TEORI
TERBENTUKNYA ALAM SEMESTA[1]
BAB I PENDAHULUAN
Rasa ingin
tahu (curiosity) selalu muncul ketika kita dihadapkan pada alam semesta
yang di dalamnya mengandung banyak misteri. Curiosity manusia dapat
mengubah no thing menjadi know a lot of thing. Rasa ingin tahu
jugalah yang memunculkan pelbagai penelitian serta pengujian dari hipotesa
akhir dan bila hal itu terbukti kebenarannya maka akan terbentuk suatu bidang
ilmu.
Curiosity
tidak hanya tertanam dalam benak pikiran ilmuan dan peneliti namun juga
tertanam subur pada anak-anak. Mereka seringkali menanyakan sesuatu yang tak
disangka-sangka dan kita kebablakan untuk menjawabnya. Yang perlu diingat
jangan sekali-kali memberikan jawaban tanpa pengetahuan karena jawaban anda
akan selalu diingat dengan kuat.
Curiosity
tercerdas dimiliki oleh para ilmuan astronom dahulu. Mereka sangat terangsang
otaknya dengan melihat sesuatu yang sangat sulit dijangkau jasmani. Namun
berkat pemikirannya sekarang kita dapat mengetahui tentang alam semesta.
Dalam
makalah ini kita mencoba meningkatkan curiositas yang tertanam dalam diri kita
yakni tentang alam semesta. Bagainama terbentuknya? Serta benda-benda di
dalamnya.
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian
Alam Semesta, Galaksi, dan Tata Surya
Alam Semesta
Pengertian alam semesta mencakup
tentang mikrokosmos dan makrokosmos. Mikrokosmos adalah benda-benda yang
mempunyai ukuran sangat kecil, misalnya atom, elektron, sel, amuba, dan
sebagainya. Sedang makrokosmos adalah benda-benda yang mempunyai ukuran yang
sangat besar, misalnya bintang, planet, dan galaksi.[3]
Konsep
pemikiran manusia tentang pusat universe atau alam semesta sangat radikal.
Awalnya para ilmuan astronom menetapkan bahwa manusialah yang sebagai pusat,
yang diberi nama teori egosentris. Setelah itu mereka menetapkan bumi yang
menjadi pusat yang ditokohi oleh Cladius Ptolemeus. Teori ini dikenal dengan
geosentris. Namun setelah itu Nicolas Copernicus mengungkap teori baru di mana
matahari dijadikan pusat alam semesta, heliosentris. Namun saat ini mereka baru
menyadari bahwa teoti tersebut lebih cocok digelayutkan pada tata surya. Dan
tata surya hanyalah sebagian dari galaksi, dan galaksi adalah satu kumpulan
bintang dari banyak kumpulan bintang di alam semesta.
Galaksi
Langit dihiasi bintang-bintang yang
jumlahnya tak terhitung, yang bisa diamati dengan mata telanjang maupun
teropong bintang. Bintang-bintang berkumpul dalam suatu gugusan, meskipun
antar-bintang berjauhan di angkasa.[4]
Dari penjelasan Ismail al-Juwasy tersebut dapat kita katakan bahwa galaksi tak
ubahnya bak sekumpulan anak ayam yang tak mungkin untuk dipisahkan dari
induknya. Di mana ada anak ayam di situ pasti ada induknya. Sama halnya
bintang-bintang di angkasa sana mereka tak mungkin gemerlap sendirian tanpa
disandingi dengan bintang lainnya.
Galaksi yang
sering kita dengar adalah Bimasakti atau milky way. Kalau kita cermati
agak aneh nama milky way tersebut karena dari benda angkasa luar diumpamakan
dengan susu. Namun dari keanehan tersebut terdapat keunikan, yakni bintang
bertebaran di langit pada malam hari seperti susu yang tercecer di langit.
Galaksi kita berbentuk spiral, dapat kita samakan dengan lingkaran obat
nyamuk jika dilihat dari atas dan seperti gasing bila dilihat dari
samping. Galaksi kita tidak sebundar lingkaran namun berbentuk elips. Hal ini
dibuktikan dengan ukannya yang memiliki panjang sekitar 100 tahun cahaya dan
lebar 10 tahun cahaya dan tata surya kita berada 30 tahun cahaya dari pusat
galaksi.[5]
Selain
galaksi Bimasakti kita juga dapat melihat beberapa galaksi dengan mata
telanjang ataupun dengan alat. Yang diungkap oleh para ilmuan yakni galaksi
Andromeda, Awan Megallianic Besar dan Awan Megallanic Kecil. Galaksi Andromeda
lebih besar daripada Milky way.
Tata Surya
Tata surya terdiri dari matahari,
Sembilan planet dan berbagai benda langit seperti satelit, komet, dan asteroid.[6]
Tata surya tak lebih hanyalah gugusan kecil dari benda-benda langit dan satu
bintang. Tata surya adalah bagian kecil dari galaksi.
Kita kenal
dengan sembilan planet mungkin ketika sekolah dasar, dari sebilan planet
tersebut terbagi dua bagian yaitu planet dalam dan planet luar. Planet dalam
adalah planet yang dekat dengan matahari yang terdiri dari Merkurius, Venus,
Bumi, dan Mars. Sedangkan Yupiter, Saturnus, Uranus, Neptunus, dan Pluto –yang
sekarang tereliminasi– termasuk planet luar.
B. TEORI ASAL
MULA ALAM SEMESTA
Teori Letusan Hebat
Berbagai teori tentang jagad raya
membentuk suatu bidang studi yang dikenal sebagai kosmologi. Einstein adalah
ahli kosmologi modern pertama. Tahun 1915 ia menyempurnakan teori umumnya
tentang relativitas, yang kemudian diterapkan pada pendistribusian zat di luar
angkasa. Pada tahun 1917 secara matematik ditentukan bahwa tampaknya ada massa
bahan yang hampir seragam yang keseimbangannya tak tentu antara kekuatan tarik
gravitasi dan kekuatan olek atau kekuatan dorong kosmik lain yang tak dikenal.
Pada tahun
1922 seorang ahli fisika Rusia muncul dengan pemecahan soal itu secara lain,
yang mengatakan bahwa kekuatan tolak tidak berperan bahkan jagad raya terus
meluas dan seluruh partikel terbang saling menjauhi dengan kecepatan tinggi.
Karena kekuatan tarik gravitasi, perluasan itu terus melambat. Sebelumnya,
partikel-partikel itu telah bergerak keluar bahkan lebih cepat lagi. Dalam
model jagat raya ini dahulu perluasan mulai pada saat yang unik yang disebut
“letusan hebat”.
Teori
letusan hebat rupanya begitu berlawanan dengan pengetahuan astronomi zaman
sekarang, yang mula-mula sedikit menarik perhatian. Akhirnya sebanyak bintang
dalam galaksi Bimasakti bukannya saling menjauhi satu sama lain, tetapi malahan
berjalan dalam orbit sirkular mengelilingi wilayah pusatnya yang padat. Akan
tetapi, pada tahun 1929 Edwin Hubble, ketika itu ahli astronomi di
Observatorium Mount Wilson, mengemukakan bahwa berbagai galaksi yang telah
diamatinya sebenarnya menjauhi kita, dan menjauhi yang lain, dengan kecepatan
sampai beberapa ribu kilometer per-detik.
Rupanya
galaksi-galaksi ini, seperti halnya Bimasakti kita, menjaga keutuhan bentuk
internalnya selama waktu yang panjang. Galaksi-galaksi itu secara
sendiri-sendiri mengarungi angkasa raya, kira-kira sebagain unit atau partikel
yang bergerak mengarungi ruang angkasa. Teori Einstein dapat diterapkan pada
berbagai galaksi, sebagai ganti bintang-bintang.[7]
Teori Keadaan Tetap
Kalau kita kembali ke tahun 1948,
tidaklah ditemukan informasi yang cukup untuk menguji teori letusan hebat itu.
Ahli Astronomi Inggris Fred Hoyle dan beberapa ahli astro-fisika Inggris
mengajukan teori yang lain, teori keadaan tetap yang menerangkan bahwa jagat
raya tidak hanya sama dalam ruang angkasa –asas kosmologi- tetapi juga tak
berubah dalam waktu asas kosmologi yang sempurna. Jadi, asas kosmologi
diperluas sedemikian rupa sehingga menjadi “sempurna” atau “lengkap” dan tidak
bergantung pada peristiwa sejarah tertentu. Teori keadaan tetap berlawanan
sekali dengan teori letusan hebat.
Dalam teori
kedua, ruang angkasa berkembang menjadi lebih kosong sewaktu berbagai galaksi
saling menjauh. Dalam teori keadaaan tetap, kita harus menerima bahwa zat baru
selalu diciptakan dalam ruang angkasa di antara berbagai galaksi, sehingga
galaksi baru akan terbentuk guna menggantikan galaksi yang menjauh. Orang
sepakat mengatakan bahwa zat baru itu ialah hydrogen, yaitu sumber yang menjadi
asal usul bintang dan galaksi.
Penciptaan
zat berkesinambungan dari ruang angkasa yang tampaknya kosong itu diterima
secara skeptis oleh para ahli, sebab hal ini rupanya melanggar salah satu
hukum.[8]
TEORI TERBENTUKNYA TATA SURYA
Melihat
kenyataan bahwa planet-planet bergerak mengelilingi matahari dengan orbitnya
yang berebentuk elips dengan arah peredaran yang sama yaitu berlawanan arah
jarum jam jika melihatnya dari kutub utara, ternyata arah revolusi
planet-planet dan satelitnya yaitu arah negative. Ini berlawanan dengan yang
kita amati di bumi, peredaran harian benda-benda langit seperti matahari, bulan
dan bintang berarah positf seperti arah peredaran harian matahari yang terbit
di timur lalu naik dan kemudian terbenam di barat. Adanya realitas yang demikian
membuat para ahli astronomi berkesimpulan bahwa tata surya terbentuk dari
material yang berputar dengan arah negative, hal ini kemudian memunculkan
beberapa teori tentang terjadinya tata surya sebagai berikut:
1. Teori Nebule
atau teori kabut, yang dikemukakan ole Immanuel Kant (1749-1827) dan Piere
Simon de Laplace (1796).
Matahari dan
planet berasal dari sebuah kabut pijar yang berpilin di dalam jagat raya,
karena pilinannya itu berupa kabut yang membentuk bulat seperti bola yang
besar, makin mengecil bola itu makin cepat putarannya. Akibatnya bentuk bola
itu memepat pada kutubnya dan melebar di bagian equatornya bahkan sebagian
massa dari kabut gas menjauh dari gumpalan intinya dan membentuk gelang-gelang
di sekeliling bagian utama kabut itu, gelang-gelang itu kemudian membentuk
gumpalan padat inilah yang disebut planet-planet dan satelitnya. Sedangkan
bagian tengah yang berpijar tetap berbentuk gas pijar yang kita lihat sekarang
sebagai matahari.[9]
Teori kabut
ini telah dipercaya orang selama kira-kira 100 tahun, tetapi sekarang telah
benyak ditinggalkan karena: (1) tidak mampu memberikan jawaban-jawaban kepada
banyak hal atau masalah di dalam tata surya kita dan (2) karena munculnya
banyak teori baru yang lebih memuaskan.[10]
2. Teori Planetesimal,
Thomas C. Chamberlin (1843-1928) seorang ahli geologi dan Forest R. Moulton
(1872-1952) seorang astronom.
Disebut
Planetesimal yang berarti planet kecil karena planet terbentuk dari benda padat
yang memang telah ada. Matahari telah ada sebagai salah satu dari
bintang-bintang yang banyak, pada satu waktu ada sebuah bintang yang berpapasan
pada jarak yang tidak terlalu jauh akibatnya terjadi pasang naik antara
matahari dan bintang tadi. Pada waktu bintang itu menjauh sebagian massa dari
matahari itu jatuh kembali ke permukaan matahari dan sebagian lain berhamburan
di sekeliling matahari inilah yang disebut dengan planetesimal yang kelak
kemudian menjadi planet-planet yang beredar pada orbitnya dan mengelilingi
matahari.
3. Teori Pasang
Surut, Sir James Jeans (1877-1946) dan Harold Jeffreys (1891) keduanya dari
Inggris, teori ini hampir sama dengan teori Planetesimal.
Setelah
bintang itu berlalu dengan gaya tarik bintang yang besar pada permukaan
matahari terjadi proses pasang surut seperti peristiwa pasang surutnya air laut
di bumi akibat gaya tarik bulan. Sebagian massa matahari itu membentuk cerutu
yang menjorok kearah bintang itu mengakibatkan cerutu itu terputus-putus
membentuk gumpalan gas di sekitar matahari dengan ukuran yang berbeda-beda, gumpalan
itu membeku dan kemudian membentuk planet-planet.
Teori ini
menjelaskan mengapa planet-planet di bagian tengah seperti Yupiter, Saturnus,
Uranus dan Neptunus merupakan planet raksasa sedangkan di bagian ujungnya
merupakan planet-planet kecil. Kelahiran kesembilan planet itu karena pecahan
gas dari matahari yang berbentuk cerutu itu maka besarnya planet-planet iti
berbeda-beda yang terdekat dan terjauh besar tetapi yang di tengah lebih besar
lagi.[11]
4. Teori Awan
Debu, dikemukakan oleh Carl von Weizsaeker (1940) kemudian disempurnakan oleh
Gerard P Kuiper (1950).
Tata surya
terbentuk dari gumpalan awan gas dan debu. Gumpalan awan itu mengalami
pemampatan, pada proses pemampatan itu partikel-partikeldebu tertarik ke bagian
pusat awan itu membentuk gumpalan bola dan mulai berpilin dan kemudian
membentuk cakram yang tebal di bagian tengah dan tipis di bagian tepinya. Partikel-partikel
di bagian tengah cakram itu saling menekan dan menimbulkan panas dan berpijar,
bagian inilah yang kemudian menjadi matahari. Sementara bagian yang luar
berputar sangat cepat sehingga terpecah-pecah menjadi gumpalan yang lebih
kecil, gumpalan kecil ini berpilin pula dan membeku kemudian menjadi
planet-planet.
5. Teori
Bintang Kembar
Teori ini hampir sama dengan teori
planetesimal.Dahulu matahari mungkin merupakan bintang kembar,kemudian bintang
yang satu meledak menjadi kepingan-kepingan.Karena ada pengaruh gaya gravitasi
bintang,maka kepingan-kepingan yang lain bergerak mengitari bintang itu dan
menjadi planet-planet.Sedangkan bintang yang tidak meledak menjadi matahari.[12]
6. Teori
Ledakan (Big Bang), George Gamow, Alpher dan Herman.
Alam pada
saat itu belum merupakan materi tetapi pada suatu ketika berubah menjadi materi
yang sangat kecil dan padat, massanya sangat berat dan tekanannya besar, karena
adanya reaksi inti kemudian terjadi ledakan hebat. Massa itu kemudian berserak
dan mengembang dengan sangat cepat menjauhi pusat ledakan dan membentuk
kelompok-kelompok dengan berat jenis yang lebih kecil dan trus bergerak,
menjauhi titik pusatnya.
Dentuman
besar itu terjadi ketika seluruh materi kosmos keluar dengan kerapatan yang
sangat besar dan suhu yang sangat tinggi dari volume yang sangat kecil. Alam
semesta lahir dari singularitas fisis dengan keadaan ekstrem. Teori Big Bang
ini semakin menguatkan pendapat bahwa alam semesta ini pada awalnya tidak ada
tetapi kemudian sekitar 12 milyar tahun yang lalu tercipta dari ketiadaan.[13]
Pada tahun
1948, Gerge Gamov muncul dengan gagasan lain tentang Big Bang. Ia mengatakan
bahwa setelah pembentukan alam semesta melalui ledakan raksasa, sisa radiasi
yang ditinggalkan oleh ledakan ini haruslah ada di alam. Selain itu, radiasi
ini haruslah tersebar merata di segenap penjuru alam semesta. Bukti yang
’seharusnya ada’ ini pada akhirnya diketemukan. Pada tahun 1965, dua peneliti
bernama Arno Penziaz dan Robert Wilson menemukan gelombang ini tanpa sengaja.
Radiasi ini, yang disebut ‘radiasi latar kosmis’, tidak terlihat memancar dari
satu sumber tertentu, akan tetapi meliputi keseluruhan ruang angkasa.
Demikianlah, diketahui bahwa radiasi ini adalah sisa radiasi peninggalan dari
tahapan awal peristiwa Big Bang. Penzias dan Wilson dianugerahi hadiah Nobel
untuk penemuan mereka.
Pada tahun
1989, NASA mengirimkan satelit COBE (Cosmic Background Explorer). COBE ke ruang
angkasa untuk melakukan penelitian tentang radiasi latar kosmis. Hanya perlu 8
menit bagi COBE untuk membuktikan perhitungan Penziaz dan Wilson. COBE telah
menemukan sisa ledakan raksasa yang telah terjadi di awal pembentukan alam
semesta. Dinyatakan sebagai penemuan astronomi terbesar sepanjang masa,
penemuan ini dengan jelas membuktikan teori Big Bang.
Bukti
penting lain bagi Big Bang adalah jumlah hidrogen dan helium di ruang angkasa.
Dalam berbagai penelitian, diketahui bahwa konsentrasi hidrogen-helium di alam
semesta bersesuaian dengan perhitungan teoritis konsentrasi hidrogen-helium
sisa peninggalan peristiwa Big Bang. Jika alam semesta tak memiliki permulaan
dan jika ia telah ada sejak dulu kala, maka unsur hidrogen ini seharusnya telah
habis sama sekali dan berubah menjadi helium.
Segala bukti
meyakinkan ini menyebabkan teori Big Bang diterima oleh masyarakat ilmiah.
Model Big Bang adalah titik terakhir yang dicapai ilmu pengetahuan tentang asal
muasal alam semesta. Begitulah, alam semesta ini telah diciptakan oleh Allah
Yang Maha Perkasa dengan sempurna tanpa cacat.
Yang telah
menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu sekali-kali tidak melihat pada
ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihtatlah
berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang. (QS. Al-Mulk,
67:3)[14]
C. Teori Asal Mula
Bumi
Lima miliar tahun yang lalu,system
tata surya kita tidak ada. Yang ada hanyalah awan debu dan gas yang secara
perlahan berubah bentuk.sembilan planet, termasuk Bumi, dibentuk dari materi
yang menggumpal, menyerupai gumpalan bola salju, di dalam kabut. Mengenai teori
sejarah asal terbentuknya bumi sebagai berikut;[15]
· Proses
dimulai sekitar 4,6 miliar tahun yang lalu di pusat nebula matahari.
· Matahari
terbentuk di pusat awan ini. Sementara itu, gas dan bahan lain di bagian
luarnya menggumpal.
· Bebatun
kecil berubah menjadi lebih besar, membentuk cikal bakal planet, atau protoplanet
dengan diameter beberapa kilometre.
· Protoplanet
saling bertumbuhan satu sama lain dan menggumpal hingga mencapai ukuran planet
(memiliki diameter beberapa ribu kilometer). Hingga ratusan juta tahun, planet
tersebut dibombardir secara kuat dan terus menerus oleh bebatuan lain.
· Sekitar 4,5
miliar tahun yang lalu, bumitelah diselimuti oleh lautan larva yang berasal
dari bebatuan yang terbakar dan luasnya mencapai beberapa kilometre.
· Secara
perlahan, lautan larva tersebut mendingin membentuk kerak yang dihantam terus
menerus oleh berbagai meteor dan komet.
· Planet muda
kita juga mengalami aktifitas vulkanik yang melepaskan lapisan udara secara
radikal, lapisan udara ini berbeda dengan lapisan udara saat ini. Keberadaan
air dimungkinkan berassal dari kedalaman bumi atau dibawa dari angkasa oleh
komet dan membentuk laut. Pada saat bersamaan, kerak bumi berupa menjadi benua.
· Kemunculan
benua, laut, dan lapisan oksigen rendah menghasilkan proses pembentukan molekul
yang lebih kompleks, yang menuntun terciptanya fenomena yang luar biasa, yaitu
kehidupan. Bahkan lebih mengejutkan lagi, kehidupan dengan sangat cepat muncul
dari laut, kurang dari satu miliar tahun setelah bumi tecipta. Kehidupan
memerlukan beberapa miliar tahun lagi ke daratan.
BAB III PENUTUP
Sampai
sekarang belum ada teori yang benar-benar tepat untuk mengambarkan masa depan
alam semesta. Pertanyaan kita sekarang tentang suatu hal pada akhirnya akan
terjawab , namun setelah itu akan muncul beberapa pertanyaan baru. Demikianlah
yang akan terjadi jika kita bertanya tentang alam semesta, kita tidak akan
pernah puas karena sifat curiosity kita. Seringkali kita mendapati suatu
pertanyaan yang sangat mendasar, yang mendapat jawaban membuat hati kita kagum,
heran, takzim dan sampai pada tingkat suatu perenungan bahwa betapa luar biasa
kuasa tuhan alam semesta ini.
Demikian
makalah ini kami buat. Di dalamnya terdapat kesalahan dan itu adalah hal yang
niscaya. Karena kita tempat kesalahan dan lupa. Kami mengharap kritik saran
membangun anda, agar dapat memperbaiki diri selaku mahluk sosial. Semoga
makalah ini bermanfaat bagi penulis sendiri serta pembacanya. Amin.
DAFTAR PUSTAKA
· Purnama,
Heri, Ilmu Alamiah Dasar, Jakarta: Rineka Cipta, 2008.
· Ismail
al-Jawisy, Muhammad, Maha Besar Allah Atas Semua Ciptaan-Nya,
Jogjakarta: Garailmu, 2009.
· Jasin,
Maskoeri, Ilmu Alamiah Dasar, Jakarta: Rajawali Pers, 2008.
· Tjasyono HK,
Bayong, Ilmu Kebumian dan Antariksa, Bandung: Rosda, 2009.
· Endarto,
Danang, Pengantar Kosmografi, cet. I, Surakarta: LPP UNS dan UNS Press,
2005.
· Maskufa, Ilmu
Falaq, cet. I, Jakarta: Gaung Persada Press, 2009.
· Fredette
Claude Lefleur, Nathalie, penerjemah; Hendro Setyanto, Understanding The
Universe, Jackues Fortin, 2006.
[2] Mahasiswa Konsentrasi Ilmu Falak IAIN Walisongo
Semarang, Penerima Beasiswa Santri Berprestasi Kementrian Agama RI
[4] Muhammad Ismail al-Jawisy, Maha Besar Allah Atas
Semua Ciptaan-Nya, Jogjakarta: Garailmu, 2009, hal. 243
[7] Danang Endarto, Pengantar Kosmografi,
cet. I, Surakarta: LPP UNS dan UNS Press, 2005, hal. 77-78
[15] Nathalie Fredette Claude Lefleur,
penerjemah; Hendro Setyanto, Understanding The Universe, Jackues Fortin,
2006, hal. 22
,
No comments:
Post a Comment