PENGERTIAN DAN PAHAM
Sikap manusia tidak selamanya baik dan juga tidak selamanya buruk. Ada waktunya
seorang melakukan hal baik dan ada waktunya seorang manusia melakukan hal
buruk. Baik dan buruk merupakan dua sifat yang terdapat dalam manusia, dan
kedua sifat tersebut saling bertentangan atau berkebalikan. Secara garis besar
seseorang dikatakan baik apabila ia mendatangkan rahmat, dan memberikan
perasaan senang, atau bahagia (sesuatu dikatakan baik bila ia dihargai secara
positif). Sedangkan pengertian buruk adalah segala sesuatu tercela. Perbuatan
buruk berarti perbuatan yang bertentangan dengan norma-norma masyarakat yang
berlaku. Pendefinisian arti dari kata baik dan buruk pun memiliki banyak makna.
Dibawah ini akan dijelaskan tentang batasan-batasan seorang manusia dikatakan
telah melakukan hal baik atau hal buruk dalam hidupnya.
Menurut Agama
Kebaikan dan keburukan menurut agama
merupakan taqwa. Taqwa merupakan suatu sikap yang menjalankan segalah perintah
tuhan dan menjauhi semua yang dilarang oleh tuhan yang maha esa.
Menurut Paham Kebahagiaan
(Hedonisme)
Menurut paham ini baik dikatakan
bahwa jika tingkah laku atau perbuatan yang melahirkan kebahagiaan dan
kenikmatan atau kelezatan bagi dirinya sendiri. Dikatakan buruk apabila seorang
mengusik keasikan seorang yang berpaham hedonisme dalam menikmati segala
sesuatu yang dia sukai. Ada tiga sudut pandang dari paham ini, yaitu pertama
hedonisme individual atau egostik hedonism yang menilai bahwa jika suatu
keputusan baik bagi pribadinya maka disebut baik, sedangkan jika keputusan
tersebut tidak baik maka itulah yang buruk. Kedua Hedonisme rasional atau
rationalistic hedonism yang berpendapat bahwa kebahagiaan atau kelezatan
individu itu haruslah berdasarkan pertimbangan akal sehat. Dan yang terakhir
ketiga universal hedonism yang menyatakan bahwa yang menjadi tolak ukut apakah
suatu perbuatan itu baik atau buruk adalah mengacu kepada akibat perbuatan itu
melahirkan kesenangan atau kebahagiaan kepada seluruh makhluk.
Menurut Bisikan Hati (Intuisi)
Bisikan hati adalah kekuatan batin
yang dapat menidentifikasi apakah sesuatu perbuatan itu baik atau buruk tanpa
terlebih dahulu melihat akibat yang dtimbulkan perbuatan itu. Bisikan hati
lebih banyak membantu tika dalam memilih hal-hal yang baik, dan mencegah kita
dalam meilih hal-hal yang menurutnya kurang baik. Faham ini merupakan bantahan
terhadapt faham hedonisme yang telah dibahas. Tujuan utama dari aliran ini
adlah keutamaan keunggulan, keistimewaan yang dapat juga diartikan sebagai
kebaikan budi pekerti. Seseorang yang memilihi intuisi yang kuat (atau
berperasaan kuat) biasanya memutuskan suatu apapun dengan memikirkan baik dan
buruknya untuk dia nantinya, walaupun dalam hal memutuskan membutuhkan waktu
yang cukup lama, tapi keutusan yang nantinya diambil kemungkinan besar memiliki
pengaruh yang cukup besar untuk dia dan lingkungan sekitar dia.
Menurut Evolusi
Paham ini berpendapat bahwa segaa
sesuatu yang ada di alam ini selalu (secara berangsur-angsur) mengalami
perubahan yaitu berkembang menuju kearah kesempurnaan. Dengan mengadopsi teori
darwin bahwa nilai moral harus selalu berkompetisi dengan nilai yang lainnya,
bahkan dengan segala yang ada di alam ini, dan nilai moral yang bertahan
(tetap)yang dikatakan dengan baik, dan nilai-nilai yang tidak bertahan (kalah
dengan perjuangan antar nilai) dipandang sebagai buruk. Dalam padam evolusi ini
dikenal dengan Hukum Rimba, yang artinya bahwa siapa yang terkuatlah dan bisa
beradaptasilah dia yang menang dan bertahan hidup dan tidak mati.
Menurut Eudacminisme
Prinsip pokok paham ini adalah
kebahagiaan bagi diri sendiri dan kebahagiaan bagi orang lain. Menurut
Aristoteles, untuk mencapat eudaemonia ini diperlukan 4 hal, yaitu pertama
kesehatan, kebebasan, kemerdekaan, kekayaan dan kekuasaan. Kedua kemauaan.
Ketiga Perbuatan baik. Dan yang terakhir keempat pengetahuan batiniah.
Menurut Aliran Pragmatisme
Aliran ini menitik beratkan pada
hal-hal yang berguna dari diri sendiri baik yang bersifat moral maupun
material. Yang menjadi titik beratnya adalah pengalaman oleh karena itu
penganut paham ini tidak mengenal istilah kebenaran sebab kebenaran bersifat
abstrak dan tidak akan diperoleh dalam dunia empiris.
Menurut Aliran Naturalisme
Menurut aliran ini dalam menjadi
tolak ukuran baik dan buruk adalah, apakah sesuai dengan keadaan alam. Apabila
alami maka dikatakan baik, sedangkan apabila tidak alami dipandang buruk. Jean
Jack Rousseau mengemukakan bahwa kemajuan pengetahuan dan kebudayaan adalah
menjadi perusak alam semesta, maka itu digolongkan menjadi buruk bagi paham
ini. Paham ini lebih mementingkan menyati dengan alam, dalam melakukan seluruh
aktifitasnya dan memenuhi seluruh kebutuhannya. Mereka lebih suka menyatu
dengan alam sekitarnya. Contoh orang-orang yang masih memluk paham ini adalah
orang-orang suku pedalaman.
Menurut Aliran Vitalisme
Aliran ini merupakan bantahan
terhadap aliran naturalisme sebab menurut paham vitalisme yang menjadi ukuran
baik dan buruk itu bukan alam tetapi vitae atau hidup (yang sangat diperlukan
untuk hidup). Aliran ini terdiri dari dua kelompok, yaitu pertama vitalisme
pessimistis (negative vitalis) dan kedua vitalisme optimisme. Kelompok pertama
dikenal dengan untkapan homo homini lupus yang artinya manusia adalah serigala
bagi manusia lain. Sedangkan menurut aliran kedua perang adalah halal, sebab
orang yang berperang itulah (yang menang) yang akan memegang kekuasaan. Tokoh
terkenal aliran vitalisme adalah F. Niettsche yang banyak memberikan pengaruh
terhadap Adolf Hitler.
Menurut Aliran Gessingnugngsethik
Diprakasai oleh Albert Scheitzer,
seorang ahli Teologm musik, medik, filsuf dan etika yang terpenting menurut
aliran in adalah penghormatan akan kehdupan, yaitu sedapat mungkin setiap
makhluk harus saling menuling dan berlaku baik. Ukuran kebaikan adalah
pemelihataan akan kehidupan dan yang buruk adalah setiap usaha berakibat
kebinasaan dan menghalangi-halangi hidup.
Menurut Aliran Idealisme
Sangat mementingkan eksistensi akal
pikiran manusia sebab pikiran manusialah yang menjadi sumber ide. Ungkapan
terkenal dari aliran ini adalah “segala yang ada hanyalah yang tiada” sebab
yang ada itu hanyalah gambaran/perwujudan dari alam pikiran (bersifat tiruan).
Sebaik apapun tiruan tidak akan seindah aslinya (yaitu ide). Jadi yang bai itu
hanya apa yang ada di dalam ide itu sendiri.
Menurut Aliran Eksistensialisme
Etika Eksistensialisme berpandangan
bahwa eksistensi di atas dunia selalu terkait pada keputusan-keputusan
individu, Artinya, andaikan individu tidak mengambil suatu keputusan maka
pastilah tidak ada yang terjadi. Individu sangat menentukan terhadao sesuatu
yang baik, terutama sekali bagi kepentingan dirinya. Ungkapan dari aliran ini
adalah “ Truth is subjectivity” atau kebenaran terletak pada pribadinya maka
disebutlah baik, dan sebaliknya apabila keputusan itu tidak baik bagi
pribadinya maka itulah yang buruk.
Menurut Aliran Marxisme
Berdasarkan “Dialectical
Materialsme” yaitu segala sesuatu yang ada dikuasai oleh keadaan material dan
keadaan material pun juga harus mengikuti jalan dialektikal itu. Aliran ini
memegang motto “segala sesuatu jalan dapatlah dibenarkan asalkan saja jalan
dapat ditempuh untuk mencapai sesuatu tujuan”. Jadi apapun dapat dipandang baik
asalkan dapat menyampaikan/menghantar kepada tujuan
Menurut Paham Positivisme
Positivisme adalah suatu aliran
filsafat yang menyatakan ilmu alam sebagai satu-satunya sumber pengetahuan yang
benar dan menolak aktifitas yang berkenaan dengan metafisik. Tidak mengenal
adanya spekulasi, semua didasarkan pada data empiris. Sesungguhnya aliran ini
menolak adanya spekulasi teoritis sebagai suatu sarana untuk memperoleh
pengetahuan (seperti yang diusung oleh kaum idealisme khususnya idealisme
Jerman Klasik).
Positivisme merupakan empirisme, yang
dalam segi-segi tertentu sampai kepada kesimpulan logis ekstrim karena
pengetahuan apa saja merupakan pengetahuan empiris dalam satu atau lain bentuk,
maka tidak ada spekulasi dapat menjadi pengetahuan. Terdapat tiga tahap dalam
perkembangan positivisme, yaitu:
1. Tempat utama dalam positivisme
pertama diberikan pada Sosiologi, walaupun perhatiannya juga diberikan pada
teori pengetahuan yang diungkapkan oleh Comte dan tentang Logika yang
dikemukakan oleh Mill. Tokoh-tokohnya Auguste Comte, E. Littre, P. Laffitte,
JS. Mill dan Spencer.
2. Munculnya tahap kedua dalam
positivisme – empirio-positivisme – berawal pada tahun 1870-1890-an dan
berpautan dengan Mach dan Avenarius. Keduanya meninggalkan pengetahuan formal
tentang obyek-obyek nyata obyektif, yang merupakan suatu ciri positivisme awal.
Dalam Machisme, masalah-masalah pengenalan ditafsirkan dari sudut pandang
psikologisme ekstrim, yang bergabung dengan subyektivisme.
3. Perkembangan positivisme tahap
terakhir berkaitan dengan lingkaran Wina dengan tokoh-tokohnya O.Neurath,
Carnap, Schlick, Frank, dan lain-lain. Serta kelompok yang turut berpengaruh
pada perkembangan tahap ketiga ini adalah Masyarakat Filsafat Ilmiah Berlin.
Kedua kelompok ini menggabungkan sejumlah aliran seperti atomisme logis, positivisme
logis, serta semantika. Pokok bahasan positivisme tahap ketiga ini diantaranya
tentang bahasa, logika simbolis, struktur penyelidikan ilmiah dan lain-lain.
Menurut Paham Positivisme Logis
Dalam perkembangannya, positivisme
mengalami perombakan dibeberapa sisi, hingga munculah aliran pemikiran yang
bernama Positivisme Logis yang tentunya di pelopori oleh tokoh-tokoh yang
berasal dari Lingkaran Wina. Positivisme logis adalah aliran pemikiran dalam
filsafat yang membatasi pikirannya pada segala hal yang dapat dibuktikan dengan
pengamatan atau pada analisis definisi dan relasi antara istilah-istilah.
Fungsi analisis ini mengurangi metafisika dan meneliti struktur logis
pengetahuan ilmiah. Tujuan dari pembahasan ini adalah menentukan isi
konsep-konsep dan pernyataan-pernyataan ilmiah yang dapat diverifikasi secara
empiris. Tujuan akhir dari penelitian yang dilakukan pada positivisme logis ini
adalah untuk mengorganisasikan kembali pengetahuan ilmiah di dalam suatu sistem
yang dikenal dengan ”kesatuan ilmu” yang juga akan menghilangkan
perbedaan-perbedaan antara ilmu-ilmu yang terpisah. Logika dan matematika
dianggap sebagai ilmu-ilmu formal. Positivisme berusaha menjelaskan pengetahuan
ilmiah berkenaan dengan tiga komponen yaitu bahasa teoritis, bahasa observasional
dan kaidah-kaidah korespondensi yang mengakaitkan keduanya. Tekanan
positivistik menggarisbawahi penegasannya bahwa hanya bahasa observasional yang
menyatakan informasi faktual, sementara pernyataan-pernyataan dalam bahasa
teoritis tidak mempunyai arti faktual sampai pernyataan-pernyataan itu
diterjemahkan ke dalam bahasa observasional dengan kaidah-kaidah korespondensi.
Menurut Akal
Kebaikan dan keburukan dalam
penilaian akal merupakan salah satu pembahasan klasik dan rumit dalam teologi
Islam dan menjadi diskusi yang berkepanjangan dikalangan para ilmuan. Para
teolog Imamiah dan Mu’tazilah merupakan pendukung konsep kebaikan dan keburukan
dalam penilaian akal. Berdasarkan pandangan ini, akal bisa menghukumi mana
sebuah perbuatan yang baik dan buruk dengan tanpa bantuan dan bimbingan
syariat. Menurut teori ini, Tuhan tidak mungkin melakukan perbuatan yang tidak
baik dan buruk. Sementara Asyariah mengatakan bahwa kemampuan akal dalam
menentukan baik dan buruknya sebuah perbuatan tidak memiliki independensi sama
sekali, dan meyakini bahwa yang ada hanyanya baik dan buruk yang ditentukan
agama. Dalam pandangannya, perbuatan dikatakan baik apabila dihukumi oleh
syariat adalah baik dan perbuatan disebut buruk jika dikatakan oleh syariat
ialah buruk. Akal manusia dalam konteks ini, tidak mampu mendeteksi dan
menentukan baik dan buruknya suatu perbuatan, bahkan yang menjadi syarat
keutamaan suatu perbuatan tersebut adalah kebergantungannya pada perintah dan
larangan Tuhan.
Menurut Aliran Utilitarisme (Teori
Moral)
Utilitarisme yakni, bahwa kita harus bertindak sedemikian
rupa sehingga menghasilkan akibat-akibat sebanyak mungkin dan sedapat dapatnya
mengelakan akibat-akibat buruk. Kebahagiaan tercapai jika ia memiliki kesenangan
dan bebas dari kesusahan. Suatu perbuatan dapat dinilai baik atau buruk sejauh
dapat meningkatkan atau mengurangi kebahagiaan sebanyak mungkin orang. Menurut
prinsip utilitarian Bentham: kebahagiaan terbesar dari jumlah orang terbesar.
Prinsip kegunaan harus diterapkan secara kuantitatif, karena kualitas
kesenangan selalu sama sedangkan aspek kuantitasnya dapat berbeda-beda. Dalam
pandangan utilitarisme klasik, prinsip utilitas adalah kebahagiaan terbesar
dari jumlah jumlah terbesar(the greatest happiness of the greatest number).
Menurut Bentham prinsip kegunaan tadi harus diterapkan secara kuantitatif
belaka.
Akhirnya, Bentham mengatakan bahwa
keuntungan bagi sebuah filsafat moral berdasarkan prinsip utilitarian. Mulai
dari prinsip utilitarian adalah bersih (dibandingkan dengan prinsip-prinsip
moral lainnya), memungkinkan bagi sasaran dan diskusi publik, dan memungkinkan
keputusan dibuat untuk dimana terlihat konflik (prima facie) keinginan yang
legitimate. Selanjutnya, dalam menghitung kenikmatan dan penderitaan terlibat
dalam membawa sebuah masalah aksi (the “hedonic calculus”), ada sebuah komitmen
fundamental terhadap persamaan derajat manusia. Prinsip utilitarian
mengandaikan bahwa “one man is worth just the same as another man” ada garansi
bahwa dalam menghitung the greatest happiness “setiap orang dihitung satu dan
tak lebih dari sekali”.
Pandangan Jeremy Bentham sangat berbeda, dan dia beragumentasi bahwa “jangan terburu-buru menilai mana yang baik dan mana yang salah, karena semuanya itu harus ditetapkan dan bertujuan untuk memberikan kebaikan pada orang yang paling banyak”.
Dengan kata lain, Kant menempatkan benar terlebih dahulu, baru yang baik, sedangkan Bentham menempatkan baik terlebih dahulu, baru benar. Model atau mahzab yang menganut Kant disebut Kantian, sedangkan model atau mahzab yang dianut Bentham disebut Utilitarianis. Bagi seorang Utilitarianis, dia akan melakukan pembohongan, dengan alasan menyelamatkan nyawa lebih penting, dan apakah berbohong itu salah, Utilitarianis akan mengatakan iya itu salah, tetapi menyelamatkan nyawa adalah hal yang baik untuk dilakukan. Dalam hal inilah, baik dan benar ternyata tidak selalu seiring dan sejalan. Kesimpulan dari aliran Utilitarisme ini adalah “Teori kebahagian terbesar yang mengajarkan manusia untuk meraih kebahagiaan (kenikmatan) terbesar untuk orang terbanyak. Karena, kenikmatan adalah satu-satunya kebaikan intrinsik, dan penderitaan adalah satu-satunya kejahatan intrinsik”. Oleh sebab itu, Bentham memperkenalkan prinsip moral tertinggi yang disebutnya asas kegunaan atau manfaat (the principle of utility).
Pandangan Jeremy Bentham sangat berbeda, dan dia beragumentasi bahwa “jangan terburu-buru menilai mana yang baik dan mana yang salah, karena semuanya itu harus ditetapkan dan bertujuan untuk memberikan kebaikan pada orang yang paling banyak”.
Dengan kata lain, Kant menempatkan benar terlebih dahulu, baru yang baik, sedangkan Bentham menempatkan baik terlebih dahulu, baru benar. Model atau mahzab yang menganut Kant disebut Kantian, sedangkan model atau mahzab yang dianut Bentham disebut Utilitarianis. Bagi seorang Utilitarianis, dia akan melakukan pembohongan, dengan alasan menyelamatkan nyawa lebih penting, dan apakah berbohong itu salah, Utilitarianis akan mengatakan iya itu salah, tetapi menyelamatkan nyawa adalah hal yang baik untuk dilakukan. Dalam hal inilah, baik dan benar ternyata tidak selalu seiring dan sejalan. Kesimpulan dari aliran Utilitarisme ini adalah “Teori kebahagian terbesar yang mengajarkan manusia untuk meraih kebahagiaan (kenikmatan) terbesar untuk orang terbanyak. Karena, kenikmatan adalah satu-satunya kebaikan intrinsik, dan penderitaan adalah satu-satunya kejahatan intrinsik”. Oleh sebab itu, Bentham memperkenalkan prinsip moral tertinggi yang disebutnya asas kegunaan atau manfaat (the principle of utility).
Kekuatan utilitarisme terletak dalam:
- Rasionalitas tindakannya: tindakan harus dipilih dan dipertanggungjawabkan (maka juga menekankan tanggung jawab) apakah berguna bagi sebanyak mungkin orang atau tidak. Utilitarisme menciptakan suasana pertanggungjawaban. Segala tindakan moral tidak dapat dikatakan benar, meski sesuai peraturan abstrak sebelum dipertanggungjawabkan dari akibat-akibatnya terhadap semua pihak.
- Universalitas akibat atau keberlakuan tindakannya: mengatasi egoismetis, utilitarisme berikhtiar mencapai kebahagiaan semua orang. Utilitarisme menuntut perhatian terhadap semua kepentingan semua orang yang terpengaruh akibat tindakan itu, termasuk pelaku itu sendiri
Empat unsur tolok ukur utilitarisme:
- Mengukur moralitas sebuah peraturan atau tindakan dari akibat-akibatnya.
- Akibat-akibat yang ditimbulkan adalah akibat yang berguna.
- Nilai utilitarisme adalah (eudemonisme) tindakan yang betul dalam arti moral adalah yang menunjang kebahagiaan.
- Utilitarisme menuntut agar kita selalu mengusahakan akibat baik atau nikmat sebanyak-banyakny. Maka dari itu apabila aliran utilitarisme ini dikorelasikan dengan cara beretika yang sesuai dengan profesinya yaitu sebagai contoh : Degradasi Kepercayaan Masyarakat Terhadap Kinerja Pemerintah Saat Ini
Bermula dari permasalahan
dan kondisi masyarakat yang semakin memprihatinkan, penyelesaian kasus-kasus
tidak kunjung selesai berdampak pada demontrasi dan tindakan-tindakan anarkis
lainnya. Hal tersebut memberikan bukti bahwa telah terjadi kemerosotan
kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Sebagai akibat kasus-kasus korupsi
yang belum dapat diselesaikan dengan baik serta kebijakan-kebijakan yang
dilakukan pemerintah belum menyentuh akar permasalahan yang dihadapi
masyarakat. DATA menyebutkan, peringkat indeks korupsi (IPK) Indonesia tahun
lalu di posisi 111. Pada 2008 posisi Indonesia naik, yakni peringkat 126. Untuk
2009, Indonesia di posisi 5 lingkungan ASEAN atau lebih rendah dibandingkan
Brunei Darussalam, Malaysia, dan Thailand. Kondisi saat inilah, yang
menyebabkan kepercayaan masyarakat kepada pemerintah semakin merosot karena
hak-hak rakyat terabaikan. Sebagai dampak buruknya kebijakan yang tidak
berdasarkan asas manfaat adalah kemiskinan, data BPS memberikan fakta
kemiskinan di Indonesia ’’Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada di bawah
garis kemiskinan di Indonesia pada Maret 2009 sebesar 32,53 juta (14,15
persen), dan persentase penduduk miskin antara daerah perdesaan.
Kesimpulan yang dapat diambil dari kajian ini adalah ditinjau dari segi filsafat pemerintahan membutuhkan suatu paham pemikiran yang dianggap tepat guna segera keluar dari krisis yang berkepanjangan. Suatu paham atau teori yang dapat menjadi sumber bagi pembaharuan hukum dan sosial politik sekaligus pedoman bagi pelaksana pemerintahan.
Utilitarisme merupakan salah satu teori dalam filsafat moral yang mengukur tingkat moralitas berdasarkan atas nilai kegunaan. Prinsip utamanya adalah ’’suatu tindakan dapat dibenarkan secara moral apabila akibat-akibatnya menunjang kebahagiaan sebanyak mungkin orang yang bersangkutan sebanyak mungkin
Kesimpulan yang dapat diambil dari kajian ini adalah ditinjau dari segi filsafat pemerintahan membutuhkan suatu paham pemikiran yang dianggap tepat guna segera keluar dari krisis yang berkepanjangan. Suatu paham atau teori yang dapat menjadi sumber bagi pembaharuan hukum dan sosial politik sekaligus pedoman bagi pelaksana pemerintahan.
Utilitarisme merupakan salah satu teori dalam filsafat moral yang mengukur tingkat moralitas berdasarkan atas nilai kegunaan. Prinsip utamanya adalah ’’suatu tindakan dapat dibenarkan secara moral apabila akibat-akibatnya menunjang kebahagiaan sebanyak mungkin orang yang bersangkutan sebanyak mungkin
Otoritas yang diterapkan dalam teori
utilitarisme bukan berarti menjadi kesewenang-wenangan pemerintah dalam
mengambil keputusan. Hal ini untuk membentuk citra ketegasan pemerintah sebagai
seorang pemimpin. Diharapkan pemimpin agar tidak ragu-ragu dalam menetapkan
suatu keputusan. Keraguan hanya membuat masyarakat semakin memandang pemimpin
tidak mampu menjalankan kepemimpinannya yang mengakibatkan hilangnya wibawa di
mata rakyat. Keputusan yang baik adalah keputusan yang memberikan efek positif
kepada masyarakat banyak, meski ada beberapa hal yang harus dikorbankan.
Sumber referensi :
- http://www.slideshare.net/PungkyDilakaputri/pengertian-etika-12080107
- http://unyilunyil12.blogspot.com/2012/03/pengertian-etika-ilmu-yang-membahas.html
- http://www.al-shia.org/html/id/page.php?id=677
- http://daywalkers885.wordpress.com/2012/04/02/etika-dan-profesionalisme-tsi-cara-penilaian-baik-dan-buruk-menurut/
No comments:
Post a Comment