26 Apr 2015

MAKALAH IMAN, ILMU DAN AMAL SEBAGAI PIKIR PERADABAN


AL-ISLAM KEMUHAMMADIYAAN
IMAN, ILMU DAN AMAL
SEBAGAI PIKIR PERADABAN


OLEH : KELOMPOK 13
Kelas III. E
1.      Rahmawati
2.      Linda purpita sari

PROGRAM STUDI STRATA SATU (S-1)
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU  PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
NOVEMBER 2014/2014

KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb.
Syukur Alhamdulillah kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan segala bentuk kenikmatannya kepada kita semua sehingga penulisan makalah ini dapat terselesaikan sesuai dengan waktu yang diharapkan. Tak lupa pula kami mengirimkan salam dan shalawat atas  junjungan kita Nabiullah Muhammad saw, sebagai rahmatan lil’alamin.
Makalah ini merupakan bentuk kewajiban dan penyempurnaan nilai kami selaku mahasiswa di Universitas Muhammadiyah Makassar pada mata kuliah Al-Islam Kemuhammadiyaan dengan judul “ Iman, Ilmu dan Amal Sebagai Pikir Peradaban”.
Kami mengucapkan terimah kasih kepada semua pihak yang telah ikut serta dalam membantu menyelesaikan penyusunan makalah ini. Dan kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun sehingga makalah ini menjadi lebih sempurna.
Wassalamualaikum wr.wb.
Makassar, 13 Maret 2015
Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...........................................................................  i         
DAFTAR ISI .......................................................................................... ii         
BAB I PENDAHULUAN....................................................................... 1
A. Latar Belakang ..................................................................................... 1
B.  Rumusan Masalah ................................................................................ 2
C.  Tujuan .................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN ....................................................................... 3
A. IMAN................................................................................................... 3
B.  ILMU ................................................................................................... 5
C.  AMAL ................................................................................................. 7
D. Hubungan antara iman, ilmu dan amal................................................. 8         
BAB III PENUTUP ............................................................................... 14
A. Kesimpulan .......................................................................................... 14
B.  Saran .................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Manusia dalam kehidupannya perlu akan konsep hidup, yang akan memberikan gambaran secara jelas tentang bagaimana manusia dalam berkehidupan yang harmonis dengan Tuhan dan Manusia serta alam sekitarnya. Konsep hidup ini bekerja secara berkesinambungan dan mengalami pembaharuan dalam implikasinya sesuai dengan tuntutan zamannya.
Sebagai dasar kebenaran, maka konsepsi Iman menjadi landasan kebenaran pada kebenaran mutlak. Kebenaran menjadi titik ideal yang manusia perlu mengindahkannya, titik ideal ini menjadi dasar konsepsi atau sumber nilai yang menentukan kerja amal manusia sesuai dengan kebenaran.
Kebenaran yang menjadi dasar tidak serta-merta "ada", namun ikhtiar manusia sebagai subjek kehidupan yang memiliki kehendak bebas serta berpikir bebas selalu mencoba mendekatkan diri pada kebenaran melalui ilmu. Sebagai sarana pendekatan diri pada kebenaran, ilmu pengetahuan sebagai pangkal bahwa manusia sebagai makhluk Tuhan secara masif mendekatkan dirinya melalui pencarian kebenaran atau pembelajaran.
Ilmu sebagai cahaya pencerah akal manusia pada kebenaran, maka ilmu akan senantiasa membawa manusia pada pribadi yang bernilai. Manusia yang bernilai adalah manusia yang melakukan kerja kemanusiaan atau amal. Ilmu akan menjadi hidup dengan membumikan ilmu dalam pola pikir dan pola tindak manusia. 
Konsepsi yang menjadi dasar perencanaan manusia secara hirarki dan simultan memberikan kesinambungan gerak pikir dan gerak tindak perlu dibumikan dalam diri manusia itu sendiri. Seperti konsepsi Marx, tentang pertentangan klas, bahwa manusia yang berada dalam klas-klas tertentu berubah dengan manusia yang tanpa klas. Konsepsi Marx dapat dikatakan sosialis. Seperti itu halnya, manusia yang beragama (Berkebenaran) harus memiliki konsep hidup yang mencerminkan suatu karakter manusia yang cenderung pada kebenaran.

B.     Rumusan Masalah
1.      apa itu iman, ilmu dan amal?
2.      Bagaimana hubungan iman, ilmu, dan amal sebagai pikir peradaban?

C.     Tujuan Penulisan
1.      Mengetahui definisi iman, almu dan amal.
2.      mengetahui hubungan iman, ilmu dan amal pada pikir peradaban.














BAB II
PEMBAHASAN
A.    IMAN
Pengertian iman dari bahasa Arab yang artinya percaya. Sedangkan menurut istilah, pengertian iman adalah membenarkan dengan hati, diucapkan dengan lisan, dan diamalkan dengan tindakan (perbuatan). Dengan demikian, pengertian iman kepada Allah adalah membenarkan dengan hati bahwa Allah itu benar-benar ada dengan segala sifat keagungan dan kesempurnaanNya, kemudian pengakuan itu diikrarkan dengan lisan, serta dibuktikan dengan amal perbuatan secara nyata.
Jadi, seseorang dapat dikatakan sebagai mukmin (orang yang beriman) sempurna apabila memenuhi ketiga unsur keimanan di atas. Apabila seseorang mengakui dalam hatinya tentang keberadaan Allah, tetapi tidak diikrarkan dengan lisan dan dibuktikan dengan amal perbuatan, maka orang tersebut tidak dapat dikatakan sebagai mukmin yang sempurna. Sebab, ketiga unsur keimanan tersebut merupakan satu kesatuan yang utuh dan tidak dapat dipisahkan.

Ø  IMAN SEBAGAI SUMBER NILAI
Manusia memerlukan kepercayaan sebagai sumber atau titik ideal dalam hidupnya. Titik ideal sebagai sumber nilai, menjadi titik nilai yang baku atau konstan. Nilai sebagai penopang kehidupan manusia dan peradaban manusia tidak boleh berubah,jika nilai ini berubah maka sama halnya dengan fondasi rumah yang dirubah, secara reaktif maka rumah itu akan rubuh dan pola rumah itu akan berubah.
Sebagai sumber nilai, maka sesuatu itu harus tidak berubah, menjadi sumber segala nilai dan esa, serta secara bersamaan merupakan kebenaran hakiki. Sumber nilai tersebut adalah Tuhan, karena sifat Tuhan yang tidak berubah dan menjadi satu titik kebenaran itu sendiri. Tuhan adalah subjek bagi sekalian alam dan dunia, sedang alam adalah objek yang digerakkan melalui kehendak berpikir bebas. Kehendak berpikir bebas hanya dimiliki manusia,dipandang dalam segi biologi, manusia termasuk dalam klasifikasi homo sapiens (yang memiliki arti "manusia yang tahu") yang merupakan primata dalam golongan mamalia yang memiliki kemampuan berpikir tinggi (Wikipedia, 2014). Tan Malaka dalam Madilog, mengartikan manusia lebih sederhana, yaitu hewan yang berakal. Dua pengertian diatas mengisyaratkan bahwa manusia merupakan kesempurnaan atas penciptaan Tuhan di bumi, hal ini sesuai dengan konsep Islam bahwa manusia diturunkan sebagai Khalifah di muka bumi (Lihat: Al Quran 2: 30). Dalam segi rohani yang berkorelasi dengan kebudayaan, bahwa manusia adalah pembawa peradaban dengan ke"agama"an yang dibawahnya. Agama disini berarti kepercayaan, yang dijadikan sumber nilai tersebut.
Agama sebagai pedoman, sering juga agama sebagai peradaban yang ekslusif. Agama menjadi pengikat atas cara-cara yang dianggap paling mendekatkan pada kebenaran, maka tidak jarang pertentangan dan konfrontasi agama-agama yang memiliki kencenderungan yang sama dan berbeda sekaligus. Agama sebagai peletak peradaban menjadi penting karena dalam agama aspek kultur dan doktrin menjadi satu, hingga muncul peradaban seperti Islam Syah, Protestan dan lain sebagainya.
Sebaga upaya pendekatan diri pada kebenaran, bentuk kepercayaan atau iman juga tidak jauh dari pandangan keagamaan tentang konsep ke-Tuhan-nan itu sendiri. Dalam kajian filsafat yang mengunakan metode rasio, mengalami kebuntuhan tentang rasio yang mencoba mendiskripsikan tuhan. Al Ghazali membawa suatu perubahan pada semangat metafisika, peletak atas keterbatasan rasio pada kebenaran hakiki tersebut. Maka agama memang tidak jauh dari doktrin, namun manusia yang memiliki keutamaan dalam berpikir memberikannya ruang pada pencarian-pencarian pada segi ontologis tersebut.
Dalam Islam, bahwa manusia sudah memiliki kepercayaan pada Tuhan sejak masa tiga bulan dalam kandungan, ikatan primodial ini termaktub dalam Al Quran. Sedang Karel Amstrong mengatakan bahwa sejak 4.300 tahun yang lalu manusia sudah menyadari bahwa ada kekuatan yang melebihi apapun di dunia ini. Cara berkepercayaan itupun muncul dalam bentuk mitologi, hingga dalam bentuk kebatinan.
Tentu sangat tidak mungkin bahwa manusia akan mampu mengetahui sesuatu yang melebihi batas kemampuannya, maka harus ada penghubung, dan Tuhan sebagai subjek atas dunialah yang semestinya mengenalkan Dia pada objeknya. Pengenalan ini dalam sejarah tiga agama besar - dan hampir memiliki kemiripan sejarah atau masih satu rumpun - melalui pembawa pesan sebagai mediator, fungsi ini dipegang oleh para nabi atau rasul. Hingga tidak ada upaya pengambaran Tuhan secara mitologi.
Pengambaran Tuhan secara mitologi, seperti memnyerupakan bentuk Tuhan dengan benda-benda yang menjadi objeknya, akan menunjukan bahwa tuhan lemah, karena Tuhan sebagai subjek penciptakaan yang "diserupakan" dengan objek yang diciptakan-Nya. Dalam pegabaran ini menimbulkan suatu paradigma yang kontradiktif dengan keadaan Tuhan, pendangan ini salah dan jelas pandangan ini menimbulkan suatu distorsi tentang keyakinan yang menimbulkan nilai yang menjadi sumber kebenaran.
Rasul dan Nabi menjadi pembawa pesan dan memberikan peringatan tentang kesalahan penafsiran atas kebenaran, hingga tidak ada fitnah diantara yang lain, kebenaran hanya tertuju pada ke-Esa-an Tuhan semata. Maka sikap percaya harus berlandaskan pada kebenaran yang pendekatan yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai yang ada, dari situ peradaban manusia akan tercipta dan bernilai.

B.     ILMU
Kata ilmu berasal dari kata kerja ‘alima, yang berarti memperoleh hakikat ilmu, mengetahui, dan yakin. Ilmu, yang dalam bentuk jamaknya adalah ‘ulum, artinya ialah memahami sesuatu dengan hakikatnya, dan itu berarti keyakinan dan pengetahuan. Jadi ilmu merupakan aspek teoritis dari pengetahuan. Dengan pengetahuan inilah manusia melakukan perbuatan amalnya. Jika manusia mempunyai ilmu tapi miskin amalnya maka ilmu tersebut menjadi sia-sia.
Berbeda dengan pengetahuan, ilmu merupakan pengetahuan khusus tentang apa penyebab sesuatu dan mengapa. Ada persyaratan ilmiah sesuatu dapat disebut sebagai ilmu. Sifat ilmiah sebagai persyaratan ilmu banyak terpengaruh paradigma ilmu-ilmu alam yang telah ada lebih dahulu

Ø  Ilmu Sebagai Upaya Pendekatan yang Koheren dengan Kebenaran
Bahwa ilmu akan mengangkat derajat manusia pada tingkat yang lebih tinggi, sudah menjadi suatu kenyataan yang koheren, karena seorang yang berilmu secara bersamaan akan berada pada kedekatannya kepada kebenaran. Ilmu menjadi alat manusia dalam upaya-upaya kebenaran, meski dalam penafsiran ilmu dengan alam pikiran dan pengalaman manusia masih memiliki ruang kenisbiaan, karena manusia yang dalam keterbatasannya sebagai objek Tuhan. Enstein meletakkan teori relativitas, bahwa setiap manusia memiliki pandangan yang subjetif dengan objek yang dipandangnya. Dalam hal ini ilmu memiliki ruang relativitas, karena subjek (manusia) yang jamak serta upaya pendekatannya yang berbeda-beda.
Kebenaran yang tunggal, dengan kerelativitasan ilmu, membawa manusia pada perbedaan dan seakan inheren dengan kebenaran ilmu yang relatif tersebut. Jika dalam Hegel, bahwa thesis akan berujung pada thesis baru dari pertentangan thesis dan anti-thesis, ujung yang seakan tidak akan bertemu pada satu titik yang berlawanan pada thesis yang telah mampan. Seakan menggambarkan kerelativan ilmu sebagai pendekatan atas kebenaran.
Kebenaran adalah sumber nilai, ia menjadi fondasi untuk peradaban, maka ilmu disini bersifat implikatif. Ilmu adalah pengembangan nilai, karena nilai bersifat tetap, maka implikasi bersifat untuk mencari jawaban atas pertanyaan yang mengalami perkembangan sesuai dengan arus yang selalu mengalami perubahan. Upaya pendekatan pada nilai, juga menjadi upaya pendekatan pada implikasi. Maka dari itu ilmu tidak bersifat inheren, ilmu koheren dengan kebenaran karena sumber kebenaran adalah penopang peradaban.

C.    AMAL
Secara bahasa "amal" berasal dari bahasa Arab yang berarti perbuatan atau tindakan, sedangkan saleh berarti yang baik atau yang patut. Menurut istilah, amal saleh ialah perbuatan baik yang memberikan manfaat kepada pelakunya di dunia dan balasan pahala yang berlipat di akhirat.
Pengertian amal dalam pandangan Islam adalah setiap amal saleh, atau setiap perbuatan kebajikan yang diridhai oleh Allah SWT. Dengan demikian, amal dalam Islam tidak hanya terbatas pada ibadah, sebagaimana ilmu dalam Islam tidak hanya terbatas pada ilmu fikih dan hukum-hukum agama. Ilmu dalam dalam ini mencakup semua yang bermanfaat bagi manusia seperti meliputi ilmu agama, ilmu alam, ilmu sosial dan lain-lain. Ilmu-ilmu ini jika dikembangkan dengan benar dan baik maka memberikan dampak yang positif bagi peradaban manusia. Misalnya pengembangan sains akan memberikan kemudahan dalam lapangan praktis manusia. Demikian juga pengembangan ilmu-ilmu sosial akan memberikan solusi untuk pemecahan masalah-masalah di masyarakat.
Nilai yang hidup dan nyata adalah amal,hidup berkembangnya peradaban berdasarkan perkembangan ilmu yang korelatif dengan perubahan yang terjadi dalam arus, maka ilmu menjadi tiang bagi berdirinya peradaban. Ilmu harus memiliki keterjangkauan dengan realitas yang ada, ilmu harus mampu membumi dan dapat diterapkan dalam menjawab arus perubahan. Ilmu akan mati jika ilmu tidak memberikan konsepsi yang jelas pada realita, maka dari itu ilmu harus melandaskan dirinya pada realita yang ada.
Penerapan ilmu dinamakan alam perbuatan, maka ilmu akan membumi nilainya jika manyetuh realita (amal perbuatan). Objek dan tujuan ilmu adalah relaita. Realita merupakan perubahan atas arus perkembangan zaman, mulai dari perkembangan sosial, politik, ekonomi dan lain sebagainya.
Seiring dengan perubahan dan perkembangan arus kehidupan manusia tersebut, maka nilai yang tetap harus berimplikasi pada perkembangan ilmu yang relevan dengan keadaan zamannya. Nilai dikatakan hidup jika menyentuh realita dengan impilikasi dari ilmu pengetahuan.
Keutamaan orang-orang yang berilmu dan beriman sekaligus, diungkapkan Allah dalam ayat-ayat berikut:
“Katakanlah: ‘Adakah sama orang-orang yang berilmu dengan orang yang tidak berilmu?’ Sesungguhnya hanya orang-orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.” (QS. Az-Zumar [39] : 9).
“Allah berikan al-Hikmah (Ilmu pengetahuan, hukum, filsafat dan kearifan) kepada siapa saja yang Dia kehendaki. Dan barangsiapa yang dianugrahi al-Hikmah itu, benar-benar ia telah dianugrahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (berdzikir) dari firman-firman Allah.” (QS. Al-Baqoroh [2] : 269).
“Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS Mujaadilah [58] :11)
Rasulullah saw pun memerintahkan para orang tua agar mendidik anak-anaknya dengan sebaik mungkin. “Didiklah anak-anakmu, karena mereka itu diciptakan buat menghadapi zaman yang sama sekali lain dari zamanmu kini.” (Al-Hadits Nabi saw). “Menuntut ilmu itu diwajibkan bagi setiap Muslimin, Sesungguhnya Allah mencintai para penuntut ilmu.” (Hadis Nabi saw).

D.    Hubungan Antara Iman, Ilmu, dan Amal
Dalam islam, antara iman, ilmu dan amal terdapat hubungan yang terintegrasi kedalam agama islam. Islam adalah agama wahyu yang mengatur sistem kehidupan. Dalam agama islam terkandung tiga ruang lingkup, yaitu akidah, syari’ah dan akhlak. Sedangkan iman, ilmu dan amal barada didalam ruang lingkup tersebut. Iman berorientasi terhadap rukun iman yang enam, sedangkan ilmu dan amal berorientasi pada rukun islam yaitu tentang tata cara ibadah dan pengamalanya.
Akidah merupakan landasan pokok dari setiap amal seorang muslim dan sangat menentukan sekali terhadap nilai amal, karena akidah itu berurusan dengan hati. Akidah sebagai kepercayaan yang melahirkan bentuk keimanan terhadap rukun iman,  yaitu iman kepada Allah, Malaikat-malaikat Allah, kitab-kitab Allah, Rosul-rosul Allah, hari qiamat, dan takdir.
Meskipun hal yang paling menentukan adalah akidah/iman, tetapi tanpa integritas ilmu dan amal dalam perilaku kehidupan muslim, maka keislaman seorang muslim  menjadi kurang utuh, bahkan akan mengakibatkan penurunan keimanan pada diri muslim, sebab eksistensi prilaku lahiriyah seseorang muslim melambangkan batinnya.

Ø  Hubungan Iman dan Ilmu
Beriman berarti meyakini kebenaran ajaran Allah SWT dan Rasulullah SAW. Serta dengan penuh ketaatan menjalankan ajaran tersebut. Untuk dapat menjalankan perintah Allah SWT dan Rasul kita harus memahaminya terlebih dahulu sehingga tidak menyimpang dari yang dikehendaki Allah dan Rasulnya. Cara memahaminya adalah dengan selalu mempelajari agama (Islam).
Iman dan Ilmu merupakan dua hal yang saling berkaitan dan mutlak adanya. Dengan ilmu keimanan kita akan lebih mantap. Sebaliknya dengan iman orang yang berilmu dapat terkontrol dari sifat sombong dan menggunakan ilmunya untuk kepentingan pribadi bahkan untuk membuat kerusakan.

Ø  Hubungan Iman Dan Amal
Amal Sholeh merupakan wujud dari keimanan seseorana. Artinya orang yang beriman kepada Allah SWT harus menampakan keimanannya dalam bentuk amal sholeh. Iman dan Amal Sholeh ibarat dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Mereka bersatu padu dalam suatu bentuk yang menyebabkan ia disebut mata uang. Iman tanpa Amal Sholeh juga dapat diibaratkan pohon tanpa buah.
Dengan demikian seseorang yang mengaku beriman harus menjalankan amalan keislaman, begitu pula orang yang mengaku islam harus menyatakan keislamannya. Iman dan Islam seperti bangunan yang kokoh didalam jiwa karena diwujudkan dalam bentuk amal sholeh yang menunjukkan nilai nilai keislaman.

Ø  Hubungan Amal Dan Ilmu   
Hubungan ilmu dan amal dapat difokuskan pada dua hal. Pertama, ilmu adalah pemimpin dan pembimbing amal perbuatan. Amal boleh lurus dan berkembang bila didasari dengan ilmu. Dalam semua aspek kegiatan manusia harus disertai dengan ilmu baik itu yang berupa amal ibadah atau amal perbuatan lainnya. Kedua jika orang itu berilmu maka ia harus diiringi dengan amal. Amal ini akan mempunyai nilai jika dilandasi dengan ilmu. Begitu juga dengan ilmu akan mempunyai nilai atau makna jika diiringi dengan amal. Keduanya tidak dapat dipisahkan dalam perilaku manusia. Sebuah perpaduan yang saling melengkapi dalam kehidupan manusia yaitu setelah berilmu lalu beramal.
Ajaran Islam sebagai mana tercermin dari Al-qur'an sangat kental dengan nuansa–nuansa yang berkaitan dengan ilmu, ilmu menempati kedudukan yang sangat penting dalam ajaran islam. Keimanan yang dimiliki oleh seseorang akan jadi pendorong untuk menuntut ilmu, sehingga posisi orang yang beriman dan berilmu berada pada posisi yang tinggi dihadapan Allah yang berarti juga rasa takut kepada Allah akan menjiwai seluruh aktivitas kehidupan manusia untuk beramal shaleh. Dengan demikian nampak jelas bahwa keimanan yang dibarengi dengan ilmu akan membuahkan amal–amal shaleh. Maka dapat disimpulkan bahwa keimanan dan amal perbuatan beserta ilmu membentuk segi tiga pola hidup yang kokoh. Ilmu, iman dan amal shaleh merupakan faktor menggapai kehidupan bahagia.
Tentang hubungan antara iman dan amal, demikian sabdanya,
“Allah tidak menerima iman tanpa amal perbuatan dan tidak pula menerima amal perbuatan tanpa iman”  [HR. Ath-Thabrani] . Kemudian dijelaskannya pula bahwa, “Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim”  [HR. Ibnu Majah dari Anas, HR. Al Baihaqi] . Selanjutnya, suatu ketika seorang sahabatnya, Imran, berkata bahwasanya ia pernah bertanya, "Wahai Rasulullah, amalan-amalan apakah yang seharusnya dilakukan orang-orang?". Beliau Saw. menjawab: "Masing-masing dimudahkan kepada suatu yang diciptakan untuknya" [HR. Bukhari] “Barangsiapa mengamalkan apa yang diketahuinya, niscaya Allah mewariskan kepadanya ilmu yang belum diketahuinya.” [HR. Abu Na’im] . ”Ilmu itu ada dua, yaitu ilmu lisan, itulah hujjah Allah Ta’ala atas makhlukNya, dan ilmu yang di dalam qalb, itulah ilmu yang bermanfaat.” [HR. At Tirmidzi] . ”Seseorang itu tidak menjadi ‘alim (ber-ilmu) sehingga ia mengamalkan ilmunya.” [HR. Ibnu Hibban].
Suatu ketika datanglah seorang sahabat kepada Nabi Saw. dengan mengajukan pertanyaan: ”Wahai Rasulullah, apakah amalan yang lebih utama ?” Jawab Rasulullah Saw : “Ilmu Pengetahuan tentang Allah ! ” Sahabat itu bertanya pula “Ilmu apa yang Nabi maksudkan ?”. Jawab Nabi Saw : ”Ilmu Pengetahuan tentang Allah Subhanaahu wa Ta’ala ! ” Sahabat itu rupanya menyangka Rasulullah Saw salah tangkap, ditegaskan lagi “Wahai Rasulullah, kami bertanya tentang amalan, sedang Engkau menjawab tentang Ilmu !” Jawab Nabi Saw. pula “Sesungguhnya sedikit amalan akan berfaedah (berguna) bila disertai dengan ilmu tentang Allah, dan banyak amalan tidak akan bermanfaat bila disertai kejahilan tentang Allah”[HR.Ibnu Abdil Birrdari Anas]. Kejahilan adalah kebodohan yang terjadi karena ketiadaan ilmu pengetahuan. Dengan demikian, banyak amal setiap orang menjadi sangat berkaitan dengan keimanan dan ilmu pengetahuan karena ”Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal saleh, mereka diberi petunjuk oleh Rabb mereka kerana keimanannya … QS.[10]:9.
Ilmu pengetahuan tentang Allah Subhanaahu wa Ta’ala adalah penyambung antara keimanannya dengan amalan-amalan manusia di muka bumi ini. Sebagaimana kaedah pengaliran iman yang diajarkan oleh Rasulullah Saw. bahwasanya iman adalah sebuah tashdiq bi-l-qalbi yang di ikrarkan bi-l-lisan dan di amalkan bilarkan Dengan itu di simpulkan bahawa kita jangan memisah ketiga komponen yang telah kita perhatikan tadi (iman,ilmu dan amal) karena pemisahan setiap komponen menjadikan islam itu janggal.

Ø  Kaitan antara iman, ilmu dan amal
Dalam sejarah kehidupan manusia, Allah swt memberikan kehidupan yang sejahtera, bahagia, dan damai kepada semua orang yang mau melakukan amal kebaikan yang diiringi dengan iman, dengan yakin dan ikhlas karena Allah swt semata (QS. At – Thalaq : ayat 2 – 3 ).Perbuatan baik seseorang tidak akan dinilai sebagai suatu perbuatan amal sholeh jika perbuatan tersebut tidak dibangun diatas nilai iman dan takwa, sehingga dalam pemikiran Islam perbuatan manusia harus berlandaskan iman dan pengetahuan tentang pelaksanaan perbuatan.
Sumber ilmu menurut ajaran Islam :
·         Wahyu , yaitu sesuatu yang dibisikkan dan diilhamkan ke dalam sukma serta isyarat cepat yang lebih cenderung dalam bentuk rahasia yang disebut ayat Allah swt “Qur’aniyah”
·         Akal , yaitu suatu kesempurnaan manusia yang diberikan oleh Allah swt untuk berpikir dan menganalisa semua yang ada dan wujud diatas dunia yang disebut ayat Allah “Kauniyah”

Allah swt akan mengangkat harkat dan martabat manusia yang beriman kepada Allah swt dan berilmu pengetahuan luas, yang diterangkan dalam Q.S. Al Mujadalah : 11. Yang isinya bahwa Allah akan mengangkat tinggi-tinggi kedudukan orang yang berilmu pengetahuan dan beriman kepada Allah swt , orang yang beriman diangkat kedudukannya karena selalu taat melaksanakan perintah Allah swt  dan rasulnya, sedangkan orang yang berilmu diangkat kedudukannya karena dapat memberi banyak manfaat kepada orang lain.
Islam tidak menghendaki orang alim yang digambarkan seperti lilin, mampu menerangi orang lain sedang dirinya sendiri hancur, dan ini besar sekali dosanya, karena dapat memberitahu orang lain dan dirinya sendiri tidak mau tau lagi juga tidak mengerjakan seperti dalam Q.S. Ash – Shaf : 3 yang menerangkan bahwa orang alim dan pandai hendaknya menjadi contoh dan teladan bagi orang lain. Dibawah naungan dan lindungan Allah swt.
Iman, ilmu dan amal merupakan satu kesatuan yang utuh, tidak dapat dipisahkan antara satu dengan lainnya.












BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dalam sejarah kehidupan manusia, Allah swt memberikan kehidupan yang sejahtera, bahagia, dan damai kepada semua orang yang mau melakukan amal kebaikan yang diiringi dengan iman, dengan yakin dan ikhlas karena Allah swt semata (QS. At – Thalaq : ayat 2 – 3 ).Perbuatan baik seseorang tidak akan dinilai sebagai suatu perbuatan amal sholeh jika perbuatan tersebut tidak dibangun diatas nilai iman dan takwa, sehingga dalam pemikiran Islam perbuatan manusia harus berlandaskan iman dan pengetahuan tentang pelaksanaan perbuatan.
Sumber ilmu menurut ajaran Islam :
·         Wahyu , yaitu sesuatu yang dibisikkan dan diilhamkan ke dalam sukma serta isyarat cepat yang lebih cenderung dalam bentuk rahasia yang disebut ayat Allah swt “Qur’aniyah”
·         Akal , yaitu suatu kesempurnaan manusia yang diberikan oleh Allah swt untuk berpikir dan menganalisa semua yang ada dan wujud diatas dunia yang disebut ayat Allah “Kauniyah”

Allah swt akan mengangkat harkat dan martabat manusia yang beriman kepada Allah swt dan berilmu pengetahuan luas, yang diterangkan dalam Q.S. Al Mujadalah : 11. Yang isinya bahwa Allah akan mengangkat tinggi-tinggi kedudukan orang yang berilmu pengetahuan dan beriman kepada Allah swt , orang yang beriman diangkat kedudukannya karena selalu taat melaksanakan perintah Allah swt  dan rasulnya, sedangkan orang yang berilmu diangkat kedudukannya karena dapat memberi banyak manfaat kepada orang lain.
Islam tidak menghendaki orang alim yang digambarkan seperti lilin, mampu menerangi orang lain sedang dirinya sendiri hancur, dan ini besar sekali dosanya, karena dapat memberitahu orang lain dan dirinya sendiri tidak mau tau lagi juga tidak mengerjakan seperti dalam Q.S. Ash – Shaf : 3 yang menerangkan bahwa orang alim dan pandai hendaknya menjadi contoh dan teladan bagi orang lain. Dibawah naungan dan lindungan Allah swt.
Iman, ilmu dan amal merupakan satu kesatuan yang utuh, tidak dapat dipisahkan antara satu dengan lainnya. Sumber pokok ilmu pengetahuan menurut Islam adalah wahyu dan akal yang keduanya tidak boleh dipertentangkan karena manusia diberi kebebasan dengan mengembangkan akalnya dengan catatan dalam pengembangan tersebut tetap, terikat dengan wahyu dan tidak akan bertentangan dengan syariat Islam. Sehingga ilmu pengetahuan dibagi menjadi 2 bagian besar yaitu ilmu yang bersifat abadi yang tingkat kebenarannya bersifat mutlak dan ilmu yang bersifat perolehan yang tingkat kebenarannya bersifat nisbi. Menuntut ilmu pengetahuan mendalami ilmu agama bertujuan untuk mencerdaskan umat dan mengembangkan agama islam agar dapat disebarluaskan dan dipahami oleh  masyarakat.
B.     Saran
Makalah ini bertujuan untuk menambah wawasan, membantu, dan memudahkan kita dalam memahami dan mempelajari ajaran islam yang sebenarnya. untuk itu kami menghimbau untuk memahami isi makalah ini sebaik-baik mungkin sehingga dapat di implementasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Kami mengucapkan terimakasih dan permohonan maaf yang sebesar-besarnya kepada pembaca dan semua pihak yang telah terlibat dalam penyusunan makalah ini.




DAFTAR PUSTAKA
Anis Matta (2006). Dari Gerakan ke Negara. Jakarta: Fitrah Rabbani.
lucki72.blogspot.com/2014/03/memeliharakeseimbangan-antara-iman-ilmu.html
Muhammad bin Said al Qahthani (2005).  Al Wala’ wal Bara’. Solo: Era Intermedia.
Sayyid Quthb (2010). Ma’alim Fi Ath Thariq. Yogyakarta: Uswah.



No comments:

Translate