5 Apr 2014

KOMPETISI DAN MONOPOLI



BAB VI

 KOMPETISI DAN MONOPOLI

Salah satu kekuatan sosial terpenting ialah kompetisi. Kita dapaat mengklasifikasikan kekuatan sosial menjadi dua kelompok. Pertama, kekuatan sosial yang mendorong perkembangan kerjasama, dan kedua kekuatan yang memaksa orang untuk bertidak bertentangan dan beroposisi satu sama lain. Kekuatan sosial utama yang mendorong orang untuk bertindak bertentangan satu sama lain adalah perjuangan. Prjuangan dapat dirumuskan sebagai antar hubungan sosial di mana kita ingin memaksa orang lain atau kelompok lain dengan kekuatan, agar supaya bertindak menurt kemauan kita.  Melalui perjuangan ini, perlawanan dari orang lain itu diatasi. Kompetisi, sebaliknya dapat dianggap sebagai sejenis perjuangan secara damai. Dengan demikian, dapat dirumuskan sebagai suatu upaya secara damao dari beberapa individu atau kelompok untuk mendapatakan barang sesuatu yang sama.
Kompetisi, seperti perjuangan, adalah suatu kategori universal dari kehidupan. Dalam biologi kita berbicara tentang : perjuangan untuk mempertahankan hidup dan ini adalah kategori universal dari kehidupan sosial. Banyak orang yang percaya bahwa kompetisi adalah suatu fenomena ekonomi murni, yang terutama dilambangkan oleh barter. Namun tak ada yang lebih keliru daripada pemberian arti yang terbatas seperti itu terhadap istilah kompetisi. prinsip kompetisi ialah samaa-sama bekerja ketika sejenis perlombaan terjadi, tujuan bersama bagi setiap orang yang berkompetisi adalah mencoba untuk mencapai tujuan paling dahulu daripada orang lain. Tetapi adalah juga kompetisi, jika dua sekolah yang berbeda mencoba menyelesaikan problema ilmiah yang sama,atau juka dua orang laki-laki ingin merebut hati dan mengawini wanita yang sama. Ini penting untuk diperhatikan bahea semua barang-barang yang berbeda itu kepunyaan bersama, dan kompetisi bekerja dalam keseluruhan bidang itu. Kompetisi ekonomi termasuk ke dalam lapangan yang sama dan dalam hubungan ini sekali lagi menjadi jelas bahwa ilmu ekonomi berhubungan erat dengan sosiologi.
Melihat riwayat ide kompetisi, adalah menarik dicatat bahwa prinsip kompetisi mula-mula diselidiki dalam ilmu ekonomi, baru kemudian dialihkan ke bidang biologi. Adam smith dan para penganut aliran physiocrat lainnya adalah orang yang mula-mula melakukan analisa sistematis tentang kompetisi. Menurut mereka, kemerdekaan dan kompetisi adalah elemen yang diperlukan dalam mencpai keselarasan kepentingan. Malthus dalam karyanya Essay on the principle of population (1798) menyatakan suatu pandangan yang mengecilkan hati tentang adanya suatu kecenderungan umum bahwa pertambahan jumlah penduduk berlangsung menurut deret ukur sedangkan pertambahan produksi bahan makanan hanya menurut deret hitung. Charles Darwin adalah orang yang mula-mula mengalihkan ide tentang kompetisi kehidupan biologi di tahun 1859. Ia menganggap kehidupan makhluk hidup sebagai suatu perjuangan untuk memepertahankan hidup dan sampai kepada suatu kesimpulan bahwa perjuangan ini mendorong organisme secara individual untuk menyesuaikan dirinya terhadap situasi khususnya sendiri. Jadi Darwin yang dipengaruhi oleh esei Malthus, mengembangkan prinsip mengenai seleksi alamiah melalui perjuangan mempertahankan hidup.

Hendaknya jangan dilupakan bahwa esei Malthus itu adalah suatu reaksi yang pesimis melawan optimisme teori sosial yang diajukan oleh Godwin dan Condoret yang mempercayai tentang kesempurnaan yang tak ada akhirnya dan persamaan alamiah umat manusia.
1.      FUNGSI KOMPETISI
Kita membedakan antara kompetisi  perseorangan dan kompetisi antar kelompok. Walaupun kompetisi didorong oleh tujuan-tujuan perseorangan tetapi kompetisi itu melaksanakan fungsi sosial dari seleksi, terutama dalam menetapkan satu tempat untuk setiap orang di dalam sistem sosial. Alternatif utama bagi kompetisi sebagai suatu cara untuk menetapkan tempat bagi masing-masing individu di dalam sistem sosial adalah sebagai berikut;
a)         Penetapan status sosial melalui warisan turun menurun
b)        Penetapan prinsip senioritas
c)         Penetapan ukuran kemampuan melalui bentuk-bentuk testing yang bertingkat.

Masyarakat yang merencanakan dan seluruh masyarakat lainnya yang ingin menimalkan kompetisi, boleh memilih diantara alternatif di atas.
Sejumlah aktivitas yang berhubungan dengan proses seleksi dalam setiap masyarakat adalah suatu indek dari kompetisi. Di dalam masyarakat yang statis, di mana biasanya anak-anak mengikuti pekerjaan orangtuanya; di mana posisi tertentu dipertahankan pleh segelintir kasta,  dimana sistem memilih melalui suatu proses pemilihan tidak dikenal, maka orang hanya mengorbankan sedikit tenaga untuk menemukan suatu tempat di dalam sistem sosial demikian. Intensitas kompetisi berbeda-beda, sesuai dengan tingkat kemerdekaan perseorangan, sesuai dengan tingkat perubahan sosial, dan berkebalikan dengan sifat badan-badan selektif.
Semakin bebas individu dalam memilih tingkat upah yang lebih baik, atau semakin jarang orang mengalami diskriminasi rasial, keagamaan atau diskriminasi kelas, maka semakin tinggi tingkat kemajuan umum yang dicapai oleh masyarakat yang bersangkutan.
Perubahan sosial membuaka kesempatan baru banyak orang, yang dalam keadaan yang lain orang mungkin harus meyakinkan dirinya sendiri bahwa mereka ditentukan untuk selama-lamanya. Contoh menarik dari proses ini ialah pengaruh peningkatan industri mobil di Amerika Serikat, yang mana selama 25 tahun menyerap tenaga kerja sejuta orang dan sangat sedikit di antara mereka yang mewariskan pekerjaan mereka kepada anak mereka. Makin baik badan-badan selektif makin ekonomis dan makin tepat penyaringan terhadap orang-orang yang berkompetisi.
2.      AKIBAT KOMPETISI
Setiap orang yang berkompetisi akan mencoba menyesuaikan diri mereka sendiri sebaik mungkin dengan kondisi khusus mereka sendiri agar supaya menjadikannya sebagai orang yang terbaik, dan individualisasi adalah suatu produk dari penyesuaian diri ini, di mana mentalitas perseorangan dari seorang individu mencerminkan struktur dari situasi dan kekhasan dari orang yang berkompetisi itu. Kompetisi mempertinggi keanekaragaman kepandaian, kekenyalan dan mobilitas individu yang terlibat di dalamnya. Kompetisi dalam sebagian besar kasus, berhubungan erat dengan mobilitas. Hanya jika saya dapat maju menuju kemungkinan mencapai prestasi terbaiklah maka kompetisi mampu mengembangkan potensi sosial saya. Bagaimana pun juga, kompetisi individual adalah suatu perantara yang cenderung memecah solidaritas kelompok.
Pasar adalah tempat di mana kompetisi mula-mula timbul,mula-mula terdapat di kawasan perbatasan suku, yakni ditempat mana komunikasi antar suku berlangsung. Pandangan yang timbul di dalam situasi marjinal ini kemudian menerobos ke tengah-tengah masyarakat dan dengan demikian dimulailah transformasi ke arah situasi masyarakat yang serakah.
Secara psikologis,kompetisi cenderung menciptakan perasaan inferior. Ini adalah konsekuensi dari cara-cara melalui mana kompetisi itu berlangsung. Di sini dibedakan dua jenis perasaan inferior yang bersumber pada kompetisi. Pertama, perasaan inferior yang menyebabkan individu menjadi aktif,yang memaksanya untuk menyesuaikan dirinya sendiri dengan cara yang lebih baik terhadap situasinya. Perasaan seperti ini menciptakan insentif baru dan mendorong untuk menghormati kepribadian orang lain. Perasaan inferior kedua, ialah yang melumpuhkan kekuatan individu dan memaksanya untuk menerima saja perasaan inferiornya itu. Jenis pertama adalah potensial dan aktual dan dalam kebanyakan kasus di sebabkan karena kompetisi yang benar-benar bebas. Sedangkan jenis perasaan inferior kedua, terutama dibantu perkembangannya oleh tingkahlaku yang otoriter dari mereka yang mendominasi individu yang berbeda pada posisi yang lemah.
Pertanyaan yang timbul di sini adalah seperti berikut: siapakah saingan kompetisi anda? Bagaimana acaranya anda mengkonpensasikan perasaan inferior anda? Apakah kompetisi itu meningkatkan kekuatan anda ataukaah situasi kompetisi demikian itu anda hadapi dengan menarik diri dan lari ke dalam diri sendiri, sehingga anda menjadi seorang pendiam dan pelamun? Apakah kompetisi itu membesarkan hati dan mendorong anda ataukah mengecilkan dan menciutkan hati anda dalam berusaha?
Suatu perasaan inferior yang minimum sering perlu untuk menemukan cara-cara penyesuaian diri yang baru, yang dibutuhkan dalam menghadapi situasi baru. Perasaan inferiorlah yang menciptakan dalam diri individu suatu desakan untuk mengkompensasikan perasaan inferiornya sendiri. Mekanisme ini dapat mengubah penampilan yang buruk menjadi penampilan yang lebih baik di sekolah, di tempat bekerja, dan sebagian. Tetapi sejumlah perasaan inferior yang berlebih-lebihan melumpuhkan aktivitas individu,karena perasaan demikian merusak keseimbangan kepribadiannya dan penilaiannya terhadap dirinya sendiri.
Tentu saja juga ada metode untuk menghilangkan perasaan inferior seseorang. Contohnya, pertama sebagai pengganti pengembangan kemampuan diri kita sendiri, kita mencoba membatasi lawan berkompetisi kita seperti ketika seorang pimpinan menengah dalam suatu birokrasi memilih para asistennya dari kalangan orang yang tidak berbakat, dan dengan demikian menimbulkan kemungkina untuk menguasai perasaan inferior itu. Atau kedua, dengan mencemarkan ide-ide atau nama baik orang lain yang berkompetisi dengan kita. Menurut cara ini, kebencian, iri hati, dan dendam kesumat di lawan dengan kepahlawanan, dengan kekesatriaan. Atau ketika prestasi kita sedang meningkat,kelompok lain yang kurang berefektif mungkin mencoba menghasut orang lain untuk memusuhi kita yang lebih efisien dan yang lebih berhasil. Contohnya kasus demikian ini dapat ditunjukkan ketika para bangsawan pemilik tanah mencoba menciptakan perasaan permusuhan melawan pengusaha industri yang banyak menghasilkan uang. Pencarian `kambing hitam` juga bukan suatu hal yang taklazim dilakukan orang; kegagalan yang bersumber sebenarnya pada kelemahan kita sendiri, kita lemparkan kesalahannya kepada orang lain sebagai biang keladinya.

3.      KETERBATASAN METODE KOMPETISI
Sepanjang kompetisi bekerja menurut cara-cara yang konstruktif,maka ia akan memaksa individu untuk meningkatkan usaha perseorangannya dan mendorongnya untuk berprestasi semaksimal mungkin. Karena kompetisi berperan sangat efektif,maka sebagai akibatnya dimungkinkan untuk memilih yang terbaik dri segi tipe manusianya yang paling menonjol dan dari segi penampilannya yang terbaik dalam pekerjaan. Tetapi ada suatu kemungkinan bahwa prinsip kompetisi yang sama,justru dapat menghasilkan akibat-akibat yang berlawanan,dan menjadi alat dari cara-cara pemilihan yang bersifat negatif. Karena itu kompetisi secara bebas harus selalu disertai dengan peraturan yang mengikat dan standar yang di terima secara umum. Di sini, fenomena perlakuan yang wajar terhadap semua orang (disebut: fair-play ) termasuk ke dalam nya.
Perlakuan yang wajar terhadap semua orang berarti bahwa baik dalam keseluruhan masyarakat atau sekurang-kurangnya dalam salah satu stratanya, suatu kontrol sosial tertentu berlaku dalam bentuk suatu standar tinhkahlaku yang mempengaruhi mentalitas individu yang berkompetisi itu. Kejujuran seperti itu dapat dimasukkan ke dalam situasi kompetisi di sekolah, di dalam dunia usaha, dan di dalam bidang perjuangan politik. Kelompok harus menerima sekurang-kurangnya harus ditegur oleh beberapa orang anggotanya,dan pemimpin harus pula menerima suatu standar sosial yang menentukan, yang menjamin kewajaran dan kejujuran terlaksana di kalansgan orang yang berkompetisi. C.H. Cooley adalah orang yang pertama yang menyadari arti penting prinsip fair-play ini.

MANUSIA, SAINS, DAN SENI



BAB VII

MANUSIA, SAINS, DAN SENI

    A.   HAKIKAT DAN MAKN SAINS, TEKNOLOGI, DAN SENI BAGI MANUSIA
            Selama perjalanan sejarah, umat manusia sudah berhasil menciptakan berbagai ragam kebudayaan. Berbagai macam atau ragam kebudayaan, tersaebut hanya meliputi tujuh buah kebudayaan. Ketujuh unsur kebudayaan tersebut merupakan unsur-unsur pokok yang selalu Vada pada pokok kebudayaan. masyarakat yang ada dibelahan dunia ini. Menurut Kluchkhon sebagaimana dikutip Koenjaraningrat (1996), bahwa ketujuh unsur pokok kebudayaan tersebut meliputi peralatan hidup (teknologi), sistem mata pencaharian hidup (ekonomi), sistem kemasyarakatan (organisasi sosial), sistem bahasa, kesenian (seni), sistem pengetahua ( ilmu pengetahuan/sains), serta sistem kepercayaan (religi).
            Ketujuh unsur budaya tersebut merupakan unsur-unsur budaya pokok yang pasti ada atau kita ketemukan apabila kita meneliti atau mempelajari setiap kehidupan masyarakat mana pun di dunia ini. Karena ada pada setiap kehidupan masyarakat didunia, maka ketujuh unsur pokok dari kebudayaan yang ada di dunia itu sering kali dikatakan sebagai unsur – unsur budaya yang bersifat universal, atau unsur-unsur kebudayaan universal.
            Ilmu pengetahuan (sains), peralatan hidup (teknologi), serta kesenian (seni), atau yang disingkat Ipteks, termasuk bagian dari unsur-unsur pokok dari kebudayaan universal tersebut. Maka dapat dipastikan Ipteks akan kita jumpai pada setiap kehidupan masyarakat manusia dimana pun berada, baik yang telah maju, sedang berkembang, sampai pada masyarakat yang masih sangat rendah tingkat peradabannya. Bahkan, pada kehidupan masyarakat purba atau pada zaman prasejarah sekalipun, ketujuh unsur-unsur budaya universal tersebu telah ada, termasuk Ipteks, meskipun tentunya pada tingkatan yang sangat sederhana atau primitif sekali.
            Salah satu bukti bahwa pada zaman purba telah muncul ketujuh unsur-unsur budaya universal  adalah pada zaman itu manusia telah mengenal adanya peralatan hidup atau teknologi berupa alat-alat sederhana yang terbuat dari batu maupan dari tulang yang diginakan untuk mencari makanan (berburu, meramu makanan, atau bercocok tanam secara sederhana atau berladang). Kemudian, pada saat itu manusia purba juga telah mengenal adanya sistem kepercayaan yang sekaligus menunjukkan adanya nilai seni serta sistem mata pencaharian hidup manusia purba, yakni sebagaimana terpotret pada gambar gambar mistis berupa lukisan telapak tanganserta lukisan babi rusa yang terkena panah pada bagian perutnya, yang ditemukan di gua-gua tempat tinggal mereka. Pad zaman purba, ternyata juga telah dikenal adanya sistem pengetahuan dalam pelayaran yang menggunakan sandaran pengetahuan pada perbintangan.
            Demikianlah pada masa-masa sesudahnya, pelan tetapi pasti Ipteks terus berkembang semakin maju sejalan dengan kemajuan penalaran yang telah dicapai oleh umat manusia. Bahkan, kini Ipteks yang pada awal perkembangannya berasal dari embrio filsafat, sekarang pertumbuhannya telah bercabang-cabang menjadi puluhan, bahkan ratusan disiplin ilmu ataupun teknologi yang masing-masing memiliki karakteristik serta dasar keilmiahannya sendiri-sendiri.
            Salah satu fungsi utama ilmu pengetahuan dan teknologi adalah untuk sarana bagi kehidupan manusia, yakni untuk membantu manusia agar aktivitas kehidupannya menjadi lebih mudah, lancar, efisien, dan efektif,sehingga kehidupannya menjadi lebih bermakna dan produktif. Oleh karena itu, khususnya dalam ilmu antropologi, istilah atau pengertian ilmu pengetahuan sering dipakai untuk merujuk pada keterkaitan antar manusia, lingkungan, dan kebudayaan. Hal ini dikarenakan dalam berinteraksi menghadapi lingkungannya, manusia mau tidak mau pasti akan berusaha menggunakan sarana-sarana berupa pengetahuan yang dimiliki serta menciptakan peralatan hidup untuk membantu kehidupannya. Dengan demikian, Iptek bagi manusia selalu berkaitan dengan usaha manusia untuk menciptakan taraf kehidupannya yang lebih baik.
            Dalam definisi lain (terutama berdasarkan kajian filsafat ilmu) istilah Iptek (ilmu,pengetahuan, dan teknologi) juga sering dibedakan secara terpisah atau sendiri-sendiri, karena masing-masing dari ketiga istilah itu dianggap memiliki bobot keilmiahan yang berbeda-beda. Menurut pengertian ini, pengetahuan merupakan pengalaman yang bermakna dalam diri tiap orang yang tumbuh sejak ia dilahirkan. Oleh karena itu, manusia yang normal, sekolah atau tidak sekolah, sudah pasti dianggap memiliki pengetahuan. Pengetahuan dapat dikembangkan manusia karena dua hal. Pertama, manusia mempunyai bahasa yang dapat mengomunikasikan informasi dan jalan pikiran yang melatarbelakangi informasi tersebut. Kedua, manusia mempunyai kemampuan berpikir menurut suatu alur pikir tertentu yang merupakan kemampuan menalar. Penalaran merupakan suatu proses berpikir dalam menarik suatu kesimpulan yang berupa pengetahuan.
            Namun begitu, yang namanya pengetahuan sifatnya acak, dan bagi kita (manusia), pengetahuan tersebut sangat potensial. Hanya saja, dalam kehidupan yang makin berkembang, kompleks, serta penuh tantangan ini, pengetahuan yang sifatnya acak tersebut nilai fungsionalnya tidak sampai mencapai tingkatan yang optimum guna menghadapi tantangan serta memecahkan masalah yang makin rumit. Oleh karena itu, pengetahuan yang sifatnya acak tadi perlu ditingkatkan derajat atau bobot keilmiahannya sehingga berubah menjadi ilmu. Dengan demikian, pengetahuan yang bersifat acak serta terbuka itu dengan melalui proses yang cukup anjang, dapat diorganisasikan dan disusun menjadi bidang bidang seperti filsafat, humaniora, serta ilmu.
            Selanjutnya dalam kaitannya dengan ilmu. Ilmu itu sendiri secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi dua buah golongan besar, yakni ilmu eksak dan noneksak, atau ilmu pengetahuan alam (IPA ) serta ilmu pengetahuan sosial (IPS ). Jika dilihat dari ciri-cirinya serta dibandingkan dengan pengetahuan yang acak dan terbuka lainnya, terletak pada adanya unsur sistematika, obkek kajian, ruang lingkup kajian, serta metode yang diterapkan serta dikembangkannya. Jadi, ilmu sesungguhnya merupakan pengetahuan yang sudah mencapai taraf tertentu yang telah memenuhi sistematika, memiliki objek kajian, dan metode pembahasan akan kajian tersebut.
            Ilmu dapat diartikan sebagai pengetahuan yang tersusun secara sistematis dengan menggunakan kekuatan pemikiran, dimana pengetahuan tersebut selalu dapat dikontrol oleh setiap orang yang ingin mengetahuinya. Berpijak dari pengertian ini, maka ilmu memiliki kandungan unsur-unsur pokok sebagai berikut.
1.                  Berisi pengetahuan (knowledge)
2.                  Tersusun secara sistematis.
3.                  Menggunakan penalaran.
4.                  Dapat dikontrol secara kritis oleh orang lain.
           
Ilmu pengetahuan bersifat fungsional dalam kehidupan manusia sehari-hari. Dengan pengetahuan, maka pemanfaatan benda, alat, senjata, dan hewan, menjadi lebh mudah serta terarah guna mencapai hasil atau apa yang diinginkannya. Apalagi setelah pengetahuan itu tersusun menjadi sebuah ilmu (ilmu pengetahuan), maka fungsi dan penerapannya dalam rangka memanfaatkan sebuah benda, alat, senjata, atau hewan tadi akan menjadi lebih baik lagi.
            Sementara itu, lebih khusus lagi jika pengetahuan dan ilmu pengetahuan tadi diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dalam rangka untuk menampilkan sesuatu, maka akan menghasilkan kemampuan apa yang kemudian disebut teknologi. Oleh karena itu, sebagaimana dikatakan Brown (1980), bahwa teknologi pada hakikatnya merupakan penerapan pengetahuan oleh manusia guna mengerjakan suatu tugas yang dikehendakinya. Dengan kata lain, teknologi pada hakikatnya merupakan penerapan praktis pengetahuan untuk mengerjakan sesuatu yang kita inginkan. Pengertian senada juga pernah ditegaskan oleh Marwah Daud Ibrahim, yang menyatakan bahwa ilmu pengetahuan pada hakikatnya adalah suatu jawaban sistematis atas kata atau pertanyaan “mengapa”, sedangkan teknologi adalah jawaban praktis dari pertanyaan “bagaimana”. Selanjutnya, dengan teknologi itu orang lalu dapat memanfaatkan gejala alam, bahkan bisa mengubahnya.
            Sebenarnya masih banyak lagi definisi lain yang dibuat oleh para ahli tentang ilmu, teknologi, serta seni yang dibuat oleh para ahli. Berbagai defenisi itu telah diberikan oleh para filsuf, ilmuwan serta budayawan, yang mana masing masing seolah membuat defensi sesuai dengan apa yang mereka kehendaki. Misalnya saja yang paling sederhana mengatakan bahwa sains atau ilmu pengetahuan yang sistematis. Sedangkan pengertian yang lebih luas dikatakan bahwa yang disebut sainsadalah himpunan pengetahuan manusia yang dikumpulkan melalui suatu proses pengkajian dan dapat diterima secara rasio. Jadi, dalam pengertian yang lebih luas ini sains dikatakanya sebagai suatu himpunan rasionalitas kolektif insani. Seacara etimologis, kata sains sendiri berasala dari bahasa Latin, yaitu scire, yang berarti mengetahui atau belajar. Sedangkan sebagaimana sudah kita pahami bersama bahwa kata sains sendiri dalam pengertian atau terjemahan bahasa Indonesia berarti ilmu pengetahuan.
            Sebagaimana juga pernah disinggung sebelumnya, jika dilihat dari segi filsafat ilmu antara pengetahuan dan sains adalah berbeda (memilki makna berbeda). Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui oleh manusia melalui tangkapan panca indera, intuisi, serta firasat, sedangkan ilmu pengetahuan yang sudah diklasifikasi, diorganisasi, disistemisasi, serta diinterprestasikan sehingga menghasilkan kebenaran yang objektif, sudah teruji kebenarannya, serta dapat diulang secara imiah. Dalam sudut  pandang filsafat imu, istilah sains juga telah dipahami oleh masyarakat Indonesia menjadi suatu istilah baku, yaitu ilmu pengetahuan.
            Lalu, timbul pertanyaan kapanatu bilamana kira-kira suatu pngetahuan itu dapat dikategorikan sebagai suatu ilmu (sains/ilmu pengetahuan). Dalam kajian filasafat ilmu, suatu pengetahuan dapat dikatakan sebagai suatu ilmu apabila memenuhi tiga kriteria pokok sebagai berikut.
1.                  Adanya aspek ontologis, artinya bidang studi yang bersangkutan telah memiliki objek studi/kajian yang jelas. Dalam hal ini, bahwa yang nama nya objek suatu studi itu haruslah yang jelas, artinya dapat diindentifikasikan, dapat diberi batasan, serta dapat diuraikan sifat nya yang esensial. Objek studi suatu ilmu itu sendiri terdapat dua macam, yaitu objek material serta objek formal.
2.                  Adanya aspek epistemologi, yang artinya bahwa bidang studi yang bersangkutan telah memiliki metode kerja yang lebih jelas. Dalam hal ini terdapat tiga metode kerja suatu bidang studi, yaitu deduksi, induksi, serta eduksi.
3.                  Adanya aspek aksiologi, yang artinya bahwa bidang studi yang bersangkutan memiliki nilai guna. Misalnya, bidang studi tersebut dapat menunjukkan adanya nilai teoritis, hukum, generalisasi, kecenderungan umum, konsep, serta kesimpulan yang logis, sistematis, dan koheren. Selain itu, bahwa dalam teori serta konsep tersebut tidak menunjukkan adanya kerancuan, perentangan kontradiktif diantara satu sama lainnya.

Dalam filsafat ilmu, setiap ilmu membatasi diri pada salah satu bidang kajian. Oleh karena itu, ada seseorang yang hanya mendalami bidang ilmu tertentu dalam masyarakat, yang kemudian disebut sebagai spesialis, dan ada pula seseorang yang banyak tahu dalam bidang ilmu, namun tidak sampai mendalam, atau yang kemudian disebut generalis. Namun, karena keterbatasan manusia maka sangat jarang ditemukan adanya seseorang dalam masyarakat yang menguasai beberapa ilmu secara mendalam.
Setelah kita mengetahui tentang pengertian sains (ilmu pengetahuan) dan teknologi, kemudian perbedaan serta hubungannya masing-masing, lalu muncul pertanyaan lagi, yaitu bagaimana hubungannya dengan seni dalam kehidupan manusia ? Nah, untuk dapat menjawab pertanyaan ini, berikut akan kita uraikan sedikit tentang bagaimana keterkaitan di antara unsur-unsur Ipteks itu dalam kaitannya dengan kehidupan manusia di alam semesta ini.
Dalam pemikiran Barat, sains emiliki tiga karakteristik pokok, yaitu bersifat obyektif, netral, serta bebas nilai. Karakteristik sebuah ilmu pengetahuan bersifat obyektif dan netral itu sudah jelas, namun apakah benar bahwa sains itu juga harus bebas nilai ? tampaknya disinilah permulaan yang akan kita bahas didalam menghubungkan antara pengetahuan, sains, teknologi, serta seni dalam kehidupan manusia. Menurut sebagian ahli, bahwa sekalipun diakui berpijak dari sistem nilai, namun sains tetap bebas dari pertimbangan-pertimbangan nilai. Akan tetapi, mereka mengakui bahwa sains tetap berpijak pada sistem nilai. Karena dalam pandangan mereka, hubungan langsug diantara fakta dan bukan fakta, sedangkan pertimbangan-pertimbangan nilai menurut mereka bukanlah wewenang dari sains. Namun perlu juga diketahui bahwa fakta itu sangat tergantung pada sains, dan tergantung pula pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh para ilmuwan sendiri, karena memang dialah yang menentukan fakta mana saja yang lebih relevan dan apa saja yang dapat dikatakan sebagai fakta ilmiah.
Jadi, dalam pengertian tersebut bahwa fakta itu jelas sangat tergantung pada jiwa seseorang dalam memilih pertanyaan yang diformulasikan dan yang tergabung dalam aksioma serta pemilihan aksioma tadi. Jadi, bukanlah pilihan pertanyaan dan aksioma terlepas dari pilihan serta pertimbangan nilai nilai ? meskipun memang benar dikatakan bahwa nilai itu tidak akan bisa langsung keluar dari fakta, namun sebuah fakta hanya akan menjadi relevan dan signifikan apabila melalui sebuah sistem niali. Karena disini yang dikatakan fakta hanya akan timbul karena daya sains yang bersifat objektif dan tanpa pamrih.
            Sedangkan pada sisi lainnya, dikatakan bahwa meskipun teori pada sains juga dibangun diatas fakta, tetapi laporan tentang fakta itu sendiri juga tidak luput dari interprestasi. Oleh karena itu, dikatakan bahwa sains terbentuk karena adanya pertemuan dua orde pengalaman, yakni orde observasi dan orde konsepsional. Orde observasi didasarkan pada hasil observasi fakta, sedangkan orde konsepsi didasarkan pada hasil pemahaman manusia mengenai alam semesta, karena itu sifatnya menjadi sangat subjektif. Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa sains, tidak bisa bebas dari nilai-nilai. Jadi, sesuai dengan sifat sains itu sendiri yang kebenaranya bersifat tidak mutlak.
            Sedangkan berbicara masalah teknologi, dimana istilah teknologi itu sendiri sebenarnya sudah mengandung pengertian sains dan teknik atau engineering, sebab produk teknologi tidaklah mungkin ada tanpa didasari adanya sains. Sementara itu, dalam sudut pandang budaya, teknologi merupakan salah satu unsur budaya sebagai hasil penerapan praktis dari sains. Walaupun pada dasarnya teknologi juga memiliki karakteristik objektif dan netral, namun dalam kenyataannya teknologi tidak bisa netral seluruhnya karena memerlukan juga sentuhan estetika yang bersifat objektif.
            Pada titik ini kita berbicara tentang seni. Seni berasal dari bahasa Latin, yaitu ars yang berarti kemahiran. Secara etimologis, seni (art) diformulasikan sebagai suatu kemahiran dalam membuat barang atau mengerjakan sesuatu. Pengertian seni merupakan kebalikan dari alam, yaitu sebagai hasil campur tangan (sentuhan) manusia. Seni merupakan pengolahan budi manusia secara tekun untuk mengubah suatu benda bagi kepentingan rohani dan jasmani manusia. Seni merupakan ekspresi jiwa seseorang yang hasil ekspresi tersebut berkembang menjadi bagian dari budaya manusia. Seni dan keindahan yang tercipta merupakan dua sisi yang tidak bisa dipisahkan. Dengan seni, cipta dan karya manusia, termasuk teknologi, di dalamnya mendapat sentuhan keindahan atau estetika.
          Dari uraian di atas, seni diartikan sebagai kegiatan manusia (human activity), yaitu proses kegiatan manusia dalam menciptakan benda-benda yang bernilai estetik. Jadi, dengan sentuhan seni, teknologi sebagai  hasil karya ilmu pengetahuan manusia tidak sekadar menjadi alat, tetapi juga bernilai indah. Contohnya, pesawat terbang sebagai karya teknologi tidak hanya berkembaang dari sisi kualitas, kemampuan mesin, dan ketahanannya, tetapi juga berkembang semakin estetik, baik dalam hal bangunan bodi, model, interior pesawat, warna, dan sebagainya. Selain itu, seni juga berarti hasil karya seni itu sendiri. Pesawat adalah teknologi hasil karya dan juga hasil seni dari manusia.
          Ilmu pengetahuan merupakan usaha manusia untuk memahami gejala dan fakta alam, lalu melestarikan pengetahuan tersebut secara konsepsional dan sistematis. Sedangkan teknologi adalah usaha manusia untuk memanfaatkan ilmu pengetahuan itu untuk kepentingan dan kesejahteraan. Karena hubungan tersebut, maka perkembangan ilmu pengetahuan selalu terkait dengan perkembangan teknologi, demikiann pula sebaliknya.
          Sains dan teknologi saling membutuhkan, karena sains tanpa teknologi bagaikan pohon tak berakar (science without technology has no fruit, technology without science has no root). Sains hanya mampu mengajarkan fakta dan nonfakta pada manusia, ia tidak mampu mengajarkan apa yang harus atau tidak boleh dilakukan oleh manusia. Jadi, fungsi sains di sini hanyalah mengoordinasikan semua pengalaman manusia dan menempatkannya ke dalam suatu sistem yang logis, sedangkan fungsi seni sebagai pemberi persepsi mengenai suatu keberaturan dalam hidup dengan menempatkan suatu keberaturan padanya. Tujuan sains dan teknologi adalah untuk memudahkan manusia dalam menjalani kehidupannya. Sedangkan seni memberi sentuhan estetik sebagai hasil budaya yang indah dari manusia.

B.                 DAMPAK PENYALAHGUNAAN  IPTEKS PADA KEHIDUPAN

            Manusia dengan potensi akalnya, telah diberi kebebasan untuk memilih dan mengembangkan mana yang benar dan mana yang salah. Sedangkan dengan potensinya pula manusia dapat menggali dan mengembangkan rahasia alam semesta ini sehingga lahirlah apa yang kemudian disebut sains, teknologi, dan seni (disingkat Ipteks). Pada saat ini, perkembangan Ipteks sudah  sedemikian pesatnya, bahkan telah berpengaruh baik secara langsung maupun tidak langsung bagi kehidupan manusia, dan pengaruh  tersebut menyangkut pola pikir, pola kerja, pola hidup, maupun tingkah lakunya. Semestinya, semakin tinggi penguasaan  terhadap Ipteks, harusnya manusia semakin kritis dalam berpikir, semakin disiplin dalam bekerja, dan semakin efisien dalam bertindak. Akan tetapi, pada kenyatannya kebanyakan manusia justru semakin merasa dibuai dengan semua fasilitas dan produk yang dihasilkan oleh Ipteks tersebut.
 
            Dalam kehidupan modern, hampir tidak ada orang yang hidup tanpa menggunakan jasa Iptek. Semakin tinggi orang yang menggunakan jasa Iptek, semakin tinggi pula tingkat ketergantungannya kepada alat-alat tersebut. Dampak langsung dari kemajuan Iptek adalah kemudahan-kemudahan dalam beraktivitas. Memang Iptek diciptakan dengan tujuan untuk memberikan berbagai kemudahan dan memperingan beban pekerjaan manusia yang tadinya sangat melelahkan menjadi ringan. Namun, dampak negatif dari kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, dapat mengakibatkan masyarakat semakin terbuai, karena mereka hampir tidak sadar bahwa ternyata dirinya telah berada dalam situasi pola hidup konsumtif, hedonistik, dan materialistik.

            Perkembangan Iptek yang demikian pesat mampu menciptakan perubahan-perubahan yang berpengaruh langsung pada kehidupan masyarakat, khususnya dalam elemen-elemen  sebagai berikut.
1.                  Perubahan di bidang intelektual; masyarakat meninggalkan kebiasaan lama atau kepercayaan tradisional, mereka mulai mengambil kebiasaan serta kepercayaan baru, setidaknya mereka telah melakukan reaktualisasi.
2.                  Perubahan dalam organisasi sosial yang mengarah pada kehidupan politik.
3.                  Perubahan dan benturan-benturan terhadap tata nilai dan tata lingkungannya.
4.                  Perubahan di bidanng industri dan kemampuan  di medan perang.
            Keempat persoalan di atas kini secara langsung telah menyentuh sendi-sendi kehidupan manusia yang menuntut keterlibatan  semua pihak, yang pada akhirnya ikut menentukan pula kelangsungan hidup umat manusia di muka bumi ini.
            Dalam pemikiran teologis, ada suatu pernyataan yang seolah-olah tabu untuk dipersoalkan, yaitu “Kapan kira-kira kiamat itu akan terjadi?”. Di sini jawabannya sangat normatif, yaitu hanya Tuhanlah yang tahu karena Dia-lah yang menentukan kapan kiamat itu akan tiba. Sedangkan dalam pemikiran saintifik, pertanyaan semacam itu ternyata bisa dikembangkan, yaitu bahwa kiamat akan terjaadi apabila alam semesta ini sudah kehilangan keseimbangannya, dan yang menjaga keseimbangan alam itu adalah salah satu tugas manusia. Jadi, apabila pengembangan Iptek (oleh manusia) sampai tidak memedulikan keseimbangan dan kelestarian (yang juga menjadi salah satu tugas manusia), maka kiamat akan segera tiba. Dengan demikian, peristiwa kiamat dalam pandangan saintifik sangat tergantung pada ulah manusia, yakni sejauh mana manusia di muka bumi ini dapat menjaga dan melestarikan alam ini. Oleh karena itulah, menjadi tugas manusia sebagai makhluk yang telah diangkat oleh Tuhan menjadi khalifah di muka bumi ini untuk menjaga kelestarian alam ini  dengan memanfaatkan serta menerapkan hasil karya Ipteks dengan cara yang tepat.
            Seperti sudah menjadi hukum alam, di samping ada sisi positif juga muncul sisi negatif dari kemajuan Iptek. Selain yang sudah disebutkandi atas, contoh dampak negatif Ipteks di antaranya adalah perlombaan senjata nuklir, pelanggaran norma kesusilaan, kriminalitas, penurunan kesehatan, dan pencemaran lingkungan hidup.
            Adanya sisi positif dan negatif dari Ipteks maka sering dikatakan bahwa kemajuan Ipteks bermata dua atau bersifat dilematis. Di satu sisi, Iptek secara positif telah mendatangkan rahmat, dalam arti dapat meningkatkan kesejahteraan hidup manusia. Oleh karena itu, ada pihak yang menyatakan bahwa Iptek menjadi “tulang punggung kesejahteraan”. Namun di sisi lain, seperti dapat kita amati dalam kehidupan, penerapan dan pemanfaatan Ipteks itu juga telah membawa dampak negatif atau membawa laknat dalam bentuk munculnya masalah lingkungan, seperti pencemaran, kekeringan, banjir, tanah longsor, dan kenaikan susu udara global. Oleh karena itu, kita sebagai umat manusia tentunya harus penuh kewaspadaan dan kehati-hatian dalam menerapkan dan memanfaatkan Iptek, yakni yang sesuai dengan asas-asas keserasian, keseimbangan, maupun kelestarian. Dengan demikian, kehidupan di bumi ini akan tetap berjalan secara seimbang dan lestari.
            Bukan hanya sampai disitu, pada saat ini perkembangan Iptek juga telah merambah ke bidang teknologi informasi dan komunikasi. Sebagaimana kita dengar atau lihat di berbagai media massa, semenjak runtuhnya komunisme dan dilanjutkan dengan munculnya keterbukaan, dunia seakan dilanda arus informasi dan globalisasi. Akibat kemajuan di bidang teknologi informasi yang ditandai dengan munculnya berbagai media komunikasi canggih, seperti pesawat telepon, komputer, faksimili, internet, dan lain-lain, maka arus informasi semakin cepat, dan akibat lebih lanjutnya ialah dunia seakan-akan menjadi semakin transparan (terbuka) dan sempit. Akan tetapi, pemanfaatan dan penerapan teknologi di bidang informasi dan komunikasi juga mengandung suatu dilema atau bermata dua, yakni rahmat dan laknat. Di bidang komunikasi, rahmat Iptek dapat Anda amati dan hayati, yang bukan hanya telah mengglobal, melainkan juga telah mengangkasa luar. Bahkan, satelit komunikasi juga semakin memacu derasnya informasi. Derasnya arus informasi ini sebagaimana dilakukan stasiun-stasiun televisi yang telah memanfaatkan berbagai penyiaran globalnya melalui satelit-satelit komunikasi tersebut.
            Sedangkan dampak negatif yang membawa laknat juga telah mengglobal. Berbagai pencemaran yang berpengaruh terhadap kesehatan fisik biologis dan mental psikologis pun telah mengglobal. Dampak negatif dari perkembangan kemajuan serta penerapan Iptek yang telah menghasilkan berbagai ketimpangan itu oleh Alvin Toffler (1976) disebut sebagai guncangan hari esok (future shock), yang tidak saja telah menimbulkan guncangan fisik (physical shock), melainkan juga guncangan kejiwaan (psychological shock). Sekarang cobalah Anda lihat dan amati sendiri, bagaimana telah mengglobalnya berbagai penyakit yang timbul di masyarakat pada saat ini. Mulai dari ketegangan urat sraf, darah tinggi, sadisme, kriminalitas, mabuk, teler,dan sebagainya, adalah berbagai macam penyakit ataupun gangguan-gangguan fisik-biologis maupun mental-psikologis, yang tidak hanya terjadi di negara-negara tertentu saja, melainkan juga telah meluas ke berbagai negara di penjuru dunia. Dalam kaitan ini, maka perkembangan kemajuan Iptek di bidang komunikasi dan informasi itulah yang dianggap menjadi salah satu sarana penyebarannya. Di sinilah kiranya letak tuntutan bagi dunia pendidikan pada khususnya, serta masyarakat dan pemerintah pada umumnya, bagaimana caranya menciptakan kiat-kiat khusus guna mengatasi dampak negatif Iptek terhadap guncangan fisik serta psikologis tadi.

C.                PROBLEMATIKA PEMANFAATAN IPTEKS DI INDONESIA
            Ipteks dimanfaatkan oleh manusia terutama dalam memudahkan pemenuhan kebutuhan hidup. Contoh sederhana adalah dengan dikembangkannya sarana transportasi, manusia bisa bergerak dan melakukan mobilisasi dengan cepat. Kemajuan yang dicapai manusia melalui Ipteks telah memberikan dampak positif dalam hidupnya. Ipteks memberi rahmat dalam arti memicu kemajuan dan kesejahteraan. Namun demikian, pemanfaatan Ipteks oleh manusia dapat pula berdampak buruk bagi kehidupan dan lingkungan hidup manusia itu sendiri. Gejala negatif  itu sebagai akibat dari penyalahgunaan dalam hal pemanfaatannya, berlebihan dalam penggunaannya, ataupun tidak mempunyai manusia dalam mengendalikan kekuatan teknologi itu sendirii.
            Pengembangan ilmu pengetahuan berjalan aktif di segala bidang, yaitu kesehatan, pertaniian, ilmu ekonomi, ilmu sosial, ilmu pengetahuan alam, dan sebagainya. Akan tetapi, jika diamati lebih teliti ada empat bidang ilmu pengetahuan dan teknologi strategis yang akan menentukan masa depan dunia, yaitu material, energi, mikroelektronik, dan bioteknologi (Rahardi Ramelan, 2004). Dari bidang-bidang tersebut menghasilkan pula empat macam teknologi, yaitu teknologi bahan, teknologi energi, teknologi mikroelektronika, dan teknologi hayati.
            Teknologi bahan adalah teknologi yang memanfaatkan material, terutama logam seperti besi dan baja untuk pemenuhan kebutuhan manusia yang menggunakan bahan material tersebut. Dewasa ini, inovasi penciptaan material baru terus berkembang dan tidak lagi mengandalkan logam atau komponen baku yang sudah dibentuk alam (konvensional). Berbagai komposisi baru atau pemurnian dilakukan untuk memanfaatkan material organik dan anorganik sebagai structural material, tool material, atau electronic/electromagnetic materials. Pembentukan material komposit yang semula hanya menggunakan jenis-jenis  polimer sebagai serat penguat/matriks juga digunakan pada struktur pesawat terbang, printed circuit board, dan lain-lainnya, telah berkembang dan akan terus berkembang dengan menggunakan bahan-bahan serat lainnya, seperti kaca/gelas, karbon, logam, ataupun keramik.
            Teknologi energi adalah teknologi dengan memanfaatkan sumber-sumber energi. Sumber energi konvensional di dunia adalah minyak, gas alam, batu bara, tenaga air,geothermal, dan kayu. Sumber dan teknologi modern sudah mulai dikembangkan, termasuk tenaga nuklir, gambut, tenaga surya, gelombang laut, tenaga panas laut, angin, dan sebagainya.
            Teknologi mikroelektronika atau yang berkembang sekarang ini sebagai teknologi informasiatau informatika. Teknologi informasi ialah teknologi yang digunakan untuk menyimpan, menghasilkan, mengolah, dan menyebarluaskan informasi. Informasi yang dimaksud mencakup numerik, seperti angka, audio, teks, dan citra seperti gambar dan sandi. Teknologi informasi merupakan salah satu jenis teknologi yang dikembangkan dari ilmu-ilmu dasar, seperti matematika, fisika, dan sebagainya. Pengembangan dan pemanfaatan teknologi informasi ini menghasilkan ciptaan baru berupa komputer, internet, rekayasa perangkat lunak (program), termasuk kecerdasan buatan. Perkembangan teknologi informasi atau dengan istilah lain teknologi telematika mendapat perhatian luar biasa dari banyak negara, termasuk Indonesia. Perkembangan teknologi informasi ini diyakini menjadi  faktor penting munculnya globalisasi.
            Teknologi hayati atau bioteknologi adaalah teknologi yang berusaha secara sistematis menggunakan  serta mengarahkan sistem atau komune biologis, terutama organisme kecil, untuk menghasilkan barang atau jasa secara efisien. Untuk memengaruhi dan mengarahkan itu, kini digunakan berbagai teknik dan alat yang dikembangkan di cabang-cabang ilmu pengetahuan dan teknologi lainnya, seperti mikrobiologi, bioengineering, gentic engineering, dan sebagainya.
            Bangsa Indonesia dari dulu sudah menyadari akan pentingnya peranan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam pembangunan. Faktor yang paling menentukan dalam hal penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi adalah manusia, yaitu para pelaku yang menggeluti bidang penelitian dan pengembangan serta rancang bangun dan perekayasaan. Pembinaan terhadap para pelaku seperti perguruan tinggi dan lembaga penelitian, bahkan pembinaan kemampuan di sektor industri mulai dilakukan. Misalkan dengan dibentuknya berbagai wadah seperti Kantor Menteri Negara Riset dan Teknologi, Dewan Riset nasional, Dewan Standarisasi Nasional, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, dan Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia.
            Di era sekarang ini, perhatian terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tampak pada dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004-2009, khususnya pada bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Disadari oleh bangsa Indonesia bahwa pembangunan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) pada hakikatnya ditujukan untuk meningkatkan  kesejahteraan masyarakat dalam rangka membangun peradaban manusia. Sejalan dengan paradigma baru di era globalisasi, yaitu tekno-ekonomi (techno-economy paradigm), teknologi menjadi faktor yang memberikan kontribusi signifikan dalam peningkatan kualitas hidup suatu bangsa. Pembangunan Iptek merupakan  sumber terbentuknya iklim inovasi yang menjadi landasan bagi tumbuhnya kreativitas sumber daya manusia (SDM), yang pada gilirannya dapat menjadi sumber pertumbuhan dan daya saing ekonomi. Selain itu, Iptek menentukan tingkat efektivitas dan efisiensi proses transformasi sumber daya menjadi sumber daya baru yang lebih bernilai. Dengan demikian, peningkatan kemampuan Iptek sangat diperlukan untuk meningkatkan standar kehidupan bangsa dan negara, serta kemandirian dan daya saing bangsa Indonesia di mata dunia.




Namun demikian, masalah yang dihadapi bangsa Indonesia terkait dengan pemanfaatan dan kemampuan Iptek ini dapat didefinisikasi sebagai berikut (RPJMN 2004-2009).
1.                  Rendahnya kemampuan Iptek nasional dalam menghadapi perkembangan global. Hal ini ditunjukkan dengan Indeks Pencapaian Teknologi (IPT) dalam laporan UNDP tahun 2001 menunjukkan tingkat pencapaian teknologi Indonesia masih berada pada urutan ke-60 dari 72 negara.
2.                  Rendahnya kontribusi Iptek nasional di sektor produksi. Hal ini antara lain ditunjukkan oleh efisiensi dan rendahnya produktivitasnya, serta minimnya kandungan teknologi dalam kegiatan ekspor.
3.                  Belum optimalnya mekanisme intermediasi Iptek yang menjembatani interaksi antara kapasitas penyedia iptek dengan kebutuhan pengguna. Masalah ini dapat terilihat dari belum tertatanya infrastruktur Iptek, antara lain institusi yang mengolah dan menerjemahkan hasil penggembangan Iptek menjadi preskripsi teknologi yang siap pakai untuk difungsikan dalam sisitem produksi.
4.                  Lamahnya sinergi kebijakan Iptek, sehingga kegiatan Iptek belum sanggup memberikan hasil yang signifikan.
5.                  Masih terbatasnya sumber daya Iptek, yang tercermin dari rendahnya kualitas SDM dan kesenjangan pendidikan di bidang Iptek. Rasio tenaga peneliti Indonesia pada tahun 2001 adalah 4,7 peneliti per 10.000 penduduk, jauh lebih kecil dibandingkan Jepang sebesar 70,7.
6.                  Belum berkembangnya budaya Iptek di kalangan masyarakat. Budaya bangsa secara umum masih belum mencerminkan nilai-nilai Iptek yang mempunyai penalaran objektif, rasional, maju, unggul, dan mandiri. Pola pikir masyarakat belum berkembang kea rah yang  lebih suka mencipta daripada sekedar memakai, lebih suka membuat  daripada sekadar membeli, serta lebih suka belajar dan berkreasi daripada sekadar menggunakan teknologi yang ada.
7.                  Belum optimalnya peran Iptek dalam mengatasi degradasi fungsi lingkungan hidup. Kemajuan iptek berakibat pula pada munculnya permasalahan lingkungan. Hal tersebut antara lain disebabkan oleh belum berkembangnya system menajeman dan teknologi pelestarian fungsi lingkungan hidup.
8.                  Masih lemahnya peran Iptek dalam mengantisipasi dan menanggulangi bencana alam. Wilayah Indonesia dalam konteks ilmu kebumian global  meruapakan wilayah yang rawan bencana. Banyaknya korban akibat bencana alam merupakan indikator bahwa pembangunan Indonesia belum berwawasan bencana. Kemampuan Iptek nasional belum optimal dalam memberikan antisipasi dan solusi strategis terhadap berbagai permasalahan bencana alam, seperti pemanasan global, anomali iklim, kebakaran hutan, banjir, longsor, gempa bumi, dan tsunami.

Translate