BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengajaran matematika di Sekolah
Menengah Pertama sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional, menurut
kurikulum 2006, bertujuan antara lain agar siswa memiliki kemampuan menggunakan
penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat
generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan
matematika. Hal ini mengisyaratkan bahwa pelajaran matematika pada dasarnya
sangatlah abstrak, sehingga diperlukan metode atau strategi dalam menyampaikan
materi matematika yang abstrak tersebut menjadi konkret, selanjutnya dari
permasalahan yang konkret tesebut baru dialihkan kebentuk konsep-konsep
matematika yang abstrak.Untuk mengawali penyampaian materi matematika yang
abstrak melalui konkret itu dapat berpedoman pada teori belajar Dienes.Pada
teori belajar Dienes, ditekankan pembentukan konsep-konsep melalui permainan
yang mengarah pada pembentukkan konsep yang abstrak.Dengan demikian teori
belajar Dienes sangatlah cocok diterapkan dalam pembelajaran matematika.
Perkembangan
psikologi kognitif sebagai suatu cabang psikologi yang memfokuskan
studi-studinya pada aktivitas mental atau pikiran manusia telah berkembang
sangat pesat seiring dengan menurunnya popularitas psikologi behaviorisme,
berkembangnya studi tentang perkembangan kognitif dan bahasa serta kemajuan
ilmu komunikasi.Studi tentang perkembangan kognitif manusia telah melahirkan
teori psikologi pembelajaran dan membentuk aliran baru yang disebut
kognitivisme.
Penyajian
pembelajaran matematika saat ini tidak terlepas dari teori psikologi
pembelajaran kognitivisme. Galloway (Ratumanan, 2004) mengemukakan bahwa
belajar suatu proses internal yang mencakup ingatan, retensi, pengolahan
informasi, emosi dan faktor-faktor lain. Proses belajar meliputi pengaturan
stimulus yang diterima dengan struktur kognitif yang terbentuk di dalam
pikiran seseorang berdasarkan pengalaman-pengalaman sebelumnya.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian belajar
menurut teori Z. P. Dienes?
2. Apa saja konsep matematika menurut
Dienes?
3. Apa saja tahap – tahap belajar
menurut Dienes ?
4. Apakah kelebihan dan kekurangan
teori belajar dienes ?
5. Bagaimana pengajaran konsep
matematika yang lebih sulit harus dikembangkan secara kongkret agar dapat
dipahami dengan tepat?
6. Bagaimana penerapan teori Dienes
dalam pembelajaran matematika?
7. Metode dan pendekatan apa yang
sesuai dengan teori belajar Dienes?
C. Tujuan
1. Untuk memberikan informasi tentang
pengertian belajar menurut teori Z. P. Dienes.
2. Untuk memberikan informasi tentang
konsep matematika menurut Dienes.
3. Untuk memberikan informasi tentang
tahap – tahap belajar menurut Dienes.
4. Untuk mengetahui kelebihan dan
kekurangan teori belajar dienes.
5. Untuk mengetahui pengajaran konsep
matematika yang lebih sulit harus dikembangkan secara kongkret agar dapat
dipahami dengan tepat.
6. Untuk mengetahui penerapan teori
Dienes dalam pembelajaran matematika.
7. Untuk mengetahui metode dan
pendekatan yang sesuai dengan teori belajar Dienes.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Teori Belajar Z. P. Dienes
Dienes
(dalam Ruseffendi, 1992) berpendapat bahwa pada dasarnya matematika dapat
dianggap sebagai studi tentang struktur, memisah-misahkan hubungan-hubungan di
antara struktur-struktur dan mengkategorikan hubungan-hubungan diantara
struktur-struktur. Seperti halnya dengan Bruner, Dienes mengemukakan bahwa
tiap-tiap konsep atau prinsip dalam matematika yang disajikan dalam bentuk yang
konkret akan dapat dipahami dengan baik. Ini mengandung arti bahwa jika
benda-benda atau objek-objek dalam bentuk permainan akan sangat berperan bila
dimanipulasi dengan baik dalam pengajaran matematika.
Menurut
Dienes, permainan matematika sangat penting sebab operasi matematika dalam
permainan tersebut menunjukkan aturan secara kongkret dan lebih membimbing dan
menajamkan pengertian matematika pada anak didik. Dapat dikatakan bahwa
objek-objek kongkret dalam bentuk permainan mempunyai peranan sangat penting
dalam pembelajaran matematika jika dimanipulasi dengan baik.
Makin
banyak bentuk-bentuk yang berlainan yang diberikan dalam konsep-konsep
tertentu, akan makin jelas konsep yang dipahami anak, karena anak-anak akan
memperoleh hal-hal yang bersifat logis dan matematis dalam konsep yang
dipelajarinya itu.
Dalam
mencari kesamaan sifat anak-anak mulai diarahkan dalam kegiatan menemukan
sifat-sifat kesamaan dalam permainan yang sedang diikuti.Untuk melatih
anak-anak dalam mencari kesamaan sifat-sifat ini, guru perlu mengarahkan mereka
dengan mentranslasikan kesamaan struktur dari bentuk permainan yang satu ke
bentuk permainan lainnya.Translasi ini tentu tidak boleh mengubah sifat-sifat
abstrak yang ada dalam permainan semula.
B. Konsep Matematika
Dienes
memandang matematika sebagai penyelidikan tentang struktur, pengklasifikasian
struktur, memilah-milah hubungan di dalam struktur, dan membuat
kategorisasi hubungan-hubungan di antara struktur-struktur. Ia yakin bahwa
setiap konsep atau prinsip matematika dapat dipahami dengan tepat jika
mula-mula disajikan melalui berbagai representasi konkret/fisik. Dienes
menggunakan istilah konsep untuk menunjuk suatu struktur matematika, suatu
definisi tentang konsep yang jauh lebih luas daripada definisi Gagne.
Menurut
Dienes, ada tiga jenis konsep matematika yaitu konsep murni matematika, konsep
notasi, dan konsep terapan.
1. Konsep murni matematis
Konsep
matematis murni berhubungan dengan klasifikasi bilangan-bilangan dan
hubungan-hubungan antar bilangan, dan sepenuhnya bebas dari cara bagaimana
bilangan-bilangan itu disajikan. Sebagai contoh, enam, 8, XII, 1110 (basis
dua), dan Δ Δ Δ Δ, semuanya merupakan contoh konsep bilangan genap; walaupun
masing-masing menunjukkan cara yang berbeda dalam menyajikan suatu bilangan
genap.
2. Konsep notasi
Sifat-sifat
bilangan yang merupakan akibat langsung dari cara penyajian bilangan. Fakta
bahwa dalam basis sepuluh, 275 berarti 2 ratusan ditambah 7 puluhan ditambah 5
satuan merupakan akibat dari notasi nilai tempat dalam menyajikan
bilangan-bilangan yang didasarkan pada sistem pangkat dari sepuluh. Pemilihan
sistem notasi yang sesuai untuk berbagai cabang matematika adalah faktor
penting dalam pengembangan dan perluasan matematika selanjutnya.
3. Konsep terapan
Penerapan
dari konsep matematika murni dan notasi untuk penyelesaian masalah dalam
matematika dan dalam bidang-bidang yang berhubungan.Panjang, luas dan volume
adalah konsep matematika terapan.Konsep-konsep terapan hendaknya diberikan
kepada siswa setelah mereka mempelajari konsep matematika murni dan notasi
sebagai prasyarat. Konsep-konsep murni hendaknya dipelajari oleh siswa sebelum
mempelajari konsep notasi, jika dibalik para siswa hanya akan menghafal
pola-pola bagaimana memanipulasi simbol-simbol tanpa pemahaman konsep
matematika murni yang mendasarinya. Siswa yang membuat kesalahan manipulasi
simbol seperti 3x + 2 = 4 maka x + 2 = 4 – 3, = x, a2 x a3 = a6,
dan = x + berusaha menerapkan konsep murni dan konsep notasi yang
tidak cukup mereka kuasai.
Dienes
memandang belajar konsep sebagai seni kreatif yang tidak dapat dijelaskan oleh
teori stimulus-respon manapun seperti tahap-tahap belajar Gagne.Dienes percaya
bahwa semua abstraksi didasarkan pada intuisi dan pengalaman konkret; akibatnya
sistem pembelajaran matematika Dienes menekankan laboratorium matematika,
objek-objek yang dapat dimanipulasi, dan permainan matematika.
C. Tahap – Tahap Belajar Menurut Dienes
Menurut Dienes (dalam Ruseffendi,
1992:125-127), konsep-konsep matematika akan berhasil jika dipelajari dalam
tahap-tahap tertentu. Dienes membagi tahap-tahap belajar menjadi 6 tahap,
yaitu:
1. Permainan Bebas (Free Play)
Dalam setiap tahap belajar, tahap
yang paling awal dari pengembangan konsep bermula dari permainan
bebas.Permainan bebas merupakan tahap belajar konsep yang aktifitasnya tidak
berstruktur dan tidak diarahkan.Anak didik diberi kebebasan untuk mengatur
benda.Selama permainan pengetahuan anak muncul.Dalam tahap ini anak mulai
membentuk struktur mental dan struktur sikap dalam mempersiapkan diri untuk
memahami konsep yang sedang dipelajari.Tahap ini merupakan tahap yang penting
sebab pengalaman pertama, peserta didik berhadapan dengan konsep baru melalui
interaksi dengan lingkungannya yang mengandung representasi konkrit dari konsep
itu.
2. Permainan yang Menggunakan Aturan (Games)
Dalam permainan yang disertai aturan
siswa sudah mulai meneliti pola-pola dan keteraturan yang terdapat dalam konsep
tertentu.Keteraturan ini mungkin terdapat dalam konsep tertentu tapi tidak
terdapat dalam konsep yang lainnya.Jelaslah, dengan melalui permainan siswa
diajak untuk mulai mengenal dan memikirkan bagaimana struktur matematika itu.
Makin banyak bentuk-bentuk berlainan yang diberikan dalam konsep tertentu, akan
semakin jelas konsep yang dipahami siswa, karena akan memperoleh hal-hal yang
bersifat logis dan matematis dalam konsep yang dipelajari itu.Sehingga peserta
didik itu siap untuk memainkan permainan tersebut.
3. Permainan Kesamaan Sifat (Searching
for communalities)
Dalam mencari kesamaan sifat siswa
mulai diarahkan dalam kegiatan menemukan sifat-sifat kesamaan dalam permainan
yang sedang diikuti. Untuk melatih dalam mencari kesamaan sifat-sifat ini, guru
perlu mengarahkan mereka dengan menstranslasikan kesamaan struktur dari bentuk
permainan lain. Translasi ini tentu tidak boleh mengubah sifat-sifat abstrak
yang ada dalam permainan semula.
4. Permainan Representasi (Representation)
Representasi adalah tahap
pengambilan sifat dari beberapa situasi yang sejenis.Para siswa menentukan
representasi dari konsep-konsep tertentu.Setelah mereka berhasil menyimpulkan
kesamaan sifat yang terdapat dalam situasi-situasi yang dihadapinya
itu.Representasi yang diperoleh ini bersifat abstrak, Dengan demikian telah
mengarah pada pengertian struktur matematika yang sifatnya abstrak yang
terdapat dalam konsep yang sedang dipelajari.
5. Permainan dengan Simbolisasi (Symbolization)
Simbolisasi termasuk tahap belajar
konsep yang membutuhkan kemampuan merumuskan representasi dari setiap
konsep-konsep dengan menggunakan simbol matematika atau melalui perumusan
verbal.
6. Permainan dengan Formalisasi (Formalization)
Formalisasi merupakan tahap belajar
konsep yang terakhir.Dalam tahap ini siswa-siswa dituntut untuk mengurutkan
sifat-sifat konsep dan kemudian merumuskan sifat-sifat baru konsep
tersebut.Contohnya, anak didik telah mengenal dasar-dasar dalam struktur
matematika seperti aksioma, harus mampu merumuskan suatu teorema berdasarkan
aksioma, dalam arti membuktikan teorema tersebut. Karso (1999:1.20) menyatakan,
pada tahap formalisasi anak tidak hanya mampu merumuskan teorema serta
membuktikannya secara deduktif, tetapi mereka sudah mempunyai pengetahuan
tentang sistem yang berlaku dari pemahaman konsep-konsep yang terlibat satu
sama lainnya. Misalnya bilangan bulat dengan operasi penjumlahan peserta
sifat-sifat tertutup, komutatif, asosiatif, adanya elemen identitas dan
mempunyai elemen invers, membentuk sebuah sistem matematika.Anak didik pada
masa ini bermain dengan simbol dan aturan dengan bentuk-bentuk konkret dan
mereka memanipulasi untuk mengatur serta mengelompokkan aturan-aturan.
Ada beberapa kelebihan dan
kekurangan teori belajar Dienes antara lain:
·
Kelebihan
teori Diene’s
1. Dengan menggunakan benda-benda
konkret, siswa dapat lebih memahami konsep dengan benar,
2. Susunan belajar akan lebih hidup, menyenangkan,
dan tidak membosankan.
3. Dominasi guru berkurang dan siswa
lebih aktif
4. Konsep yang lebih baik dipahami
dapat lebih mengakar karena siswa membuktikannya sendiri.
5. Dengan banyaknya contoh dengan
melakukan permainan siswa dapat menerapkan ke dalam situasi yang lain.
·
Kelemahan
teori belajar Dienes
1. Tidak semua materi dapat menggunakan
teori belajar Dienes, karena teori ini lebih mengarah kepermainan
2. Tidak semua siswa memiliki kemampuan
yang sama
3. Bila pengajar tidak memiliki
kemampuan mengarah siswa maka siswa cenderung hanya bermain tanpa berusaha
memahami konsep.
E.
Pengajaran Konsep Matematika yang Lebih Sulit Harus Dikembangkan
Secara
Kongkret agar Dapat Dipahami dengan Tepat
Dienes (dalam Resnick, 1981)
menyatakan bahwa proses pemahaman (abstracton) berlangsung selama
belajar. Untuk pengajaran konsep matematika yang lebih sulit perlu dikembangkan
materi matematika secara kongkret agar konsep matematika dapat dipahami dengan
tepat. Dienes berpendapat bahwa materi harus dinyatakan dalam berbagai penyajian
(multiple
embodiment), sehingga anak-anak dapat bermain dengan bermacam-macam
material yang dapat mengembangkan minat anak didik. Berbagai penyajian materi (multiple embodinent) dapat
mempermudah proses pengklasifikasian abstraksi konsep.
Menurut Dienes, variasi sajian
hendaknya tampak berbeda antara satu dan lainya sesuai dengan prinsip
variabilitas perseptual (perseptual variability), sehingga anak didik dapat melihat
struktur dari berbagai pandangan yang berbeda-beda dan memperkaya imajinasinya terhadap
setiap konsep matematika yang disajikan. Berbagai sajian (multiple embodiment) juga membuat
adanya manipulasi secara penuh tentang variabel-variabel matematika. Variasi
matematika dimaksud untuk membuat lebih jelas mengenai sejauh mana sebuah konsep
dapat digeneralisasi terhada konteks yang lain. Dengan demikian, semakin banyak
bentuk-bentuk berlainan yang diberikan dalam konsep tertentu, semakin jelas
bagi anak dalam memahami konsep tersebut.
Berhubungan dengan tahap belajar,
suatu anak didik dihadapkan pada permainan yang terkontrol dengan berbagai
sajian.Kegiatan ini menggunakan kesempatan untuk membantu anak didik menemukan
cara-cara dan juga untuk mendiskusikan temuan-temuannya.Langkah selanjutnya,
menurut Dienes, adalah memotivasi anak didik untuk mengabstraksikan pelajaran
tanda material kongkret dengan gambar yang sederhana, grafik, peta dan akhirnya
memadukan simbolo-simbol dengan konsep tersebut. Langkah-langkah ini merupakan
suatu cara untuk memberi kesempatan kepada anak didik ikut berpartisipasi dalam
proses penemuan dan formalisasi melalui percobaan matematika. Proses
pembelajaran ini juga lebih melibatkan anak didik pada kegiatan belajar secara
aktif daripada hanya sekedar menghapal. Pentingnya simbolisasi adalah untuk
meningkatkan kegiatan matematika ke satu bidang baru.
Dari sudut pandang tahap belajar,
peranan guru adalah untuk mengatur belajar anak didik dalam memahami bentuk
aturan-aturan susunan benda walaupun dalam skala kecil.Anak didik pada masa ini
bermain dengan simbol dan aturan dengan bentuk-bentuk kongkret dan mereka
memanipulasi untuk mengatur serta mengelompokkan aturan-aturan Anak harus mampu
mengubah fase manipulasi kongkret, agar pada suatu waktu simbol tetap terkait
dengan pengalaman kongkret menghapal.Pentingnya simbolisasi adalah untuk
meningkatkan kegiatan matematika ke satu bidang baru.
F. Penerapan Teori Dienes dalam
Pembelajaran Matematika
Dalam
menerapkan enam tahap belajar konsep dari Dienes untuk merancang pembelajaran
matematika, mungkin suatu tahap (bisa tahap bermain bebas) tidak cocok bagi
para siswa atau kegiatan-kegiatan untuk dua atau tiga tahap dapat digabung
menjadi satu kegiatan.Mungkin perlu dirancang kegiatan-kegiatan belajar khusus
untuk setiap tahap jika kita mengajar siswa-siswa kelas rendah, tetapi untuk
siswa-siswa SMP dimungkinkan menghilangkan tahap-tahap tertentu dalam
mempelajari beberapa konsep.
Model
mengajar matematika dari Dienes hendaknya diperlakukan sebagai pedoman, dan
bukan sekumpulan aturan yang harus diikuti secara ketat. Konsep perkalian
bilangan bulat negatif akan dibahas di sini sebagai contoh bagaimana
tahap-tahap Dienes dapat digunakan sebagai pedoman dalam merancang kegiatan
mengajar/belajar. Karena hampir semua siswa belajar menambah, mengurang,
mengalikan dan membagi bilangan-bilangan asli, dan menambah dan mengurang
bilangan-bilangan bulat sebelum belajar mengalikan bilangan bulat, kita
berasumsi bahwa konsep-konsep dan keterampilan-keterampilan itu telah dikuasai
oleh para siswa.Bagi para siswa kelas 7 SMP, dapat mulai sesi permainan bebas
dengan secara informal mendiskusikan pengerjaan hitung pada bilangan asli dan
sifat-sifat aljabar dari bilangan asli. Guru mungkin juga mendiskusikan
penjumlahan dan pengurangan pada bilangan bulat dan sifat pertukaran dan
pengelompokan penjumlahan. Guru bisa juga mengganti permainan bebas dengan
tinjauan informal. Atau tahap bermain bebas dan game bisa digabung menjadi
beberapa permainan seperti permainan kartu sederhana berikut: guru hendaknya
menyiapkan meja panjang secukupnya untuk permainan kartu standar sedemikian
hingga terdapat satu meja panjang untuk setiap lima siswa dalam kelas. Para
siswa yang bermain dalam kelompok lima orang dan setiap anak memegang empat
kartu. Setiap siswa mengelompokkan kartu-kartunya menjadi berpasang-pasangan,
kemudian mengalikan kedua bilangan yang ditunjukkan oleh setiap pasang kartu,
dan kemudian menjumlahkan kedua hasil kali itu.Siswa yang dapat memasangkan
kartu-kartunya sehingga memperoleh jumlah hasil kali terbesar adalah pemenang
dalam kelompoknya.Bilangan-bilangan pada kartu hitam (keriting dan waru)
dianggap sebagai bilangan positif, dan bilangan-bilangan pada kartu merah (hati
dan belah ketupat) sebagai bilangan negatif.Konsekuensinya para siswa langsung
dihadapkan pada masalah bagaimana mengelompokkan kartu-kartu negatif untuk
mendapatkan hasil kali dan jumlah positif yang besar.Beberapa kelompok mungkin
menyepakati aturan-aturan yang berbeda untuk menangani hasil kali dua bilangan
negatif. Sebagai contoh, kartu hitam 2 dan 4 dan kartu merah 7 dan 5 dapat
digunakan untuk membuat 2 x 4 + (-7 x -5) = 43, jika aturan yang benar bahwa
hasil kali dua bilangan bulat negatif adalah suatu bilangan bulat positif telah
dirumuskan. Jika tidak, maka bilangan-bilangan negatif tidak akan menolong
dalam mengorganisasi seorang pemenang. Beberapa siswa tentunya akan saling
bertanya atau bertanya kepada guru tentang bagaimana menyekor bilangan bulat
negatif.
G. Metode Permainan
Permainan matematika adalah sesuatu
kegiatan yang menyenangkan yang dapat menunjang tujuan instruksional dalam
pengajaran matematika baik aspek kognitif, afektifr, maupun psikomotor.
Kita perlu membatasi penggunaan permainan yang hanya sekedar permainan yang
membuat orang senang, ketawa, dan lain – lain, tetapi tidak menunjang tujuan
instruksional dalam pengajaran matematika. Permainan matematika itu supaya
dipergunakan secara berencana, tujuan instruksionalnya jelas, tepat
penggunaannya, dan tepat pula waktunya.Bila demikian permainan matematika itu
akan merupakan alat yang efektif untuk belajar.
Bermain peran identik dengan bermain
drama.Pembelajaran dengan bermain peran biasanya hanya dikaitkan dengan
pembelajaran bahasa. Sebenarnya bermain peran dapat dilakukan dalam
pembelajaran matematika yaitu pada pembelajaran bilangan, hanya saja
pembelajaran dengan cara ini lebih tepatnya untuk permainan sebagai selingan
dalam pembelajaran matematika dan sebagai motivasi siswa untuk menyukai
matematika.
Menurut Dienes, permainan matematika
sangat penting sebab operasi matematika dalam permainan tersebut menunjukkan
aturan secara kongkret dan lebih membimbing dan menajamkan pengertian
matematika pada anak didik. Dapat dikatakan bahwa objek-objek kongkret dalam
bentuk permainan mempunyai peranan sangat penting dalam pembelajaran matematika
jika dimanipulasi dengan baik.
konsep-konsep matematika akan
berhasil jika dipelajari dalam tahap-tahap tertentu. Dienes membagi tahap-tahap
belajar menjadi 6 tahap, yaitu:
1. Permainan Bebas (Free Play)
2. Permainan yang Menggunakan Aturan (Games)
3. Permainan Kesamaan Sifat (Searching
for communalities)
4. Permainan Representasi (Representation)
5. Permainan dengan Simbolisasi (Symbolization)
6. Permainan dengan Formalisasi (Formalization)
Belajar dengan permainan bisa
menjadikan pembelajaran matematika yang awalnya sulit menjadi mudah dan
menyenangkan. Misalnya peserta didik dalam belajar bilangan bulat, pada awal
pembelajaran sebelum dilakukan pembelajaran materi bilangan bulat dengan maksud
untuk mengetahui kemampuan awal siswa, menarik minat siswa terhadap matematika,
dan membuat pembelajaran yang menyenangkan.contoh permainannya yaitu permainan
kartu sederhana berikut: guru hendaknya menyiapkan meja panjang secukupnya
untuk permainan kartu standar sedemikian hingga terdapat satu meja panjang
untuk setiap lima siswa dalam kelas. Para siswa yang bermain dalam kelompok
lima orang dan setiap anak memegang empat kartu. Setiap siswa mengelompokkan
kartu-kartunya menjadi berpasang-pasangan, kemudian mengalikan kedua bilangan
yang ditunjukkan oleh setiap pasang kartu, dan kemudian menjumlahkan kedua
hasil kali itu.Siswa yang dapat memasangkan kartu-kartunya sehingga memperoleh
jumlah hasil kali terbesar adalah pemenang dalam kelompoknya.Bilangan-bilangan
pada kartu hitam (keriting dan waru) dianggap sebagai bilangan positif, dan bilangan-bilangan
pada kartu merah (hati dan belah ketupat) sebagai bilangan
negatif.Konsekuensinya para siswa langsung dihadapkan pada masalah bagaimana
mengelompokkan kartu-kartu negatif untuk mendapatkan hasil kali dan jumlah
positif yang besar.Beberapa kelompok mungkin menyepakati aturan-aturan yang
berbeda untuk menangani hasil kali dua bilangan negatif. Sebagai contoh, kartu
hitam 2 dan 4 dan kartu merah 7 dan 5 dapat digunakan untuk membuat 2 x 4 + (-7
x -5) = 43, jika aturan yang benar bahwa hasil kali dua bilangan bulat negatif
adalah suatu bilangan bulat positif telah dirumuskan. Jika tidak, maka
bilangan-bilangan negatif tidak akan menolong dalam mengorganisasi seorang
pemenang. Beberapa siswa tentunya akan saling bertanya atau bertanya kepada
guru tentang bagaimana menyekor bilangan bulat negatif.
Pembelajaran dengan metode bermain
peran dapat dilakukan di dalam kelas atau di luar kelas.Apabila pembelajaran
dilakukan di dalam kelas maka dibutuhkan tempat yang lebih luas atau lebih baik
jika anak berada di luar tempat duduknya. Pembelajaran akan terasa lebih santai
jika dilakukan di luar kelas seperti di lapangan, di halaman sekolah, ataupun
di teras kelas.
H. Pendekatan Induktif
pendekatan induktif suatu penalaran
dari khusus ke umum. Dalam pendekatan induktif penyajian bahan ajar dimulai
dari contoh-contoh kongkrit yang mudah dipahami siswa. Berdasarkan
contoh-contoh tersebut siswa dibimbing menyusun suatu kesimpulan., kebenaran
kesimpulan yang disusun secara indutif ini ditentukan tepat tidaknya (atau
representative tidaknya) contoh yang dipilih. Biasanya makin banyak contoh
makin besar pula tingkat kebenaran kesimpulannya.
Sebuah argumen induktif meliputi dua
komponen, yang pertama terdiri dari pernyataan/fakta yang mengakui untuk
mendukung kesimpulan dan yang kedua bagian dari argumentasi itu.Kesimpulan dari
suatu argumentasi induktif tidak perlu mengikuti fakta yang Guru ajar.Fakta
mungkin membuat lebih dipercaya, tergantung sifatnya, tetapi itu tidak bisa
membuktikan dalil untuk mendukung.
Sebagai contoh, fakta bahwa 3, 5, 7,
11, dan 13 adalah semuanya bilangan prima dan masuk akal secara umum kita buat
kesimpulan bahwa semua bilangan prima adalah ganjil tetapi hal itu sama sekali
“tidak membuktikan“.
Guru beresiko di dalam suatu
argumentasi induktif bahwa kejadian semacam itu sering terjadi. Karenanya,
suatu kesimpulan yang dicapai oleh induksi harus berhati-hati karena hal
seperti itu nampak layak dan hampir bisa dipastikan atau mungkin terjadi.Sebuah
argumentasi dengan induktif dapat ditandai sebagai suatu kesimpulan dari yang
diuji ke tidak diuji.Bukti yang diuji terdiri dari kejadian atau contoh
pokok-pokok.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam pelaksanaan pembelajaran
dengan aplikasi teori Dienes di kelas, aturan yang pasti tentang sistem
pembelajaran yang harus dilakukan adalah mengikuti tahapan dienes.Berhubungan
dengan tahap belajar, siswa dihadapkan pada permainan yang terkontrol dengan
berbagai sajian sehingga menyenangkan bagi siswa.Kegiatan ini menggunakan
kesempatan untuk membantu siswa menemukan cara-cara dan juga untuk
mendiskusikan secara berkelompok temuan-temuannya supaya siswa memahami arti
dari konsep yang dipelajarinya atau kebermaknaan.
Langkah selanjutnya menurut Dienes
adalah memotivasi siswa untuk mengabstraksikan sajian benda konkrit yang
diberikan dengan gambar sederhana, grafik, peta dan akhirnya memadukan
simbol-simbol dengan konsep tersebut. Langkah-langkah ini merupakan suatu cara
untuk memberi kesempatan kepada siswa ikut berpartisipasi dalam proses penemuan
dan formalisasi melalui percobaan matematika. Proses pembelajaran ini juga
lebih melibatkan siswa pada kegiatan belajar secara aktif dari pada hanya
sekedar menghafal.
B. Saran
Adapun saran yang dapat kami berikan antara lain :
Ø Sebelum merencanakan pembelajaran,
guru seharusnya mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi proses belajar dan
pembelajaran.
Ø Seorang guru sebaiknya
mengimplikasikan prinsip-prinsip belajar dalam pembelajaran.
Ø Seorang guru sebaiknya mengetahui
karakteristik masing-masing siswanya.
No comments:
Post a Comment