13 Oct 2012

MACAM MACAM SISTEM PEMERINTAHAN

 
 
 SISTEM PEMERINTAHAN BESERTA KELEMAHANDAN KELEBIHAN

Pada umumnya sistem pemerintahan yang diterapkan di Negara-negaraada dua yaitu sistem pemerintahan parlementer dan sistem pemerintahanpresidensial. Kalaupun ada sistem pemerintahan lain ,itu merupakan variasi darikedua sistem tersebut. nama “Parlementer” menunjukkan bahwa dalam sistem itupara Menteri harus mempertanggung jawabkan kinerja eksekutifnya pada pihak presiden.Negara Inggris adalah Negara pertama yang menjalankan sistem Parlementer,Inggris disebut sebagai “Mother of Parlementer” (induk parlementer). SedangkanAmerika merupakan pelopor dari system presidensial. Kedua jenis systempemerintahan itu umum berlaku di Negara demokrasi.

1.Sistem Pemerintahan Parlementer 
Sistem pemerintahan parlementer adalah sistem atau keseluruhan prisippenataan hubungan kerja antar lembaga Negara yang secara formal memberikanperan utama kepada parlemen atau badan legislatif dalam menjalankanpemerintahan Negara. Presiden hanya menjadi symbol kepada Negara saja.Contoh, kedudukan satu di Inggris, raja di Muangthai, dan Presiden di India.Seperti halnya di Inggris, dimana seorang raja tak dapat diganggu gugat, makajika terjadi perselisihan antara raja dengan rakyat, Menterilah yang bertanggungjawab terhadap segala tindakan raja. Sebagai catatan, dalam pemerintahan kabinetparlementer, perlu dicapai adanya keseimbangan melalui mayoritas partai untuk membentuk kabinrt atas kekuatan sendiri. Kalau tidak, dibentuk suatu kabinetkoalisi berdasarkan kerja sama antar beberapa partai.1

Karakteristik Sistem Parlemente 

a.Parlemen, melalui pemimpin partai yang menguasai mayoritas kursi parlemen,menyusun kabinat (dewan Menteri). pembentukan kabinet itu akan menyusunsendiri susunan kabinet jika ia merasa tidak memerlukan koalisi, atau melakukantawar-menawar dan menyusun bersama kabinet dangan pemimpin partai politik lain yang akan dilibatkan dalam kabinet koalisi.

b.Perdana Menteri dan para Menteri berasal dari kalangan anggota parlemen danakan tetap menjadi anggota parlemen, sehingga hakikat kabinet hanyalah sebuahkomisi dari parlemen
c.Kepala Negara/Raja berperan sebagai penegak bila terjadi pertentangan antaraparlementer dan kabinet.

2 Prisip-prinsip Sistem Parlamanter 

1.Rangkap Jabatan
Konstitusi nagara yang menganut sistem parlementer akan menentukanbahwa mereka yang menduduki jabatan Menteri harus merupakan anggotaParlemen. prinsip ini berada dengan ajaran trias politika. Karena dalam triaspolitika melarang adanya rangkap jabatan atau tumpang tindih pejabat diantaratiga cabang kekuasaan yang ada.

2.Dominasi Resmi Parlemen
Parlemen tidak saja membuat undang-undang baru, melainkan jugamemiliki kekuasaan untuk merevisi atau mencabut undang-undang yang berlakudan menentukan apakah sebuah undang-undang bersifat konstitusional/tidak.Kemacetan kerja ataudeadlock 
antar legislatif dan eksekutif yang umum terjadidalam sistem presidensial tidak ditoleransi dalam sistem parlementer. Dalamsistem ini kemacetan dipecahkan dengan mengubah keanggotaan dan perilakusalah satu/kedua belah pihak (parlemen dan kabinet).1

Sistem pemerintahan parlemen memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihansistem ini adalah sebagai berikut :

1.Garis tanggung jawab dalam pembuatan dan pelaksanaan kebijakan publik jelas.
2.Pembuatan kebijakan dapat ditangani secara cepat karena mudah terjadipenyesuaian pendapat antara eksekutif dan legislatif.
3.Adanya pengawasan yang kuat dari parlemen terhadap kabinet sehingga kabinetmenjadi berhati-hati dalam menjalankan pemerintahan.

Adapun kelemahan sistem pemerintahan parlemen antar lain :
 
1.Parlemen menjadi tempat kaderisasi bagi jabatan-jabatan eksekutif.
2.Kelangsungan kedudukan badan eksekutif tidak bisa ditentukan berakhir sesuaimasa jabatannya.
3Induk sistem pemerintahan dan contoh pengaruhnya

1.induk sistem pemerintahan parlementer
a.Kepala Negara (raja/ratu)Inggris adalah negara kerajaan. Karena itu, kepala negara Inggris selaluadalah raja/ratu. Raja menganggap dirinya mempunyai hak suci dari Tuhan untuk memerintah dunia. Raja-raja Inggris umumnya juga mempunyai lembagapenasihat yang ditentukan sendiri oleh raja, yang anggotanya hanya dari kalanganbangsawan dan pemimpin gereja. Mereka umumnya dipanggil bersidang oleh rajaapabila negara memerlukan pajak

b.ParlemenCikal bakal parleman di Inggris adalah Witanagemot, yaitu dewanpenasehat raja yang terdiri atas para pangeran, bangsawan, dan pejabat gerejayang dipilih dan dihentikan oleh raja. Lembaga ini kemudian dikenal denganparlemen. Semakin sering raja memerlukan tambahan dana semakin seringparlemen bersidang, yang akan memperkuat kedudukan parlemen danmematangkan kelembagaan parlemen itu sendiri.

c.KabinetCikal bakal kabinet di Inggris adalah sebuah kelompok orang yangdisebut CABAL yang dijadikan sebagai penasehat inti dan sekaligus penghubungdirinya dengan parlemen. Pemerintahan dikendalikan oleh perdana menteri dankabinetnya. Sehingga merekalah yang bisa dipersalahkan atau dimintapertanggungjawaban.

2.Contoh pengaruh :
UUD 1945 dan konstitusi RIS 1949 di Indonesia UUD disusun oleh parapemimpin bangsa Indonesia sendiri. Jadi ,awal dirancang menggunakan sistempresidansial. Beberapa anggota BPUPKI menggunkan konstitusi Amerika Sserikatsebagai rujukan dalam membahas rancangan Hukum Dasar. Konstitusi Ris1949disusun melalui KMB yang berlangsung di Den Haag,Belanda dan melibatkan utusan Pemerintah Belanda. Karena itu,Indonesia pun menggunakan sistempemerintahan parlementer seperti yang digunakan oleh negara Belanda.
2.sistem Pemerintahan Presidensial
Sistem presidensial adalah sistem/keseluruhan prinsip penataanhubungan kerja antar lembaga negara melalui pemisahan kekuasaan negara,dimana presiden memainkan peran kunci dalam pengelolaan kekuasaan eksekutif.Dalam sistem ini,kedudukan eksekutif,seorang presiden menunjuk pembantu-pembantunya yang akan memimpin deprtemennya dan mereka itu bertanggungjwab kepada presiden. Pelaksana kekuasaan kehakiman menjadi tanggung jawabMA dan kekuasaan legislatif berada ditangan DPR. Contohnya adalah AmerikaSerikat dengan
check and balance
. Sedangkan Indonsia adalah pembagiankekuasaan (distribution of power).1

Karakteristik sistem presidensial
a.Presiden adalah kepala negara sekaligus adalah kepala pemerintahan.
b.Para menteri bertanggung jab kepada presiden, bukan kepala parlemen. Merekatetap menduduki jabatannya sebagai menteri selama masih dipercaya olehPresiden.
c.Masa jabatan menteri sangat bergantung pada kepercayaan parlemen, melainkantergantung para Presiden.

1Prinsip-prinsip sistem presidensial
pemisahan jabatan/larangan rangkap jabatan
Berbeda dari sistem presidensial rangkap jabatan justru dilarang.Seorang anggota parlemen tidak boleh merangkap menjadi menteri,demikian jugasebaliknya. Misalnya,di Amerika Serikat. Disana tidak seorangpun diperbolehkanmenduduki lebih dari satu jabatan dalam ketiga cabang kekuasaan yang ada.
1.kontrol dan keseimbangan
Untuk mencegah kemungkinan cabang kekuasaan memperbesar kekuasaannya sendiri,masing-masing cabang kekuasaan diberi kekuasaan untuk mengontrol Presiden dengan menolak RUU yang diajukan,menolak memberipersetujuan terhadap calon pejabat bawahan langsung Presiden dan mengadiliserta memberhentikan Presiden. Presiden diberi kekuasaan untuk mengontrolkongres dengan hak veto atas UU yang telah disetujui kongres,dan mengontrolMA dengan mengajukan calon MA.2

Kelebihan sistem presidensial adalah sebagai berikut :
a.Badan eksekutif lebih stabil kedudukannya.
b.Masa jabatan badan eksekutif lebih dengan jangka waktu tertentu.
c.Penyusunan progam kerja kabinet mudah disesuaikan dengan jangka waktu masajabatannya

1Adapun kekurangannya antara lain
a.Sistem pertanggung jawabannya kurang jelas
b.Kekuasaan eksekutif di luar pengawasan langsung legislatif sehingga dapatmenciptakan kekuasaan mutlak.

1Induk sistem pemerintahan dan contoh pengaruhnya
1.induk sistem pemerintahan presidensial
a.Pemisahan kekuasaan negaraUntuk mencegah tiga bahaya yaitu (tirani, pemerintahan massa,danpeluasan kekuasaan),mereka membentuk pemerintahan negara Abedasarkanprinsip pemisahan kekuasaan negara. Konstitusi sudah sepakat bahwa pemerintahyang baru akan terdiri dari 3 cabang dan masing-masing memiliki kekuasaan yangberbeda :


legislatif = lembaga pembentukan UU2

eksekutif = lembaga pelaksana UU3

yudikatif = lembaga pengadil pelanggar UUPresiden berwenang memilih anggota kabinet dan memecatnya jika iamenginginkannya.

b.Sistem checks dan balances
 
Amerika Serikat di bangun sistem checks and balances untuk mencegahsatu cabang kekuasaan menguasai cabang kekuasaan yang lain. Di Amerikaterjadi pemisahan kekuasaan negara ke dalam tiga cabang kekuasaan. SedangkanPresiden ialah kepala negara sekaligus kepala pemerintahan.

c. Contoh pengaruhFilipina menggunakan sistem presidensial karena negara ini penuhberada dalam kekuasaan Amerika Serikat. Pemerintah Amerika Serikat bahkanjuga memfasilitasi penyusunan konstitusi Filipina menjelang kemerdekaan negaraini. Negara-negara lain seperti Kolombia,Kostarika,Meksiko,dan Venezuela jugamenggunakan sistem pemerintahan presidensial,dengan sistem pemerintahanAmerika Serikat sebagai modelnya.Sistem parlementer dan sistem presidensial umum diterapkan di negara-negarasekarang ini. Kedua sistem pemerintahan tersebut mempunyai perbedaan sistemparlementer. Presiden hanya sebagai simbol saja bertanggung jawab adalahparlemen/kabinet. Didalam sistem pemerintahan presidensial,Ppresidenmemainkan peran kunci dalam pengelolaan kekuasaan eksekutif. Didalam sistempresidensial tidak diperbolehkan rangkap jabatan karena sudah ada ketentuandalam pembagian kekuasaan.

SEJARAH PERKEMBANGAN PERS DI DUNIA DAN DI INDONESIA




       Perkembangan Pers di Dunia


Sebelum bubarnya Negara Uni Republik Sosialis Soviet, kita bisa dengan mudah membedakan sistem pers dalam dua kelompok besar: Pers Barat yang menganut teori pers bebas atau liberal dan Pers Timur yang menganut pers komunis. Pers Barat di wakili oleh Amerika dan Negara-negara sekutunya di Eropa Barat. Karena Amerika adalah pencetus teori tanggung jawab sosial atau dikenal pula sebagai komisi kebebasan pers (1942-1947) Sedangkan Pers Timur diwakili oleh Uni Soviet dan negara-negara satelitnya di Eropa TimurTetapi, sejak bubarnya Negara Uni Soviet, dan sistem politik Negara-negara Eropa Timur yang menganut paham komunis itupun ikut berubah, maka dikotomi antara Pres Barat dan Pers Timur itu kiranya sudah tidak relevan lagi.Sistem Pers Timur berbeda sekali dengan sistem Pers Barat bahkan sangat bertentangan. Karena dalam sistem Pers Timur, berita tidak dipandang sebagai barang dagangan. Maksud dari berita tidak dipandang sebagai barang dagangan disini adalah bahwa berita bukan untuk pemuas nafsu rasa ingin tahu namun berita adalah keharusan ikut  berusaha mengorganisasikan pembangunan dan pemeliharaan Negara sosialisSedangkan Pers Barat memandang berita sebagai barang yang dapat diperjual belikan maka itu berita yang di sampaikan pada khalayak harus menarik. 

Sejarah Perkembangan Pers di Indonesia 
 Awal Kemerdekaan (1942-1945) 


      Pers di awal kemerdekaan dimulai pada saat jaman jepang. Dengan munculnya ide bahwa beberapa surat kabar sunda bersatu untuk meneritkan surat kabar baru Tjahaja (Otista), beberapa surat kabar di Sumatera dimatikan dan dibuat di Padang Nippo (melayu), dan Sumatera Shimbun (Jepang-Kanji).Dalam kegiatan penting mengenai kenegaraan dan kebangsaan Indonesia, sejak persiapan sampai pencetusan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, sejumlah wartawan pejuang dan pejuang wartawan turut aktif terlibat di dalamnya. Di samping Soekarno, dan Hatta, tercatat antara lain Sukardjo Wirjopranoto, Iwa Kusumasumantri, Ki Hajar Dewantara, Otto Iskandar Dinata, G.S.S Ratulangi, Adam Malik, BM Diah, Sjuti Melik, Sutan Sjahrir, dan lain-lain. 


1.   Setelah Indonesia Merdeka/Orde Lama (1945-1959) 

  Penyebaran Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia

          Penyebarluasan tentang Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia dilakukan oleh wartawan-wartawan Indonesia di Domei, di bawah pimpinan Adam Malik. Berkat usaha wartawan-wartawan di Domei serta penyiar-penyiar di radio, maka praktisi pada bulan September 19945 seluruh wilayah Indonesia dan dunia luar dapat mengetahui tentang Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia.RRI (Radio Republik Indonesia) terbentuk pada tanggal 11 September 1945 atas prakasa Maladi. Dalam usahanya itu Maladi mendapat bantuan dari rekan-rekan wartawan lainnya, seperti Jusuf Ronodipuro, Alamsjah, Kadarusman, dan Surjodipuro. 

           saat berdirinya, RRI langsung memiliki delapan cabang pertamanya, yaitu di Jakarta, Bandung, Purwokerto, Yogyakarta, Surakarta, dan Surabaya.Surat kabar Republik I yang terbit di Jakarta adalah Nerita Indonesia, yang terbit pada tanggal 6 September 1945. Surat kabar ini disebut pula sebagai cikal bakal Pers nasional sejak proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia. Setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, perkembangan pers republic sangat pesat, meskipun mendapat tekanan dari pihak penguasa peralihan Jepang dan Sekutu/Inggris, dan juga adanya hambatan distribusi.Setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, di Sumatera dan sekitarnya, usaha penyebarluasan berita dilakukan mula-mula berupa pamflet-pamflet, stensilan, sampai akhirnya dicetak, dan disebar ke daerah-daerah yang terpencil.

             Pusat-pusatnya ialah di Kotaraja (sekarang Banda Aceh), Sumatera Utara di Medan dimana kantor berita cabang Sumatera juga ada di Medan, lalu Sumatera Barat di Padang, Sumatera Selatan di Palembang. Selain itu, di Sumatera muncul surat kabar-surat kabar kaum republik yang baru, di samping surat surat kabar yang sudah ada berubah menjadi surat kabar Republik, dengan nama lama atau berganti nama.

Setelah Proklamasi Kemerdekaan RI

               Setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia di Sulawesi dan sekitarnya, kalangan pers selalu mendapat tekanan-tekanan, seperti yang dialami Manai Sophiaan yang mendirikan surat kabar Soeara Indonesia di Ujung Pandang. Di Manado dan sekitarnya (Minahasa) tekanan dari pihak penguasa pendudukan selalu dialami oleh kalangan pers. Di daerah terpencil, seperti Ternate yang merupakan daerah yang pertama kali diduduki oleh tentara Sekutu, para pejuang di kalangan pers tetap mempunyai semangat tinggi.Setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia di Jawa dan sekitarnya, pertumbuhan pers paling subur, bila dibandingkan dengan daerah-daerah lain di wilayah RI ini. 
            Hal itu disebabkan jumlah wartawan yang lebih banyak dan juga karena pusat pemerintahan RI ada di Jawa. Pusat-pusatnya, adalah di Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surakarta, Solo, dan Surabaya.Sementara itu, para wartawan dan penerbit sepakat untuk menyatukan barisan pers nasional, karena selain pers sebagai alat perjuangan dan penggerak pembaangunan bangsa. Kalangan pers sendiri masih harus memecahkan masalah-masalah yang mereka hadapi masa kini dan masa mendatang. Untuk itulah, maka kalangan pers membutuhkan wadah guna mempersatukan pendapat dan aspirasi mereka. Hal tersebut terwujud pada tanggal 8-9 Februari 1946, dengan terbentuknya Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) di Solo atau Surakarta.

   Setelah Agresi Militer

           Setelah agresi militer Belanda 1 pada tanggal 21 Juli 1947, keadaan pers republik bertambah berat dan sulit. Kegiatan penerbitan dan penyiaran waktu itu mengalami pengekangan dan penekanan yang berat, karena pihak penguasa Belanda bisa secara tiba-tiba langsung menyerbu ke kantor redaksi atau percetakan surat kabat yang bersangkutan, sekaligus menangkap pemimpin redaksi maupun wartawan surat kabar tersebut. Pihak penguasa Belanda mengusahakan penerditan non republik dibantu oleh kaum separatis Pro Belanda. Usaha tersebut dilakukan dengan tujuan untuk melancarkan propaganda sekaligus politik adu dombanya, yang dapat menumbuhkan kebingungan dan kepanikan di kalangan masyarakat luas

       .Sewaktu pusat Pemerintahan RI pindah ke Yogyakarta, kantor berita Antara pusat turut pindah di bawah pimpinan Adam Malik Batubara, dan KB Antara Jakarta menjadi cabang yang dipimpin oleh Mochtar Lubis, Ibnu Muhammad Arifin, dan Wan Asa Bafagih. Ini berakibat juga pindahnya sebagian tokoh-tokoh pers Republik ke Pusat Pemerintahan RI yang baru tersebut.Keadaan Republik Indonesia bertambah suram lagi sewaktu pada tanggal 19 Desember 1948 penguasa Belanda berhasil menduduki kota Yogyakarta. Penguasa Belanda dan kaum separatis pro Belanda semakin berani bertindak kekerasan dan melakukan penahanan terhadap para pejuangdan kalangan pers (wartawan) Republik. Pada masa itu jumlah wartawan sedikit, umumnya para wartawan tersebut ditangkap dan dipenjarakan sebagai tahanan politik. Para wartawan yang berhasil lolos ada yang keluar kota dan ada juga yang ikut bergerilya bersama TNI di pedalaman dan di desa=desa terpencil. Meski begitu, mereka tetap mengusahakan penerbitan berupa stensilan.Usaha penerbitan pers RI juga diramaikan oleh partisipasi pihak lain, seperti; kalangan pers dari golongan peranakan Cina dan keturunan Arab, ditambah dari pihak TNI di daerah-daerah tertentu dan yang terakhir adalah pemerintah RI sendiri mengusahkan penerbitan dengan membantu pembiayaan usaha penerbitan pers oleh kalangan pers (wartawan) Republik.          

    Masa Orde Bru (1959-1998)

           Di masa demokrasi Liberal, tiap orang yang memiiki uang atau modal boleh menerbitkan surat kabar atau majalah. Tidak diperlukan izin atau pengesahan dari siapapun. Melalui surat kabar dan majalah ini orang boleh menyampaikan pendapat dan perasaannya, sehingga banyak Koran dan majalah muncul di masa ini dan mereka saling berlomba menerbitkan surat kabar dan majalah sekalipun namyak yang tidak bisa bertahan untuk terus terbit dengan teratur.Koran-koran bekas milik RDV (Dinas Penerangan Belanda), setelah pengakuan kedaulatan dialihkan ke tangan tenaga-tenaga Indonesia, Koran bekas RDV hidup jauh lebih baik daripada Koran Indonesia yang ditangani langsung oleh orang Indonesia. Hal ini antara lain disebabkan Koran milik RDV sewaktu dialihkan sudah mempunyai aparat distribusi yang lengkap.

     Selain itu koran RDV mempunyai aparat distribusi yang lengkap. Selain itu koran RDV mempunyai peralatan cetak yang jauh lebih lengkap dan canggih dibandingkan dengan percetakan koran bangsa Indonesia.Matinya majalah dan koran bermutu di masa Demokrasi Liberal kemungkinan besar disebabkan oleh mismanajemen atau salah urus baik dibidang teknik redaksional, teknis peralatan, keuangan, dan bernagai urusan perusahaan lainnya. Disamping itu munculnya koran dan majalah yang isinya mengarah ke pornografi membuat keadaan semakin buruk.Di masa awal pelaksanaan Demokrasi Terpimpin, surat kabar dan majalah yang tidak bersedia ikut serta dalam gelombang Demokrasi Terpimpin harus menyingkir atau disingkirkan. Semakin lama peaturan ini semakin ketat. Di Jakarta, keluar larangan berpolitik dalam segala bentuk termasuk dalam bentuk tulis-menulis. Khusus mengenai pers ada Sembilan ketentuan yang salah satunya adalah pers dan alat-akat penyiaran lainnya dilarang melakukan penyiaran kegiatan politik yang langsung dapat mempengaruhi haluan Negara, dan tidak bersumber pada badan pemerintahan yang berwenang untuk itu.SIT adalah Surat Izin Terbit dan SIC adalah Surat Izin Cetak yang pada masa Demokrasi Terpimpin sukar mendapatkannya. Semua penerbit pada tahun 1960 diwajibkan mengajukan permohonan SIT, sebagai pengesahan dillakukannya kegiatan penyiaran. 

      Pada bagian bawah permohonan SIT tercantum 19 pasal pernyataan yang mengandung janji penanggung jawab surat kabar tersebut yaitu jika ia diberi SIT akan mendukung jawab surat kabar tersebut yaitu jika ia diberi SIT akan mendukung Manipol-Usdek dan akan mematuhi pedoman yang telah dan akan dikeluarkan oleh penguasa. Pernyataan ini dengan mudah dipergunakan oleh penguasa sebagai alat penekan surat kabar.PWI sebagai satu-satunya organisasi wartawan yang diakui pemerintahdi masaDemokrasi Terpimpin dikelola oleh wartawan-wartawan berpaham komunis dan yang bersimpati pada paham ini. PKI berusaha menguasai PWI dengan sekuat tenaga karena melalui PWI, SPS, dan Pancatunggal SIT dan SIC dikeluarkan. Dengan demikian dapat menentukan siapa yang bisa diberi SIT dan SIC.BPS singkatan dari Badan Pendukung/Penyebar Soekarnoisme. Badan ini dibentuk untuk menandingi organisasi yang berinduk pada PKI. Tokohnya yang terkenal adalah Sajuti Melik BPS tidak menyetujui Nasakaom tetapi setuju dengan Nasasos (Naionalis, Agama, Sosialis). Koran pendukung BPS harus bersedia memuat tulisan Sajuti Melik sebagai usaha mengimbangi dan mengadakan perlawanan PKI. BPS ditentang PKI dengan tuduhan BPS hendak mengadakan PWI tandingan. Sehingga perang pena dan fitnah pun terjadi.

     Sewaktu menerbitkan Berita Yudha, Jenderal Ahmad Yani menyadari di masa Demokrasi Terpimpin itu akan sangat membahayakan masyarakat apabila tidak ada lagi pegangan dan hanya mendapat satu sumber berita. Saat itu hanya ada suara dari PKI, karena itu perlu diambil alih dengan segera harian pendukung BPS Berita Indonesia dan mengganti namanya Berita Yudha dengan motto: Untuk Mempertinggi Ketahanan Revolusi Indonesia. Sedangkan Jenderal A. H Nasution juga menerbitkan surat kabar bernama Angkatan Bersenjata dengan inti tujuan yang sama.Beberapa factor penunjang keberhasilan PKI dalam bidang pers dan media massa yaitu: 

1.     Disiplin kerja.
 Dengan disiplin kerja, mereka bersedia menyingkirkan pendapat pribadi dengan patuh pada indtruksi atasan.

2.      Jaminan Sosial.
 Mereka mendapat jaminan dalam kehidupannya.

3. Hubungan dengan fungsionaris/tokoh partai.
         Hubungan ini akan mempermudah control atas tiap anggota.Sebagai langkah awal dalam usaha merumuskan kehidupan pers nasional sesuai dengan dasar Negara Pancasila dan UUD 1945, adalah dengan dikeluarkannya Ketetapan MPRS No. XXXII/MPRS/1966 pada tanggal 6 Juli 1966. Kalangan pers menyambut keluarnya ketetapan MPRS tersebut dengan pencetusan Deklarasi Wartawan Indonesia, yang dihasilkan oleh konferensi Kerja PWI di Pasir Putih Jawa Timur pada tanggal 13-15 Oktober 1966.Setelah DPR berhasil merealisasikan UU No. 11/1966 sebagai UU Pokok Pers pada tanggal 12 Desember 1966, masalah selanjutnya adalah mengenai kesepakatan dalam penafsiran dari UU Pokok Pers tersebut, terutama masalah fungsi, kewajiban dan hak per situ sendiri.Dalam usaha memantapkan penafsiran serta pelaksaan UU Pokok Pers dalam praktiknya, amak dibentuklah Dewan Pers. 

        Dewan Pers merupakan pendamping pemerintah untuk bersama-sama membina pertumbuhan dan perkembangan pers nasional.Selama masa 4 tahun pertama pemerintahan Orde Baru, meski pemerintah menghadapi berbagai masalah stabilitas dan rehabilitas i keamanan, politik pemerinta dan ekonomi, telah diisi dengan langkah-langkah awal peletakan kerangka dasar bagi pembangunan pers Pancasila.Tahap selanjutnya adalah tahap pemantapan menuju tahap pemapanan diri dalam pers nasional. Pada tahap ini upaya yang dialkukan adalah penerapan mekanisme interaksi positif antara pers, masyarakat dan pemerintah.
                
  Masa Orde Baru dan Era Reformasi

        Pada masa pemerintahan Presiden Soekarno dan masa pemerintahan Presiden Soeharto sangat dibatasi oleh kepentingan pemerintah. Pers dipaksa untuk memuat setiap berita harus tidak boleh bertentangan dengan pemerintah, di era pemerintahan Soekarno dan Soeharto, kebebasan pers ada, tetapi lebih terbatas untuk memperkuat status quo, ketimbang guna membangun keseimbangan antarfungsi eksekutif, legislatif, yudikatif, dan kontrol publik (termasuk pers). Karenanya, tidak mengherankan bila kebebasan pers saat itu lebih tampak sebagai wujud kebebasan (bebasnya) pemerintah, dibanding bebasnya pengelola media dan konsumen pers, untuk menentukan corak dan arah isi pers.Bagi Indonesia sendiri, pengekangan pemerintah terhadap pers di mulai tahun 1846, yaitu ketika pemerintah kolonial Belanda mengharuskan adanya surat izin atau sensor atas penerbitan pers di Batavia, Semarang, dan Surabaya. Sejak itu pula, pendapat tentang kebebasan pers terbelah. Satu pihak menolak adanya surat izin terbit, sensor, dan pembredelan, namun di pihak lain mengatakan bahwa kontrol terhadap pers perlu dilakukan.

      Sebagai contoh adanya pembatasan terhadap pers dengan adanya SIUPP (Surat Izin Usaha Penerbitan Pers) sesuai dengan Permenpen 01/1984 Pasal 33h. Dengan definisi ”pers yang bebas dan bertanggung jawab”, SIUPP merupakan lembaga yang menerbitkan pers dan pembredelan.Terjadinya pembredelan Tempo, Detik, Editor pada 21 Juni 1994, mengisyaratkan ketidakmampuan sistem hukum pers mengembangkan konsep pers yang bebas dan bertanggung jawab secara hukum. Ini adalah contoh pers yang otoriter yang di kembangkan pada rezim orde baru.Tak ada demokrasi tanpa kebebasan berpendapat. Kebebasan berpendapat merupakan salah satu hak paling mendasar dalam kehidupan bernegara. Sesuai Prinsip Hukum dan Demokrasi, bahwa perlindungan hukum dan kepastian hukum dalam menegakkan hukum perlu ada keterbukaan dan pelibatan peran serta masyarakat. Untuk itu, kebebasan pers, hak wartawan dalam menjalankan fungsi mencari dan menyebarkan informasi harus dipenuhi, dihormati, dan dilindungi. 
     
      Hal ini sesuai dengan UUD 45 Pasal 28 tentang kebebasan berserikat, berkumpul dan berpendapat.Suatu pencerahan datang kepada kebebasan pers, setelah runtuhnya rezim Soeharto pada tahun 1998. Pada saat itu rakyat menginginkan adanya reformasi pada segala bidang baik ekonomi, sosial, budaya yang pada masa orde baru terbelenggu. Tumbuhnya pers pada masa reformasi merupakan hal yang menguntungkan bagi masyarakat. Kehadiran pers saat ini dianggap sudah mampu mengisi kekosongan ruang publik yang menjadi celah antara penguasa dan rakyat. Dalam kerangka ini, pers telah memainkan peran sentral dengan memasok dan menyebarluaskan informasi yang diperluaskan untuk penentuan sikap, dan memfasilitasi pembentukan opini publik dalam rangka mencapai konsensus bersama atau mengontrol kekuasaan penyelenggara negara.Peran inilah yang selama ini telah dimainkan dengan baik oleh pers Indonesia. Setidaknya, antusias responden terhadap peran pers dalam mendorong pembentukan opini publik yang berkaitan dengan persoalan-persoalan bangsa selama ini mencerminkan keberhasilan tersebut.

        Setelah reformasi bergulir tahun 1998, pers Indonesia mengalami perubahan yang luar biasa dalam mengekspresikan kebebasan. Fenomena itu ditandai dengan munculnya media-media baru cetak dan elektronik dengan berbagai kemasan dan segmen. Keberanian pers dalam mengkritik penguasa juga menjadi ciri baru pers Indonesia.Pers yang bebas merupakan salah satu komponen yang paling esensial dari masyarakat yang demokratis, sebagai prasyarat bagi perkembangan sosial dan ekonomi yang baik. Keseimbangan antara kebebasan pers dengan tanggung jawab sosial menjadi sesuatu hal yang penting. Hal yang pertama dan utama, perlu dijaga jangan sampai muncul ada tirani media terhadap publik. Sampai pada konteks ini, publik harus tetap mendapatkan informasi yang benar, dan bukan benar sekadar menurut media. Pers diharapkan memberikan berita harus dengan se-objektif mungkin, hal ini berguna agar tidak terjadi ketimpangan antara rakyat dengan pemimpinnya mengenai informasi tentang jalannya pemerintahan.Sungguh ironi, dalam sistem politik yang relatif terbuka saat ini, pers Indonesia cenderung memperlihatkan performa dan sikap yang dilematis. Di satu sisi, kebebasan yang diperoleh seiring tumbangnya rezim Orde Baru membuat media massa Indonesia leluasa mengembangkan isi pemberitaan. 

      Namun, di sisi lain, kebebasan tersebut juga sering kali tereksploitasi oleh sebagian industri media untuk mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya dengan mengabaikan fungsinya sebagai instrumen pendidik masyarakat. Bukan hanya sekedar celah antara rakyat dengan pemimpin, tetapi pers diharapkan dapat memberikan pendidikan untuk masyarakat agar dapat membentuk karakter bangsa yang bermoral. Kebebasan pers dikeluhkan, digugat dan dikecam banyak pihak karena berubah menjadi ”kebablasan pers”. Hal itu jelas sekali terlihat pada media-media yang menyajikan berita politik dan hiburan (seks). Media-media tersebut cenderung mengumbar berita provokatif, sensasional, ataupun terjebak mengumbar kecabulan.Ada hal lain yang harus diperhatikan oleh pers, yaitu dalam membuat informasi jangan melecehkan masalah agama, ras, suku, dan kebudayaan lain, biarlah hal ini berkembang sesuai dengan apa yang mereka yakini.Sayangnya, berkembangnya kebebasan pers juga membawa pengaruh pada masuknya liberalisasi ekonomi dan budaya ke dunia media massa, yang sering kali mengabaikan unsur pendidikan.
    
     Arus liberalisasi yang menerpa pers, menyebabkan Liberalisasi ekonomi juga makin mengesankan bahwa semua acara atau pemuatan rubrik di media massa sangat kental dengan upaya komersialisasi. Sosok idealisme nyaris tidak tercermin dalam tampilan media massa saat ini. Sebagai dampak dari komersialisasi yang berlebihan dalam media massa saat ini, eksploitasi terhadap semua hal yang mampu membangkitkan minat orang untuk menonton atau membaca pun menjadi sajian sehari-hari.Ide tentang kebebasan pers yang kemudian menjadi sebuah akidah pelaku industri pers di Indonesia. Ada dua pandangan besar mengenai kebebasan pers ini. Satu sisi, yaitu berlandaskan pada pandangan naturalistik atau libertarian, dan pandangan teori tanggung jawab sosial.Menurut pandangan libertarian, semenjak lahir manusia memiliki hak-hak alamiah yang tidak dapat diganggu gugat oleh siapa pun, termasuk oleh pemerintahan. Dengan asumsi seperti ini, teori libertarian menganggap sensor sebagai kejahatan. Hal ini dilandaskan pada tiga argumen.

          Pertama, sensor melanggar hak alamiah manusia untuk berekspresi secara bebas. Kedua, sensor memungkinkan tiran mengukuhkan kekuasaannya dengan mengorbankan kepentingan orang banyak. Ketiga, sensor menghalangi upaya pencarian kebenaran. Untuk menemukan kebenaran, manusia membutuhkan akses terhadap informasi dan gagasan, bukan hanya yang disodorkan kepadanya.Kebebasan pers sekarang yang dipimpin presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Jusuf Kalla, negara dan bangsa kita membutuhkan kebebasan pers yang bertanggung jawab (free and responsible press). Sebuah perpaduan ideal antara kebebasan pers dan kesadaran pengelola media massa (insan pers), khususnya untuk tidak berbuat semena-mena dengan kemampuan, kekuatan serta kekuasaan media massa (the power of the press). Di bawah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Jusuf Kalla, kebebasan pers Indonesia idealnya dibangun di atas landasan kebersamaan kepentingan pengelola media, dan kepentingan target pelayanannya, tidak peduli apakah mereka itu mewakili kepentingan negara (pemerintah), atau kepentingan rakyat.Dalam kerangka kebersamaan kepentingan dimaksud, diharap aktualisasi kebebasan pers nasional kita, tidak hanya akan memenuhi kepentingan sepihak, baik kepentingan pengelola (sumber), maupun teratas pada pemenuhan kepentingan sasaran (publik media). Pers harus tanggap terhadap situasi publik, karena ketidakberdayaan publik untuk mengapresiasikan pendapatnya kepada pemimpin pers harus berperan sebagai fasilitator untuk dapat mengapresiasikan apa yang diinginkan.


Translate