sholat
rasulullah SAW,baiklah kali ini saya akan membahas mengenai Sholat Rasulullah SAW
beserta bacaannya :
Bismillah. Banyak
dari kita juga atau mu’alaf yang kebinggungan dalam melaksanakan, nah sobat
sekalian mudah2n ini bermanfaat untuk sobat sekeyakinan…
Berikut
ini adalah panduan sholat sesuai sunnah Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasalaam, yang
intinya bersumber dari buku pegangan populer SIFAT SHOLAT NABI dari karya
Syekh Nashiruddin Al Bani (Kitab Shifatu Shalaati an Nabiyyi Shallallahi
‘Alaihi wa Sallam min at-Takbiiri ilaa at Tasliimi Ka-annaka Taraahaa) yang
dijadikan rujukan ahlus sunnah wal jamaah. Beberapa perbedaan pendapat
dari para ulama dalam bacaan dan gerakan sholat hendaknya
dijadikan dorongan semangat bagi kita untuk mempelajari ilmu (agama)
secara lebih jauh lagi melalui sumber-sumber yang sunnah dan dari ulama-ulama
yang telah diakui kemurnian aqidahnya dan keilmuannya.
Untuk
memudahkan membacanya, disarankan untuk meng-copy-paste tulisan ini ke
program microsoft words atau sejenisnya, lalu lebih baik lagi di print diatas
kertas (sekitar 27 halaman).
MENGHADAP
KA’BAH
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bila berdiri untuk sholat fardhu atau sholat
sunnah, beliau menghadap Ka’bah. Beliau memerintahkan berbuat demikian
sebagaimana sabdanya kepada orang yang sholatnya salah:
“Bila
engkau berdiri untuk sholat, sempurnakanlah wudhu’mu, kemudian menghadaplah ke
kiblat, lalu bertakbirlah.” (HR. Bukhari, Muslim dan Siraj).
Tentang
hal ini telah turun pula firman Allah dalam Surah Al Baqarah : 115: “Kemana
saja kamu menghadapkan muka, disana ada wajah Allah.”
Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam pernah sholat menghadap Baitul Maqdis, hal ini
terjadi sebelum turunnya firman Allah: “Kami
telah melihat kamu menengadahkan kepalamu ke langit. Kami palingkan kamu ke
kiblat yang kamu inginkan. Oleh karena itu, hadapkanlah wajahmu ke sebagian
arah Masjidil Haram.” (QS. Al Baqarah : 144).
Setelah
ayat ini turun beliau sholat menghadap Ka’bah.
Pada
waktu sholat subuh kaum muslim yang tinggal di Quba’ kedatangan seorang utusan
Rasulullah untuk menyampaikan berita, ujarnya,“Sesungguhnya
semalam Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah mendapat wahyu, beliau
disuruh menghadap Ka’bah. Oleh karena itu, (hendaklah) kalian menghadap ke
sana.” Pada saat itu mereka tengah menghadap ke Syam (Baitul Maqdis). Mereka
lalu berputar (imam mereka memutar haluan sehingga ia mengimami mereka menghadap
kiblat). (HR. Bukhari, Muslim, Ahmad, Siraj,
Thabrani, dan Ibnu Sa’ad. Baca Kitab Al Irwa’, hadits No. 290).
BERDIRI
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam mengerjakan sholat fardhu atau
sunnah (memulainya dengan) berdiri karena memenuhi perintah Allah
dalam QS. Al Baqarah : 238. Apabila bepergian, beliau melakukan sholat sunnah
di atas kendaraannya. Beliau mengajarkan kepada umatnya agar melakukan sholat
khauf dengan berjalan kaki atau berkendaraan.
“Peliharalah
semua sholat dan sholat wustha dan berdirilah dengan tenang karena Allah. Jika
kamu dalam ketakutan, sholatlah dengan berjalan kaki atau berkendaraan. Jika
kamu dalam keadaa aman, ingatlah kepada Allah dengan cara yang telah diajarkan
kepada kamu yang mana sebelumnya kamu tidak mengetahui (cara tersebut).” (QS.
Al Baqarah : 238).
MENGHADAP
SUTRAH
Sutrah
dalam sholat menjadi keharusan imam dan orang yang sholat sendirian, sekalipun
di masjid besar, demikian pendapat Ibnu Hani’ dalam Kitab Masa’il, dari Imam
Ahmad. Adapun yang dapat dijadikan sutrah bisa terdiri dari berbagai
benda, antara lain: tiang masjid, tombak yang ditancapkan ke tanah, hewan
tunggangan, pelana, tiang setinggi pelana, pohon, tempat tidur, dinding dan
lain-lain yang semisalnya (misalnya orang yang sedang sholat atau sedang duduk
di depan kita, tumpukan buku, kotak, tas, red), sebagaimana telah dicontohkan
oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Dan hendaklah sutrah
itu diletakkan tidak terlalu jauh dari tempat kita berdiri sholat sebagaimana
yang telah dicontohkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. “Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam berdiri shalat dekat sutrah (pembatas) yang jarak
antara beliau dengan pembatas di depannya 3 hasta.” (HR.
Bukhari dan Ahmad).
Beliau
mengatakan, “Pada suatu hari saya sholat tanpa memasang sutrah di depan saya,
padahal saya melakukan sholat di dalam masjid kami, Imam Ahmad melihat kejadian
ini, lalu berkata kepada saya, ‘Pasanglah sesuatu sebagai sutrahmu!’ Kemudian
aku memasang orang untuk menjadi sutrah.”
Syaikh
Al Albani mengatakan, “Kejadian ini merupakan isyarat dari Imam Ahmad bahwa
orang yang sholat di masjid besar atau masjid kecil tetap berkewajiban memasang
sutrah di depannya.”
Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Janganlah
kamu sholat tanpa menghadap sutrah dan janganlah engkau membiarkan seseorang
lewat di hadapan kamu (tanpa engkau cegah). Jika dia terus memaksa lewat di
depanmu, bunuhlah dia karena dia ditemani oleh setan.” (HR.
Ibnu Khuzaimah dengan sanad yang jayyid (baik)). Inti dari hadits ini
menunjukkan pentingnya sutrah, sedangkan anjuran untuk membunuh akan dijelaskan
kondisi dan persyaratannya dalam bab lain.
Beliau
juga bersabda:
“Bila
seseorang di antara kamu sholat menghadap sutrah, hendaklah dia mendekati
sutrahnya sehingga setan tidak dapat memutus sholatnya.” (HR.
Abu Dawud, Al Bazzar dan Hakim. Disahkan oleh Hakim, disetujui olah Dzahabi dan
Nawawi).
NIAT
Niat
berarti men-sengaja untuk sholat, menghambakan diri kepada Allah Ta’ala semata,
serta menguatkannya dalam hati.
Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Semua
amal tergantung pada niatnya dan setiap orang akan mendapat (balasan) sesuai
dengan niatnya.” (HR. Bukhari, Muslim dan
lain-lain. Baca Al Irwa’, hadits no. 22).
Niat
tidak dilafadzkan (tidak diucapkan baik di mulut ataupun di dalam hati)
Dan
tidaklah disebutkan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan tidak pula dari
salah seorang sahabatnya bahwa niat itu dilafadzkan. Abu Dawud bertanya
kepada Imam Ahmad. Dia berkata, “Apakah orang sholat mengatakan sesuatu sebelum
dia takbir?” Imam Ahmad menjawab, “Tidak.” (Masaail al Imam Ahmad hal 31 dan
Majmuu’ al Fataawaa XXII/28).
AsSuyuthi
berkata, “Yang termasuk perbuatan bid’ah adalah was-was (selalu ragu) sewaktu
berniat sholat. Hal itu tidak pernah diperbuat oleh Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam maupun para shahabat beliau. Mereka dulu tidak pernah melafadzkan niat
sholat sedikitpun selain hanya lafadz takbir.”
Asy
Syafi’i berkata, “Was-was dalam niat sholat dan dalam thaharah termasuk kebodohan
terhadap syariat atau membingungkan akal.” (Lihat al Amr bi al Itbaa’ wa al
Nahy ‘an al Ibtidaa’).
(Ini
semua berarti bahwa tidak diperbolehkannya mengucapkan niat semacam “Ushalli…
dan seterusnya” sebelum sholat, red).
GERAKAN
DAN BACAAN SOLAT
TAKBIRATUL IHROM
Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam selalu memulai sholatnya (dilakukan hanya sekali
ketika hendak memulai suatu sholat) dengan takbiratul ihrom yakni mengucapkan
Allahu Akbar di awal sholat dan beliau pun pernah memerintahkan seperti
itu kepada orang yang sholatnya salah. Beliau bersabda kepada orang itu:
“Sesungguhnya
sholat seseorang tidak sempurna sebelum dia berwudhu’ dan melakukan wudhu’
sesuai ketentuannya, kemudian ia mengucapkan Allahu Akbar.” (Hadits
diriwayatkan oleh Al Imam Thabrani dengan sanad shahih).
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Apabila
engkau hendak mengerjakan sholat, maka sempurnakanlah wudhu’mu terlebih dahulu
kemudian menghadaplah ke arah kiblat, lalu ucapkanlah takbiratul ihrom.”
(Muttafaqun ‘alaihi).
Takbirotul
ihrom diucapkan dengan lisan
Takbirotul
ihrom tersebut harus diucapkan dengan lisan (bukan diucapkan di dalam hati).
Muhammad
Ibnu Rusyd berkata, “Adapun seseorang yang membaca dalam hati, tanpa
menggerakkan lidahnya, maka hal itu tidak disebut dengan membaca. Karena yang
disebut dengan membaca adalah dengan melafadzkannya di mulut.”
An
Nawawi berkata, “…adapun selain imam, maka disunnahkan baginya untuk tidak
mengeraskan suara ketika membaca lafadz takbir, baik apakah dia sedang menjadi
makmum atau ketika sholat sendiri. Tidak mengeraskan suara ini jika dia tidak
menjumpai rintangan, seperti suara yang sangat gaduh. Batas minimal suara yang
pelan adalah bisa didengar oleh dirinya sendiri jika pendengarannya normal. Ini
berlaku secara umum baik ketika membaca ayat-ayat al Qur-an, takbir, membaca
tasbih ketika ruku’, tasyahud, salam dan doa-doa dalam sholat baik yang
hukumnya wajib maupun sunnah…” beliau melanjutkan, “Demikianlah nash yang
dikemukakan Syafi’i dan disepakati oleh para pengikutnya. Asy Syafi’i berkata
dalam al Umm, ‘Hendaklah suaranya bisa didengar sendiri dan orang yang berada
disampingnya. Tidak patut dia menambah volume suara lebih dari ukuran itu.’.”
(al Majmuu’ III/295).
MENGANGKAT KEDUA TANGAN
Disunnahkan
mengangkat kedua tangannya setentang bahu (lihat gambar) ketika bertakbir
dengan merapatkan jari-jemari tangannya, berdasarkan hadits yang diriwayatkan
oleh Abdullah bin Umar radiyallahu anhuma, ia berkata:
“Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam biasa mengangkat kedua tangannya setentang bahu
jika hendak memulai sholat, setiap kali bertakbir untuk ruku’ dan setiap kali
bangkit dari ruku’nya.” (Muttafaqun ‘alaihi).
Atau
mengangkat kedua tangannya setentang telinga, berdasarkan hadits riwayat Malik
bin Al-Huwairits radhiyyallahu anhu, ia berkata:
“Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam biasa mengangkat kedua tangannya setentang telinga
setiap kali bertakbir (didalam sholat).” (HR.
Muslim).
Dalam
sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, Ibnu Khuzaimah, Tamam dan Hakim
disebutkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengangkat kedua
tangannya dengan membuka jari-jarinya lurus ke atas (tidak merenggangkannya dan
tidak pula menggengamnya). (Shifat Sholat Nabi).
BERSEDEKAP
Kemudian
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam meletakkan tangan kanan di atas tangan
kirinya (bersedekap). Beliau bersabda: “Kami,
para nabi, diperintahkan untuk segera berbuka dan mengakhirkan sahur serta
meletakkan tangan kanan pada tangan kiri (bersedekap) ketika melakukan sholat.”
(Hadits diriwayatkan oleh Al Imam Ibnu Hibban
dan Adh Dhiya’ dengan sanad shahih).
Dalam
sebuah riwayat pernah beliau shallallahu ‘alaihi wasallam melewati
seorang yang sedang sholat, tetapi orang ini meletakkan tangan kirinya pada
tangan kanannya, lalu beliau shallallahu ‘alaihi wasallam melepaskannya,
kemudian orang itu meletakkan tangan kanannya pada tangan kirinya. (Hadits
riwayat Ahmad dan Abu Dawud dengan sanad yang shahih).
Meletakkan
atau menggenggam tangan?
Beliau
shallallahu ‘alaihi wasallam meletakkan lengan kanan pada punggung telapak
kirinya, pergelangan dan lengan kirinya (lihat gambar) berdasar hadits dari
Wail bin Hujur:“Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bertakbir kemudian meletakkan tangan kanannya di atas telapak tangan
kiri, pergelangan tangan kiri atau lengan kirinya.” (Hadits
diriwayatkan oleh Al Imam Abu Dawud, Nasa’i, Ibnu Khuzaimah, dengan sanad yang
shahih dan dishahihkan pula oleh Ibnu Hibban, hadits no. 485).
Beliau
terkadang juga menggenggam pergelangan tangan kirinya dengan tangan kanannya
(lihat gambar) , berdasarkan hadits Nasa’i dan Daraquthni: “Tetapi
beliau terkadang menggenggamkan jari-jari tangan kanannya pada lengan kirinya.”
(sanad shahih).
Bersedekap
di dada
Menyedekapkan
tangan di dada adalah perbuatan yang benar menurut sunnah berdasarkan hadits:
“Beliau
meletakkan kedua tangannya di atas dadanya.” (Hadits
diriwayatkan oleh Al Imam Abu Dawud, Ibnu Khuzaimah, Ahmad dari Wail bin
Hujur).
Cara-cara
yang sesuai sunnah ini dilakukan oleh Imam Ishaq bin Rahawaih. Imam Mawarzi
dalam Kitab Masa’il, halaman 222 berkata: “Imam Ishaq meriwayatkan hadits
secara mutawatir kepada kami…. Beliau mengangkat kedua tangannya ketika berdo’a
qunut dan melakukan qunut sebeluim ruku’. Beliau menyedekapkan tangannya
berdekatan dengan teteknya.” Pendapat yang semacam ini juga dikemukakan oleh
Qadhi ‘Iyadh al Maliki dalam bab Mustahabatu ash Sholat pada Kitab Al I’lam,
beliau berkata: “Dia meletakkan tangan kanan pada punggung tangan kiri di
dada.”
MEMANDANG TEMPAT SUJUD
Pada
saat mengerjakan sholat, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menundukkan
kepalanya dan mengarahkan pandangannya ke tempat sujud. Hal ini didasarkan pada
hadits yang diriwayatkan oleh Ummul Mukminin ‘Aisyah radhiyallahu
‘anha: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
tidak mengalihkan pandangannya dari tempat sujud (di dalam
sholat).” (HR. Baihaqi dan dishahihkan oleh Syaikh
Al Albani).
Larangan
menengadah ke langit
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam melarang keras menengadah ke langit (ketika
sholat). Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda: “Hendaklah sekelompok orang benar-benar
menghentikan pandangan matanya yang terangkat ke langit ketika berdoa dalam
sholat atau hendaklah mereka benar-benar menjaga pandangan mata mereka.” (HR.
Muslim, Nasa’i dan Ahmad).
Rasulullah
juga melarang seseorang menoleh ke kanan atau ke kiri ketika sholat, beliau
bersabda: “Jika kalian sholat, janganlah menoleh ke
kanan atau ke kiri karena Allah akan senantiasa menghadapkan wajah-Nya kepada
hamba yang sedang sholat selama ia tidak menoleh ke kanan atau ke kiri.”
(HR. Tirmidzi dan Hakim).
Dalam
Zaadul Ma’aad (I/248) disebutkan bahwa makruh hukumnya orang yang sedang sholat
menolehkan kepalanya tanpa ada keperluan. Ibnu Abdil Bar berkata, “Jumhur ulama
(sebagian besar ulama)mengatakan bawa menoleh yang ringan tidak
menyebabkan shalat menjadi rusak.”
Juga
dimakruhkan shalat dihadapan sesuatu yang bisa merusak konsentrasi atau di
tempat yang ada gambar-gambarnya, diatas sajadah yang ada lukisan atau ukiran,
dihadapan dinding yang bergambar dan sebagainya.
MEMBACA
DO’A ISTIFTAH
Doa
istiftah yang dibaca oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bermacam-macam.
Dalam doa istiftah tersebut beliau shallallahu ‘alaihi wasallam mengucapkan
pujian, sanjungan dan kalimat keagungan untuk Allah.
Beliau
pernah memerintahkan hal ini kepada orang yang salah melakukan sholatnya dengan
sabdanya: “Tidak sempurna sholat seseorang sebelum
ia bertakbir, mengucapkan pujian, mengucapkan kalimat keagungan (doa istiftah),
dan membaca ayat-ayat al Qur-an yang dihafalnya…” (HR.
Abu Dawud dan Hakim, disahkan oleh Hakim, disetujui oleh Dzahabi).
Adapun
bacaan doa istiftah yang diajarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
diantaranya adalah:
“ALLAHUUMMA
BA’ID BAINII WA BAINA KHATHAAYAAYA KAMAA BAA’ADTA BAINAL MASYRIQI WAL MAGHRIBI,
ALLAAHUMMA NAQQINII MIN KHATHAAYAAYA KAMAA YUNAQQATS TSAUBUL ABYADHU MINAD
DANAS. ALLAAHUMMAGHSILNII BIL MAA’I WATS TSALJI WAL BARADI”
artinya:
“Ya,
Allah, jauhkanlah antara aku dan kesalahan-kesalahanku sebagaimana Engkau
menjauhkan antara timur dan barat. Ya, Allah, bersihkanlah kau dari
kesalahan-kesalahanku sebagaimana baju putih dibersihkan dari kotoran. Ya,
Allah cucilah aku dari kesalahan-kesalahanku dengan air, salju dan embun.” (HR.
Bukhari, Muslim dan Ibnu Abi Syaibah).
Atau
kadang-kadang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga membaca dalam
sholat fardhu:
“WAJJAHTU
WAJHIYA LILLADZII FATARAS SAMAAWAATI WAL ARDHA HANIIFAN [MUSLIMAN] WA MAA ANA
MINAL MUSYRIKIIN. INNA SHOLATII WANUSUKII WAMAHYAAYA WAMAMAATII LILLAHI
RABBIL ‘ALAMIIN. LAA SYARIIKALAHU WABIDZALIKA UMIRTU WA ANA AWWALUL
MUSLIMIIN.
ALLAHUMMA
ANTAL MALIKU, LAA ILAAHA ILLA ANTA [SUBHAANAKA WA BIHAMDIKA] ANTA RABBII
WA ANA ‘ABDUKA, DHALAMTU NAFSII, WA’TARAFTU BIDZAMBI, FAGHFIRLII DZAMBI
JAMII’AN, INNAHU LAA YAGHFIRUDZ DZUNUUBA ILLA ANTA. WAHDINII LI AHSANIL
AKHLAAQI LAA YAHDII LI AHSANIHAA ILLA ANTA, WASHRIF ‘ANNII SAYYI-AHAA LAA
YASHRIFU ‘ANNII SAYYI-AHAA ILLA ANTA LABBAIKA WA SA’DAIKA, WAL KHAIRU KULLUHU
FII YADAIKA. WASY SYARRULAISA ILAIKA. [WAL MAHDIYYU MAN HADAITA]. ANA
BIKA WA ILAIKA [LAA MANJAA WALAA MALJA-A MINKA ILLA ILAIKA. TABAARAKTA WA
TA'AALAITA ASTAGHFIRUKA WAATUUBU ILAIKA"
yang
artinya:
"Aku
hadapkan wajahku kepada Pencipta seluruh langit dan bumu dengan penuh
kepasrahan dan aku bukanlah termasuk orang-orang musyrik. Sholatku, ibadahku,
hidupku dan matiku semata-mata untuk Allah, Rabb semesta alam, tiada sesuatu
pun yang menyekutui-Nya. Demikianlah aku diperintah dan aku termasuk orang yang
pertama-tama menjadi muslim.
Ya
Allah, Engkaulah Penguasa, tiada Ilah selain Engkau semata-mata. [Engkau
Mahasuci dan Mahaterpuji], Engkaulah Rabbku dan aku hamba-Mu, aku telah
menganiaya diriku dan aku mengakui dosa-dosaku, maka ampunilah semua dosaku.
Sesungguhnya hanya Engkaulah yang berhak mengampuni semua dosa. Berilah aku
petunjuk kepada akhlaq yang paling baik, karena hanya Engkaulah yang dapat
memberi petunjuk kepada akhlaq yang terbaik dan jauhkanlah diriku dari akhlaq
buruk. Aku jawab seruan-Mu, sedang segala keburukan tidak datang dari-Mu.
[Orang yang terpimpin adalah orang yang Engkau beri petunjuk]. Aku berada dalam
kekuasaan-Mu dan akan kembali kepada-Mu, [tiada tempat memohon keselamatan dan
perlindungan dari siksa-Mu kecuali hanya Engkau semata]. Engkau Mahamulia dan
Mahatinggi, aku mohon ampun kepada-Mu dan bertaubat kepada-Mu.”
(Hadits
diriwayatkan oleh Imam Al Bukhari, Muslim dan Ibnu Abi Syaibah)
MEMBACA
TA’AWWUDZ
Membaca
doa ta’awwudz adalah disunnahkan dalam setiap raka’at, sebagaimana firman Allah
ta’ala:“Apabila kamu membaca al Qur-an hendaklah kamu meminta
perlindungan kepada Allah dari syaitan yang terkutuk.” (An
Nahl : 98).
Dan
pendapat ini adalah yang paling shahih dalam madzhab Syafi’i dan diperkuat oleh
Ibnu Hazm (Lihat al Majmuu’ III/323 dan Tamaam al Minnah 172-177).
Nabi
biasa membaca ta’awwudz yang berbunyi:
“A’UUDZUBILLAHI
MINASY SYAITHAANIR RAJIIM MIN HAMAZIHI WA NAFKHIHI WANAFTSIHI”
artinya:
“Aku
berlindung kepada Allah dari setan yang terkutuk, dari semburannya (yang
menyebabkn gila), dari kesombongannya, dan dari hembusannya (yang menyebabkan
kerusakan akhlaq).” (Hadits diriwayatkan oleh Al Imam Abu Dawud,
Ibnu Majah, Daraquthni, Hakim dan dishahkan olehnya serta oleh Ibnu Hibban dan
Dzahabi).
Atau
mengucapkan:
“A’UUZUBILLAHIS
SAMII’IL ALIIM MINASY SYAITHAANIR RAJIIM…”
artinya:
“Aku
berlindung kepada Allah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui dari setan
yang terkutuk…”
(Hadits
diriwayatkan oleh Al Imam Abu Dawud dan Tirmidzi dengan sanad hasan).
MEMBACA
AL FATIHAH
Hukum
Membaca Al-Fatihah
Membaca
Al-Fatihah merupakan salah satu dari sekian banyak rukun sholat, jadi kalau
dalam sholat tidak membaca Al-Fatihah maka tidak sah sholatnya berdasarkan
perkataan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (yang artinya):
“Tidak
dianggap sholat (tidak sah sholatnya) bagi yang tidak membaca Al-Fatihah”
(Hadits
Shahih dikeluarkan oleh Al-Jama’ah: yakni Al-Imam Al-Bukhari, Muslim, Abu
Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasa-i dan Ibnu Majah).
“Barangsiapa
yang sholat tanpa membaca Al-Fatihah maka sholatnya buntung, sholatnya buntung,
sholatnya buntung…tidak sempurna”
(Hadits
Shahih dikeluarkan oleh Al-Imam Muslim dan Abu ‘Awwanah).
Kapan
Kita Wajib Membaca Surat Al-Fatihah
Jelas
bagi kita kalau sedang sholat sendirian (munfarid) maka wajib untuk membaca
Al-Fatihah, begitu pun pada sholat jama’ah ketika imam membacanya secara sirr
(tidak diperdengarkan) yakni pada sholat Dhuhur, ‘Ashr, satu roka’at terakhir
sholat Mahgrib dan dua roka’at terakhir sholat ‘Isyak, maka para makmum wajib
membaca surat Al-Fatihah tersebut secara sendiri-sendiri secara sirr (tidak
dikeraskan suaranya).
Lantas
bagaimana kalau imam membaca secara keras…?
Tentang
ini Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa pernah Rasulullah melarang makmum membaca
surat dibelakang imam kecuali surat Al-Fatihah (maksudnya hanya dibolehkan
membaca Al-Fatihah saat sholat berjamaah, red) :
“Betulkah
kalian tadi membaca (surat) dibelakang imam kalian?” Kami
menjawab: “Ya, tapi dengan cepat wahai Rasulullah.” Berkata
Rasul: “Kalian tidak boleh melakukannya lagi kecuali membaca
Al-Fatihah, karena tidak ada sholat bagi yang tidak membacanya.”
(Hadits
dikeluarkan oleh Al-Imam Al-Bukhori, Abu Dawud, dan Ahmad, dihasankan oleh
At-Tirmidzi dan Ad-Daraquthni)
Selanjutnya
beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang makmum membaca surat apapun
ketika imam membacanya dengan jahr (diperdengarkan / dikeraskannya suara imam)
baik itu Al-Fatihah maupun surat lainnya. Hal ini selaras dengan keterangan
dari Al-Imam Malik dan Ahmad bin Hanbal tentang wajibnya makmum diam bila imam
membaca dengan jahr/keras. Berdasar arahan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
Dari
Abu Hurairah, ia berkata: Telah berkata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam :”Dijadikan imam itu hanya untuk diikuti.
Oleh karena itu apabila imam takbir, maka bertakbirlah kalian, dan apabila imam
membaca, maka hendaklah kalian diam (sambil memperhatikan bacaan imam itu)…”
(Hadits
Shahih dikeluarkan oleh Imam Ahmad, Abu Dawud no. 603 & 604. Ibnu Majah no.
846, An-Nasa-i. Imam Muslim berkata: Hadits ini menurut pandanganku Shahih).
“Barangsiapa
sholat mengikuti imam (bermakmum), maka bacaan imam telah menjadi bacaannya
juga.”
(Hadits
dikeluarkan oleh Imam Ibnu Abi Syaibah, Ad-Daraquthni, Ibnu Majah, Thahawi dan
Ahmad lihat kitab Irwa-ul Ghalil oleh Syaikh Al-Albani).
Dari
Abu Hurairah, sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sesudah
mendirikan sholat yang beliau keraskan bacaannya dalam sholat itu, beliau
bertanya: “Apakah ada seseorang diantara kamu yang
membaca bersamaku tadi?” Maka seorang laki-laki menjawab, “Ya ada, wahai
Rasulullah.” Kemudian beliau berkata, “Sungguh aku katakan: Mengapakah
(bacaan)ku ditentang dengan Al-Qur-an (juga).” Berkata
Abu Hurairah, kemudian berhentilah orang-orang dari membaca bersama Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam pada sholat-sholat yang Rasulullah keraskan
bacaannya, ketika mereka sudah mendengar (larangan) yang demikian itu dari Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam.
(Hadits
dikeluarkan oleh Abu Dawud, At Tirmidzi, An Nasa-i dan Malik. Abu Hatim Ar Razi
menshahihkannya, Imam Tirmidzi mengatakan hadits ini hasan).
Hadits-hadits
tersebut merupakan dalil yang tegas dan kuat tentang wajib diamnya makmum
apabila mendengar bacaan imam, baik Al-Fatihahnya maupun surat yang lain.
Selain itu juga berdasarkan firman Allah Ta’ala (yang artinya):
“Dan
apabila dibacakan Al-Qur-an hendaklah kamu dengarkan ia dan diamlah sambil
memperhatikan (bacaannya), agar kamu diberi rahmat.” (Al-A’raaf
: 204).
Ayat
ini asalnya berbentuk umum yakni dimana saja kita mendengar bacaan Al-Qur-an,
baik di dalam sholat maupun di luar sholat wajib diam mendengarkannya walaupun
sebab turunnya berkenaan tentang sholat. Tetapi keumuman ayat ini telah menjadi
khusus dan tertentu (wajibnya) hanya untuk sholat, sebagaimana telah
diterangkan oleh Ibnu Abbas, Mujahid, Sa’id bin Jubair, Adh Dhohak, Qotadah,
Ibarahim An Nakha-i, Abdurrahman bin Zaid bin Aslam dan lain-lain. Lihat Tafsir
Ibnu Katsir II/280-281.
Cara
Membaca Al Fatihah
Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca surat Al-Fatihah pada setiap roka’at.
Membacanya dengan berhenti pada setiap akhir ayat (waqof), tidak menyambung
satu ayat dengan ayat berikutnya (washol) berdasarkan hadits riwayat Abu Dawud,
Sahmi dan ‘Amr Ad Dani, dishahihkan oleh Hakim, disetujui Adz-Dzahabi.
Jadi
bunyinya:
kemudian
berhenti,
kemudian
berhenti,
Begitulah
seterusnya sampai selesai ayat yang terakhir.
Terkadang
beliau membaca: ( MAALIKI YAUMIDDIIN )
Atau
dengan memendekkan bacaan ‘maa’ menjadi: ( MALIKI YAUMIDDIIN ),
Berdasarkan riwayat yang mutawatir dikeluarkan oleh Tamam Ar Razi, Ibnu Abi
Dawud, Abu Nu’aim, dan Al Hakim. Hakim menshahihkannya, dan disetujui oleh
Adz-Dzahabi.
Seandainya Seseorang Belum Hafal Al-Fatihah
Bagi
seseorang yang belum hafal Al Fatihah terutama bagi yang baru masuk Islam,
tentu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberikan solusinya. Nasehatnya
untuk orang yang belum hafal Al-Fatihah (tentunya dia tak berhak jadi Imam):
Ucapkanlah:
SUBHANALLAHI,
WALHAMDULILLAHI, WA LAA ILAHA ILLALLAHU, WALLAHU AKBAR, WALAA HAULA WALAA
QUWWATA ILLA BILLAHI
artinya:
“Maha
Suci Allah, Segala puji milik Allah, tiada Ilah (yang haq) kecuali Allah, Allah
Maha Besar, Tiada daya dan kekuatan kecuali karena pertolongan Allah.”
(Hadits
Shahih dikeluarkan oleh Al-Imam Abu Dawud, Ibnu Khuzaimah, Hakim, Thabrani dan
Ibnu Hibban disahihkan oleh Hakim dan disetujui oleh Ad-Dzahabi).
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda:
“Jika
kamu hafal suatu ayat Al-Qur-an maka bacalah ayat tersebut, jika tidak maka
bacalah Tahmid, Takbir dan Tahlil.” (Hadits dikeluarkan oleh Abu
Dawud dan At-Tirmidzi dihasankan oleh At-Tirmidzi, tetapi sanadnya shahih, baca
Shahih Abi Dawud hadits no. 807).
MEMBACA
AMIN
Hukum
Bagi Imam:
Membaca
amin disunnahkan bagi imam sholat.
Dari
Abu hurairah, dia berkata: “Dulu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, jika
selesai membaca surat Ummul Kitab (Al-Fatihah) mengeraskan suaranya dan membaca
amin.”
(Hadits
dikeluarkan oleh Imam Ibnu Hibban, Al-Hakim, Al-Baihaqi, Ad-Daraquthni dan Ibnu
Majah, oleh Al-Albani dalam Al-Silsilah Al-Shahihah dikatakan sebagai hadits
yang berkualitas shahih)
“Bila
Nabi selesai membaca Al-Fatihah (dalam sholat), beliau mengucapkan amiin dengan
suara keras dan panjang.”
(Hadits
shahih dikeluarkan oleh Al-Imam Al-Bukhari dan Abu Dawud)
Hadits
tersebut mensyari’atkan para imam untuk mengeraskan bacaan amin, demikian yang
menjadi pendapat Al-Imam Al-Bukhari, As-Syafi’i, Ahmad, Ishaq dan para imam
fikih lainnya. Dalam shahihnya Al-Bukhari membuat suatu bab dengan judul ‘baab
jahr al-imaan bi al-ta-miin’ (artinya: bab tentang imam mengeraskan suara
ketika membaca amin). Didalamnya dinukil perkataan (atsar) bahwa Ibnu Al-Zubair
membaca amin bersama para makmum sampai seakan-akan ada gaung dalam masjidnya.
Juga
perkataan Nafi’ (maula Ibnu Umar): Dulu Ibnu Umar selalu membaca aamiin dengan
suara yang keras. Bahkan dia menganjurkan hal itu kepada semua orang. Aku
pernah mendengar sebuah kabar tentang anjuran dia akan hal itu.”
Hukum
Bagi Makmum:
Dalam
hal ini ada beberapa petunjuk dari Nabi (Hadits), atsar para shahabat dan
perkataan para ulama.
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: “Jika imam membaca
amiin maka hendaklah kalian juga membaca amiin.”
Hal
ini mengisyaratkan bahwa membaca amiin itu hukumnya wajib bagi makmum. Pendapat
ini dipertegas oleh Asy-Syaukani. Namun hukum wajib itu tidak mutlak harus
dilakukan oleh makmum. Mereka baru diwajibkan membaca amiin ketika imam juga
membacanya. Adapun bagi imam dan orang yang sholat sendiri, maka hukumnya hanya
sunnah. (lihat Nailul Authaar, II/262).
“Bila
imam selesai membaca ghoiril maghdhuubi ‘alaihim waladhdhooolliin, ucapkanlah
amiin [karena malaikat juga mengucapkan amiin dan imam pun mengucapkan amiin].
Dalam riwayat lain: “(apabila imam mengucapkan amiin, hendaklah kalian
mengucapkan amiin) barangsiapa ucapan aminnya bersamaan dengan malaikat, (dalam
riwayat lain disebutkan: “bila seseorang diantara kamu mengucapkan amin dalam
sholat bersamaan dengan malaikat dilangit mengucapkannya), dosa-dosanya masa
lalu diampuni.”
(Hadits
dikeluarkan oleh Al-Imam Al-Bukhari, Muslim, An-Nasa-i dan Ad-Darimi)
Syaikh
Al-Albani mengomentari masalah ini sebagai berikut:
“Aku
berkata: Masalah ini harus diperhatikan dengan serius dan tidak boleh
diremehkan dengan cara meninggalkannya. Termasuk kesempurnaan dalam mengerjakan
masalah ini adalah dengan membarengi bacaan amin sang imam, dan tidak
mendahuluinya. (Tamaamul Minnah hal. 178
BACAAN
SURAT SETELAH AL FATIHAH
Membaca
surat Al Qur-an setelah membaca Al Fatihah dalan sholat hukumnya sunnah karena
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membolehkan tidak membacanya. Membaca
surat Al-Qur-an ini dilakukan pada dua roka’at pertama. Banyak hadits yang
menceritakan perbuatan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tentang itu.
Panjang pendeknya surat yang dibaca
Pada
sholat munfarid Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca surat-surat
yang panjang kecuali dalam kondisi sakit atau sibuk, sedangkan kalau sebagai
imam disesuaikan dengan kondisi makmumnya (misalnya ada bayi yang menangis maka
bacaan diperpendek).
Rasulullah
bersabda “Aku melakukan sholat dan aku ingin
memperpanjang bacaannya akan tetapi, tiba-tiba aku mendengar suara tangis bayi
sehingga aku memperpendek sholatku karena aku tahu betapa gelisah ibunya karena
tangis bayi itu.”
(Hadits
dikeluarkan oleh Al-Imam Al-Bukhari dan Muslim)
Cara membaca surat
Dalam
satu sholat terkadang beliau membagi satu surat dalam dua roka’at, kadang pula
surat yang sama dibaca pada roka’at pertama dan kedua. (berdasar hadits yang
dikeluarkan oleh Al-Imam Ahmad dan Abu Ya’la, juga hadits shahih yang
dikeluarkan oleh Al-Imam Abu Dawud dan Al-Baihaqi atau riwayat dari Ahmad, Ibnu
Khuzaimah dan Al-Hakim, disahkan oleh Al-Hakim disetujui oleh Ad-Dzahabi)
Terkadang
beliau membolehkan membaca dua surat atau lebih dalam satu roka’at.(Berdasar
hadits yang dikeluarkan oleh Al-Imam Al-Bukhari dan At-Tirmidzi, dinyatakan
oleh At-Tirmidzi sebagai hadits shahih)
Tata cara bacaan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam biasanya membaca surat dengan jumlah ayat yang
berimbang antara roka’at pertama dengan roka’at kedua. (berdasar hadits shahih
dikeluarkan oleh Al-Bukhari dan Muslim)
Dalam
sholat yang bacaannya di-jahr-kan Nabi membaca dengan keras dan jelas. Tetapi
pada sholat dzuhur dan ashar juga pada sholat maghrib pada roka’at ketiga
ataupun dua roka’at terakhir sholat isya’ Nabi membacanya dengan lirih yang
hanya bisa diketahui kalau Nabi sedang membaca dari gerakan jenggotnya, tetapi
terkadang beliau memperdengarkan bacaannya kepada mereka tapi tidak sekeras
seperti ketika di-jahr-kan. (Berdasarkan hadits yang dikeluarkan oleh Al-Imam
Al-Bukhari, Muslim dan Abu Dawud)
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam sering membaca suatu surat dari awal sampai
selesai selesai. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: “Berikanlah
setiap surat haknya, yaitu dalam setiap (roka’at) ruku’ dan sujud.” (Hadits
dikeluarkan oleh Al Imam Ibnu Abi Syaibah, Ahmad dan ‘Abdul Ghani Al-Maqdisi)
Dalam
riwayat lain disebutkan: “Untuk setiap satu surat (dibaca)
dalam satu roka’at.” (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Ibnu
Nashr dan At-Thohawi)
Dijelaskan
oleh Syaikh Al-Albani: “Seyogyanya kalian membaca satu surat utuh dalam setiap
satu roka’at sehingga roka’at tersebut memperoleh haknya dengan sempurna.”
Perintah dalam hadits tersebut bersifat sunnah bukan wajib.
Dalam
membaca surat Al-Qur-an, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukannya
dengan tartil, tidak lambat juga tidak cepat -sebagaimana diperintahkan oleh
Allah- dan beliau membaca satu per satu kalimat, sehingga satu surat memerlukan
waktu yang lebih panjang dibanding kalau dibaca biasa (tanpa dilagukan).
Rasulullah bersabda bahwa orang yang membaca Al-Qur-an kelak akan diseru:
“Bacalah,
telitilah dan tartilkan sebagaimana kamu dulu mentartilkan di dunia, karena
kedudukanmu berada di akhir ayat yang engkau baca.” (Hadits
dikeluarkan oleh Al Imam Abu Dawud dan At-Tirmidzi, dishahihkan oleh At-Tirmidzi)
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca surat Al-Qur-an dengan suara yang bagus,
maka beliau juga memerintahkan yang demikian itu:
“Perindahlah/hiasilah
Al-Qur-an dengan suara kalian [karena suara yang bagus menambah keindahan
Al-Qur-an].” (Hadits dikeluarkan oleh Al-Imam
Al-Bukhari , Abu Dawud, Ad-Darimi, Al-Hakim dan Tamam Ar-Razi)
“Bukanlah
dari golongan kami orang yang tidak melagukan Al-Qur-an.”
(Hadits dikeluarkan oleh Abu Dawud dan Al-Hakim, dishahihkan oleh Al-Hakim dan
disetujui oleh Adz-Dzahabi)
RUKU’
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam setelah selesai membaca surat dari Al-Qur-an
kemudian berhenti sejenak, terus mengangkat kedua tangannya sambil bertakbir
seperti ketika takbiratul ihrom (setentang bahu atau daun telinga) kemudian
rukuk (merundukkan badan kedepan dipatahkan pada pinggang, dengan punggung dan
kepala lurus sejajar lantai). Berdasarkan beberapa hadits, salah satunya
adalah:
Dari
Abdullah bin Umar, ia berkata: “Aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam apabila berdiri dalam sholat mengangkat kedua tangannya sampai setentang
kedua bahunya, hal itu dilakukan ketika bertakbir hendak rukuk dan ketika
mengangkat kepalanya (bangkit) dari ruku’ ….”
(Hadits
dikeluarkan oleh Al Imam Al-Bukhari, Muslim dan Malik)
Cara Ruku’
>
Bila Rasulullah ruku’ maka beliau meletakkan telapak tangannya pada lututnya,
demikian beliau juga memerintahkan kepada para shahabatnya.
“Bahwasanya
shallallahu ‘alaihi wa sallam (ketika ruku’) meletakkan kedua tangannya pada
kedua lututnya.” Hadits dikeluarkan oleh Al Imam
Al-Bukhari dan Abu Dawud)
>
Menekankan tangannya pada lututnya.
“Jika
kamu ruku’ maka letakkan kedua tanganmu pada kedua lututmu dan bentangkanlah
(luruskan) punggungmu serta tekankan tangan untuk ruku’.” (Hadits
dikeluarkan oleh Al Imam Ahmad dan Abu Dawud)
>
Merenggangkan jari-jemarinya
“Beliau
merenggangkan jari-jarinya.”(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam
Al-Hakim dan dia menshahihkannya, Adz-Dzahabi dan At-Thayalisi
menyetujuinya)
>
Merenggangkan kedua sikunya dari lambungnya.
“Beliau
bila ruku’, meluruskan dan membentangkan punggungnya sehingga bila air
dituangkan di atas punggung beliau, air tersebut tidak akan
bergerak.” (Hadits di keluarkan oleh Al Imam
Thabrani, ‘Abdullah bin Ahmad dan ibnu Majah)
>
Antara kepala dan punggung lurus, kepala tidak mendongak tidak pula menunduk
tetapi tengah-tengah antara kedua keadaan tersebut
“Beliau
tidak mendongakkan kepalanya dan tidak pula menundukkannya.”
(Hadits ini diriwayatkan oleh Al Imam Abu Dawud dan Bukhari)
“Sholat
seseorang sempurna sebelum dia melakukan ruku’ dan sujud dengan meluruskan
punggungnya.” (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam
Abu ‘Awwanah, Abu Dawud dan Sahmi dishahihkan oleh Ad-Daraquthni)
>
Thuma-ninah/Bersikap Tenang
Beliau
pernah melihat orang yang ruku’ dengan tidak sempurna dan sujud seperti burung
mematuk, lalu berkata: “Kalau orang ini mati dalam keadaan
seperti itu, ia mati diluar agama Muhammad [sholatnya seperti gagak mematuk
makanan] sebagaimana orang ruku’ tidak sempurna dan sujudnya cepat seperti
burung lapar yang memakan satu, dua biji kurma yang tidak
mengenyangkan.” (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Abu
Ya’la, Al-Ajiri, Al-Baihaqi, Adh-Dhiya’ dan Ibnu Asakir dengan sanad shahih,
dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah)
>
Memperlama Ruku’
“Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadikan ruku’, berdiri setelah ruku’ dan
sujudnya juga duduk antara dua sujud hampir sama lamanya.” (Hadits
dikeluarkan oleh Al Imam Al-Bukhari dan Muslim)
Yang Dibaca Ketika Ruku’
Do’a
yang dibaca oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ada beberapa macam,
semuanya pernah dibaca oleh beliau jadi kadang membaca ini kadang yang lain.
1.
SUBHAANA RABBIYAL ‘ADHZIM 3 kali atau lebih (Berdasar
hadits yang dikeluarkan oleh Al Imam Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah dan
lain-lain).
Yang
artinya:
“Maha
Suci Rabbku, lagi Maha Agung.”
2.
SUBHAANA RABBIYAL ‘ADHZIMI WA BIHAMDIH 3 kali (Berdasar
hadits yang dikeluarkan oleh Al Imam Ahmad, Abu Dawud, Ad-Daroquthni dan
Al-Baihaqi).
Yang
artinya:
“Maha
Suci Rabbku lagi Maha Agung dan segenap pujian bagi-Nya.”
3.
SUBBUUHUN QUDDUUSUN RABBUL MALA-IKATI WAR RUUH (Berdasar
hadits yang dikeluarkan oleh Al Imam Muslim dan Abu ‘Awwanah).
Yang
artinya:
“Maha
Suci, Maha Suci Rabb para malaikat dan ruh.”
4.
SUBHAANAKALLAHUMMA WA BIHAMDIKA ALLAHUMMAGHFIRLII
Yang
artinya:
“Maha
Suci Engkau ya, Allah, dan dengan memuji-Mu Ya, Allah ampunilah aku.”
Berdasarkan
hadits dari ‘A-isyah, bahwasanya dia berkata:
“Adalah
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memperbanyak membaca Subhanakallahumma Wa
Bihamdika Allahummaghfirlii dalam ruku’nya dan sujudnya, beliau mentakwilkan
Al-Qur-an.” (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam
Al-Bukhari dan Muslim).
Do’a
ini yang paling sering dibaca. Dikatakan bahwa ada riwayat dari ‘A-isyah yang
menunjukkan bahwa Rasulullah sejak turunnya surat An-Nashr -yang artinya:
“Hendaklah engkau mengucapkan tasbih dengan memuji Rabbmu dan memohon ampun
kepada-Nya. Sesungguhnya Dia Maha Penerima taubat.” (TQS. An-Nashr 110:3)-,
waktu ruku’ dan sujud beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu membaca do’a
ini hingga wafatnya.
5.
Dan lain-lain sesuai dengan hadits-hadits dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam.
Yang Dilarang Ketika Ruku’
Larangan
disini adalah larangan dari Rasulullah bahwa sewaktu ruku’ kita tidak boleh
membaca Al-Qur-an. Berdasarkan hadits:
“Bahwasanya
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang membaca Al-Qur-an dalam ruku’ dan
sujud.” (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Muslim
dan Abu ‘Awwanah)
“Ketahuilah
bahwa aku dilarang membaca Al-Qur-an sewaktu ruku’ dan sujud…”
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Muslim dan Abu ‘Awwanah
I’TIDAL
DARI RUKU’ (Bangkit dari Ruku’)
Cara i’tidal dari ruku’
Setelah
ruku’ dengan sempurna dan selesai membaca do’a, maka kemudian bangkit dari
ruku’ (i’tidal). Waktu bangkit tersebut membaca (SAMI’ALLAAHU
LIMAN HAMIDAH)disertai dengan mengangkat kedua tangan
sebagaimana waktu takbiratul ihrom. Hal ini berdasarkan keterangan beberapa
hadits, diantaranya:
Dari
Abdullah bin Umar, ia berkata: “Aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam apabila berdiri dalam sholat mengangkat kedua tangannya sampai sejajar
dengan kedua pundaknya, hal itu dilakukan ketika bertakbir mau rukuk dan
ketika mengangkat kepalanya (bangkit ) dari ruku’ sambil mengucapkanSAMI’ALLAAHU
LIMAN HAMIDAH…” (Hadits dikeluarkan oleh Al-Bukhari,
Muslim dan Malik).
Yang Dibaca Ketika I’tidal dari Ruku’
Seperti
ditunjuk hadits di atas ketika bangkit (mengangkat kepala) dari ruku’ itu
membaca: (SAMI’ALLAHU LIMAN HAMIDAH)
Kemudian
ketika sudah tegak dan selesai bacaan tersebut disahut dengan bacaan:
RABBANAA
LAKAL HAMD (Rabbku, segala puji kepada-Mu)
atau
RABBANAA
WA LAKAL HAMD (Rabbku dan segala puji kepada-Mu)
atau
ALLAAHUMMA
RABBANAA LAKAL HAMD (Ya, Allah, Rabbku, segala puji
kepada-Mu)
atau
ALLAAHUMMA
RABBANAA WA LAKAL HAMD (Ya, Allah, Rabbku dan segala puji
kepada-Mu)
Dalilnya
adalah hadits dari Abu Hurairah:
“Apabila
imam mengucapkan SAMI’ALLAHU LIMAN HAMIDAH, maka ucapkanlah oleh kalian
ALLAHUMMA RABBANA WA LAKALHAMD, barangsiapa yang ucapannya tadi bertepatan
dengan ucapan para malaikat diampunkan dosa-dosanya yang telah lewat.”
(Hadits dikeluarkan oleh Al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, At-Ztirmidzi,
An-Nasa-i, Ibnu Majah dan Malik)
Kadang
ditambah dengan bacaan:
MIL-ASSAMAAWAATI,
WA MIL-ALARDHL, WA MIL-A MAA SYI-TA MIN SYAI-IN BA’D
(Mencakup
seluruh langit dan seluruh bumi dan segenap yang Engkau kehendaki selain dari
itu)
berdasar
hadits yang dikeluarkan oleh Ibnu Majah.
Dan
Do’a lain-lain
Cara I’tidal (Berdiri Tegak Setelah Bangkit dari Ruku’
)
Adapun
dalam tata cara i’tidal ulama berbeda pendapat menjadi dua pendapat, pertama
mengatakan sedekap dan yang kedua mengatakan tidak bersedekap tapi
melepaskannya. (Dalam tulisan ini kami hindarkan dahulu pendapat mana yang
paling rajih untuk diikuti, hendaknya ini dijadikan tantangan dan mendorong
semangat kita untuk meneliti secara ilmiah diantara pendapat yang akan
kita ikuti, red). Bagi yang hendak mengerjakan pendapat yang pertama tidak
apa-apa dan bagi siapa yang mengerjakan sesuai dengan pendapat kedua tidak
mengapa.
Keterangan
untuk pendapat pertama: Kembali meletakkan tangan kanan diatas tangan kiri atau
menggenggamnya dan menaruhnya di dada, ketika telah berdiri. Hal ini
berdasarkan nash dibawah ini:
Hadits
dikeluarkan oleh Al-Imam An-Nasa-i yang artinya: “Ia (Wa-il bin Hujr) berkata:
“Saya melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila beliau berdiri
dalam sholat, beliau memgang tangan kirinya dengan tangan kanannya.”
Berkata
Al-Imam Al-Bukhari dalam shahihnya: “Telah menceritakan kepada kami Abdullah
bin Maslamah, ia berkata dari Malik, ia berkata dari Abu Hazm, ia berkata dari
Sahl bin Sa’d ia berkata: “Adalah orang-orang (para shahabat) diperintah (oleh
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ) agar seseorang meletakkan tangan kanannya
atas lengan kirinya dalam sholat.” Komentar Abu Hazm: “Saya tidak mengetahui
perintah tersebut kecuali disandarkan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
.”
Komentar
dari Syaikh Abdul ‘Aziz bin Abdillah bin Baaz (termaktub dalam fatwanya yang
dimuat dalam majalah Rabithah ‘Alam Islamy, edisi Dzulhijjah 1393 H/Januari
1974 M, tahun XI): “Dari hadits shahih ini ada petunjuk diisyaratkan meletakkan
tangan kanan atas tangan kiri ketika seorang Mushalli (orang yang sholat) tengah
berdiri baik sebelum ruku’ maupun sesudahnya. Karena Sahl menginformasikan
bahwa para shahabat diperintahkan untuk meletakkan tangan kanannya atas lengan
kirinya dalam sholat. Dan sudah dimengerti bahwa Sunnah (Nabi) menjelaskan
orang sholat dalam ruku’ meletakkan kedua telapak tangangnya pada kedua
lututnya, dan dalam sujud ia meletakkan kedua telapak tangannya pada bumi
(tempat sujud) sejajar dengan keddua bahunya atau telinganya, dan dalam keadaan
duduk antara dua sujud begitu pun dalam tasyahud ia meletakkannya di atas kedua
pahanya dan lututnya dengan dalil masing-masing secara rinci. Dalam rincian
Sunnah tersebut tidak tersisa kecuali dalam keadaan berdiri. Dengan demikian
dapatlah dimengerti bahwasanya maksud dari hadits Sahl diatas adalah disyari’atkan
bagi Mushalli ketika berdiri dalam sholat agar meletakkan tangan kanannya atas
lengan kirinya. Sama saja baik berdiri sebelum ruku’ maupun sesudahnya. Karena
tidak ada riwayat dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membedakan antara
keduanya, oleh karena itu barangsiapa membedakan keduanya haruslah menunjukkan
dalilnya. (Kembali pada kaidah ushul fiqh: “asal dari ibadah adalah haram
kecuali ada penunjukannya” -per.)
Disamping
itu ada pula ketetapan dari hadits Wa-il bin Hujr pada riwayat An-Nasa-i dengan
sanad yang shahih: Bahwasanya apabila Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
berdiri dalam sholat beliau memegang tangan kirinya dengan tangan kanannya.”
(Sedangkan
Al Ustadz Dzulqarnain bin Muhammad Sunusi dalam salah satu ceramah menegaskan
pendapat yang diikutinya agar melepaskan tangan (tidak bersedekap) atau
meluruskan tangan ke bawah saat bangkit dari ruku’ (i’tidal), red.
Dan untuk mendengarkan ceramah mengenai hal ini beliau silahkan klik link ceramah beliau di blog www.kajian
sunnah.wordpress.com DISINI)
Thuma-ninah dan Memperlama Dalam I’tidal
“Kemudian
angkatlah kepalamu sampai engkau berdiri dengan tegak [sehingga tiap-tiap ruas
tulang belakangmu kembali pata tempatnya].” (dalam riwayat lain disebutkan:
“Jika kamu berdiri i’tidal, luruskanlah punggungmu dan tegakkanlah kepalamu
sampai ruas tulang punggungmu mapan ke tempatnya).” (Hadits
dikeluarkan oleh Al-Imam Al-Bukhari dan Muslim, dan riwayat lain oleh
Ad-Darimi, Al-Hakim, As-Syafi’i dan Ahmad)
Beliau
shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri terkadang dikomentari oleh shahabat: “Dia
telah lupa” [karena saking lamanya berdiri]. (Hadits dikeluarkan oleh
Al-Imam Al-Bukhari, Muslim dan Ahmad)
SUJUD
Sujud
dilakukan setelah i’tidal thuma-ninah dan jawab tasmi’ (Rabbana Lakal
Hamd…dst).
Caranya
Dengan
tanpa atau kadang-kadang dengan mengangkat kedua tangan (setentang pundak atau
daun telinga) seraya bertakbir, badan turun condong kedepan menuju ke tempat
sujud, dengan meletakkan kedua lutut terlebih dahulu (lihat gambar) baru
kemudian meletakkan kedua tangan (lihat gambar) pada tempat kepala diletakkan
dan kemudian meletakkan kepala kepala dengan menyentuhkan/ menekankan hidung
dan jidat/ kening/ dahi ke lantai (tangan sejajar dengan pundak atau daun
telinga).
Dari
Wail bin Hujr, berkat, “Aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
ketika hendak sujud meletakkan kedua lututnya sebelum kedua tangannya dan
apabila bangkit mengangkat dua tangan sebelum kedua lututnya.” (Hadits
dikeluarkan oleh Al Imam Abu Dawud, Tirmidzi An-Nasa’i, Ibnu Majah dan Ad-Daarimy)
“Terkadang
beliau mengangkat kedua tangannya ketika hendak sujud.” (Hadits
dikeluarkan oleh Al Imam An-Nasa’i dan Daraquthni)
“Terkadang
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam meletakkan tangannya [dan membentangkan]
serta merapatkan jari-jarinya dan menghadapkannya ke arah kiblat.”
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Abu Dawud, Al-Hakim, Al-Baihaqi)
“Beliau
meletakkan tangannya sejajar dengan bahunya” (Hadits dikeluarkan oleh Al
Imam Tirmidzi)
“Terkadang
beliau meletakkan tangannya sejajar dengan daun telinganya.” (Hadits
dikeluarkan oleh Al Imam An-Nasa’i)
Cara Sujud
>Bersujud
pada 7 anggota badan , yakni jidat/kening/dahi dan
hidung (1), dua telapak tangan (3), dua lutut (5) dan dua ujung kaki (7). Hal
ini berdasar hadits:
Dari
Ibnu ‘Abbas berkata: Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: “Aku
diperintah untuk bersujud (dalam riwayat lain; Kami diperintah untuk bersujud)
dengan tujuh (7) anggota badan; yakni kening sekaligus hidung, dua tangan
(dalam lafadhz lain; dua telapak tangan), dua lutut, jari-jari kedua kaki dan
kami tidak boleh menyibak lengan baju dan rambut kepala.” (Hadits
dikeluarkan oleh Al-Jama’ah)
>
Dilakukan dengan menekan
“Apabila
kamu sujud, sujudlah dengan menekan.” (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam
Ahmad)
“Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam menekankan kedua lututnya dan bagian depan
telapak kaki ke tanah.” (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Al-Baihaqi)
>Kedua
lengan/siku tidak ditempelkan pada lantai, tapi diangkat dan dijauhkan dari
sisi rusuk/lambung.
Dari
Abu Humaid As-Sa’diy, bahwasanya Nabi shalallau ‘alaihi wasallam bila sujud
maka menekankan hidung dan dahinya di tanah serta menjauhkan kedua tangannya
dari dua sisi perutnya, tangannya ditaruh sebanding dua bahu beliau.”
(Diriwayatkan oleh Al Imam At-Tirmidzi)
Dari
Anas bin Malik, dari Nabi shalallau ‘alaihi wasallam bersabda:
“Luruskanlah
kalian dalam sujud dan jangan kamu menghamparkan kedua lengannya seperti anjing
menghamparkan kakinya.” (Diriwayatkan oleh Al-Jama’ah kecuali Al
Imam An-Nasa-i, lafadhz ini bagi Al Imam Al-Bukhari)
“Beliau
mengangkat kedua lengannya dari lantai dan menjauhkannya dari lambungnya
sehingga warna putih ketiaknya terlihat dari belakang” (Hadits
dikeluarkan oleh Al Imam Al-Bukhari dan Muslim)
>
Menjauhkan perut/lambung dari kedua paha
Dari
Abi Humaid tentang sifat sholat Rasulillah shallallahu ‘alaihi wa sallam
berkata: “Apabila dia sujud, beliau merenggangkan antara dua pahanya (dengan)
tidak menopang perutnya.” (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam
Abu Dawud)
>
Merapatkan jari-jemari
Dari
Wa-il, bahwasanya Nabi shalallau ‘alaihi wasallam jika sujud maka merapatkan
jari-jemarinya. (Diriwayatkan oleh Al Imam Al-Hakim)
>
Menegakkan telapak kaki dan saling merapatkan/ menempelkan antara dua tumit
Berkata
‘A-isyah isteri Nabi shalallau ‘alaihi wasallam: “Aku kehilangan Rasulullah
shalallau ‘alaihi wasallam padahal beliau tadi tidur bersamaku, kemudian aku
dapati beliau tengah sujud dengan merapatkan kedua tumitnya (dan) menghadapkan
ujung-ujung jarinya ke kiblat, aku dengar…” (Diriwayatkan oleh Al
Imam Al-Hakim dan Ibnu Huzaimah)
>
Thuma-ninah dan sujud dengan lama
Sebagaimana
rukun sholat yang lain mesti dikerjakan dengan thuma-ninah. Juga Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam kalau bersujud baiasanya lama.
“Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadikan ruku’, berdiri setelah ruku’ dan
sujudnya juga duduk antara dua sujud hampir sama lamanya.” (Hadits
dikeluarkan oleh Al Imam Al-Bukhari dan Muslim
Sujud Langsung Pada Tanah atau Boleh Di Atas Alas
“Para
shahabat sholat berjama’ah bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
pada cuaca yang panas. Bila ada yang tidak sanggup menekankan dahinya di atas
tanah maka membentangkan kainnya kemudian sujud di atasnya” (Hadits
dikeluarkan oleh Al Imam Muslim)
Bacaan Sujud
Rasulullah
membaca
SUBHAANA
RABBIYAL A’LAA 3 kali
(berdasar
hadits yang dikeluarkan oleh Al Imam Ahmad dll)
atau
kadang-kadang membaca
SUBHAANA
RABBIYAL A’LAA WA BIHAMDIH, 3 kali
(berdasar
hadits yang dikeluarkan oleh Al Imam Abu Dawud dll)
atau
SUBHAANAKALLAAHUMMA
RABBANAA WA BIHAMDIKA ALLAAHUMMAGHFIRLII
(berdasar
hadits yang dikeluarkan oleh Al Imam Al-Bukhari dan Muslim)
Bacaan Yang Dilarang Selama Sujud
“Ketahuilah
bahwa aku dilarang membaca Al-Qur-an sewaktu ruku’ dan sujud…” (Hadits dikeluarkan
oleh Al Imam Muslim dan Abu ‘Awwanah).
BANGUN
DARI SUJUD PERTAMA
Setelah
sujud pertama -dimana dalam setiap roka’at ada dua sujud- maka kemudian bangun
untuk melakukan duduk diantara dua sujud. Dalam bangun dari sujud ini disertai
dengan takbir dan kadang mengangkat tangan (Berdasar hadits dari Ahmad dan
Al-Hakim).
“Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bangkit dari sujudnya seraya bertakbir”
(Hadits dikeluarkan oleh Al-Bukhari dan Muslim)
DUDUK
ANTARA DUA SUJUD
Duduk
ini dilakukan antara sujud yang pertama dan sujud yang kedua, pada roka’at
pertama sampai terakhir. Ada dua macam tipe duduk antara dua sujud, duduk
iftirasy (duduk dengan meletakkan pantat pada
telapak kaki kiri dan kaki kanan ditegakkan) danduduk
iq’ak (duduk dengan menegakkan kedua telapak kaki dan
duduk diatas tumit). Hal ini berdasar hadits:
Dari
‘A-isyah berkata: “Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menghamparkan kaki
beliau yang kiri dan menegakkan kaki yang kanan, baliau melarang dari duduknya
syaithan.” (Diriwayatkan oleh Ahmad dan Muslim)
*Komentar
Syaikh Al-Albani: duduknya syaithan adalah dua telapak kaki ditegakkan kemudian
duduk dilantai antara dua kaki tersebut dengan dua tangan menekan dilantai.
Dari
Rifa’ah bin Rafi’ -dalam haditsnya- dan berkata Rasul shallallahu ‘alaihi wa
sallam : “Apabila engkau sujud maka tekankanlah dalam sujudmu lalu kalau bangun
duduklah di atas pahamu yang kiri.” (Hadits dikeluarkan oleh Ahmad
dan Abu Dawud dengan lafadhz Abu Dawud)
Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam terkadang duduk iq’ak, yakni [duduk dengan
menegakkan telapak dan tumit kedua kakinya]. (Hadits dikeluarkan oleh
Muslim)
Waktu duduk antara dua sujud ini telapak kaki kanan
ditegakkan dan jarinya diarahkan ke kiblat:
Beliau
menegakkan kaki kanannya (Al-Bukhari)
Menghadapkan
jari-jemarinya ke kiblat (An-Nasa-i)
Bacaannya
RABBIGHFIRLII,
RABBIGHFIRLII
Dari
Hudzaifah, bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengucapkan dalam
sujudnya (dengan do’a): Rabighfirlii, Rabbighfirlii. (Hadits dikeluarkan
oleh At-Tirmidzi dan Ibnu Majah dengan lafadhz Ibnu Majah)
ALLAAHUMMAGHFIRLII
WARHAMNII WA ‘AAFINII WAHDINII WARZUQNII
(Abu Dawud)
ALLAAHUMMAGHFIRLII
WARHAMNII WAJBURNII WARZUQNII WARFA’NII (Ibnu
Majah)
ALLAAHUMMAGHFIRLII
WARHAMNII WAJBURNII WAHDINII WARZUQNII
(At-Tirmidzi)
MENUJU
ROKA’AT BERIKUTNYA
Pada
masalah ini ada dua tempat/kondisi, yaitu bangkit menuju roka’at berikut dari
posisi sujud kedua -pada akhir roka’at pertama dan ketiga- dan bangkit dari
posisi duduk tasyahhud awal -pada roka’at kedua.
>
Bangkit/bangun dari sujud untuk berdiri (dari akhir roka’at pertama dan ketiga) didahului
dengan duduk istirahat atau tanpa duduk istirahat, bangkit berdiri seraya
bertakbir tanpa mengangkat kedua tangan. Ketika bangkit bisa dengan tangan
bertumpu pada lantai atau bisa juga bertumpu pada pahanya.
Tangan
bertumpu pada satu pahanya
Dari
Wail bin Hujr dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ,berkata (Wa-il); “Maka
tatkala Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersujud dia meletakkan kedua
lututnya ke lantai sebelum meletakkan kedua tangannya; Berkata (Wa-il): Bila
sujud maka …..dan apabila bangkit dia bangkit atas kedua lututnya dengan
bertumpu pada satu paha.” (Hadits dikeluarkan oleh Abu Dawud)
Tangan
bertumpu pada lantai (tempat sujud)
Kemudian
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertumpu pada lantai ketika bangkit ke
roka’at kedua. (Hadits dikeluarkan oleh Al-Bukhari)
Duduk
istirahat sebentar sebelum bangkit berdiri
Dari
Malik bin Huwairits bahwasanya dia melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
sholat, maka bila pada roka’at yang ganjil tidaklah beliau bangkit sampai duduk
terlebih dulu dengan lurus.” (Hadits dikeluarkan oleh Al-Bukhari,
Abu Dawud dan At-Tirmidzi)
>
Bangkit dari duduk tasyahhud awwal (dari roka’at kedua) dengan
mengangkat kedua tangan seraya bertakbir seperti pada takbiratul ihram.
Mengangkat tangan ketika takbir
Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika bangkit dari duduknya mengucapkan takbir,
kemudian berdiri (Hadits dikeluarkan oleh Abu Ya’la)
DUDUK
TASYAHHUD AWWAL DAN TASYAHHUD AKHIR
Tasyahhud
awwal dan duduknya merupakan kewajiban dalam sholat
Tempat
dilakukannya
Duduk
tasyahhud awwal terdapat hanya pada sholat yang jumlah roka’atnya lebih dari
dua (2), pada sholat wajib dilakukan pada roka’at yang ke-2. Sedang duduk tasyahhud
akhir dilakukan pada roka’at yang terakhir. Masing-masing dilakukan setelah
sujud yang kedua.
Cara
duduk tasyahhud awwal dan tasyahhud akhir
Waktu
tasyahhud awwal duduknya iftirasy (duduk
diatas telapak kaki kiri) sedang pada tasyahhud akhirduduknya
tawaruk (duduk dengan kaki kiri dihamparkan kesamping
kanan dan duduk diatas lantai), pada masing-masing posisi kaki kanan
ditegakkan.
Dari
Abi Humaid As-Sa’idiy tentang sifat sholat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
dia berkat, “Maka apabila Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam duduk dalam
dua roka’at (-tasyahhud awwal) beliau duduk diatas kaki kirinya dan bila duduk
dalam roka’at yang akhir (-tasyahhud akhir) beliau majukan kaki kirinya dan
duduk di tempat kedudukannya (lantai dll).” (Hadits dikeluarkan oleh Al
Imam Abu Dawud)
Letak tangan ketika duduk
Untuk
kedua cara duduk tersebut tangan kanan ditaruh di paha kanan sambil berisyarat
(menegakkan jari telunjuk, red) dan/atau menggerak-gerakkan jari
telunjuk dan penglihatan ditujukan kepadanya, sedang tangan kirinya
ditaruh/terhampar di paha kiri.
Dari
Ibnu ‘Umar berkata Rasulullahi shallallahu ‘alaihi wa sallam bila duduk didalam
shalat meletakkan dua tangannya pada dua lututnya dan mengangkat telunjuk yang
kanan lalu berdoa dengannya sedang tangannya yang kiri diatas lututnya yang
kiri, beliau hamparkan padanya.” (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Muslim
dan Nasa-i).
Berisyarat dengan telunjuk, bisa digerakkan bisa tidak
(Sehubungan
adanya perbedaan pendapat antara mendiamkan telunjuk yang ditegakkan dengan
pendapat menggerak-gerakkan telunjuk, maka dalam blog ini tidak ditentukan mana
pilihan yang sebaiknya diikuti. Hendaknya hal ini menjadi dorongan
semangat untuk mencari tahu dalil-dalil yang akan kita ikuti, red).
Selama melakukan duduk tasyahhud awwal maupun tasyahhud akhir, berisyarat
dengan telunjuk kanan, disunnahkan menggerak-gerakkannya. Kadang pada suatu
sholat digerakkan pada sholat lain boleh juga tidak digerak-gerakkan.
“Kemudian
beliau duduk, maka beliau hamparkan kakinya yang kiri dan menaruh tangannya
yang kiri atas pahanya dan lututnya yang kiri dan ujung sikunya diatas paha
kanannya, kemudian beliau menggenggam jari-jarinya dan membuat satu lingkaran
kemudian mengangkat jari beliau maka aku lihat beliau menggerak-gerakkannya berdo’a
dengannya.” (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Ahmad, Abu Dawud dan
An-Nasa-i).
“Dari
Abdullah Bin Zubair bahwasanya ia menyebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam berisyarat dengan jarinya ketika berdoa dan tidak menggerakannya.”
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Abu Dawud).
Membaca do’a At-Tahiyyaat dan As-Sholawaat
Do’a
tahiyyat ini ada beberapa versi, untuk itu hendaklah dipilih yang kuat dan
lafadhznya belum ditambah-tambah. Salah satu contoh riwayat yang baik adalah
sebagai berikut:
Dari
Abdullah bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda bahwa apabila shalat
hendak mengucapkan:
“AT-TAHIYYAATU
LILLAHI WAS SHOLAWATU WAT THAYYIBAAT, AS-SALAMU’ALAIKA AYYUHAN NABIY WA
RAHMATULLAHI WA BARAKATUHU, AS-SALAAMU ‘ALAINA WA ‘ALAA ‘IBAADILLAHIS SHALIHIN.
ASYHADU ALLAA ILAHA ILLALLAH WA ASYHADU ANNA MUHAMMADAN ‘ABDUHU WA RASULUHU”
artinya:
segala kehormatan, shalawat dann kebaikan kepunyaan Allah, semoga keselamatan
terlimpah atasmu wahai Nabi dan juga rahmat Allah dan barakah-Nya. Kiranya keselamatan
tetap atas kami dan atas hamba-hamba Allah yang shalih; karena sesungguhnya
apabila kalian mengucapkan sudah mengenai semua hamba Allah yang shalih di
langit dan di bumi- Aku bersaksi bersaksi bahwa tidak ada ilah yang haq selain
Allah dan aku bersaksi bahwasanya Muhammmad itu hamba daan utusan-Nya.
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Al Bukhari).
Dari
Ka’ab bin Ujrah berkata : “Maukah aku hadiahkan kepadamu sesuatu ? Sesungguhnya
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam datang kepada kami, maka kami berkata : ‘Ya
Rasulullah kami sudah tahu bagaimana cara mengucapkan salam kepadamu, lantas
bagaimana kami harus bershalawat kepadamu? Beliau berkata : ucapkanlah:
“ALLAAHUMMA
SHALLI ‘ALA MUHAMMAD WA ‘ALAA AALI MUHAMMAD KAMAA SHALLAITA ‘ALAA AALI IBRAHIIM,
INNAKA HAMIIDUM MAJIID. ALLAAHUMMA BAARIK ‘ALAA MUHAMMAD WA ‘ALAA AALI MUHAMMAD
KAMAA BARAKTA ‘ALAA AALI IBRAHIIM, INNAKA HAMIIDUM MAJIID.”
artinya:
“Ya Allah berikanlah Shalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana
Engkau telah memberikan shalawat kepada keluarga Ibarahim, sesungguhnya Engkau
Maha Terpuji dan Maha Agung. Ya Allah berkahilah Muhammad dan keluarga Muhammad
sebagaimana Engkau telah memberkati keluarga Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha
Terpuji dan Maha Agung.”
(Sehubungan
adanya perbedaan pendapat apakah pada tasyahud awwal
sebaiknya membaca sholawat (sebagian ataupun secara lengkap) dengan
pendapat yang menyatakan tidak membaca sholawat pada tasyahud awwal, maka dalam
blog ini tidak ditentukan dahulu mana pilihan yang sebaiknya diikuti.
Hendaknya hal ini menjadi dorongan semangat untuk mencari tahu dalil-dalil yang
akan kita ikuti, red).
Berdo’a berlindung dari empat (4) hal.
Hal
ini dilakukan pada duduk tasyahhud akhir saja.
…..Apabila
kamu telah selesai bertasyahhud akhir maka… (Hadits dikeluarkan oleh Al
Imam Ahmad, Muslim, Abu Dawud dan Ibnu Majah)
Ta’awudz
(berlindung dari 4 hal) ini dibaca hanya ketika tasyahhud akhir, setelah
membaca sholawat secara lengkap.
Dari
Abu Hurairah berkata; berkata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam :
“Apabila kamu telah selesai bertasyahhud maka hendaklah berlindung kepada Allah
dari empat (4) hal, dia berkata:
“ALLAAHUMMA
INNII A’UUDZUBIKA MIN ‘ADZAABI JAHANNAMA WA MIN ‘ADZAABIL QABRI WA MIN FITNATIL
MAHYAA WAL MAMAAT WA MIN FITNATIL MASIIHID DAJJAAL.”
artinya:
“Ya Allah! Aku berlindung kepada-Mu dari siksa jahannam, siksa kubur, fitnahnya
hidup dan mati serta fitnahnya Al-Masiihid Dajjaal.” (Hadits dikeluarkan
oleh Al Imam Al-Bukhari dan Muslim dengan lafadhz Muslim)
Berdo’a dengan do’a/permohonan lainnya
…kemudian
(supaya) dia memilih do’a yang dia kagumi/senangi… (Hadits dikeluarkan
oleh Al Imam Ahmad dan Al-Bukhari)
SALAM
Salam
sebagai tanda berakhirnya gerakan sholat, dilakukan dalam posisi duduk
tasyahhud akhir setelah membaca do’a minta perlindungan dari 4 fitnah atau
tambahan do’a lainnya.
“Kunci
sholat adalah bersuci, pembukanya takbir dan penutupnya (yaitu sholat) adalah
mengucapkan salam. (Hadits dikeluarkan dan disahkan oleh Al Imam Al-Hakim dan
Adz-Dzahabi)
Caranya
Dengan
menolehkan wajah ke kanan seraya mengucapkan do’a salam kemudian ke kiri.
Dari
‘Amir bin Sa’ad, dari bapaknya berkata: Saya melihat Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam memberi salam ke sebelah kanan dan sebelah kirinya hingga terlihat
putih pipinya.(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Ahmad, Muslim dan An-Nasa-i
serta ibnu Majah)
Dari
‘Alqomah bin Wa-il, dari bapaknya, ia berkata: Aku sholat bersama Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam maka beliau membaca salam ke sebelah kanan
(menoleh ke kanan): “As Salamu’alaikum Wa Rahmatullahi Wa Barakatuh.” Dan
kesebelah kiri: “As Salamu’alaikum Wa Rahmatullahi.” (Hadits dikeluarkan
oleh Al Imam Abu Dawud)
Macam-macam Bacaan Salam
Kadang-kadang
beliau membaca:
As
Salamu’alaikum Wa Rahmatullahi Wa Barakatuh— As Salamu’alaikum Wa Rahmatullahi
Wa Barakatuh
atau
As
Salamu’alaikum Wa Rahmatullahi Wa Barakatuh— As Salamu’alaikum Wa Rahmatullahi
(Hadits
dikeluarkan oleh Al Imam Abu Dawud dan Ibnu Khuzaimah)
atau
As
Salamu’alaikum Wa Rahmatullahi— As Salamu’alaikum Wa Rahmatullahi
(Hadits
dikeluarkan oleh Al Imam Muslim)
atau
As
Salamu’alaikum Wa Rahmatullahi— As Salamu’alaikum
(Hadits
dikeluarkan oleh Al Imam Ahmad dan An-Nasa-i)
atau
As
Salamu’alaikum dengan sedikit menoleh ke kanan
tanpa menoleh ke kiri
(Hadits
dikeluarkan oleh Al Imam Al-Baihaqi dan Ath-Thabrani)
Gerak yang dilarang
Sering
terlihat orang yang mengucapkan salam ketika menoleh ke kanan dibarengi dengan
gerakan telapak tangan dibuka kemudian ketika menoleh ke kiri tangan kirinya di
buka. Gerakan tangan ini dilarang oleh shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Mengapa
kamu menggerakkan tangan kamu seperti gerakan ekor kuda yang lari
terbirit-birit dikejar binatang buas? Bila seseorang diantara kamu mengucapkan
salam, hendaklah ia berpaling kepada temannya dan tidak perlu menggerakkan
tangannya.” [Ketika mereka sholat lagi bersama Rasullullah, mereka tidak
melakukannya lagi]. (Pada riwayat lain disebutkan: “Seseorang diantara kamu
cukup meletakkan tangannya di atas pahanya, kemudian ia mengucapkan salam
dengan berpaling kepada saudaranya yang di sebelah kanan dan saudaranya di
sebelah kiri).
(Hadits
dikeluarkan oleh Al Imam Muslim, Abu ‘Awanah, Ibnu Khuzaimah dan At-Thabrani).
Diantara
gerakkan bid’ah yang dilakukan saat salam adalah gerakkan yang dilakukan oleh
orang syi’ah dengan menepukkan kedua tangannya di atas paha tiga kali, sebagai
pengganti salam dengan menoleh ke kanan dan ke kiri. Hal seperti ini dilakukan
oleh syi’ah Iran dan sekitarnya. Maksud dari gerakan itu adalah melaknat
malaikat Jibril karena mereka mengatakan Jibril telah salah menyampaikan wahyu.
Dzikir
Setelah Sholat
Dari
Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz kepada seluruh orang melihat tulisan ini dari
kalangan kaum muslimin
“Merupakan
dari perbuatan sunnah, seorang muslim mengucapkan setelah setiap shalat fardu
membaca ASTAGHFIRULLAH tiga kali,
kemudian dilanjutkan dengan:
ALLAHUMMA
ANTAS SALAAM WA MINKAS SALAAM TABAARAKTA YAA DZAL JALAALI WAL IKRAAM
LAA
ILAAHA ILLALLAHU WAHDAHU LAA SYARIIKALAHU, LAHUL MULKU WA LAHUL HAMDU WAHUWA
‘ALAA KULLI SYAI-IN QADIIR, LAA HAULA WA LAA QUWWATA ILLA BILLAH
LAA
ILAAHA ILLALLAHU, LAA NA’BUDU ILLA IYYAHU, LAHUN NI’MATU WALAHUL FADHLU
WALAHUTS TSANAA-UL HASAN, LAA ILAAHA ILLALLAHU, MUKHLISHIINA LAHUDDINA WALAU
KARIHAL KAAFIRUUN, ALLAHUMMA LAA MAA NI’A LIMAA A’THOITA, WA LAA MU’TIYA LIMAA
MANA’TA, WALAA YANFA’ DZAL JADDI MINKAL JADDU.
Khusus
setelah shalat subuh dan maghrib, bacalah zikir yang dibawah ini sepuluh kali
setelah mengucapkan zikir yang di atas:
LAA
ILAAHA ILLALLAHU WAHDAHU LAA SYARIIKALAHU, LAHUL MULKU WA LAHUL HAMDU YUHYII
WAYUMIIT WAHUWA ‘ALAA KULLI SYAI-IN QADIIR
Kemudian
membaca: SUBHAANALLAH tigapuluh tiga
kali, ALHAMDULILLAH tigapuluh tiga kali; ALLAHU AKBAR
tigapuluh tiga kali; untuk melengkapi bilangan menjadi
seratus bacalah:
LAA
ILAAHA ILLALLAHU WAHDAHU LAA SYARIIKALAHU, LAHUL MULKU WA LAHUL HAMDU WAHUWA
‘ALAA KULLI SYAI-IN QADIIR
Kemudian
membaca ayat kursi, kemudian surat Al Ikhlas, Al Falaq dan An Nas, kalau
seandainya setelah shalat subuh dan maghrib dibaca tiga kali.
Inilah
yang lebih baik (afdhal) dan semoga Allah menganugerahkan shalawat dan salam
kepada nabi kita Muhammad dan atas keluarga beliau dan sahabat-sahabatnya serta
yang mengikutinya dengan baik sampai hari pembalasan.
BEBERAPA
KESALAHAN GERAKAN SHOLAT
Ruku’
– Tangan tidak pada lutut (insya Allah akan dijelaskan dalam bab lain)
Punggung
mendongak ke atas (insya Allah akan dijelaskan dalam bab lain)
I’tidal
– Tangan menengadah ke atas (insya Allah akan dijelaskan dalam bab lain)
Sujud
– Siku menempel pada lantai (insya Allah akan dijelaskan dalam bab lain)
Duduk
diantara 2 sujud – Tidak iftirasyi (insya Allah akan dijelaskan dalam bab
lain)
demikian
penjelasan mengenai tata cara Sholat Rasulullah SAW .
No comments:
Post a Comment