       
Al-Qur’an mempunyai 114 surat, dengan surat terpanjang terdiri atas 286 ayat, yaitu Al Baqarah, dan terpendek terdiri dari 3 ayat, yaitu Al-’Ashr, Al-Kautsar, dan An-Nashr. Sebagian ulama menyatakan jumlah ayat di Al-Qur’an adalah 6.236, sebagian lagi menyatakan 6.666. Perbedaan jumlah ayat ini disebabkan karena perbedaan pandangan tentang kalimat Basmalah pada setiap awal surat (kecuali At-Taubah), kemudian tentang kata-kata pembuka surat yang terdiri dari susunan huruf-huruf seperti Yaa Siin, Alif Lam Miim, Ha Mim dll. Ada yang memasukkannya sebagai ayat, ada yang tidak mengikutsertakannya sebagai ayat.
Untuk memudahkan pembacaan dan penghafalan, para ulama membagi Al-Qur’an dalam 30 juz yang sama panjang, dan dalam 60 hizb (biasanya ditulis di bagian pinggir Al-Qur’an). Masing-masing hizb dibagi lagi menjadi empat dengan tanda-tanda ar-rub’ (seperempat), an-nisf (seperdua), dan as-salasah (tiga perempat).

Selanjutnya Al-Qur’an dibagi pula dalam 554 ruku’, yaitu bagian yang terdiri atas beberapa ayat.  Setiap satu ruku’ ditandai dengan huruf ‘ain di sebelah pinggirnya. Surat yang panjang berisi beberapa ruku’, sedang surat yang pendek hanya berisi satu ruku’.
Nisf Al-Qur’an (tanda pertengahan Al-Qur’an), terdapat pada surat Al-Kahfi ayat 19 pada lafal walyatalattaf yang artinya: “hendaklah ia berlaku lemah lembut”.

3.      Masa Turunnya Al-Quran

Ayat-ayat Al-quran yang diterima Nabi Muhammad SAW. diterima secara berangsur-angsur selama kurang lebih 22 tahun, atau tepatnya 22 tahun, 2 bulan, 22hari, yakni sejak ia berusia 40 tahun sampai belau wafat
Al-Quran Al-Karim yang terdiri dari 114 surah dan susunannya ditentukan oleh Allah SWT. dengan cara tawqifi, tidak menggunakan metode sebagaimana metode-metode penyusunan buku-buku ilmiah. Buku-buku ilmiah yang membahas satu masalah, selalu menggunakan satu metode tertentu dan dibagi dalam bab-bab dan pasal-pasal. Metode ini tidak terdapat di dalam Al-Quran Al-Karim, yang di dalamnya banyak persoalan induk silih-berganti diterangkan.
Persoalan akidah terkadang bergandengan dengan persoalan hukum dan kritik; sejarah umat-umat yang lalu disatukan dengan nasihat, ultimatum, dorongan atau tanda-tanda kebesaran Allah yang ada di alam semesta. Terkadang pula, ada suatu persoalan atau hukum yang sedang diterangkan tiba-tiba timbul persoalan lain yang pada pandangan pertama tidak ada hubungan antara satu dengan yang lainnya. Misalnya, apa yang terdapat dalam surah Al-Baqarah ayat 216-221, yang mengatur hukum perang dalam asyhur al-hurum berurutan dengan hukum minuman keras, perjudian, persoalan anak yatim, dan perkawinan dengan orang-orang musyrik.

Yang demikian itu dimaksudkan agar memberikan kesan bahwa ajaran-ajaran Al-Quran dan hukum-hukum yang tercakup didalamnya merupakan satu kesatuan yang harus ditaati oleh penganut-penganutnya secara keseluruhan tanpa ada pemisahan antara satu dengan yang lainnya. Dalam menerangkan masalah-masalah filsafat dan metafisika, Al-Quran tidak menggunakan istilah filsafat dan logika. Juga dalam bidang politik, ekonomi, sosial dan kebudayaan. Yang demikian ini membuktikan bahwa Al-Quran tidak dapat dipersamakan dengan kitab-kitab yang dikenal manusia.
Tujuan Al-Quran juga berbeda dengan tujuan kitab-kitab ilmiah. Untuk memahaminya, terlebih dahulu harus diketahui periode turunnya Al-Quran. Dengan mengetahui periode-periode tersebut, tujuan-tujuan Al-Quran akan lebih jelas.
Setiap kali mendapat wahyu, Nabi SAW lalu menghafalkannya. Beliau dapat mengulangi wahyu yang diterima tepat seperti apa yang telah disampaikan Jibril kepadanya. Hafalan Nabi SAW ini selalu dikontrol oleh Malaikat Jibril.

Adapun masa/ periode turunnya Al-Qur’an dapat dibagi menjadi dua sebagai berikut :
  1. Periode Mekah, yaitu saat Nabi SAW bermukim di Mekah  selama 12 tahun 5 bulan 13 hari (610-622 M) sampai Nabi SAW melakukan hijrah. Ayat-ayat yang diturunkan pada masa itu disebut ayat-ayat Makkiyah, yang berjumlah 4.726 ayat, meliputi 89 surat.
  2. Periode Madinah, yaitu masa setelah Nabi SAW hijrah ke Madinah selama tahun 9 bulan 9 hari (622-632 M). Ayat-ayat yang turun dalam periode ini dinamakan ayat-ayat Madaniyyah, meliputi 1.510 ayat dan mencakup 25 surat.
Ayat-ayat Makiyah maupun Madaniyah yang terdapat dalam Al Qur’an memiliki beberapa perbedaan yang menjadi ciri khas. Berikut ini adalah ciri-ciri yang terdapat pada kedua kategori ayat tersebut.
Ciri-Ciri Ayat-Ayat Makkiyah dan Madaniyyah
Makkiyah
•Ayat-ayatnya pendek.
• Ayatnya dimulai dengan lafdz : Ya ayuhannas artinya, wahai manusia.
• Kebanyakan mengandung masalah tauhid, iman kepada Allah Swt., masalah surga dan neraka, dan masalah-masalah yang menyangkut kehidupan akhirat (ukhrawi).
Madaniyah
• Ayat-ayatnya panjang.
• Ayatnya dimulai dengan lafadz : ya ayyuhalladzina amanu artinya, wahai orang-orang yang beriman.
• Kebanyakan tentang hukum-hukum agama (syariat), orang-orang yang berhijrah (muhajirin) dan kaum penolong (anshar), kaum munafik, serta ahli kitab.
Wahyu yang pertama turun adalah 5 ayat pertama surah Al-‘alaq (surah ke-96) di Gowa Hira (terletak di Jabal Nur, beberapa kilometer di sebelah Utara Mekkah) pada malam Qadar, 17 Ramadhan 610 M (13 S.M.).
Diketahui bahwa Muhammad saw., pada awal turunnya wahyu pertama (Al-’alaq), belum dilantik menjadi Rasul. Dengan wahyu pertama itu, beliau baru merupakan seorang nabi yang tidak ditugaskan untuk menyampaikan apa yang diterima. Baru setelah turun wahyu kedualah beliau ditugaskan untuk menyampaikan wahyu-wahyu yang diterimanya, dengan adanya firman Allah: “Wahai yang berselimut, bangkit dan berilah peringatan” (QS 74:1-2).
Masa turunnya wahyu dinyatakan berakhir setelah Nabi menerima wahyu terakhir yaitu surat Al-Maidah ayat 3 yang diturunkan saat Nabi berada di padang Arafah guna melaksanakan haji wada’ (haji perpisahan) pada tanggal 9 Dzulhijjah tahun 10 H. (633 M).
Seperti berikut : …… Pada hari ini telah Ku sempurnakan untukmu agamamu dan telah Ku cukupkan nikmatKu, serta Ku ridho’i Islam sebagai agamamu….” (QS. Al-Maidah :3)
Surat Al-Maidah, ayat ketiga ini secara jelas menunjukkan jaminan Allah bahwa Islam telah di nyatakan sempurna, isinya merangkum semua persolan hidup manusia, sehingga orang yang berpegang kepada Islam, akan memperoleh nikmat yang sempurna pula dan Allah juga telah meridho’i Islam sebagai agama umat manusia.

3.      Urutan Turunnya Wahyu Al-Quran

Urutan Turun
No. Surat
Nama
Surat
Jumlah Ayat
Tempat Turun
1
96
Al-’Alaq

19
Makkiyah
2
68
Al-Qalam

52
Makkiyah
3
73
Al-Muzzammil

20
Makkiyah
4
74
Al-Muddatstsir

56
Makkiyah
5
1
Al-Faatihah

7
Makkiyah
6
111
Al-lahab

5
Makkiyah
7
81
At-Takwiir

29
Makkiyah
8
87
Al-A’laa

19
Makkiyah
9
92
Al-Lail

21
Makkiyah
10
89
Al-Fajr

30
Makkiyah
11
93
Adh-Duhaa

11
Makkiyah
12
94
Al-insyirah

8
Makkiyah
13
103
Al-’Ashr

3
Makkiyah
14
100
Al-’Aadiyaat

11
Makkiyah
15
108
Al-Kautsar

3
Makkiyah
16
102
At-Takaatsur

8
Makkiyah
17
107
Al-Maa’uun

7
Makkiyah
18
109
Al-Kaafiruun

6
Makkiyah
19
105
Al-Fiil

5
Makkiyah
20
113
Al-Falaq

5
Makkiyah
21
114
An-Naas

6
Makkiyah
22
112
Al-Ikhlas

4
Makkiyah
23
53
An-Najm

62
Makkiyah
24
80
Abasa

42
Makkiyah
25
97
Al-Qadr

5
Makkiyah
26
91
Asy-Syams

15
Makkiyah
27
85
Al-Buruuj

22
Makkiyah
28
95
At-Tiin

8
Makkiyah
29
106
Quraisy

4
Makkiyah
30
101
Al-Qaari’ah

11
Makkiyah
31
75
Al-Qiyaamah

40
Makkiyah
32
104
Al-Humazah

9
Makkiyah
33
77
Al-Mursalaat

50
Makkiyah
34
50
Qaaf

45
Makkiyah
35
90
Al-Balad

20
Makkiyah
36
86
Ath-Thaariq

17
Makkiyah
37
54
Al-Qamar

55
Makkiyah
38
38
Shaad

88
Makkiyah
39
7
Al-A’raaf

206
Makkiyah
40
72
Al-Jin

28
Makkiyah
41
36
Yaasiin

83
Makkiyah
42
25
Al-Furqaan

77
Makkiyah
43
35
Faathir

45
Makkiyah
44
19
Maryam

98
Makkiyah
45
20
Thaahaa

135
Makkiyah
46
56
Al-Waaqi’ah

96
Makkiyah
47
26
Asy-Syu’araa’

227
Makkiyah
48
27
An-Naml

93
Makkiyah
49
28
Al-Qashash

88
Makkiyah
50
17
Al-Israa’

111
Makkiyah
51
10
Yunus

109
Makkiyah
52
11
Huud

123
Makkiyah
53
12
Yusuf

111
Makkiyah
54
15
Al-Hijr

99
Makkiyah
55
6
Al-An’am

165
Makkiyah
56
37
Ash-Shaaffat

182
Makkiyah
57
31
Luqman

34
Makkiyah
58
34
Saba ‘

54
Makkiyah
59
39
Az-Zumar

75
Makkiyah
60
40
Al-Mu’min

85
Makkiyah
61
41
Fushshilat

54
Makkiyah
62
42
Asy-Syuura

53
Makkiyah
63
43
Az-Zukhruf

89
Makkiyah
64
44
Ad-Dukhaan

59
Makkiyah
65
45
Al-Jatsiyaah

37
Makkiyah
66
46
Al-Ahqaaf

35
Makkiyah
67
51
Adz-Dzariyaat

60
Makkiyah
68
88
Al-Ghaasyiyah

26
Makkiyah
69
18
Al-Kahfi

110
Makkiyah
70
16
An-Nahl

128
Makkiyah
71
71
Nuh

28
Makkiyah
72
14
Ibrahim

52
Makkiyah
73
21
Al-Anbiyaa’

112
Makkiyah
74
23
Al-Mu’minuun

118
Makkiyah
75
32
As-Sajdah

30
Makkiyah
76
52
At-Thuur

49
Makkiyah
77
67
Al-Mulk

30
Makkiyah
78
69
Al-Haaqqah

52
Makkiyah
79
70
Al-Ma’aarij

44
Makkiyah
80
78
An-Naba’

40
Makkiyah
81
79
An-Nazi’at

46
Makkiyah
82
82
Al-Infithaar

19
Makkiyah
83
84
Al-Insyiqaaq

25
Makkiyah
84
30
Ar-Ruum

60
Makkiyah
85
29
Al-’Ankabuut

69
Makkiyah
86
83
Al-Muthaffifiin

36
Makkiyah
87
2
Al-Baqarah

286
Madaniyah
88
8
Al-Anfaal

75
Madaniyah
89
3
Ali ‘Imran

200
Madaniyah
90
33
Al-Ahzab

73
Madaniyah
91
60
Al-Mumtahanah

13
Madaniyah
92
4
An-Nisaa’

176
Madaniyah
93
99
Al-Zalzalah

8
Madaniyah
94
57
Al-Hadiid

29
Madaniyah
95
47
Muhammad

38
Madaniyah
96
13
Ar-Ra’du

43
Makkiyah
97
55
Ar-Rahmaan

78
Makkiyah
98
76
Al-Insaan

31
Madaniyah
99
65
Ath-Thalaaq

12
Madaniyah
100
98
Al-Bayyinah

8
Madaniyah
101
59
Al-Hasyr

24
Madaniyah
102
24
An-Nuur

64
Madaniyah
103
22
Al-Hajj

78
Madaniyah
104
63
Al-Munaafiquun

11
Madaniyah
105
58
Al-Mujaadilah

22
Madaniyah
106
49
Al-Hujuraat

18
Madaniyah
107
66
At-Tahriim

12
Madaniyah
108
64
At-Taghaabun

18
Madaniyah
109
61
Ash-Shaff

14
Madaniyah
110
62
Al-Jumu’ah

11
Madaniyah
111
48
Al-Fath

29
Madaniyah
112
5
Al-Maa-idah

120
Madaniyah
113
9
At-Taubah

129
Madaniyah
114
110
An-Nashr

3
Madaniyah
  
4.      Hikmah Diturunkannya Al-Quran Secara Berangsur-Angsur
Al Qur’an diturunkan secara beransur-ansur dalam masa 22 tahun 2 bulan 22 hari. Kurang lebih 13 tahun di Mekkah dan kurang lebih 10 tahun di Madinah. mulai dari malam 17 Ramadhan tahun 41 dari kelahiran Nabi SAW hingga 9 Dzulhijjah tahun ke-10 Hijriyah (633 M).Hikmah Al Qur’an diturunkan secara beransur-ansur itu ialah:
1. Agar lebih mudah difahami dan dilaksanakan. Orang tidak akan melaksanakan suruhan, dan larangan sekiranya suruhan dan larangan itu diturunkan sekaligus banyak. Hal ini disebutkan oleh Bukhari dan riwayat ‘Aisyah r.a.
2. Di antara ayat-ayat itu ada yang nasikh dan ada yang mansukh, sesuai dengan permasalahan pada waktu itu. Ini tidak dapat dilakukan sekiranya Al Qur’an diturunkan sekaligus. (ini menurut pendapat yang mengatakan adanya nasikh dan mansukh).
3. Turunnya sesuatu ayat sesuai dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi akan lebih mengesankan dan lebih berpengaruh di hati.
4. Memudahkan penghafalan. Orang-orang musyrik yang telah menayakan mengapa Al Qur’an tidak diturunkan sekaligus. sebagaimana tersebut dalam Al Qur’an ayat (25) Al Furqaan ayat 32, yaitu: mengapakah Al Qur’an tidak diturunkan kepadanya sekaligus ?. Kemudian dijawab di dalam ayat itu sendiri: demikianlah, dengan (cara) begitu Kami hendak menetapkan hatimu
5. Di antara ayat-ayat ada yang merupakan jawaban daripada pertanyaan atau penolakan suatu pendapat atau perbuatan, sebagai dikatakan oleh lbnu ‘Abbas r.a. Hal ini tidak dapat terlaksana kalau Al Qur’an diturunkan sekaligus.
 
B. HADITS  

Kedudukan Hadist sebagai sumber ajaran Islam selain didasarkan pada keterangan ayat-ayat Alquran dan Hadist juga didasarkan kepada pendapat kesepakatan para sahabat. Yakni seluruh sahabat sepakat untuk menetapkan tentang wajib mengikuti hadis, baik pada masa Rasulullah masih hidup maupun setelah beliau wafat.
Menurut bahasa Hadist artinya jalan hidup yang dibiasakan terkadang jalan tersebut ada yang baik dan ada pula yang buruk. Pengertian Hadist seperti ini sejalan dengan makna hadis Nabi yang artinya : ”Barang siapa yang membuat sunnah (kebiasaan) yang terpuji, maka pahala bagi yang membuat sunnah itu dan pahala bagi orang yang mengerjakanny; dan barang siapa yang membuat sunnah yang buruk, maka dosa bagi yang membuat sunnah yang buruk itu dan dosa bagi orang yang mengerjakannya.
Sementara itu Jumhurul Ulama atau kebanyakan para ulama ahli hadis mengartikan Al-Hadis, Al-Sunnah, Al-Khabar dan Al-Atsar sama saja, yaitu segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad Saw, baik dalam bentuk ucapan, perbuatan maupun ketetapan. Sementara itu ulama Ushul mengartikan bahwa Al-Sunnah adalah sesuatu yang berasal dari Nabi Muhammad dalam bentuk ucapan, perbuatan dan persetujuan beliau yang berkaitan dengan hukum.
Sebagai sumber ajaran Islam kedua, setelah Alquran, Hadist memiliki fungsi yang pada intinya sejalan dengan alquran. Keberadaan Al-Sunnah tidak dapat dilepaskan dari adanya sebagian ayat Alquran :
  1. Yang bersifat global (garis besar) yang memerlukan perincian;
  2. Yang bersifat umum (menyeluruh) yang menghendaki pengecualian;
  3. Yang bersifat mutlak (tanpa batas) yang menghendaki pembatasan; dan ada pula
  4. Isyarat Alquran yang mengandung makna lebih dari satu (musytarak) yang
  5. menghendaki penetapan makna yang akan dipakai dari dua makna tersebut; bahkan terdapat sesuatu yang secara khusus tidak dijumpai keterangannya di dalam Alquran yang selanjutnya diserahkan kepada hadis nabi.
Seluruh umat Islam telah sepakat bahwa Hadis Rasul merupakan sumber dan dasar hukum Islam al-Quran,dan umat Islam diwajibkan mengikuti hadis sebagaimana diwajibkan mengikuti al-Quran. Karena tanpakeduanya orang islam tidak mungkin dapat memahami islam secara mendalam. Seorang mujahid danseorang alim tidak diperbolehkan hanya mengambil dari salah satu dari keduanya.Banyak ayat al Quran dan Hadis yang memberikan pengertian bahwa hadis itu merupakan sumber hukumIslam selain al Quran yang wajib diikuti, baik dalam bentuk perintah maupun larangannya.
Di bawah inimerupakan paparan tentang kedudukan hadis sebagai sumber hukum Islam dengan melihat beberapa dalil, baik naqli maupun aqli.
- Dalil al-QuranBanyak ayat al-Quran yang menerangkan tentang kewajiban mempercayai dan menerima segala yangdisampaikan oleh Rasul kepada ummatnya untuk dijadikan pedoman hidup. Ayat yang dimaksud adalah:Firman Allah SWT: 

Allah sekali-kali tidak akan membiarkan orang-orang yang beriman dalam keadaan kamu sekarang ini,sehingga Dia menyisihkan yang buruk (munafiq) dari yang baik (mukmin). Dan Allah sekali-kali tidak akanmemperlihatkan kepada kamu hal-hal yang gaib, akan tetapi Allah memilih siapa yang dikehendakiNyadiantara Rasul-rasul-Nya. Karena itu berimanlah kepada Allah dan Rasul-rasul-Nya, dan jika kamu barimandan bertaqwa, maka bagimu pahala yang besar. (QS. Ali’Imran 3:179

Dalam ayat tersebut Allah memisahkan antara orang-orang mukmin dengan orang-orang munafiq, dan akanmemperbaiki keadaan orang-orang mukmin dan memperkuat iman mereka. Oleh karena itu orang mukmindituntut agar tetap beriman kepada Allah dan Rasul-nya. Selain Allah memerintahkan umat Islam agar  percaya kepada Rasul SAW, juga menyerukan agar menaati segala bentuk perundang-undangan dan peraturan yang dibawanya, baik berupa perintah maupun larangan. Tuntutan taat dan patuh kepada RasulSAW. Ini sama halnya tuntutan taat dan patuh kepada Allah SWT. Ayat yang berkenaan dengan masalah iniialah:Firman Allah SWT: 
“Katakanlah! Taatlah kalian Allah dan Rasu-nya, jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir”. (QS. Ali ‘Imran 3:32)

- Dalil al-HadisDalam salah satu pesan Rasulullah SAW. Berkenaan dengan keharusan menjadikan hadis sebagai pedomanhidup, disamping al-Quran sebagai pedoman utamanya, beliau bersabda:) )“Aku tinggalkan dua pusaka untukmu sekalian, yang kalian tidak akan tersesat selagi kamu berpeganganteguh pada keduanya, yaituberupa kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya:. (HR. Malik)- Kesepakatan Ulama (ijma’)Umat islam telah sepakat menjadikan hadis sebagai salah satu dasar hukum beramal, karena sesuai denganyang dikehendaki oleh Allah. Penerimaan mereka terhadap hadis sama seperti penerimaan al-Quran, karenakeduanya sama-sama dijadikan sebagai sumber hukum Islam.Kesepakatan umat Muslimin dalam mempercayai, menerima dan mengamalkan segala ketentuan yangterkandung di dalam hadis ternyata sejak Rasullah masih hidup. Sepeninggaln beliau, semenjak masakhulafa Al- Rasydin hingga masa-masa selanjutnya, tidak ada yang mengingkarinya. Banyak diantaramereka yang tidak hanya memahami dan mengamalkan isi kandungan-Nya, akan tetapi bahkan merekamenghafal, memelihara, dan menyebarluaskan kepada generasi-generasi selanjutnya. 
Fungsi Hadis Terhadap Al-Quran
Al-Quran sebagai sumber ajaran pertama memuat ajaran-ajaran yang bersifat umum, yang perlu dijelaskanlebih lanjut dan terperinci. Disinila hadis menduduki dan menempati fungsinya sebagai sumber ajaran yangkedua, ia menjadi penjelas (mubayyin) isi Al-Quran hal ini sesuai dengan firman Allah SWT. keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. Dan Kami turunkan kepadamu Al Qur'an, agar kamumenerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya merekamemikirkan,(Q.S. An-Nahl : 44)
Dalam hubungan dengan Al-Qur’an, maka Al-Sunnah berfungsi sebagai penafsir, pensyarah, dan penjelas daripada ayat-ayat tertentu. Apabila disimpulkan tentang fungsi Al-Sunnah dalam hubungan dengan Al-Qur’an itu adalah sebagai berikut :

1. Bayan Tafsir
            Yaitu menerangkan ayat-ayat yang sangat umum, mujmal dan musytarak. Seperti hadits : “Shallu kamaa ro-aitumuni ushalli” (Shalatlah kamu sebagaimana kamu melihatku shalat) adalah merupakan tafsiran daripada ayat Al-Qur’an yang umum, yaitu : “Aqimush-shalah” (Kerjakan shalat). Demikian pula hadits: “Khudzu ‘anni manasikakum” (Ambillah dariku perbuatan hajiku) adalah tafsir dari ayat Al-Qur’an “Waatimmulhajja” ( Dan sempurnakanlah hajimu ).
2. Bayan Taqrir
            Yaitu Al-Sunnah berfungsi untuk memperkokoh dan memperkuat pernyataan Al-Qur’an. Seperti hadits yang berbunyi: “Shoumu liru’yatihiwafthiru liru’yatihi” (Berpuasalah karena melihat bulan dan berbukalah karena melihatnya) adalah memperkokoh ayat Al-Qur’an dalam surat Al-Baqarah : 185.
3. Bayan Taudhih,
            Yaitu menerangkan maksud dan tujuan sesuatu ayat Al-Qur’an, seperti pernyataan Nabi : “Allah tidak mewajibkan zakat melainkan supaya menjadi baik harta-hartamu yang sudah dizakati”, adalah taudhih (penjelasan) terhadap ayat Al-Qur’an dalam surat at-Taubah: 34, yang artinya sebagai berikut : “Dan orang-orang yang menyimpan mas dan perak kemudian tidak membelanjakannya dijalan Allah maka gembirakanlah mereka dengan azab yang pedih”. Pada waktu ayat ini turun banyak para sahabat yang merasa berat untuk melaksanakan perintah ini, maka mereka bertanya kepada Nabi yang kemudian dijawab dengan hadits tersebut.
Fungsi Al – Sunnah
Sebagai sumber ajaran Islam kedua, setelah Alquran, Al-Sunnah memiliki fungsi yang diantaranya adalah :
- Untuk memperkuat Al-qur’an
- Menjelaskan isi Al-qur’an (bayan tafsir)
Dalam kaitan ini, hadist berfungsi memerinci petunjuk dan isyarat Al-qur’an yang bersifat global, sebagai pengecuali terhadap isyarat Al-qur’an yang bersifat umum, sebagai pembatas terhadap ayat Alquran yang bersifat mutlak dan sebagai pemberi informasi terhadap suatu kasus yang tidak di jumpai dalam Al-qur’an.
Macam – macam Al – Sunnah
a. Ucapan

Al Hadist Qauliyah adalah perkataan Nabi Muhammad SAW dalam berbagai bidang seperti, hukum, akhlak, dan lain-lain.
Contohnya : “Bahwasanya amal-amal perbuatan itu dengan niat, dan hanya bagi setiap orang itu memperoleh apa yang ia niatkan dan seterusnya” HR. Bukhari dan Muslim
b. Perbuatan
Al Hadist Fi’liyah adalah perbutan Nabi Muhammad SAW yang mrupakan penjelasan dari peraturan syari’ah yang belum jelas pelaksanaannya. Cara bersembahyang dan cara menghadap kiblat dalam sembahyang sunat.
c. Penetapan dan PembiaranArti Taqriri ialah menetapkan, mendiamkan, yakni tidak mengadakan sanggahan atau menyetujui apa yang telah dilakukan atau dikatakan oleh para sahabat dihadapan Nabi Muhammad. Contoh Taqrir Nabi Muhammad SAW tentang perbuatan sahabat yang dilakukan dihadapannya dalam salah satu jamuan makan dirumah Khalid Bin Walid yang menyajikan daging biawak. Nabi Muhammad menyaksikan dan tidak menyanggahnya tetapi beliau enggan memakannya karena jijik.
d. Sifat, keadaan, dan Himmah Rasulullah
- Sifat dan Keadaan beliau yang termasuk unsur Al – Sunnah “Rasulullah SAW itu adalah sebaik-baik manusia mengenai paras mukanya dan bentuk tubuhnya. Beliau bukan orang tinggi dan bukan pula orang pendek” HR. Bukhari dan Muslim
- Silsilah, Nama dan tahun Kelahiran Nabi Muhammad SAW telah ditetapkan oleh para sahabat dan ahli tarikh
- Himmah (hasrat/cita-cita) beliau yang belum sempat direalisasikan. Misalnya hasrat beliau untuk berpuasa pada tanggal 9 Asyura.
Hubungan antara Al-Quran dan Al-Sunnah
• Al-Sunnah menguatkan hukum yang ditetapkan Al-Quran.
Al-Sunnah memperkokoh hukum yang dinyatakan oleh Al-Quran, misalnya Al-Quran menetapkan hukum puasa dalam firman-Nya :
“Hai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa.” (QS. Al-Baqarah ayat 183) Ayat al-quran tersebut dikuatkan oleh As Sunnah yakni :
“ Islam didirikan atas 5 perkara : Persaksikan bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rasulullah, mendirikan shalat, membayar zakat, puasa pada bulan ramadhan dan naik haji ke Baitullah” HR Bukhari Muslim
• Al-Sunnah memberikan rincian terhadap pernyataaan Al-Quran yang bersifat Misalnya Al-Quran menyatakan perintah shalat dalam firman-Nya :
“Dan dirikanlah oleh kamu shalat dan bayarkanlah zakat …” (QS. Al-Baqarah ayat 110). Shalat dalam ayat diatas masih bersifat umum. As-Sunnah merincinya secara operasional misalnya shalat mana saja yang hukumnya wajib dan yang mana yang sunnat.
• Al-Sunnah memberikan pengecualian terhadap pernyataan Al-Quran yang bersifat umum.
Misalnya Al-Quran mengharamkan memakan bangkai dan darah dalam firman-Nya :
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, daging yang disembelih atas nama selain Allah, yang dicekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, yang dimakan binatang buas kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan yang disembelih untuk berhala. Dan diharamkan pula bagimu mengundi nasib dengan anak panah, karena itu sebagian kefasikan.” (QS. Al-Maidah ayat 3).
• Al-Sunnah menetapkan hukum yang tidak ditetapkan oleh Al-Quran.
Al-Quran yang bersifat global, banyak hal yang tidak ditetapkan hukumnya secara pasti oleh Al-Quran. Dalam hal iniAs-Sunnah berperan menetapkan hukum yang belum ditetapkan oleh Al-Quran, seperti sabda Nabi SAW :
“Rasulullah SAW melarang semua mempunyai taring dari binatang dan semua burung yang bercakar. (HR. Muslim)
 Perbedaan Al-Qur’an dan Al-Sunnah
Sekalipun al-Qur’an dan al-Sunnah sama-sama sebagai sumber hukum Islam, namun diantara keduanya terdapat perbedaan-perbedaan yang cukup prinsipil, antara lain sebagai berikut :
1. a. Al-Qur’an bersifat Qath’i ( mutlak ) kebenarannya.
b. Al-Sunnah bersifat Dzhanni ( relatif ), kecuali Hadits Mutawatir.
2. a. Seluruh ayat al-Qur’an mesti dijadikan sebagai pedoman hidup.
b. Tidak seluruh Hadits dapat dijadikan pedoman hidup karena disamping ada Hadits Shahih, ada pula Hadits yang Dhaif
3. a. Al-Qur’an sudah pasti autentik lafadz dan maknanya.
b. Al-Sunnah belum tentu autentik lafadz dan maknanya.
4. a. Apabila al-Qur’an berbicara tentang masalah-masalah aqidah atau hal-hal yang ghaib, maka setiap muslim wajib mengimaninya.
b. Apabila al-Sunnah berbicara tentang masalah-masalah aqidah atau hal-hal yang ghaib, maka setiap muslim tidak diharuskan mengimaninya seperti halnya mengimani al-Qur’an.
5. Berdasarkan perbedaan tersebut, maka :
a. Penerimaan seorang muslim terhadap al-Qur’an hendaknya didasarkan pada keyakinan yang kuat, sedangkan;
b. Penerimaan seorang muslim terhadap as-Sunnah harus didasarkan atas keragu-raguan ( dugaan-dugaan ) yang kuat. Hal ini bukan berarti ragu kepada Nabi, tetapi ragu apakah Hadits itu benar-benar berasal dari Nabi atau tidak karena adanya proses sejarah kodifikasi hadits yang tidak cukup memberikan jaminan keyakinan sebagaimana jaminan keyakinan terhadap al-Qur’an.

No comments:

Translate