ASAL-USUL
PENAMAAN
AHLI SUNNAH WALJAMA`AH
Oleh : Syaikh Abdul Hadi al Mishri, Penerjemah: Abu Fahmi (Imam Bukhari-Jatinangor), Buku sumber : Ahlussunnah wal Jama`ah, Ma`alim Inthilaqatul Kubra
AHLI SUNNAH WALJAMA`AH
Oleh : Syaikh Abdul Hadi al Mishri, Penerjemah: Abu Fahmi (Imam Bukhari-Jatinangor), Buku sumber : Ahlussunnah wal Jama`ah, Ma`alim Inthilaqatul Kubra
Bagaimana Nama itu Lahir?
Sengaja kami tidak mengatakan lahirnya Ahli Sunnah Waljama`ah tapi kami menyebutnya lahirnya penamaan Ahli Sunnah Waljama`ah. Alasannya, madzhab Ahli Sunnah ini merupakan jalan yang ditempuh Rasulullah Saw dan para sahabatnya. Mereka bukan pembuat bid`ah, sehingga nama tersebut tidak bisa dinisbatkan kepada perseorangan atau kelompok. Oleh karena itu, tidak dapat dikatakan: “Madzhab Ahli Sunnah ini lahir pada tahun sekian.”
Menurut Ibnu Taimiyah, madzhab Ahli Sunnah Waljama`ah adalah madzhab yang telah ada sejak dulu. Ia sudah dikenal sebelum Allah menciptakan Abu Hanifah, Malik, Syafi`i, dan Ahmad. Ahli Sunnah ialah madzhab sahabat yang telah menerimanya dari Nabi mereka. Barangsiapa menentang itu, menurut pandangan Ahli Sunnah, berarti ia pembuat bid`ah. Mereka telah sepakat bahwa ijma` sahabat adalah hujjah, tapi mereka berbeda pendapat mengenai kedudukan ijma` orang-orang sesudah sahabat, (Minhaj as-Sunnah 2:482, Tahqiq Muhammad Rasyad Salim)
Mengapa madzhab Ahli Sunnah dinisbatkan kepada Imam Ahmad bin Hanbal ? Mengenai masalah ini, Ibnu Taimiyah menjelaskan, “Meskipun Imam Ahmad telah masyhur sebagai Imam Sunnah dan sabar setiap menghadapi cobaan, namun hal itu bukan berarti beliau sendiri yang memiliki suatu pendapat. Beliau hanya mengajarkan dan menyerukan orang-orang agar kembali kepada Sunnah (yang memang sebelumnya sudah ada dan terkenal). Beliau sangat tabah dalam menghadapi ujian yang ditimpakan orang –yang menyuruh beliau agar meninggalkan Sunnah- kepada beliau, sedangkan Imam-imam terdahulu telah meninggal sebelum datangnya cobaan ini.
Cobaan itu muncul pada permulaan abad ketiga –masa pemerintahan al-Ma`mun dan (saudaranya) al-Mu`tashim, kemudian al-Watsiq- pada saat kaum Jahmiyah menafikan sifat-sifat Allah dan menyerukan manusia agar mengikuti paham mereka. Madzab ini dianut oleh tokoh-tokoh Rafidlah (periode terakhir) yang mendapat dukungan pihak penguasa.
Terhadap penyimpangan tersebut, madzhab Ahli Sunnah tentu saja menolak. Oleh karena itu, mereka sering mendapat ancaman ataupun siksaan. Ada pula yang dibunuh, ditakut-takuti, ataupun dibujuk-rayu. Namun dalam menghadapi kondisi seperti ini, Imam Ahmad tetap tabah dan tegar sehingga mereka memenjarakan beliau untuk berdebat. Dan terjadilah perdebatan yang amat panjang.
Dalam perdebatan tersebut, demikian menurut Imam Ahmad. Dibahas mengenai masalah sifat-sifat Allah dan yang berkaitan dengannya, mengenai nash-nash, dalil-dalil, antara pihak yang membenarkan dan yang menolak. Dengan adanya perbedaan pandang itu akhirnya umat terpecah belah menjadi berkelompok-kelompok.
Imam Ahmad dan Imam-imam lainnya dari Ahli Sunnah serta Ahli Hadits sangat mengetahui kerusakan madzhab Rafidlah, Khawarij, Qadariyah, Jahmiyah, dan Murji`ah.
Namun karena adanya cobaan, maka timbullah perdebatan. Dan Allah mengangkat kedudukan Imam (Ahmad) ini menjadi Imam Sunnah sekaligus sebagai tokohnya. Predikat itu memang layak disandangnya karena beliau sangat gigih dalam menyebarkan, menyatakan, mengkaji nash-nash dan atsar-atsarnya, serta menjelaskan segala rahasianya. Beliau tidak mengeluarkan statemen-statemen baru, apalagi pandangan bid`ah.
Kegigihan beliau dalam memperjuagkan Ahli Sunnah tidak dapat diragukan lagi, sampai-sampai sebagian Ulama di Maghrib mengatakan, `Madzhab itu milik Malik dan Syafi`i, sedangkan kepopulerannya milik Ahmad. Maksudnya, madzhab para ImamUshul itu merupakan satu madzhab seperti yang dikatakannya`.” (Manhaj as-Sunnah 2: 482-486, Tahqiq Muhammad Rasyad Salim)
Dari nash yang kokoh ini jelaslah bahwa Ahli Sunnah Waljama`ah merupakan kelanjutan dari jalan hidup Rasulullah Saw dan para sahabatnya. Kalaupun bangkit seorang Imam –pada jaman bid`ah dan keterasingan Ahli Sunnah- yang menyeru manusia kepada aqidah yang benar dan memerangi pendapat yang menentangnya, maka ia tidaklah membawa sesuatu yang baru. Ia hanya memperbaharui madzhab Ahli Sunnah yang sudah using dan menghidupkan ajaran yang sudah terkubur. Sebab, aqidah dan sistemnya (manhaj) bagaimanapun, tidak pernah berubah.
Dan jika pada suatu masa atau di suatu tempat terjadi penisbatan madzhab Ahli Sunnah terhadap seorang ulama atau mujaddid (pembaharu), maka hal itu bukan karena ulama tersebut telah menciptakan (sesuatu yang baru) atau mengada-ada. Pertimbangannya: semata-mata karena ia selalu menyerukan manusia agar kembali kepada as-Sunnah.
Adapun mengenal wal penamaan Ahli Sunnah Waljama`ah atau Ahli Hadits ialah ketika telah terjadinya perpecahan, munculnya berbagai golongan, serta banyaknya bid`ah dan penyimpanga. Pada saat itulah Ahli Sunnah menampakkan identitasnya yang berbeda dengan yang lain, baik dalam aqidah maupun manhaj mereka. Namun pada hakikatnya, mereka itu hanya merupakan proses kelanjutan dari apa yang dijalankan Rasulullah Saw dan para sahabatnya.
Awal Timbulnya Fitnah
Pembicaraan mengenai awal timbulnya fitnah dan firqah-firqah itu sebenarnya panjang sekali. Namun di sini, kami haya ingin mengemukakan beberapa segi penting tentang perbedaan Ahli Sunnah Waljama`ah dengan golongan lain:
Telah diketahui bahwa awal mula munculnya bid`ah ialah bid`ah kaum Khawarij dan Rawafidl (Syi`ah). Bid`ah ini terjadi setelah timbulnya fitnah Abdullah bin Saba` dan terbunuhnya Utsman Ra. Kaum Khawarij telah mengkafirkan Ali dan mereka menyatakan diri keluar dari kelompok Ali, sedangkan kaum Rawafidl (Syi`ah) mengakui imamah (kepemimpinan) Ali, kema`shurannya, kenabiannya, dan bahkan ketuhanannya.
Bid`ah-bid`ah tersebut terus berlanjut. Pada akhir masa sahabat, yakni pada masa pemerintahan Ibnu Zubeir dan Abdul Malik, timbullah bid`ah Murji`ah dan Qadariyah. Kemudian pada masa tabi`in, yakni pada akhir pemerintahan Bani Umayah, muncullah bid`ah Jahmiyah, Musyabbiah dan Mumatstsilah. Padahal, semua itu tidak pernah terjadi pada masa sahabat.
Sejak timbulnya fitnah, kaum muslimi mulai memperhatikan pemeriksaan sanad dan menyeleksi keadaan rawi(periwayat). Hal ini disebabkan kaum salaf merasa takut berdusta terhadap Rasulullah Saw, terutama setelah timbulnya berbagai aliran dan merajalelanya bid`ah.
Imam Muslim meriwayatkan dari Ibnu Sirin yang mengatakan,”Mereka tidak pernah menanyakan tentang sanad, tetapi setelah terjadi fitnah, mereka berkata (kepada orang yang membawa hadits) ,`Sebutkan nama orang-orangmu kepada kami!` Maka diperhatikannlah Ahli Sunnah dan diterima haditsnya; dicermati pula ahli bid`ah dan ditolaknya hadits.” (Shahih Muslim, Muqaddimah: 15. Periksa juga Al-Kifayah:162-163, dan Ibnu Rajab, Syaran `Ilat at-Turmudzi 1:51)
Upaya memperhatikan hadits dari segi riwayat baru dimulai pada jaman fitnah. Pada masa ini ulama-ulama Sunnah mulai mengklasifikasikan siapa orang yang dapat diterima riwayatnya dan siapa yang ditolak. Maka orang yang mengikuti Sunnah, diterima riwayatnya; sedangkan ahli bid`ah ditolak, kecuali denga persyaatan-persyaratan yang ketat
Sungguh jelas bahwa kebohongan telah tersebar dikalangan kaum Rafidlah. Karena itu, Imam Syafi`I rahimahullah pernah mengatakan tentang mereka, “Aku belum pernah melihat seorang pun dari kalangan pengikut aliran sesat (ahlul hawa) itu yang lebih suka berdusta, kecuali Rafidlah.” (Al-Kifayah 167)
Ketika timbul fitnah Al-Mukhtar –yang cenderung Syi`ah- tersebarlah kebohongan dan pemalsuan terhadap hadits Nabi Saw. Imam Ahmad meriwayatkan dari Jabir bin Nuh dari Al-A`masy dari Ibrahim an-Nakha`I yang mengatakan, “Sanad hadits perlu dipertanyakan pada masa Mukhtar.” Alasannya, pada jaman itu banyak terjadi kebohongan atas diri Ali. Sebagaimana diriwayatkan oleh Syuraih dari Abi Ishaq, “Aku mendengar Khuzaimah bin Nashr al-Absiy –salah seorang sahabat Ali- pada masa Mukhtar (saat rang banyak melakukan dusta)berkata, dan hadits mana yang mereka rusak?” (Syarah `Ilal at-Turmudzi 1:52)
Dengan dimulainya pemeriksaan terhadap sanad dan rawi serta dipilah-pilahnya riwayat mereka (mana yang diterima dan mana yang ditolak), maka muncullah identitas Ahli Hadits yang berbeda dengan pengikut aliran lain. Inilah awal mula lahirnya ilmu Musthalah Hadits atau kelompok Ahli Sunnah yang memperhatikan hadits.
Segala perkataan mereka dapat dipercaya (diterima) karena mereka tidak pernah mengada-ada dan tak pernah menelan pendapat aliran-aliran sesat.
Kebalikan dari mereka adalah Radidlah dan Khawarij. Keduanya merupakan pelopor fitnah dan bid`ah. Namun khawarij, masih dikenal suka berkata benar . Oleh karena itu, Imam Bukhari dan lainnya meriwayatkan dari juru-juru dakwah mereka. Yang jelas, kaum khawarij sangat terkenal dengan fitnah dan kesesatannya. Kaum yang telah keluar dari Jama`atul Muslimin ini cenderung mengkafirkan, memerangi, dan membunuh orang di luar kelompoknya. Bid`ah dan penyelewengan mereka sangat ekstrem. Oleh karena itu, Khalifah Ali Ra memerangi mereka. Begitu pun para sahabat lainnya.
Ketika kaum Khawarij keluar dari jama`ah Islam dan fitnah merajalela, maka kaum muslimin sangat antusias untuk memelihara Jama`ah dan mereka menjauhkan diri dari perpecahan. Ikrar kesepakatan itu tercetus pada tahun 41 H, ketika mereka mengangkat Mu`awiyah menjadi khalifah –setelah Al-Hasan mengundurkan diri. Dan tahun tersebut mereka namakan tahun Jama`ah.
Dengan demikian, maka jelaslah sekarang, betapa besarnya perhatian kaum muslimin terhadap hadits Nabi Saw. terlebih dalam upaya mereka melakukan penyeleksian terhadap kualitas hadits (baik dari segi sanad maupun rawi) hingga akhirnya ada perkataan yang mereka terima dan ada yang mereka tolak. Dari mereka inilah kemudian lahir ilmu Musthalah Hadits dan Ahli Hadits. Dan identitas Ahli Sunnah Waljama`ah pun menjadi jelas, yakni orang yang memperhatikan Sunnah dan mengikutinya, menjauhi bid`ah, serta tidak keluar dari Jama`atul Muslimin.
Ahli Sunnah mulai menyusun kitab-kitab mengenai aqidah yang mereka namakan Kitab-kitab Sunnah. Mereka meriwayatkannya berdasarkan isnad dari Rasulullah Saw, dari sahabat, dan dari tabi`in, yakni kalangan salaf al-Ummah.
Dalam masalah aqidah, mereka memfokuskan pembahasan tentang wajibnya mengikuti Sunnah (ittiba`) dan haramnya bid`ah. Mereka juga mewajibkan umat untuk mengikuti aqidah salaf mengenai nama-nama Allah dan sifat-sifat-Nya, keimanan kepada-Nya, mengenai taqdir, serta masalah-masalah aqidah lainnya. Secara khusus, mereka mewajibkan umat agar mengikuti jama`ah dan tidak boleh keluar dari Imam sekalipun ia fasik. Mengenai segi-segi ini, banyak golongan yang salah tafsir: ada yang berlebihan, ada pula yang sebaliknya. Adapun Ahli Sunnah berada di antara mereka, sebagaimana kaum muslimin yang senantiasa berada di tengah-tengah antara pemeluk agama-agama.
No comments:
Post a Comment