Berikut adalah beberapa kesalahan yang dilakukan dalam menyambut
bulan Ramadhan yang tersebar luas di tengah-tengah kaum muslimin. Semoga
dengan mengetahui hal ini, kita dapat membetulkan kekeliruan yang
selama ini terjadi.
Pertama: Nyekar (Ziarah Kubur)
Ziarah kubur (Nyekar: bahasa Jawa) adalah sebuah amalan yang mulia di
dalam Islam, karena dengan ziarah kubur, manusia akan diingatkan dengan
kematian dan akhirat sehingga manusia tidak terlena dengan gemerlapnya
kehidupan dunia. Di samping itu, ziarah kubur bisa melunakkan hati yang
keras.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda (artinya), “Dulu
aku pernah melarang kalian untuk berziarah-kubur. Namun sekarang
ketahuilah, hendaknya kalian berziarah kubur. Karena ia dapat
melembutkan hati, membuat air mata berlinang, dan mengingatkan kalian
akan akhirat namun jangan kalian mengatakan perkataan yang tidak layak
(qaulul hujr), ketika berziarah” (HR. Al Hakim no.1393, dishahihkan Al
Albani dalam Shahih Al Jaami’, 7584)
Ziarah kubur ini dianjurkan kapanpun, tidak terikat dengan waktu.
Tidak boleh bagi seorangpun yang mengikat ziarah kubur dengan waktu
tertentu. Salah satu bentuk pengikatan ziarah kubur dengan waktu
tertentu adalah mengkhususkan ziarah kubur pada setiap menjelang
datangnya bulan Ramadhan atau bulan-bulan lainnya.
Jika anda ingin berziarah kubur, maka berziarahlah kapanpun waktunya, tidak usah mengkhususkan waktu tertentu untuk berziarah.
Kedua: Saling Bermaaf-Maafan
Sama halnya dengan ziarah kubur, meminta maaf juga merupakan sebuah
amalan yang mulia di dalam Islam. Jika kita melakukan sebuah kesalahan
atau dosa yang berhubungan dengan hak-hak manusia, maka salah satu
syarat untuk memohon ampun kepada Allah adalah meminta maaf kepada
manusia yang bersangkutan agar dia memaafkan kita, sekaligus kita harus
mengembalikan haknya jika ada hak yang telah direnggut.
Meminta maaf juga dianjurkan untuk dilakukan kapanpun selama kita
memiliki kesalahan. Caranya adalah dengan menyebutkan kesalahan kita dan
kemudian kita minta maaf kepada orang yang bersangkutan atas kesalahan
yang kita lakukan. Itulah yang benar.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda (artinya), “Orang
yang pernah menzhalimi saudaranya dalam hal apapun, maka hari ini ia
wajib meminta perbuatannya tersebut dihalalkan oleh saudaranya, sebelum
datang hari dimana tidak ada ada dinar dan dirham. Karena jika orang
tersebut memiliki amal shalih, amalnya tersebut akan dikurangi untuk
melunasi kezhalimannya. Namun jika ia tidak memiliki amal shalih, maka
ditambahkan kepadanya dosa-dosa dari orang yang ia zhalimi” (HR. Bukhari
no.2449)
Namun, di masyarakat kita muncul sebuah tradisi saling meminta maaf
menjelang datangnya Ramadhan dan Idul Fitri. Setiap tahunnya menjelang
datangnya bulan Ramadhan atau ketika Idul Fitri, kita mendapati sebagian
kaum muslimin saling bermaaf-maafan. Anehnya, tidak disebutkan
kesalahan apa yang telah diperbuat sehingga mereka meminta maaf.
Dalam hadits di atas, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam
memerintahkan kita untuk segera meminta maaf jika kita berbuat kesalahan
kepada orang lain. Hal itu dikarenakan kita tidak tahu kapan ajal akan
menjemput kita. Jika kita meninggal sebelum meminta maaf atas kesalahan
kita, maka kesalahan kita tersebut akan kita bawa ke akhirat. Adapun
meminta maaf kepada orang lain tanpa tahu sebab kesalahan apa dia
meminta maaf, maka ini tidak dianjurkan dalam Islam.
Mungkin ada yang berkata, “Kan mungkin saja ada kesalahan yang tidak
kita sadari?”. Maka kita menjawab bahwa memang benar pernyataan
tersebut, akan tetapi meminta maaf tanpa sebab itu tidak diajarkan oleh
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam dan para shahabat beliau
radhiyallaahu ‘anhum.
Di samping itu, kesalahan yang kita lakukan tanpa kita sadari
tidaklah terhitung sebagai dosa. Rasulullaah shallallaahu ‘alaihi
wasallam bersabda (artinya), ““Sesungguhnya Allah telah memaafkan umatku
yang berbuat salah karena tidak sengaja (tidak disadari –red), atau
karena lupa, atau karena dipaksa” (HR. Ibnu Majah, 1675, Al Baihaqi,
7/356, Ibnu Hazm dalam Al-Muhalla, 4/4, di shahihkan Al Albani dalam
Shahih Ibnu Majah)
Waspadalah!!!
Menjelang Ramadhan, biasanya tersebar pesan-pesan singkat yang bunyinya kira-kira seperti ini,
“Do’a Malaikat Jibril menjelang Ramadhan “Ya Allah tolong abaikan
puasa ummat Muhammad, apabila sebelum memasuki bulan Ramadhan dia tidak
melakukan hal-hal yang berikut:
Tidak memohon maaf terlebih dahulu kepada kedua orang tuanya (jika masih ada);
Tidak berma’afan terlebih dahulu antara suami istri;
Tidak bermaafan terlebih dahulu dengan orang-orang sekitarnya”
Maka Rasulullah pun mengatakan Amiin sebanyak 3 kali. Dapatkah kita
bayangkan, yang berdo’a adalah Malaikat dan yang mengaminkan adalah
Rasullullah dan para sahabat, dan dilakukan pada hari Jum’at”.
Doa ini tidak tercantum dalam hadits-hadits Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wasallam, dan nampaknya dijadikan sandaran untuk amalan minta
maaf menjelang Ramadhan.
Yang ada adalah hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah
radhiyallaahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam
naik mimbar lalu bersabda, ‘Amin, Amin, Amin’. Para sahabat bertanya,
“Kenapa engkau berkata demikian, wahai Rasulullah?” Kemudian beliau
bersabda, “Baru saja Jibril berkata kepadaku: ‘Allah melaknat seorang
hamba yang melewati Ramadhan tanpa mendapatkan ampunan’, maka kukatakan,
‘Amin’, kemudian Jibril berkata lagi, ‘Allah melaknat seorang hamba
yang mengetahui kedua orang tuanya masih hidup, namun tidak membuatnya
masuk Jannah (karena tidak berbakti kepada mereka berdua)’, maka aku
berkata: ‘Amin’. Kemudian Jibril berkata lagi. ‘Allah melaknat seorang
hambar yang tidak bershalawat ketika disebut namamu’, maka kukatakan,
‘Amin”.” (HR. Ibnu Khuzaimah dalam Shahih Ibnu Khuzaimah (3/192) dan
Imam Ahmad dalam kitab Musnad Imam Ahmad (2/246, 254). Hadits ini
dishahihkan oleh Al Mundziri di At Targhib Wat Tarhib (2/114, 406, 407,
3/295), juga oleh Adz Dzahabi dalam Al Madzhab (4/1682), dihasankan oleh
Al Haitsami dalam Majma’ Az Zawaid (8/142), juga oleh Ibnu Hajar Al
Asqalani dalam Al Qaulul Badi‘ (212), juga oleh Al Albani di Shahih At
Targhib (1679))
Coba cermati makna dua lafazh hadits di atas! Sungguh keduanya amat
jauh berbeda. Entah bagaimana asalnya sehingga tersebar lafazh hadits
sebagaimana yang banyak tersebar melalui sms-sms.
Sebagai umat Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam, hendaknya kita
berhati-hati dalam menyebarkan sesuatu yang mengatasnamakan Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wasallam. Hendaknya yang kita sebarkan mengenai
beliau adalah sesuatu yang shahih, benar dan bisa dipertanggungjawabkan
kebenarannya. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam mengancam
orang-orang yang berdusta atas nama beliau, yakni orang-orang yang
menyebarkan hadits atau riwayat yang tidak benar atau palsu dari beliau.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda (artinya), ““Barang
siapa yang sengaja berdusta atas namaku maka hendaklah ia mengambil
tempat tinggalnya di neraka.” (HR. Bukhari-Muslim)
Ketiga: Padusan (Jawa) atau Balimau (Sumatera Barat)
Padusan adalah tradisi yang tersebar di beberapa daerah di Jawa.
Padusan adalah upacara berendam atau mandi di sumur-sumur, atau sumber
mata air yang di anggap keramat. Upacara ini dinamakan padusan yang
bermakna penyucian jiwa dan raga seseorang yang akan melakukan ibadah
puasa. Selain itu, padusan bermakna sebagai pembersihan diri dari
kesalahan dan dosa yang telah dilakukan.
Di samping padusan, kita juga mengenal tradisi balimau. Tradisi
balimau ini hampir mirip dengan tradisi padusan, yakni berendam atau
mandi bersama-sama, bercampur baur antara laki-laki-perempuan di
sungai-sungai atau tempat-tempat pemandian. Tradisi balimau ini berasal
dari Sumatera Barat. Tradisi ini biasanya dilakukan beberapa hari
menjelang Ramadhan dan Idul Fitri. Dimulai dari matahari terbit hingga
matahari terbenam. Ada juga yang memulainya menjelang terbenam matahari
hingga malam. Mirip dengan padusan, balimau juga bermakna pembersihan
diri secara lahir dan batin agar siap menjalankan ibadah puasa.
Itulah gambaran sekilas dari tradisi Padusan dan Balimau yang ada di
masyarakat kita. Maka nampaklah bagaimana pelanggaran terhadap
hukum-hukum Allah di dalamnya. Kaum muslimin yang melakukan tradisi ini,
mereka bercampur baur antara laki-laki dan perempuan, para wanita yang
membuka aurat-aurat mereka sehingga ditonton oleh kaum lelaki dengan
seenaknya.
Sungguh, Islam adalah agama yang memerintahkan untuk tidak bercampur
baur antara laki-laki dan perempuan jika tidak ada hajat yang mendesak.
Islam juga agama yang memerintahkan laki-laki dan perempuan untuk
menjaga aurat masing-masing. Kita telah berada di zaman dimana aurat
bukanlah sesuatu yang sangat berharga sehingga dengan mudahnya
dipertontonkan kepada siapapun. Begitulah Islam menjaga aurat, terutama
bagi wanita sampai-sampai Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam
melarang kaum wanita memasuki tempat pemandian umum.
Aisyah radhiyallaahu ‘anhaa pernah berkata kepada para wanita yang
biasa masuk ke pemandian umum. Beliau berkata (artinya), “Apakah kalian
ini yang biasa membiarkan wanita-wanita kalian masuk ke tempat pemandian
(umum)? Aku pernah mendengar Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam
bersabda (artinya), ‘Tidak ada seorang wanita pun yang melepas
pakaiannya (tanpa busana) di selain rumah suaminya melainkan ia telah
mengoyak penutup antara dia dan Rabbnya” (HR. Ahmad, Abu Dawud,
At-Tirmidzi, Ibnu Majah, Al-Hakim, dan ia menshahihkannya di atas syarat
Syaikhain (Al-Bukhari dan Muslim) dan Adz-Dzahabi menyepakatinya)
Inilah cara yang salah untuk menyucikan diri menjelang Ramadhan.
Mereka yang melaksanakan tradisi ini mengklaim bahwa dengan melaksanakan
tradisi ini, maka jiwa dan raga bisa disucikan. Padahal sesungguhnya
mereka justru mengotori jiwa-jiwa mereka dengan dosa dan maksiat dan
mereka telah menodai kehormatan bulan Ramadhan. Na’udzubillaahi min
dzalik.
Keempat: Menyalakan Petasan
Hampir di setiap daerah ada tradisi menyalakan petasan. Tradisi ini
biasanya dimulai dari menjelang Ramadhan hingga pada puncaknya nanti
pada hari Idul Fitri sehingga bisa kita lihat para pedagang yang
menawarkan komoditi dagang berupa petasan berjajar di pinggir-pinggir
jalan, demikian juga di sebagian toko pun ada yang menawarkan barang
yang serupa. Sehingga hari-hari Ramadhan yang seharusnya dilewati dengan
suasana khusyuk berubah menjadi suasana “mencekam” lantaran suara
ledakan petasan.
Ramadhan adalah bulan yang harusnya kita lalui dengan suasana dan
kondisi nyaman yang bisa mendukung kita untuk khusyuk beribadah kepada
Allah. Kita hendaknya bisa menjaga kenyamanan selama bulan Ramadhan.
Perbuatan yang mengganggu kenyamanan publik adalah perbuatan yang
tercela dalam agama kita. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam
menggambarkan sifat seorang muslim. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi
wasallam bersabda (artinya), “Sebaik-baik (kualitas) keislaman kaum
mukminin adalah orang yang kaum muslimin merasa aman dari (kejahatan)
lisan dan tangannya.” (HR. Ath-Thabrani)
Dalam hadits di atas, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam
menjelaskan tentang sifat seorang muslim, yakni muslim yang bisa membawa
dan menjaga keamanan dan kenyamanan. Keamanan dan kenyamanan bisa kita
jaga jika kita bisa mengendalikan tangan dan lisan kita dari menyakiti
orang lain. Dan menyalakan petasan itu merupakan perbuatan yang bisa
mengganggu keamanan dan kenyamanan orang lain. Banyak kita dengar
keluhan demi keluhan yang keluar dari lisan kaum muslimin terhadap
petasan-petasan yang disulut yang mengeluarkan suara-suara yang
menggelegar. Hal tersebut sangat mengganggu kenyamanan. Ketika manusia
akan istirahat pada malam harinya, ternyata mereka tidak bisa
beristirahat dengan tenang karena suara ledakan petasan yang dinyalakan.
Di samping itu, petasan juga membahayakan diri sendiri dan orang
lain. Betapa seringnya kita mendengar dan melihat orang-orang yang
celaka akibat petasan ini. Di antara mereka ada yang terluka, cacat
bahkan mati lantaran ledakan petasan. Di samping kerusakan jiwa petasan
juga menyebabkan kerusakan material, misal kebakaran.
Di antara kita mungkin ada yang berkata, “Kami menyalakan petasan
yang tidak membahayakan jiwa dan material kok. Kami hanya menyulut
kembang api kecil atau petasan-petasan kecil yang tidak membahayakan”,
maka kami jawab bahwa baik petasan yang membahayakan ataupun tidak
tetaplah membawa mudharat. Keduanya sama-sama merupakan pemborosan atau
mubadzir terhadap harta. Dan Allah telah melarang kita untuk berperilaku
mubadzir.
Allah berfirman (artinya), “Berikanlah kerabat dekat, orang miskin
dan ibnu sabil hak mereka. dan jangan sekali-sekali bersikap tabdzir,
sesungguhnya orang yang suka bersikap tabdzir adalah teman setan.” (QS.
al-Isra’: 26 – 27)
Itu adalah lima contoh dari tradisi yang salah kaprah dalam menyambut
Ramadhan. Saya tidaklah membatasi pada lima tradisi yang tersebut di
atas karena masih begitu banyak tradisi yang tersebar di masyarakat di
daerah yang berbeda-beda. Lima tradisi di atas hanyalah contoh dari
tradisi-tradisi yang ada di masyarakat dalam menyambut bulan Ramadhan.
Hendaklah kita menyambut datangnya bulan Ramadhan sesuai dengan
tuntunan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam dan sebagaimana yang
telah dipraktekkan oleh para shahabat beliau radhiyallaahu ‘anhum.
Keterangan:
# sumber artikel dari Aqil Azizi di:
–>http://catatanaqilazizi.wordpress.com/2012/07/12/salah-kaprah-menyambut-ramadhan/
# gambar dari fb:
–> Abu Muhammad Herman & Orcela Puspita
No comments:
Post a Comment