AL-ISLAM
KEMUHAMMADIYAAN
IMAN,
ILMU DAN AMAL
SEBAGAI
PIKIR PERADABAN
OLEH
: KELOMPOK 13
Kelas
III. E
1. Rahmawati
2. Linda
purpita sari
PROGRAM
STUDI STRATA SATU (S-1)
JURUSAN
PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH MAKASSAR
NOVEMBER
2014/2014
KATA
PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb.
Syukur Alhamdulillah kami panjatkan
atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan segala bentuk
kenikmatannya kepada kita semua sehingga penulisan makalah ini dapat
terselesaikan sesuai dengan waktu yang diharapkan. Tak lupa
pula kami mengirimkan salam dan shalawat atas
junjungan kita Nabiullah Muhammad saw, sebagai
rahmatan lil’alamin.
Makalah ini merupakan
bentuk kewajiban dan penyempurnaan nilai kami selaku mahasiswa di Universitas
Muhammadiyah Makassar
pada mata kuliah Al-Islam Kemuhammadiyaan
dengan judul “ Iman, Ilmu dan Amal Sebagai Pikir Peradaban”.
Kami
mengucapkan terimah kasih kepada semua pihak yang telah ikut serta dalam membantu menyelesaikan penyusunan
makalah ini. Dan kami mengharapkan kritik dan saran yang
membangun sehingga makalah ini menjadi lebih sempurna.
Wassalamualaikum wr.wb.
Makassar, 13 Maret 2015
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
........................................................................... i
DAFTAR ISI
.......................................................................................... ii
BAB I
PENDAHULUAN....................................................................... 1
A. Latar
Belakang ..................................................................................... 1
B. Rumusan
Masalah ................................................................................ 2
C. Tujuan
.................................................................................................. 2
BAB II
PEMBAHASAN ....................................................................... 3
A. IMAN................................................................................................... 3
B. ILMU ................................................................................................... 5
C. AMAL ................................................................................................. 7
D. Hubungan
antara iman, ilmu dan amal................................................. 8
BAB III PENUTUP
............................................................................... 14
A. Kesimpulan
.......................................................................................... 14
B. Saran
.................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Manusia dalam
kehidupannya perlu akan konsep hidup, yang akan memberikan gambaran secara
jelas tentang bagaimana manusia dalam berkehidupan yang harmonis dengan Tuhan
dan Manusia serta alam sekitarnya. Konsep hidup ini bekerja secara
berkesinambungan dan mengalami pembaharuan dalam implikasinya sesuai dengan
tuntutan zamannya.
Sebagai dasar
kebenaran, maka konsepsi Iman menjadi landasan kebenaran pada kebenaran mutlak.
Kebenaran menjadi titik ideal yang manusia perlu mengindahkannya, titik ideal
ini menjadi dasar konsepsi atau sumber nilai yang menentukan kerja amal manusia
sesuai dengan kebenaran.
Kebenaran yang
menjadi dasar tidak serta-merta "ada", namun ikhtiar manusia sebagai
subjek kehidupan yang memiliki kehendak bebas serta berpikir bebas selalu
mencoba mendekatkan diri pada kebenaran melalui ilmu. Sebagai sarana pendekatan
diri pada kebenaran, ilmu pengetahuan sebagai pangkal bahwa manusia sebagai
makhluk Tuhan secara masif mendekatkan dirinya melalui pencarian kebenaran atau
pembelajaran.
Ilmu sebagai cahaya
pencerah akal manusia pada kebenaran, maka ilmu akan senantiasa membawa manusia
pada pribadi yang bernilai. Manusia yang bernilai adalah manusia yang melakukan
kerja kemanusiaan atau amal. Ilmu akan menjadi hidup dengan membumikan ilmu
dalam pola pikir dan pola tindak manusia.
Konsepsi yang
menjadi dasar perencanaan manusia secara hirarki dan simultan memberikan
kesinambungan gerak pikir dan gerak tindak perlu dibumikan dalam diri manusia
itu sendiri. Seperti konsepsi Marx, tentang pertentangan klas, bahwa manusia
yang berada dalam klas-klas tertentu berubah dengan manusia yang tanpa klas.
Konsepsi Marx dapat dikatakan sosialis. Seperti itu halnya, manusia yang
beragama (Berkebenaran) harus memiliki konsep hidup yang mencerminkan suatu
karakter manusia yang cenderung pada kebenaran.
B.
Rumusan
Masalah
1. apa itu iman, ilmu dan amal?
2. Bagaimana hubungan iman, ilmu, dan amal sebagai pikir
peradaban?
C.
Tujuan
Penulisan
1. Mengetahui definisi iman, almu dan amal.
2. mengetahui hubungan iman, ilmu dan amal pada pikir
peradaban.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
IMAN
Pengertian
iman dari bahasa Arab yang artinya percaya. Sedangkan menurut istilah,
pengertian iman adalah membenarkan dengan hati, diucapkan dengan lisan, dan
diamalkan dengan tindakan (perbuatan). Dengan demikian, pengertian iman kepada
Allah adalah membenarkan dengan hati bahwa Allah itu benar-benar ada dengan
segala sifat keagungan dan kesempurnaanNya, kemudian pengakuan itu diikrarkan
dengan lisan, serta dibuktikan dengan amal perbuatan secara nyata.
Jadi,
seseorang dapat dikatakan sebagai mukmin (orang yang beriman) sempurna apabila
memenuhi ketiga unsur keimanan di atas. Apabila seseorang mengakui dalam
hatinya tentang keberadaan Allah, tetapi tidak diikrarkan dengan lisan dan
dibuktikan dengan amal perbuatan, maka orang tersebut tidak dapat dikatakan
sebagai mukmin yang sempurna. Sebab, ketiga unsur keimanan tersebut merupakan
satu kesatuan yang utuh dan tidak dapat dipisahkan.
Ø IMAN
SEBAGAI SUMBER NILAI
Manusia memerlukan
kepercayaan sebagai sumber atau titik ideal dalam hidupnya. Titik ideal sebagai
sumber nilai, menjadi titik nilai yang baku atau konstan. Nilai sebagai
penopang kehidupan manusia dan peradaban manusia tidak boleh berubah,jika nilai
ini berubah maka sama halnya dengan fondasi rumah yang dirubah, secara reaktif
maka rumah itu akan rubuh dan pola rumah itu akan berubah.
Sebagai sumber
nilai, maka sesuatu itu harus tidak berubah, menjadi sumber segala nilai dan
esa, serta secara bersamaan merupakan kebenaran hakiki. Sumber nilai tersebut
adalah Tuhan, karena sifat Tuhan yang tidak berubah dan menjadi satu titik
kebenaran itu sendiri. Tuhan adalah subjek bagi sekalian alam dan dunia, sedang
alam adalah objek yang digerakkan melalui kehendak berpikir bebas. Kehendak
berpikir bebas hanya dimiliki manusia,dipandang dalam segi biologi, manusia
termasuk dalam klasifikasi homo sapiens (yang memiliki arti
"manusia yang tahu") yang merupakan primata dalam golongan mamalia
yang memiliki kemampuan berpikir tinggi (Wikipedia, 2014). Tan Malaka dalam
Madilog, mengartikan manusia lebih sederhana, yaitu hewan yang berakal. Dua
pengertian diatas mengisyaratkan bahwa manusia merupakan kesempurnaan atas
penciptaan Tuhan di bumi, hal ini sesuai dengan konsep Islam bahwa manusia
diturunkan sebagai Khalifah di muka bumi (Lihat: Al Quran 2: 30). Dalam segi
rohani yang berkorelasi dengan kebudayaan, bahwa manusia adalah pembawa
peradaban dengan ke"agama"an yang dibawahnya. Agama disini berarti
kepercayaan, yang dijadikan sumber nilai tersebut.
Agama sebagai
pedoman, sering juga agama sebagai peradaban yang ekslusif. Agama menjadi
pengikat atas cara-cara yang dianggap paling mendekatkan pada kebenaran, maka
tidak jarang pertentangan dan konfrontasi agama-agama yang memiliki kencenderungan
yang sama dan berbeda sekaligus. Agama sebagai peletak peradaban menjadi
penting karena dalam agama aspek kultur dan doktrin menjadi satu, hingga muncul
peradaban seperti Islam Syah, Protestan dan lain sebagainya.
Sebaga upaya
pendekatan diri pada kebenaran, bentuk kepercayaan atau iman juga tidak jauh
dari pandangan keagamaan tentang konsep ke-Tuhan-nan itu sendiri. Dalam kajian
filsafat yang mengunakan metode rasio, mengalami kebuntuhan tentang rasio yang
mencoba mendiskripsikan tuhan. Al Ghazali membawa suatu perubahan pada semangat
metafisika, peletak atas keterbatasan rasio pada kebenaran hakiki tersebut.
Maka agama memang tidak jauh dari doktrin, namun manusia yang memiliki
keutamaan dalam berpikir memberikannya ruang pada pencarian-pencarian pada segi
ontologis tersebut.
Dalam Islam, bahwa
manusia sudah memiliki kepercayaan pada Tuhan sejak masa tiga bulan dalam
kandungan, ikatan primodial ini termaktub dalam Al Quran. Sedang Karel Amstrong
mengatakan bahwa sejak 4.300 tahun yang lalu manusia sudah menyadari bahwa ada
kekuatan yang melebihi apapun di dunia ini. Cara berkepercayaan itupun muncul
dalam bentuk mitologi, hingga dalam bentuk kebatinan.
Tentu sangat tidak
mungkin bahwa manusia akan mampu mengetahui sesuatu yang melebihi batas kemampuannya,
maka harus ada penghubung, dan Tuhan sebagai subjek atas dunialah yang
semestinya mengenalkan Dia pada objeknya. Pengenalan ini dalam sejarah tiga
agama besar - dan hampir memiliki kemiripan sejarah atau masih satu rumpun -
melalui pembawa pesan sebagai mediator, fungsi ini dipegang oleh para nabi atau
rasul. Hingga tidak ada upaya pengambaran Tuhan secara mitologi.
Pengambaran Tuhan
secara mitologi, seperti memnyerupakan bentuk Tuhan dengan benda-benda yang
menjadi objeknya, akan menunjukan bahwa tuhan lemah, karena Tuhan sebagai
subjek penciptakaan yang "diserupakan" dengan objek yang
diciptakan-Nya. Dalam pegabaran ini menimbulkan suatu paradigma yang
kontradiktif dengan keadaan Tuhan, pendangan ini salah dan jelas pandangan ini
menimbulkan suatu distorsi tentang keyakinan yang menimbulkan nilai yang
menjadi sumber kebenaran.
Rasul dan Nabi
menjadi pembawa pesan dan memberikan peringatan tentang kesalahan penafsiran
atas kebenaran, hingga tidak ada fitnah diantara yang lain, kebenaran hanya
tertuju pada ke-Esa-an Tuhan semata. Maka sikap percaya harus berlandaskan pada
kebenaran yang pendekatan yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai yang ada,
dari situ peradaban manusia akan tercipta dan bernilai.
B. ILMU
Kata ilmu berasal
dari kata kerja ‘alima, yang berarti memperoleh hakikat ilmu, mengetahui, dan
yakin. Ilmu, yang dalam bentuk jamaknya adalah ‘ulum, artinya ialah memahami
sesuatu dengan hakikatnya, dan itu berarti keyakinan dan pengetahuan. Jadi ilmu
merupakan aspek teoritis dari pengetahuan. Dengan pengetahuan inilah manusia
melakukan perbuatan amalnya. Jika manusia mempunyai ilmu tapi miskin amalnya
maka ilmu tersebut menjadi sia-sia.
Berbeda
dengan pengetahuan, ilmu merupakan pengetahuan khusus tentang apa penyebab
sesuatu dan mengapa. Ada persyaratan ilmiah sesuatu dapat disebut sebagai
ilmu. Sifat ilmiah sebagai persyaratan ilmu banyak terpengaruh paradigma
ilmu-ilmu alam yang telah ada lebih dahulu
Ø Ilmu
Sebagai Upaya Pendekatan yang Koheren dengan Kebenaran
Bahwa ilmu akan mengangkat derajat manusia pada
tingkat yang lebih tinggi, sudah menjadi suatu kenyataan yang koheren, karena
seorang yang berilmu secara bersamaan akan berada pada kedekatannya kepada
kebenaran. Ilmu menjadi alat manusia dalam upaya-upaya kebenaran, meski dalam
penafsiran ilmu dengan alam pikiran dan pengalaman manusia masih memiliki ruang
kenisbiaan, karena manusia yang dalam keterbatasannya sebagai objek Tuhan.
Enstein meletakkan teori relativitas, bahwa setiap manusia memiliki pandangan
yang subjetif dengan objek yang dipandangnya. Dalam hal ini ilmu memiliki ruang
relativitas, karena subjek (manusia) yang jamak serta upaya pendekatannya yang
berbeda-beda.
Kebenaran yang tunggal, dengan kerelativitasan ilmu,
membawa manusia pada perbedaan dan seakan inheren dengan kebenaran ilmu yang
relatif tersebut. Jika dalam Hegel, bahwa thesis akan berujung pada thesis baru
dari pertentangan thesis dan anti-thesis, ujung yang seakan tidak akan bertemu
pada satu titik yang berlawanan pada thesis yang telah mampan. Seakan menggambarkan
kerelativan ilmu sebagai pendekatan atas kebenaran.
Kebenaran adalah sumber nilai, ia menjadi fondasi
untuk peradaban, maka ilmu disini bersifat implikatif. Ilmu adalah pengembangan
nilai, karena nilai bersifat tetap, maka implikasi bersifat untuk mencari
jawaban atas pertanyaan yang mengalami perkembangan sesuai dengan arus yang
selalu mengalami perubahan. Upaya pendekatan pada nilai, juga menjadi upaya
pendekatan pada implikasi. Maka dari itu ilmu tidak bersifat inheren, ilmu
koheren dengan kebenaran karena sumber kebenaran adalah penopang peradaban.
C.
AMAL
Secara bahasa
"amal" berasal dari bahasa Arab yang berarti perbuatan atau tindakan,
sedangkan saleh berarti yang baik atau yang patut. Menurut istilah, amal saleh
ialah perbuatan baik yang memberikan manfaat kepada pelakunya di dunia dan
balasan pahala yang berlipat di akhirat.
Pengertian amal
dalam pandangan Islam adalah setiap amal saleh, atau setiap perbuatan kebajikan
yang diridhai oleh Allah SWT. Dengan demikian, amal dalam Islam tidak hanya
terbatas pada ibadah, sebagaimana ilmu dalam Islam tidak hanya terbatas pada
ilmu fikih dan hukum-hukum agama. Ilmu dalam dalam ini mencakup semua yang
bermanfaat bagi manusia seperti meliputi ilmu agama, ilmu alam, ilmu sosial dan
lain-lain. Ilmu-ilmu ini jika dikembangkan dengan benar dan baik maka
memberikan dampak yang positif bagi peradaban manusia. Misalnya pengembangan
sains akan memberikan kemudahan dalam lapangan praktis manusia. Demikian juga
pengembangan ilmu-ilmu sosial akan memberikan solusi untuk pemecahan
masalah-masalah di masyarakat.
Nilai yang hidup dan nyata adalah
amal,hidup berkembangnya peradaban berdasarkan perkembangan ilmu yang korelatif
dengan perubahan yang terjadi dalam arus, maka ilmu menjadi tiang bagi
berdirinya peradaban. Ilmu harus memiliki keterjangkauan dengan realitas yang
ada, ilmu harus mampu membumi dan dapat diterapkan dalam menjawab arus
perubahan. Ilmu akan mati jika ilmu tidak memberikan konsepsi yang jelas pada
realita, maka dari itu ilmu harus melandaskan dirinya pada realita yang ada.
Penerapan ilmu dinamakan alam
perbuatan, maka ilmu akan membumi nilainya jika manyetuh realita (amal
perbuatan). Objek dan tujuan ilmu adalah relaita. Realita merupakan perubahan
atas arus perkembangan zaman, mulai dari perkembangan sosial, politik, ekonomi
dan lain sebagainya.
Seiring dengan perubahan dan
perkembangan arus kehidupan manusia tersebut, maka nilai yang tetap harus
berimplikasi pada perkembangan ilmu yang relevan dengan keadaan zamannya. Nilai
dikatakan hidup jika menyentuh realita dengan impilikasi dari ilmu pengetahuan.
Keutamaan orang-orang yang berilmu
dan beriman sekaligus, diungkapkan Allah dalam ayat-ayat berikut:
“Katakanlah: ‘Adakah sama orang-orang
yang berilmu dengan orang yang tidak berilmu?’ Sesungguhnya hanya orang-orang
yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.” (QS. Az-Zumar [39] : 9).
“Allah berikan al-Hikmah (Ilmu
pengetahuan, hukum, filsafat dan kearifan) kepada siapa saja yang Dia
kehendaki. Dan barangsiapa yang dianugrahi al-Hikmah itu, benar-benar ia telah
dianugrahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang berakallah yang dapat
mengambil pelajaran (berdzikir) dari firman-firman Allah.” (QS. Al-Baqoroh [2]
: 269).
“Niscaya Allah akan meninggikan
orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu
pengetahuan beberapa derajat.Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”.
(QS Mujaadilah [58] :11)
Rasulullah saw pun memerintahkan para
orang tua agar mendidik anak-anaknya dengan sebaik mungkin. “Didiklah
anak-anakmu, karena mereka itu diciptakan buat menghadapi zaman yang sama
sekali lain dari zamanmu kini.” (Al-Hadits Nabi saw). “Menuntut ilmu itu
diwajibkan bagi setiap Muslimin, Sesungguhnya Allah mencintai para penuntut
ilmu.” (Hadis Nabi saw).
D.
Hubungan Antara Iman, Ilmu, dan Amal
Dalam islam, antara iman, ilmu dan
amal terdapat hubungan yang terintegrasi kedalam agama islam. Islam adalah
agama wahyu yang mengatur sistem kehidupan. Dalam agama islam terkandung tiga
ruang lingkup, yaitu akidah, syari’ah dan akhlak. Sedangkan iman, ilmu dan amal
barada didalam ruang lingkup tersebut. Iman berorientasi terhadap rukun iman
yang enam, sedangkan ilmu dan amal berorientasi pada rukun islam yaitu tentang
tata cara ibadah dan pengamalanya.
Akidah merupakan landasan pokok dari
setiap amal seorang muslim dan sangat menentukan sekali terhadap nilai amal,
karena akidah itu berurusan dengan hati. Akidah sebagai kepercayaan yang
melahirkan bentuk keimanan terhadap rukun iman,
yaitu iman kepada Allah, Malaikat-malaikat Allah, kitab-kitab Allah,
Rosul-rosul Allah, hari qiamat, dan takdir.
Meskipun hal yang paling menentukan
adalah akidah/iman, tetapi tanpa integritas ilmu dan amal dalam perilaku
kehidupan muslim, maka keislaman seorang muslim menjadi kurang utuh,
bahkan akan mengakibatkan penurunan keimanan pada diri muslim, sebab eksistensi
prilaku lahiriyah seseorang muslim melambangkan batinnya.
Ø Hubungan Iman dan Ilmu
Beriman
berarti meyakini kebenaran ajaran Allah SWT dan Rasulullah SAW. Serta dengan
penuh ketaatan menjalankan ajaran tersebut. Untuk dapat menjalankan perintah
Allah SWT dan Rasul kita harus memahaminya terlebih dahulu sehingga tidak
menyimpang dari yang dikehendaki Allah dan Rasulnya. Cara memahaminya adalah
dengan selalu mempelajari agama (Islam).
Iman
dan Ilmu merupakan dua hal yang saling berkaitan dan mutlak adanya. Dengan ilmu
keimanan kita akan lebih mantap. Sebaliknya dengan iman orang yang berilmu
dapat terkontrol dari sifat sombong dan menggunakan ilmunya untuk kepentingan
pribadi bahkan untuk membuat kerusakan.
Ø Hubungan Iman Dan Amal
Amal Sholeh
merupakan wujud dari keimanan seseorana. Artinya orang yang beriman kepada
Allah SWT harus menampakan keimanannya dalam bentuk amal sholeh. Iman dan Amal
Sholeh ibarat dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Mereka bersatu
padu dalam suatu bentuk yang menyebabkan ia disebut mata uang. Iman tanpa Amal
Sholeh juga dapat diibaratkan pohon tanpa buah.
Dengan demikian
seseorang yang mengaku beriman harus menjalankan amalan keislaman, begitu pula
orang yang mengaku islam harus menyatakan keislamannya. Iman dan Islam seperti
bangunan yang kokoh didalam jiwa karena diwujudkan dalam bentuk amal sholeh
yang menunjukkan nilai nilai keislaman.
Ø Hubungan Amal Dan Ilmu
Hubungan ilmu dan
amal dapat difokuskan pada dua hal. Pertama, ilmu adalah pemimpin dan
pembimbing amal perbuatan. Amal boleh lurus dan berkembang bila didasari dengan
ilmu. Dalam semua aspek kegiatan manusia harus disertai dengan ilmu baik itu
yang berupa amal ibadah atau amal perbuatan lainnya. Kedua jika orang itu
berilmu maka ia harus diiringi dengan amal. Amal ini akan mempunyai nilai jika
dilandasi dengan ilmu. Begitu juga dengan ilmu akan mempunyai nilai atau makna
jika diiringi dengan amal. Keduanya tidak dapat dipisahkan dalam perilaku
manusia. Sebuah perpaduan yang saling melengkapi dalam kehidupan manusia yaitu
setelah berilmu lalu beramal.
Ajaran
Islam sebagai mana tercermin dari Al-qur'an sangat kental dengan nuansa–nuansa
yang berkaitan dengan ilmu, ilmu menempati kedudukan yang sangat penting
dalam ajaran islam. Keimanan yang dimiliki
oleh seseorang akan jadi pendorong untuk menuntut ilmu, sehingga posisi
orang yang beriman dan berilmu berada pada posisi yang tinggi dihadapan Allah yang berarti juga rasa takut
kepada Allah akan menjiwai seluruh aktivitas kehidupan manusia untuk beramal
shaleh. Dengan demikian nampak jelas bahwa keimanan yang dibarengi dengan
ilmu akan membuahkan amal–amal shaleh. Maka dapat disimpulkan bahwa
keimanan dan amal perbuatan beserta ilmu membentuk segi tiga pola hidup
yang kokoh. Ilmu, iman dan amal shaleh merupakan faktor menggapai kehidupan
bahagia.
Tentang hubungan
antara iman dan amal, demikian sabdanya,
“Allah tidak menerima iman tanpa amal perbuatan dan tidak pula menerima amal perbuatan tanpa iman” [HR. Ath-Thabrani] . Kemudian dijelaskannya pula bahwa, “Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim” [HR. Ibnu Majah dari Anas, HR. Al Baihaqi] . Selanjutnya, suatu ketika seorang sahabatnya, Imran, berkata bahwasanya ia pernah bertanya, "Wahai Rasulullah, amalan-amalan apakah yang seharusnya dilakukan orang-orang?". Beliau Saw. menjawab: "Masing-masing dimudahkan kepada suatu yang diciptakan untuknya" [HR. Bukhari] “Barangsiapa mengamalkan apa yang diketahuinya, niscaya Allah mewariskan kepadanya ilmu yang belum diketahuinya.” [HR. Abu Na’im] . ”Ilmu itu ada dua, yaitu ilmu lisan, itulah hujjah Allah Ta’ala atas makhlukNya, dan ilmu yang di dalam qalb, itulah ilmu yang bermanfaat.” [HR. At Tirmidzi] . ”Seseorang itu tidak menjadi ‘alim (ber-ilmu) sehingga ia mengamalkan ilmunya.” [HR. Ibnu Hibban].
“Allah tidak menerima iman tanpa amal perbuatan dan tidak pula menerima amal perbuatan tanpa iman” [HR. Ath-Thabrani] . Kemudian dijelaskannya pula bahwa, “Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim” [HR. Ibnu Majah dari Anas, HR. Al Baihaqi] . Selanjutnya, suatu ketika seorang sahabatnya, Imran, berkata bahwasanya ia pernah bertanya, "Wahai Rasulullah, amalan-amalan apakah yang seharusnya dilakukan orang-orang?". Beliau Saw. menjawab: "Masing-masing dimudahkan kepada suatu yang diciptakan untuknya" [HR. Bukhari] “Barangsiapa mengamalkan apa yang diketahuinya, niscaya Allah mewariskan kepadanya ilmu yang belum diketahuinya.” [HR. Abu Na’im] . ”Ilmu itu ada dua, yaitu ilmu lisan, itulah hujjah Allah Ta’ala atas makhlukNya, dan ilmu yang di dalam qalb, itulah ilmu yang bermanfaat.” [HR. At Tirmidzi] . ”Seseorang itu tidak menjadi ‘alim (ber-ilmu) sehingga ia mengamalkan ilmunya.” [HR. Ibnu Hibban].
Suatu ketika
datanglah seorang sahabat kepada Nabi Saw. dengan mengajukan pertanyaan: ”Wahai
Rasulullah, apakah amalan yang lebih utama ?” Jawab Rasulullah Saw : “Ilmu
Pengetahuan tentang Allah ! ” Sahabat itu bertanya pula “Ilmu apa yang Nabi
maksudkan ?”. Jawab Nabi Saw : ”Ilmu Pengetahuan tentang Allah Subhanaahu wa
Ta’ala ! ” Sahabat itu rupanya menyangka Rasulullah Saw salah tangkap,
ditegaskan lagi “Wahai Rasulullah, kami bertanya tentang amalan, sedang Engkau
menjawab tentang Ilmu !” Jawab Nabi Saw. pula “Sesungguhnya sedikit amalan akan
berfaedah (berguna) bila disertai dengan ilmu tentang Allah, dan banyak amalan
tidak akan bermanfaat bila disertai kejahilan tentang Allah”[HR.Ibnu Abdil
Birrdari Anas]. Kejahilan adalah kebodohan yang terjadi karena ketiadaan ilmu
pengetahuan. Dengan demikian, banyak amal setiap orang menjadi sangat berkaitan
dengan keimanan dan ilmu pengetahuan karena ”Sesungguhnya orang-orang yang
beriman dan mengerjakan amal-amal saleh, mereka diberi petunjuk oleh Rabb
mereka kerana keimanannya … QS.[10]:9.
Ilmu pengetahuan
tentang Allah Subhanaahu wa Ta’ala adalah penyambung antara keimanannya dengan
amalan-amalan manusia di muka bumi ini. Sebagaimana kaedah pengaliran iman yang
diajarkan oleh Rasulullah Saw. bahwasanya iman adalah sebuah tashdiq bi-l-qalbi
yang di ikrarkan bi-l-lisan dan di amalkan bilarkan Dengan itu di simpulkan
bahawa kita jangan memisah ketiga komponen yang telah kita perhatikan tadi
(iman,ilmu dan amal) karena pemisahan setiap komponen menjadikan islam itu
janggal.
Ø
Kaitan antara iman,
ilmu dan amal
Dalam sejarah
kehidupan manusia, Allah swt memberikan kehidupan yang sejahtera, bahagia, dan
damai kepada semua orang yang mau melakukan amal kebaikan yang diiringi dengan
iman, dengan yakin dan ikhlas karena Allah swt semata (QS. At – Thalaq : ayat 2
– 3 ).Perbuatan baik seseorang tidak akan dinilai sebagai suatu perbuatan amal
sholeh jika perbuatan tersebut tidak dibangun diatas nilai iman dan takwa,
sehingga dalam pemikiran Islam perbuatan manusia harus berlandaskan iman dan
pengetahuan tentang pelaksanaan perbuatan.
Sumber ilmu menurut
ajaran Islam :
·
Wahyu , yaitu
sesuatu yang dibisikkan dan diilhamkan ke dalam sukma serta isyarat cepat yang
lebih cenderung dalam bentuk rahasia yang disebut ayat Allah swt “Qur’aniyah”
·
Akal , yaitu suatu
kesempurnaan manusia yang diberikan oleh Allah swt untuk berpikir dan
menganalisa semua yang ada dan wujud diatas dunia yang disebut ayat Allah
“Kauniyah”
Allah swt akan mengangkat harkat dan
martabat manusia yang beriman kepada Allah swt dan berilmu pengetahuan luas,
yang diterangkan dalam Q.S. Al Mujadalah : 11. Yang isinya bahwa Allah akan
mengangkat tinggi-tinggi kedudukan orang yang berilmu pengetahuan dan beriman
kepada Allah swt , orang yang beriman diangkat kedudukannya karena selalu taat
melaksanakan perintah Allah swt dan rasulnya, sedangkan orang yang
berilmu diangkat kedudukannya karena dapat memberi banyak manfaat kepada orang
lain.
Islam tidak menghendaki orang alim
yang digambarkan seperti lilin, mampu menerangi orang lain sedang dirinya
sendiri hancur, dan ini besar sekali dosanya, karena dapat memberitahu orang
lain dan dirinya sendiri tidak mau tau lagi juga tidak mengerjakan seperti
dalam Q.S. Ash – Shaf : 3 yang menerangkan bahwa orang alim dan pandai
hendaknya menjadi contoh dan teladan bagi orang lain. Dibawah naungan dan
lindungan Allah swt.
Iman, ilmu dan amal merupakan satu
kesatuan yang utuh, tidak dapat dipisahkan antara satu dengan lainnya.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam
sejarah kehidupan manusia, Allah swt memberikan kehidupan yang sejahtera,
bahagia, dan damai kepada semua orang yang mau melakukan amal kebaikan yang
diiringi dengan iman, dengan yakin dan ikhlas karena Allah swt semata (QS. At –
Thalaq : ayat 2 – 3 ).Perbuatan baik seseorang tidak akan dinilai sebagai suatu
perbuatan amal sholeh jika perbuatan tersebut tidak dibangun diatas nilai iman
dan takwa, sehingga dalam pemikiran Islam perbuatan manusia harus berlandaskan
iman dan pengetahuan tentang pelaksanaan perbuatan.
Sumber
ilmu menurut ajaran Islam :
·
Wahyu , yaitu
sesuatu yang dibisikkan dan diilhamkan ke dalam sukma serta isyarat cepat yang
lebih cenderung dalam bentuk rahasia yang disebut ayat Allah swt “Qur’aniyah”
·
Akal , yaitu suatu
kesempurnaan manusia yang diberikan oleh Allah swt untuk berpikir dan
menganalisa semua yang ada dan wujud diatas dunia yang disebut ayat Allah
“Kauniyah”
Allah swt akan
mengangkat harkat dan martabat manusia yang beriman kepada Allah swt dan
berilmu pengetahuan luas, yang diterangkan dalam Q.S. Al Mujadalah : 11. Yang
isinya bahwa Allah akan mengangkat tinggi-tinggi kedudukan orang yang berilmu
pengetahuan dan beriman kepada Allah swt , orang yang beriman diangkat
kedudukannya karena selalu taat melaksanakan perintah Allah swt dan
rasulnya, sedangkan orang yang berilmu diangkat kedudukannya karena dapat
memberi banyak manfaat kepada orang lain.
Islam tidak
menghendaki orang alim yang digambarkan seperti lilin, mampu menerangi orang
lain sedang dirinya sendiri hancur, dan ini besar sekali dosanya, karena dapat
memberitahu orang lain dan dirinya sendiri tidak mau tau lagi juga tidak
mengerjakan seperti dalam Q.S. Ash – Shaf : 3 yang menerangkan bahwa orang alim
dan pandai hendaknya menjadi contoh dan teladan bagi orang lain. Dibawah naungan
dan lindungan Allah swt.
Iman, ilmu dan amal
merupakan satu kesatuan yang utuh, tidak dapat dipisahkan antara satu dengan
lainnya. Sumber pokok ilmu pengetahuan menurut Islam adalah wahyu dan akal yang
keduanya tidak boleh dipertentangkan karena manusia diberi kebebasan dengan
mengembangkan akalnya dengan catatan dalam pengembangan tersebut tetap, terikat
dengan wahyu dan tidak akan bertentangan dengan syariat Islam. Sehingga ilmu
pengetahuan dibagi menjadi 2 bagian besar yaitu ilmu yang bersifat abadi yang
tingkat kebenarannya bersifat mutlak dan ilmu yang bersifat perolehan yang
tingkat kebenarannya bersifat nisbi. Menuntut ilmu pengetahuan mendalami ilmu
agama bertujuan untuk mencerdaskan umat dan mengembangkan agama islam agar
dapat disebarluaskan dan dipahami oleh
masyarakat.
B. Saran
Makalah ini bertujuan untuk menambah wawasan,
membantu, dan memudahkan kita dalam memahami dan mempelajari ajaran islam yang
sebenarnya. untuk itu kami menghimbau untuk memahami isi makalah ini
sebaik-baik mungkin sehingga dapat di implementasikan dalam kehidupan
sehari-hari.
Kami mengucapkan
terimakasih dan permohonan maaf yang sebesar-besarnya kepada pembaca dan semua
pihak yang telah terlibat dalam penyusunan makalah ini.
DAFTAR
PUSTAKA
Anis Matta (2006).
Dari Gerakan ke Negara. Jakarta: Fitrah Rabbani.
lucki72.blogspot.com/2014/03/memeliharakeseimbangan-antara-iman-ilmu.html
Muhammad bin Said
al Qahthani (2005). Al Wala’ wal Bara’.
Solo: Era Intermedia.
Sayyid Quthb
(2010). Ma’alim Fi Ath Thariq. Yogyakarta: Uswah.
No comments:
Post a Comment